• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai = x 100

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Nilai = x 100 "

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

MOHAMMAD HATTA :

DARI PEMBUANGAN DIGUL SAMPAI KONFERENSI MEJA BUNDAR (1934-1950)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :

GAUDENSIUS JEHADIN BOSKO NIM : 111314004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahkan untuk :

1. TuhanYesus Kristus yang selalu memberikan berkat dan kasihNya dalam proses penulisan makalah ini.

2. Kedua orang tua Bapa Vitalis Bosko dan Mama Veronika Jerita yang selalu memberikan dukungan dan doanya tiada henti. Jasa kalian sungguh saya rasakan luar biasa.

(5)

v MOTTO

Selesaikan apa yang sudah kita mulai.

(NN)

Hidup cuma sekali, hiduplah dengan berarti.

(Mohammad Hatta)

(6)

vi

(7)

vii ABSTRAK

MOHAMMAD HATTA : DARI PEMBUANGAN DIGUL SAMPAI KONFERENSI MEJA BUNDAR (1934-1950)

Gaudensius Jehadin Bosko Universitas Sanata Dharma

2017

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dua permasalahan pokok, yaitu: 1) Lattar belakang kehidupan Mohammad Hatta; 2) Peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan penulisan sejarah. Penulisan ini menggunakan pendekatan sosial, dan ditulis secara deskriptif analitis.

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa, 1) Mohammad Hatta memiliki latar belakang keluarga pesantren dari garis keturunan ayahnya sehingga mempengaruhi karakter kepemimpinan beliau. Jiwa dagang Mohammad Hatta dipengaruhi oleh keluarga ibunya yang merupakan pedagang sukses di Batuhampar. Mohammad Hatta mulai muncul sebagai tokoh perjuangan Indonesia saat menempuh pendidikan di Belanda. 2) Perjuangan Mohammad Hatta di Indonesia dimulai tahun 1932 setelah kepulangannya dari Belanda. Ia bersama beberapa tokoh nasional seperti Soekarno dan Sjahrir gencar melakukan perlawanan terhadap Belanda sehingga pada tahun 1935 sempat diasingkan ke Digul dan berbagai tempat pengasingan lainnya oleh Belanda. Perjuangan Mohammad Hatta mendapatkan hasil ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945. Namun karena belum mendapatkan pengakuan penuh dari Belanda, perjuangan Mohammad Hatta masih terus berlanjut hingga tahun 1949 yang ditandai dengan pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB).

Kata kunci : Mohammad Hatta, Digul, Konferensi Meja Bundar.

(8)

viii ABSTRACT

MOHAMMAD HATTA : FROM DIGUL EXILE UNTIL ROUND TABLE CONFERENCE (1934-1950)

Gaudensius Jehadin Bosko Sanata Dharma University

2017

This paper aims to describe two key issues: 1) Mohammad Hatta's life background; 2) Mohammad Hatta's struggle for Indonesian Inpedependence.

Term paper writing is organized by using the method of history that includes five phases, namely title formulation, sources collection, verification (source criticism), interpretation, and writing of history. This paper's writing process used social-cultural approach, and written in a descriptive analytical model.

The results of this writing indicate, 1) Mohammad Hatta has a religious family background from his father's bloodline, so that it affects Mohammad Hatta's leadership character. Mohammad Hatta's enterprenurship was influenced by his mother's family who was a successful merchant in Batuhampar. Mohammad Hatta began his struggle for Indonesian independence while he was studying in Netherlands. 2) The struggle of Mohammad Hatta in Indonesia was began in 1932 after his return from the Netherlands. Mohammad Hatta and some Indonesian national figures such as Sukarno and Sjahrir with their vigorous resistance against Netherlands. In 1935, Hatta was exiled to Digul and many places by the Netherlands.

The struggle bore fruits when Mohammad Hatta proclaimed Indonesia's independence in 1945. But as yet obtained full recognition from the Netherlands, Mohammad Hatta's struggle continues until 1949 which was marked by the recognition by the Netherlands through the Round Table Conference.

Keyword : Mohammad Hatta, Digul, Round Table Conference.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan bimbingaNya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Mohammad Hatta : Dari Pembuangan Digul Sampai Konfrensi Meja Bundar (1934-1950)” dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan (S,Pd) program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Saya Sadar bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak saya tidak dapat menyelesaikan maklah ini.Untuk itu saya mengucapkan limpah terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kegruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Kaprodi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dorongan dan saran dalam menulis makalah ini.

3. Drs. A. Kardiyat Wiharyanto M, M. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya dalam penulisan makalah ini.

4. Semua dosen prodi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan saya begitu banyak pengetahuan.

5. Perpustakaan Sanata Dharma yang sangat membantu menyediakan berbagai literature sebagai sumber dalam menulis makalah ini.

6. Keluarga saya tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dukungannya.

7. Semua teman-teman dekat yang telah mendukung saya.

(10)

x

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran pembaca agar makalah ini semakin baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 10 September 2017 Penulis,

Gaudensius Jehadin Bosko

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II : LATAR BELAKANG KEHIDUPAN MOHAMMAD HATTA A. Latar Belakang Keluarga Mohammad Hatta ... 8

B. Latar Belakang Pendidikan Mohammad Hatta... 11

BAB III : PERANAN MOHAMMAD HATTA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA A. Perjuangan Selama di Negara Belanda dan Eropa ... 26

B. Perjuangan Selama Masa Pergerakan di Jakarta ... 30

C. Masa Pembuangan ... 34

D. Selama Pendudukan Jepang ... 38

E. Mencapai Cita-Cita Kemerdekaan ... 41

F. Mempertahankan Kemerdekaan ... 45

(12)

xii

G. Konferensi Meja Bundar ... 52 BAB IV : KESIMPULAN ... 59 DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN

Silabus ... 64 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 68

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada hari itu oleh bapak pendiri bangsa Ir.Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Kedua proklamator ini merupakan tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Jika melihat kembali ke belakang tentang bagaimana proses bangsa Indonesia akhirnya lepas dari penjajahan, tentu tidak akan terlepas dari sosok Mohammad Hatta. Perjuangan beliau telah menghantarkan bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan.

Mohammad Hatta, biasa dikenal dengan nama Bung Hatta, lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Lingkungan keluarga yang berlatar pesantren dan pedagang telah membuat Hatta tumbuh menjadi sosok yang sangat mendalami agama dan maslah-masalah ekonomi. Hatta menjalani pendidikan dasar di Bukittinggi. Ia melanjutkan kelas 5 di ELS (Europeesche Lagere School) Padang, yaitu sekolah dasar untuk kulit putih, hingga kelas 7.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekarang SMP) di Padang. Setelah lulus dari MULO, Hatta melanjutkan

(14)

2

pendidikan di Prins Hendrik School, sebuah sekolah dagang menengah di Jakarta.

Di samping belajar ilmu-ilmu umum, Hatta juga belajar ilmu Agama. Hal inilah yang membuat Hatta sangat disiplin dalam menjaga ibadah, akhlak, dan moralnya. Ia juga dikenal sangat tepat waktu dan sangat menjaga pergaulannya.

Sejak bersekolah di MULO Hatta telah banyak terlibat dalam pergerakan pemuda. Salah satunya adalah JBS (Jong Sumatranen Bond), sebuah perkumpulan pemuda Sumatera. Di sana ia menjabat sebagai bendahara di kepengurusan pusat. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang bendahara, ia tidak pernah lalai dan sangat menghargai waktu. Baginya, membuang waktu sama saja dengan membuang kesempatan untuk berproduksi. Suatu ketika Hatta pernah menolak bertemu dengan teman yang datang terlambat, saat berjanji akan bertemu dengannya. Karena hal ini, banyak koleganya yang menganggap dirinya sombong.

Hatta muncul sebagai pemimpin melalui kemampuan beroganisasi, dorongan, pemikiran yang kreatif, dan tulisan-tulisannya yang profokatif. Ia adalah seorang pribumi yang aktif menyuarakan kemerdekaan melalui pergerakan nasional.1 Sebagai ketua organisasi Perhimpunan Indonesia, Hatta merealisasikan gagasannya untuk mengawal Indonesia menuju kemerdekaan. Bahkan, ia pernah berkata tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Bukti bahwa Hatta sangat mencintai bangsanya daripada dirinya sendiri. Hatta memandang

1 Marvis Rose, Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1991.

hlm. xvii.

(15)

3

kemerdekaan bukan hanya simbol kemegahan bangsa, tetapi juga untuk kemanusiaan dan peradaban.

Ia banyak memberi kritik terhadap pergerakan nasional di Indonesia yang dianggapnya tidak mencerminkan kepribadian bangsa. Hatta pernah mengkritik Soekarno karena dianggap tidak konsisten dalam menjalankan tuntutan nonkooperasi dengan Belanda. Pada saat itu, Hatta marah besar karena Soekarno mengirimkan surat yang berisi penyesalannya kepada pemerintah Belanda.

Soekarno menulis akan berhenti melakukan pergerakan politik yang menentang pemerintah. Ia juga menulis akan bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Hatta mengecam tindakan Soekarno ini dengan menulis “Tragedie Soekarno” dalam Daulat Ra’jat edisi 30 November 1933.

Hatta sangat menekankan pergerakan nasional yang disertai kesadaran, bukan asal beramai-ramai mendendangkannya. Hatta selalu memikirkan solusi sebuah masalah secara mendalam. Baginya, setiap keputusan yang diambil harus melalui pertimbangan yang matang. Ia selalu memperhatikan berbagai aspek yang berpengaruh dalam masalah. Memang dalam hal ini, Hatta lebih rasional dibandingkan Soekarno yang dinilai emosional.

Saat menjabat sebagai wakil presiden mendampingi Soekarno, hubungan di antara keduanya terjalin sangat baik. Tidak ada yang tahu mengapa kedua tokoh ini menjadi begitu akrab dan mesra. Setiap keputusan selalu mereka tetapkan berdua. Sangat jarang terlihat perselisihan paham pada masa ini. Padahal, pada masa-masa pergerakan nasional Hatta sering berbeda pendapat dengan Soekarno.

(16)

4

Bahkan, tidak jarang timbul konflik di antara keduanya. Hatta lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Meskipun begitu Hatta selalu bersikap tegas dalam mempertahankan keputusannya. Ia tidak gegabah, tetapi berani dan konsisten.

Peristiwa Proklamasi merupakan puncak dari perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Hatta menjadi salah satu tokoh penting karena terlibat dalam penyusunan konsep proklamasi serta penandatangan teks proklamasi bersama Soekarno. Sebagai seorang penganut islam, pemikiran Hatta berbeda dengan tokoh-tokoh lain mengenai tujuh kata-kata awal pembukaan undang-undang dasar yang memuat tentang syariat islam. Ia dengan tegas menolak rumusan tersebut karena dianggap mengesampingkan agama lain di Indonesia. Ia berpendapat bahwa jika rumusan itu tetap dimasukkan dalam undang-undang hanya akan membuat daerah Indonesia timur melepaskan diri dari Indonesia.

Hatta dan Soekarno bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

Kerja sama keduanya sebagai presiden dan wakil presiden membuat mereka dijuluki dwitunggal. Sifat dan jalan pikiran keduanya pun saling melengkapi.

Soekarno dikenal sebagai sosok yang mampu menguasai rakyat, membakar semangat mereka, seakan mengarahkan mereka ke mana saja. Sebaliknya, Hatta mampu menguasai diri dalam keadaan apapun, yang banyak berpikir dengan tenang dan dalam, memperhatikan sesuatu kejadian atau perkembangan dengan cermat, dan bila sudah mengambil keputusan, keputusannya itu tetap ia

(17)

5

pertahankan.2 Hatta juga dikenal dengan kemampuannya dalam urusan diplomasi, sehingga saat Indonesia dihadapkan dalam situasi perang kemerdekaan dengan Belanda, Hatta tampil sebagai diplomat ulung dalam beberapa perundingan dengan Belanda. Puncaknya adalah saat Hatta dipercayakan menjadi ketua delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang kehidupan Mohammad Hatta hingga menjadi salah satu tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia?

2. Bagaimana peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan latar belakang kehidupan Mohammad Hatta.

2. Mendeskripsikan peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari tulisan makalah ini adalah : 1. Bagi Penulis

Makalah ini memberikan pengetahuan yang lebih mendalam kepada penulis mengenai peran hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia . Hal ini sekiranya dapat bermanfaat bagi penulis sebagai guru sejarah dikemudian

2 Deliar Neor, Biografi Politik Bung Hatta, Jakarta : LP3ES, 1990, hlm. 92.

(18)

6

hari saat menjelaskan kepada siswa tentang peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penulisan makalah ini adalah salah satu perwujudan Tri Darma Perguruan tinggi, yakni Dharma bidang penelitian. Kiranya makalah ini menjadi tambahan pengetahuan pustaka pendidikan sejarah dan universitas mengenai peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

3. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah

Makalah ini diharapkan mampu menarik minat mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah untuk mempelajari lebih dalam mengenai peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan sejarah para mahasiswa Prodi Pendidikan sejarah

E. Sistematika Penulisan

Makalah yang berjudul “MOHAMMAD HATTA : DARI PEMBUANGAN DIGUL SAMPAI KONFERENSI MEJA BUNDAR (1934- 1950)” memiliki sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Membahas tentang latar belakang mengapa judul ini diangkat, rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan, manfaat dan sistematika penulisannya.

Bab II : Memabahas tentang latar belakang kehidupan Mohammad Hatta.

(19)

7

Bab III : Membahas tentang peran Mohammad Hatta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

BAB IV : Berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan.

(20)

8 BAB II

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN MOHAMMAD HATTA

A. Latar Belakang Keluarga Mohammad Hatta

Mohammad Athar atau yang populer dikenal dengan nama Mohammad Hatta lahir di Batu Hampar, Bukit Tinggi pada 12 Agustus 1902. Nama Mohammad Hatta berasal dari Muhammad Athar yang diambil dari nama lengkap seorang tokoh Muslim, yaitu Muhammad Ata-Ilah Al-Sakandari, pengarang kitab Al-Hikmah. Hatta juga mempunyai nama panggilan, dan Orang-orang di Bukitinggi biasa memanggil dengan nama Athar.3 Keluarga Hatta adalah keluarga yang cukup terpandang di Batu Hampar. Ayahnya, Haji Muhammad Djamil adalah putra Syekh Abdulrahman, sedangkan ibunya, Siti Salehah adalah putri dari Ilysah gelar Bagindo Marah dan Aminah, keduanya juga memiliki panggilan Khas dari Mohammad Hatta yaitu Pak Gaek dan Mak Gaek. Hatta adalah anak bungsu dari dua bersaudara, kakanya bernama Rafiah.

Keluarga besar ayah Hatta sebagain besar adalah ulama. Kakeknya, Syaikh Abdurrahman adalah seorang ulama besar, pemilik pesantren dan pengasuh tarikat Naqsabandiyah di Batu Hampar, Payakumbuh. Tetapi beda dengan ayah Hatta, Mohammad Djamil tidak mengikuti jejak ayahnya Syaikh Abdurrahman menjadi ulama, melainkan mengikuti jejak orang tua ibu Hatta yang bergelut di dunia perdagangan. Walaupun Mohammad Djamil tidak melanjutkan jejak

3Alfarisi Salman, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980. Jogjakarta: Garasi, 2010, hlm. 11

(21)

9

ayahnya menjadi ulama, namun dalam dirinya pengaruh agama tidak bisa lepas dari dirinya karena memang sejak kecil ayah Hatta sudah dididik agama, baik ibadah maupun perilakunya, dengan sangat disiplin.

Keluarga Hatta dari pihak ibu merupakan keluarga pengusaha yang berhasil, terlibat dalam berbagai perusahaan, termasuk ekspor kayu, bisnis angkutan, dan kontrak pos dengan pemerintah Belanda.4 Kakeknya bernama Ilyas gelar Bagindo Marah, yang biasa dipanggil dengan nama Pak Gaek oleh Hatta. Pak Gaek adalah seorang pedagang besar, sampai ke Sawahlunto dan Lubuk Sikaping. Beberapa paman Hatta juga menjadi pengusaha besar di Jakarta, di daerah Senen. Pada saat Hatta berumur 8 bulan, ayahnya meninggal dunia diusia 30 tahun sehingga Hatta tidak terlalu begitu mengenal sosok ayahnya. Tetapi menurut cerita orang, termasuk ibunya, Hatta sangat mirip dengan sosok ayahnya.5 Ibu Hatta juga mengatakan bahwa “Hatta potret hidup dari ayahnya.” Setelah lama suaminya meninggal dunia, ibu Hatta Siti Salehah bertemu dengan Haji Ning, beliau adalah seorang pedagang dari Palembang. Tidak lama kemudian akhirnya ibu Hatta menikah lagi yang kedua kalinya dengan Haji Ning.

Keluarga Hatta pada waktu itu tinggal dalam satu rumah bertingkat.

Sebelum adik-adik Hatta lahir, seisi rumah terdiri dari buyut Hatta yang dipanggil nenek, Pak Gaek dan Nenek Hatta Aminah, ibu Hatta, ayah tiri Hatta, pamannya yang dipanggil Mak Alieh dan istrinya, paman Hatta yang paling muda Idris,

4Marvis Rose, Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1991.

hlm.7.

5Deliar Neor, Biografi Politik Bung Hatta, Jakarta : LP3ES, 1990, hlm. 15

(22)

10

kakak Hatta Rafiah dan Hatta sendiri. Rumah itu cukup luas bagi keluarga Hatta dan juga masih ada tempat bagi pelayan dan pembantu rumah tangga yang tinggal di dalamnya. Pelayan pada waktu itu bukanlah pelayan yang biasa didapati pada masa sekarang, melainkan anak-anak orang yang diserahkan kepada keluarga Hatta untuk dididik dalam mengurus rumah tangga dan diperlakukan sebagai anggota keluarga.

Setelah adik-adik Hatta lahir, empat orang jumlahnya, dan paman Hatta juga memiliki dua orang anak, Pak Gaek mendirikan rumah baru sederet letaknya untuk ibu dan paman-paman Hatta serta untuk anak-anak beliau yang berjumlah tiga. Tanah tempat pendirian tiga rumah itu kepunyaan Mak Alieh, untuk cucunya, masih ada ada lagi rumah “usang”. Sampai berumur lima tahun lebih Hatta menyangka bahwa Haji Ning adalah Ayahnya. Beliau memperlakukan Hatta begitu baik sehingga Hatta tak menduga Haji Ning ayah tirinya. Setelah adik-adik Hatta lahir, ayah tiri Hatta tak sedikitpun berubah sikapnya terhadap Hatta. Dari keturunan ayah kandung Hatta hanya dua orang anak saja yang dilahirkan , yaitu Mohammad Hatta sendiri dan kakak perempuannya Rafiah.

Umur Hatta dan kakaknya cuma selisih dua tahun. Setelah ibunya menikah dengan Haji Ning, pernikahan mereka melahirkan empat anak dan semuanya perempuan, sehingga Hatta memiliki lima saudara perempuan dan beliau merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga.

Pengalaman sebagai anak laki-laki satu-satunya sudah menjadikan Hatta sebagai tumpahan kasih sayang, perhatian dan anak yang paling diberi

(23)

11

pengawasan yang ketat oleh keluarga ibunya, yang sudah terbukti membentuk Hatta sebagai seorang anak yang taat, teratur dan berdisiplin. Latar keluarga ibunya yang kehidupannya berkecimpung sebagai pedagang, serta bertahun-tahun tinggal bersama ayah tirinya yang juga sebagai pedagang, telah mempengaruhi minat Hatta terhadap masalah-masalah ekonomi, sedangkan dari latar belakang ayahnya yang pemuka agama Islam, telah meninggalkan dasar-dasar pemahaman agama yang kuat dalam diri Hatta. Tidak mengherankan jika kelak nanti Hatta tumbuh menjadi pemeluk Islam yang kuat tapi rasional, sekaligus sarjana ekonomi yang disegani.6

B. Latar Belakang Pendidikan Mohammad Hatta

Untuk masalah pendidikan, tampaknya Hatta sudah dipersiapkan oleh keluarganya tentang pendidikannya kelak. Saat masih berusia lima tahun, Hatta dipersiapkan untuk masuk di sekolah rakyat, tetapi setelah Hatta mendaftarkan di sekolah rakyat, Hatta belum bisa diterima karena umurnya belum mencapai enam tahun. Karena pada waktu itu tidak mudah untuk masuk sekolah. Contohnya di sekolah rakyat, kepala sekolah memberikan peraturan, untuk mengetahui siswa sudah enam tahun, siswa harus bisa menjangkau pucuk telinga kiri dengan tangan kanan melalui kepala. Karena Pak Gaek ingin sekali Hatta sekolah, akhirnya Hatta dimasukan ke sekolah privat milik Tuan Ledeboer. Hatta diajarrkan membaca dan menulis oleh anak perempuan Tuan Lederboer yang sudah tamat

6 Zulfikri Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia, Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta, Kompas, 2010, hlm. 60.

(24)

12

sekolah Belanda. Setelah selesai menamatkan pendidikan di sekolah privat Belanda selama tujuh bulan, khususnya untuk memacu kemampuan Hatta dalam membaca dan menulis, akhirnya Hatta baru diterima belajar di sekolah rakyat yang letaknya di Bukitinggi.

Selain menerima pendidikan di sekolah, Hatta juga belajar mengaji setiap malam sehabis magrib. Hatta belajar mengaji di surau Syekh Mohammad Jamil Jambek bersama teman-teman sebayanya. Pengajian di surau, ditekankan pada penguasaan bacaan yang mencakup ketepatan mengucapkan huruf-huruf, atau panjang pendek (tajwid), dengungan dan irama. Hatta cepat dalam mengenal dan menghapal huruf-huruf arab, dan cepat pandai membaca Juz Amma. Tetapi Hatta mengakui dia lemah dalam menguasai irama, padahal sudah berulang kali Hatta diajarkan tapi selalu salah. Bagaimanapun pelajaran mengaji mampu memupuk semangat keagamaan dan kekeluargaan.7 Setelah Hatta mengenyam pendidikan selama enam sampai tujuh bulan lamanya, ada kabar baik dari Pak Gaek, dia diberi pesan dari guru Thaib di sekolah rakyat, bahwa di kelas satu masih banyak tempat yang kosong. Umur Hatta juga sudah mencapai enam tahun dan dia sudah diperbolehkan untuk masuk sekolah. Selama belajar di sekolah Belanda Hatta sudah bisa membaca dan menulis, maka dari itu Hatta sudah mempunyai modal untuk masuk di sekolah rakyat. Selama belajar di kelas satu, Hatta hanya membutuhkan waktu sekitar empat bulan saja. Karena selama empat bulan Hatta

7 Zulfikri Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia, Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta, Kompas, 2010, hlm. 63- 64.

(25)

13

selalu mendapatkan nilai yang bagus, Hatta langsung naik ke kelas dua, satu kelas dengan kakak satu-satunya Rafiah. Hatta benar-benar memafaatkan waktunya untuk belajar, setelah selesai mengikuti sekolah rakyat di pagi hari, sore harinya Hatta melanjutkan belajar berbahasa Belanda dengan seorang guru sekolah Belanda milik Tuan Janzen. Dalam hal berhitung, Hatta memang selalu terbelakang saat waktu di kelas, sebab sewaktu di rumah Hatta tak pernah mempelajarinya. Tetapi, berkat bantuan kakaknya, ketinggalan itu dapat dikejar Hatta. Hatta mulai tercengang ketika dia mulai duduk di kelas tiga, karena di antara kawan-kawannya ada yang sudah berumur 16 tahun dan sudah ikut bermain sepakbola dengan orang yang lebih dewasa. Hanya ada empat atau lima orang, selain Hatta dan kakaknya, yang berumur 10 tahun. Hal ini telah menunjukan betapa rendahnya penghargaan orang pada waktu itu terhadap sekolah pemerintah. Selama dua tahun Hatta belajar di sekolah rakyat, sampai pertengahan kelas tiga. Hatta pindah ke sekolah Belanda dan diterima di kelas dua, sesuai dengan tingkat pengetahuannya dalam bahasa Belanda. Awalnya Hatta enggan pindah ke sekolah Belanda, karena dia takut kehilangan teman- teman sepermainan di sekolah, yang semuanya adalah anak-anak bangsa sendiri.

Tetapi dengan bujukan dari keluarga dan gurunya akhirnya Hatta pindah ke sekolah Belanda.

Setahun sesudah hal itu, saat Hatta duduk di kelas tiga, Pak Gaek akan menjalankan ibadah Haji ke Mekkah dan Hatta akan dibawa menurut rencana yang sudah lama ditetapkan, tetapi beberapa minggu sebelum keberangkatan Pak

(26)

14

Gaek ke Mekkah, ada desakan dari ibu dan pamanya, supaya jangan Hatta yang ikut ke Mekkah, melaikan pamannya yang bungsu, Idris, karena Hatta dianggap belum cukup umurnya untuk pergi ke Mekkah, sedangkan pengajian AL- Quran juga belum tamat. Menurut pamannya lebih baik Hatta tamat sekolah terlebih dahulu. Sesudah khatam Quran, Hatta mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab, barulah pergi ke Mekkah dan kemudian ke Kairo.

Alasan tersebut akhirnya bisa diterima oleh Pak Gaek dan ia berangkat ke Mekkah dengan Idris, paman Hatta.8

Memasuki tahun ketiga, Hatta dipindahkan ke sekolah dasar tujuh tahun khusus untuk anak-anak Belanda, ELS (Europese lagere School, sekolah dasar untuk orang kulit putih), di Bukitinggi. Tidak lama sekolah di ELS, memasuki kelas lima pada pertengahan tahun 1913, Hatta pindah ke sekolah ELS di Padang.

Penyebab Hatta pindah sekolah ke ELS di Padang yaitu, tiga bulan sebelum libur panjang murid-murid kelas empat yang bermaksud akan menempuh kemudian ujian masuk HBS (Hogere Burger Scool,setara sekolah menngah atas) boleh mengambil pelajaran privat dalam bahasa Perancis. Pelajaran itu diberikan oleh seorang guru sekolah Belanda pada sore hari, tiga kali seminggu. Kebetulan pada waktu itu Pak Gaek sudah memperoleh persetujuan dari tuan Chevalier, seorang komisi pos, bahwa ia akan mengajarkan bahasa Inggris kepada Hatta. Menurut Pak Gaek, bahasa Inggris lebih penting dan lebih perlu daripada bahasa Prancis

8 Taufik Abdullah, Mohhamad Hatta, Untuk Negriku, Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi. Jakarta, Kompas, 2010, hlm. 35.

(27)

15

sebab bahasa perniagaan. Maka dari itu Hatta tidak jadi mengikuti pelajaran bahasa Prancis.

Setelah tiga bulan Hatta belajar bahasa Inggris, tuan Chevalier dipindahkan kerja ke Batavia. Pindah belajar bahasa Perancis, Hatta sudah ketinggalan tiga bulan. Maka, diputuskan oleh orang tua Hatta untuk pindah sekolah ke Padang sesudah masa liburan. Setelah ke padang, ada sekolah Belanda pertama yang mengajarkan bahasa Perancis sebagai mata pelajaran kelas lima. Pak Gaek akhirnya mengusahakan supaya Hatta bisa masuk dikleas lima. Selama Hatta bersekolah di situ dari kelas lima sampai kelas enam hanya ada tiga anak orang Indonesia yang satu kelas dengan Hatta, di sekolah ini cuma ada tujuh anak orang Indonesia. Kebanyakan anak-anak Indonesia yang boleh masuk di sekolah Belanda diterima pada sekolah Belanda kedua yang sederajat dengan sekolah- sekolah Belanda lainya seluruh Sumatera.

Selama di Padang Hatta tinggal bersama Pak Gaek, karena sejak beliau pulang dari Mekkah dan urusan pekerjaannya lebih banyak di Padang dari pada di Bukitinggi, beliau juga mendirikan rumah tangganya yang kedua. Hatta tidak suka dengan kelakuan pak Gaek, yang menikah lagi dengan orang lain, sedangkan umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Dua tahun Hatta menetap bersama Pak Gaek dan istri mudanya, Hatta dipindahkan ke rumah ayah tirinya, Haji Ning, karena rumahnya lebih dekat dengan sekolah Hatta.

Selama hidup di padang Hatta juga meluangkan waktunya berkumpul dengan teman-temannya dan bergabung dalam suatu klub sepak bola pribumi.

(28)

16

Setelah pada awalanya menjadi anggota biasa, akhirnya Hatta dipilih sebagai bendahara, lalu juga menjadi sekertaris di klub tersebut. Hatta memang mengetahui kegiatan seperti itu, disamping untuk memuaskan hobinya, sebagai proses pembelajaran dalam kehidupan berorganisasi dan bekerja dalam kelompok untuk kepentingan bersama. Meskipun asik dalam kegiatan bermainnya, Hatta tidak pernah mengabaikan sekolahnya. Kedua hal ini dapat di lakukan, karena Hatta sudah terbiasa hidup berdisiplin.

Pada pertengahan tahun 1916 Hatta berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya di ELS Padang. Hattta lulus sekloha dasar dengan nilai yang cukup baikuntuk bisa langsung melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) atau SMA di Batavia, ibukota kolonial di Jawa9. Tetapi, pada kenyataannya Hatta tidak diperbolehkan oleh ibunya sekolah di HBS di Batavia karena Hatta dianggap umurnya masih terlalu muda. Setelah melalui kekecewaan, akhirnya Hatta mematuhi saran ibunya dan memilih melanjutan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Orderwijs : Pendidikan Dasar Lebih Lanjut) Padang. Dalam benak Hatta keinginan melanjutkan ke HBS masih ada, Hatta berkeinginan setelah lulus di MULO Hatta akan melanjutkan ke HBS. Hatta juga merasa berat berbuat seperti itu, sebab Hatta akan rugi setahun.

Waktu Hatta masuk ke MULO di Padang, sudah banyak anak-anak Indonesia yang bersekolah di MULO. Sekolah itu terbuka bagi murid-murid yang

9 Marvis Rose , Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1991. hlm.13.

(29)

17

datang dari sekolah Belanda dua dan yang berasal dari HIS. Mereka diterima dan dibebaskan dari pelajaran bahasa Perancis. Sebelum itu, hanya murid-murid sekolah Belanda pertama yang dapat melanjutkan pelajarannya di sekolah MULO. Sejak dua tahun terbuka kesempatan bagi murid-murid tamatan HIS untuk masuk sekolah MULO, tetapi dengan melalui voorklas, kelas permulaan dua tahun lamanya. Fokus pelajaran pada kelas permulaan terletak pada pelajaran bahasa Belanda sekali pun mata pelajaran yang lain tidak diabaikan.

Murid-murid dari sekolah Belanda pertama dimasukan ke kelas IA, di mana pelajaran bahasa Perancis diajarkan sebagai sambungan pelajaran yang telah diperoleh di sekolah Belanda pertama. Murid-murid yang datang dari sekolah Belanda kedua, yang tidak mengikuti pelajaran bahasa Perancis, ditempatkan di kelas IB. Pada pertengahan tahun 1918, datang keputusan pemeritah bahwa mulai dengan tahun pelajaran 1918/1919 murid MULO di Padang akan diberi kesempatan mengikuti pelajaran agama satu jam seminggu menurut agamanya masing-masing. Unutk yang beragama Islam akan diajarkan oleh Haji Abdul Ahmad, murid-murid yang beragama Protestan dari seorang domine, dan bagi murid-murid yang beragama Katolik akan diajarkan oleh seorang pastor.

Sejak Hatta duduk di kelas dua MULO, perhatiannya terhadap masalah- masalah di luar pelajaran sekolah bertambah besar. Sejak Sarikat Usaha memperjuangkan agama di sekolah MULO, Hatta sudah berhubungan dengan perkumpulan tersebut. Terutama dengan sekretarisnya, Engku Taher Marah Sutan, seorang idealis yang giat berkerja dengan tidak kenal lelah. Kalau tidak

(30)

18

ada dia, Sarikat Usaha tidak menjadi pusat pertemuan orang-orang terkemuka serta kaum cerdik pandai di Padang. Hampir setiap hari Hatta datang ke perkumpulan Sarikat Usaha untuk mengasah otaknya dengan masalah-masalah yang tidak diajarkan di MULO. Masa-masa di MULO juga menjadi periode yang penting saat kesadaran politiknya sebagai anak bangsa mulai tumbuh dan berkembang.10

Pada bulan Mei 1919 Hatta lulus dalam ujian MULO dan terbukalah jalan bagi Hatta unutk melanjutkan sekolahnya di Batavia. Tetapi, ada saja yang menganjurkan Hatta untuk meneruskan bersama Alimudin dan Kalimalikul Adil.

Alimudin tiga tahun lebih dahulu dari Hatta tamat dari sekolah MULO, Kalimalikul Adil setahun lebih dahulu. Kedua-duanya tekenal sebagai murid yang pintar. Tetapi, Hatta memilih Prins Hendrik School (PHS), Sekolah Dagang Menengah lima tahun. Pada pertengahan Juni 1919 Hatta pergi ke Batavia.

Setelah dua hari berada di Batavia, Hatta mulai mendaftar ke sekolah PHS (Prins Hendrik School) untuk mendaftarkan dirinya sebagai murid, bagi sekolah dagangnya.

Setelah satu minggu duduk di bangku PHS kelas satu bagian dagang, Hatta merasakan perbedaan cara guru mengajarkan di PHS dan di MULO. Waktu sekolah di MULO pelajaran itu seperti dituangkan oleh guru ke otak murid, sedangkan di PHS lebih banyak disuruh menangkap apa yang diutarakan guru berdasarkan pada buku pelajaran. Guru memperingatkan supaya bagian yang akan

10 Arif Zulkifli dkk, Mohammad Hatta, "Jejak yang Melampaui Jaman", Jakarta: Tempo. 2010. hlm. 18.

(31)

19

diterangkan itu terlebih dahulu di baca di rumah, sebelum guru menerangkan di sekolah.

Setelah lama menempuh pendidikan di PHS, pada bulan Mei 1921 Hatta berhasil menamatkan sekolahnya di PHS, bahkan memperoleh rang king tiga.

Ada 21 orang lulus dan 3 orang lainya tidak lulus. Dengan demikian cita-cita Hatta untuk melanjutkan sekolah ke negeri Belanda tampaknya akan menjadi kenyataan. Tetapi, secara kebetulan Mak Etek Ayub yang sejak semula sudah berjanji akan membiayai pendidikannya ke Rotterdam mengalami kebangkrutan dalam usaha dagangnya, bahkan Mak Etek Ayub sempat masuk penjara. Disisi lain Hatta juga tergoda untuk mengisi lapangan kerja yang waktu itu terbuka luas dan dengan gaji yang menggiurkan untuk tamatan sekolah menengah. Dua hal itu yang membuat Hatta ragu-ragu untuk melanjutkan pendidikannya ke Rotterdam.

Setelah mendengar nasihat dan dukungan dari mantan gurunya di PHS, Dr. De Kock, juga dari Mak Etek Ayub sendiri dan jaminan akan memperoleh beasiswa dari Van Deventer Stichting, akhirnya Hatta memutuskan untuk tetap berangkat ke Negeri Belanda.11

Pada 3 Agustus 1921 Hatta berangkat ke Negeri Belanda saat Hatta berumur 19 tahun. Pada tanggal 5 September 1921 Hatta sampai di Belanda dan langsung merapat ke Rotterdam. Hatta memang akan mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Dagang (Handels Hoge School) di kota itu. Proses pendaftaran, persiapan kuliah, dan terutama, penyesuaian fisik dan mental dengan suatu kehiduapam masyarakat

11 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita. Jakarta: Idayu Press, 1966, hlm. 24.

(32)

20

Eropa dilaluinya dengan lancar. Pengalaman bergaul dengan keluarga Belanda sejak masa kecil di Bukitinggi sampai pendidikan menengah di Padang dan Batavia agaknya telah menyiapkan Hatta untuk menjalani suasana kehidupan masyarakat Barat tanpa kejutan budaya yang berarti. Hatta bahkan mampu memahami budaya dan peradaban Barat dengan lebih baik dan menyerap segi positif dari budaya dan peradaban Barat seperti berfikir rasional, kerapian dan berpakaian, tertib dan disiplin terhadap waktu.

Hari selasa ketiga bulan September, sehari sesudah Hatta diterima menjadi mahasiswa, dari segala mata pelajaran ada yang diwajibkan, ada yang fakultatif, ada yang tambahan saja untuk meluaskan pandangan. Hatta pun tertarik kepada kuliah tambahan, kuliah tentang Tata Negara yang diajarkan oleh Profesor Oppenheim, yang menjadi ketua perkumpulan otonomi untuk Hindia Belanda.

Beliau mulanya adalah Guru Besar Tata Negara di Leiden dan Guru Besar Luar Biasa untuk ilmu itu di Rotterdam.

Beberapa tahun sebelum Hatta sampai di Rotterdam, ia sudah mengundurkan diri sebagai guru besar karena umurnya sudah 70 tahun. Atas permintaan banyak mahasiswa, kuliahnya di Rotterdam diteruskan dengan nama “ Ceramah Profesor Oppenheim” tentang Ilmu Tata Negara. Caranya membrikan kuliah sangatlah menarik. Sayangnya Profesor Oppenheim menghentikan kuliahnya pada akhir tahun pelajaran 1921-1922 karena umurnya sudah genap 76 tahun, hanya setahun saja Hatta mengikuti perkuliahannya.

(33)

21

Kuliah yang sangat menarik pula ialah kuliah Profesor F. De Vries. Ia mengajarkan pokok-pokok Ilmu Ekonomi, yang disebut waktu itu “Ekonomi Teoretika”. Logikanya, suasana kalimatnya begitu menarik perhatian sehingga mata pelajaran yang diberikannya itu dipandang di Rotterdam sebagai pusat Ilmu Ekonomi. Ia mengajarkan Ekonomi Teoretika tidak saja pada pendidikan kandidat, tetapi juga pada pendidikan doktoral. Empat atau lima tahun berturut- turut ia mendidik seorang mahasiswa ekonomi, sebelum mencapai tingkat doktorandus. Setiap tahun kuliahnya diperbaikinya, susunan kata-katanya dan cara memecahkan masalahnya.

Pada waktu itu pelajaran kandidat ekonomi dibagi dua golongan. Golongan yang pertama yaitu pendidikan biasa dan umum. Bagian kedua disebut pendidikan Ekonomi Kolonial. Untuk bagian ini, mahasiswa dibebaskan dari mengikuti kuliah Sejarah Ekonomi dan beberapa bagian dari Organisasi Ekonomi.

sebagai gantinya, mahasiswa yang mengikuti pelajaran Ekonomi Kolonial wajib mempelajari lima mata pelajaran sepesial yang berhubungan dengan Hindia Belanda, yaitu Ekonomi Kolonial, Politik Kolonial, Etnologi, Pengetahuan Barang, Teknologi dan Kimianya, serta Bahasa Melayu.

Untuk pelajaran Ekonomi Kolonial diajarkan oleh Lektor Gonggrijp.

Sebelum diangkat menjadi lektor untuk mata pelajaran tersebut, ia mengajar sebagai kontrolir di Hindia Belanda. Dalam jabatan itu, ia mempelajari masalah- masalah ekonomi Hindia Belanda, yang dianggapnya berlainan dasar dan coraknya dari ekonomi benua Barat. Waktu pulang perlop ke negeri Belanda ia

(34)

22

menguraikan di beberapa tempat pendapatnya tentang ekonomi kolonial, sambil mengikuti beberapa kuliah di Leiden.

Politik Kolonial diajarkan oleh D.G. Stubbe dengan jabatan Guru Besar Luar Biasa. Sebelumnya, ia adalah guru di Nederlands-Indische Bestuurs- academie. Mata pelajaran Etnologi diajarkan oleh Guru Besar Luar Biasa J.C.

Van Eerde, Guru Besar di Universitas Amsterdam. Pengetahuan Barang Dagang serta Teknologi, dan Kimianya diajarkan oleh Prof. Verkade, Guru Besar di Handels-Hogeschool, Rotterdam. Bahasa Melayu diajarkan oleh Prof. C. Spat, guru besar di Koninkilijke Militare Academie di Breda. Dari beberapa mata pelajaran yang sudah ada, Hatta memilih untuk mengikuti pelajaran bagian Ekonomi Kolonial, dengan tidak melepasakan pelajaran tentang Sejarah Ekonomi dan beberapa bagian dari Organisasi Ekonomi, yang dibebaskan bagi mahasiswa yang mengikuti bagian pelajaran Ekonomi Kolonial. Dengan niat Hatta untuk mencapai yang dia harapkan, Hatta mengatur waktu belajarnya dengan semaksimal mungkin, suapaya dapat menempuh ujian dengan tepat waktu. Selain tekun dalam perkuliahannya, Hatta juga aktif dalam organisais Indsche Vereniging (Perkumpullan Hindia), dan di organisi ini Hatta menjabat sebagai bendaharnya.

Setelah lama Hatta mengikuti perkuliahan, pada bulan Mei menghadapi masa penghabisan dengan menempuh ujian untuk memperoleh diploma handleseconomie, terbagi atas dua bagian. Bagian pertama Hatta akan diuji oleh Prof. Mr. F. De Vries, tentang ekonomi teoretika, Prof. G.M. Verrijn Stuart

(35)

23

tentang uang, kredit dan bank, serta politik peninggalan dan perhubungan, Prof.

Mr. Dr. H.R. Ribbius tentang hukum dagang. Setelah satu jam lamanya mengikuti ujian Hatta dipersilahkan untuk menungggu di luar. Belum lima menit Hatta keluar dari ruang ujian Hatta dipanggil untuk masuk. Ketua komisi ujian memberitaukan bahwa Hatta, lulus dalam ujian pertama dan memperbolehkan untuk menempuh ujian bagian kedua. Seminggu setelah mengikuti ujian pertama Hatta menempuh ujian hondlseconomie bagian kedua. Tetapi dalam ujan kedua Hatta gagal melakukanya karena hasilnya tidak memuaskan menurut pengujinya.

Sebab itu, Hatta diminta kembali diuji tiga bulan lagi. Setelah tiga bulan menunggu akhirnya pada tanggal 27 November 1923 Hatta lulus ujian bagian kedua dengan tidak keberatan.

Pada pertengahan September 1925, Hatta ke Handels-HogeSchool Rotterdam untuk mencatatkan dirinya sebagai mahasiswa tahun 1925-1926 sambil memperoleh berbagai keterangan tentang jurusan baru dalam pelajaran doktoral. Setelah membaca program-program perkuliahan doktoral tersebut, Hatta tertarik pada jurusan Hukum Tata Negara dan Hukum Adminstratif yang akan diajarkan oleh Mr. C.W. De Veries. Mata pelajaran yang diambil sebagai mata pelajaran pilihan tentang keuangan negara, akan diajarkan oleh Prof. Mr. D. Van Blom, yang sudah lama mengajarkan Undang-Undang Perusahaan dan Sosial di Rotterdam. Hukum Internasional yang akan Hatta ambil dalam pilihan kedua tetap akan diajarkan oleh prof. Mr. Dr. J.P.A. Fancois, yang sudah dua tahun telah diikuti Hatta. Maksud Hatta semula, ia akan menempuh tentamen padanya pada

(36)

24

permulaan kuliah 1925-1926. itu mudah dilakukan bagi Hatta, sebab jabatan yang biasa adalah pada Departemen Luar Negeri di Den Haag, sedangkan di Rotterdam, sejak tahun 1919 ia menjadi guru besar luar biasa untuk mengajarkan Hukum internasional. Selama mengikuti perkuliahan Hatta memberanikan dirinya untuk pulang pergi dari Den Haag ke Rotterdam.

Pada tanggal 20 Desember 1925, sebelum libur Natal bermula, Hatta datang mengunjungi prof. C.W. De Veries di kamar kerjanya untuk menanyakan buku- buku yang harus dipelajarinya untuk tentamen dan ujian doktoral. Sebelum mulai libur natal pada minggu kedua bulan Desember 1925, Hatta akan menempuh tentamen Hukum Internasional pada Prof. Fancois di tempatnya di bironya pada Kementrian Luar Negeri di Den Haag. Setelah diuji kurang dari setengah jam akhirnya Hatta lulus dalam ujian dan berkeinginan untuk menempuh ujian doktoral, tetapi sesudah tahun 1926, karena keinginan Hatta untuk mengikuti jurusan baru Staatkundige Economische Richting dan akhirnya Hatta diperbolehkan meninggalkan bironya. Tetapi di tengah jalan Hatta memutuskan untuk mengundurkan jangka menempuh ujian doktoral dan memilih untuk menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia tahun 1926.

Pada akhir Juni 1932, Hatta melanjutkan studinya untuk menyelesaikan ujan doktoralnya. Ujian dibagi menjadi dua, masing-masing ujian satu jam waktunya.

Bagian pertama Hatta akan di uji oleh Prof. Mr. F. De Vires, Prof. Mr. De Verrijin Stuart, dan Prof. Mr. C.W. De Viries. Pada bagian kedua diuji oleh Prof.

Mr. C.W, Prof. Mr. Dr. Franciois, dan Prof. Mr. Van Blom. Setelah ujian pertama

(37)

25

ditempuh, Hatta dapat menempuh ujian doktoral pertama dan bisa menempuh ujian doktoral yang kedua. Dengan niat yang sudah ada, akhirnya Hatta dapat menyelesaikan ujian yang kedua, dan mendapatkan predikat keberatan. Setelah menyelesaiakan ujian doktoral, Hatta memutuskan untuk pulang ke Indonesia.

(38)

26 BAB III

PERAN MOHAMMAD HATTA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAN INDONESIA

A. Perjuangan Selama di Negara Belanda dan Eropa

Mohammad Hatta semakin berkembang pemikirannya ketika ia belajar di Belanda dari tahun 1921 sampai 1932. Selama di Belanda, selain kuliah Mohammad Hatta juga aktif dalam organisasi Indische Vereniging (perkumpulan Hindia, berdiri tahun 1908), yang awalnya merupakan organisasi sosial, tetapi kemudian beralih menjadi organisasi politik yang pada 1924 sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk.

Mereka mulai memikirkan mengenai masa depan Indonesia dan menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Indische Vereniging kemudian berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia. Semenjak itulah Perhimpunan Indonesia memasuki kancah politik dan mulai menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera. Setelah dipimpin oleh tokoh-tokoh yang kemudian terkenal dalam pergerakan nasional, seperti Ahmad Soebardjo, Sutomo, herman Kartowisastro, Iwa Koesoema Soemantri, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Sukiman Wirdjosandjojo, pada tahun 1926 pimpinan jatuh ke pundak Mohammad Hatta.

Dalam pidato penerimaannya sebagai ketua PI pada 1926, Hatta mengemukakan bahwa penjajahan merupakan cermin dari sifat serakah pihak

(39)

27

Barat untuk menguasai negeri lain dan memanfaatkau hasil negeri yang dijajah tersebut, di samping melempar kembali hasil-hasil negeri penjajah ke tanah jajahan.12 Hal ini memang sangat sesuaai dengan keadaan Indonesia yang luas dan kaya akan alamnya. baik sebagai penghasil maupun pasar, Indonesia mendatangkan hasil yang sangat besar bagi Belanda. Oleh sebab itu Hatta mengingatkan bangsa Indonesia, terutama kalangan PI, untuk meningkatkan kemampuan berekonomi, disamping menyadari soal kedudukan penjajahan.

Di bawah kepemimpinan Mohammad Hatta, PI (Perhimpunan Indonesia) memperlihatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia dengan memberikan banyak komentar di media massa di Indonesia.13 Mohammad Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antar anggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Media ini juga lebih banyak memuat ulasan, saran, dan kritik terhadap pergerakan nasional di Indonesia. Akan tetapi tulisan-tulisan ini banyak yang disita oleh Belanda karena dianggap menyesatkan.

Mohammad Hatta juga serius mempelajari soal kepartaian di Belanda dan aktif memperkenalkan Indonesia dan gerakannya di benua tersebut. Pada tahun 1926, Mohammad Hatta mewakili PI untuk turut serta dalam Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Bierville, Prancis. Kongres ini dihadiri oleh

12 Deliar Noer, Mohammad Hatta “Hati Nurani Bangsa”, Jakarta: Kompas, 2012, hlm. 21.

13Wikipedia Indonesia, Indische Vereeniging, 2016, https://id.wikipedia.org/wiki/Indische_Vereeniging. Diakses pada 12 Mei 2016

(40)

28

para utusan dari 31 negara yang sebagian besarnya dari adalah perwakilan dari Negara-negara di Asia. Pada kesempatan tersebut Mohammad Hatta menjadi penghubung di antara utusan-utusan Asia yang sebagian besar hanya menguasai bahasa Inggris, dan sebagian lainnya hanya bisa berbahasa Prancis. Hatta berhasil meyakinkan kongres agar mempergunakan kata “Indonesia” dan bukan “Hindia Belanda” untuk menyebutkan tanah airnya.14 Mohammad Hatta dan perwakilan delegasi dari Asia lainya yang disebut ‘Delegation Asiatique’ atau delegasi gabungan menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta kongres sebab delegasi gabungan ini terdiri dari bangsa-bangsa terbesar di Asia, yakni China, India, Indonesia dan Vietnam. Delegasi gabungan ini mengajukan dua resolusi yang diterima oleh kongres dengan suara bulat. Kedua resolusi itu di bacakan oleh Mohammad Hatta yang mana intinya mengakui hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan juga mengsahkan tiap-tiap perjuangan untuk menjatuhkan kekuasaan kolonial.Di atas dasar yang dicapai di Bierville itu Perhimpunan Indonesia dapat meneruskan propaganda ke luar negeri.15

Pada tahun 1927 Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjoyo, Nazir Datuk Pamunjak, dan Abdul Madjid Djojoadhiningrat, ditangkap oleh Belanda karena dituduh menjadi anggota partai terlarang dan menghasut untuk menentang kerajaan Belanda. Mereka dituntut tiga tahun penjara oleh pemerintah Belanda.

Tentu saja Mohammad Hatta menolak tuntutan tersebut. Ia dibela oleh tiga orang

14Ibid., hlm. 29

15Hatta Mohammad, Memoirs, Jakarta: Tirtamas, 1978, hlm. 201.

(41)

29

pengacara Belanda (seorang di antaranya adalah anggota parlemen Belanda Mr.

J.E.W. Duys yang bersimpati pada Mohammad Hatta). Setelah ditahan beberapa bulan, pada tahun berikutnya keempat tokoh pergerakan Indonesia itu dibebaskan oleh pengadilan karena tuduhan tidak dapat dibuktikan.16

Setelah menyelesaikan masa tahanan, Mohammad Hatta bersama beberapa rekannya dari PI dan seorang dari Mesir, Abdul Munaf, menghadri kongres liga internasional menentang kolonialisme di Brussles, Belgia. Semaun dari Partai Komunis Indonesia (PKI) juga turut hadir dalam kongres tersebut. Mohammad Hatta dan teman-temannya serta Semaun mewakili Indonesia, bukan organisasi masing-masing. Peran Mohmmad Hatta diakui oleh kongres dengan terpilihnya ia dalam presidium kongres, dan dalam badan eksekutif organisasi yang dihasilkan oleh kongres. Utusan India mempengaruhi kongres tentang keadaan rakyat yang menderita dibawah jajahan Belanda di Indonesia, sehingga kongres memutuskan antara lain membentuk suatu komisi yang akan meninjau perkembangan di Jawa dan Sumatera. Dalam kogrees di Brussles itu Mohammad Hatta berkenalan dengan Jawaharlal Nehru dari India, yang juga menjadi utusan ke kongres tersebut.

Di Kongres Liga ke-2 di Frankurt pada 1929, hubungan di dalam liga mulai berantakan setelah di dalam kongres pihak komunis menyerang pihak sosial demokrat. Empat orang yang sebelumnya aktif di dalam liga, termasuk Mohammad Hatta dan Nehru, dipecat oleh liga karena dituduh sebagai reformis

16 Deliar Noer, Mohammad Hatta “Hati Nurani Bangsa”, Jakarta: Kompas, 2012, hlm. 27.

(42)

30

nasional. Dalam menuliskan catatan mengenai kongres ini di dalam Indonesia Merdeka, Hatta menjelaskan bahwa liga tersebut tidak memperjuangkan harapannya, yaitu “cita-cita kerja sama yang erat untuk memperoleh kemerdekaan bangsa-bangsa yang tertindas”.17 Usaha Mohammad Hatta memperkenalkan Indonesia di Eropa tidak berhenti disitu saja. Ia berpidato tentang Indonesia pada Liga Wanita Internasional untuk perdamaian dan kemerdekaan yang diadakan di Gland, Swiss. Dalam pidato itu Mohammad Hatta mengemukakan penderitaan rakyat Indonesia karena penajajahan. Dalam pidatonya ini, Hatta lebih menjelaskan pergerakan nasional, hambaatan yang dialami dari pihak Belanda, dan cita-cita kemerdekaan.

B. Perjuangan Selama Masa Pergerakan di Jakarta

Perjuangan Mohammad Hatta di Belanda sangat erat kaitannya dengan perjuangan di tanah air. PI dibawah pimpinan Mohammad Hatta merupakan pos terdepan di luar negeri bagi perjuangan di tanah air. Namun, hubungan Mohammad Hatta dengan dengan para pejuang di tanah air tidak selamanya berjalan baik. Misalnya Mohammad Hatta memandang cara non-koperasi dengan pihak Belanda merupakan langkah dalam berjuang, yang bisa berubah sesuai perkembangan. Bagi Hatta, non-koperasi berarti antara lain menolak duduk dalam dewan-dewan perwakilan yang didirikan oleh pihak kolonial, baik di pusat

17 Marvis Rose, Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1991. hlm .85.

(43)

31

maupun di daerah.18 Tetapi Soekarno menolak pendapat ini. Baginya tidak ada beda antara pemerintah di Indonesia dengan di Belanda, sama-sama penjajah.

Oleh sebab itu, ia tidak setuju dengan keanggotaan orang Indonesia dalam parlemen Belanda. Hal ini menjadi perdebatan hangat setelah Mohammad Hatta kembali ke Indonesia, dan ia ditawarkan oleh kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda. Sebenarnya ia menolaknya dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia. Tetapi pemberitaan di Indonesia sudah mengatakan bahwa ia menerima kedudukan tersebut. Maka kalangan PNI pun, termasuk soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sikap non-kooperatif.

Masih ada juga soal lain yang mengganjal hubungan Mohammad Hatta dan Soekarno, Soekarno aktif menggalang PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan- Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), berdiri pada 1927, tetapi fakum bersamaan dengan tertangkapnya Soekarno pada 1930, dan mulai aktif kembali setelah Soekarno dibebaskan dari penjara. Mohammad Hatta tidak menyetujuinya, karena PPPKI tidak terlalu banyak artinya dalam perjuangan.

Hatta menegaskan bahwa rakyat tidak boleh dianggap sebagai “kuda beban” dan mengajukan pandangan bahwa PPPKI dalam bentuknya yang sekarang hanya berguna dalam “meningkatkan standar kaum kooperator”, rakyat hanya

18 Deliar Noer, Mohammad Hatta"Biografi Politik", Jakarta: LP3ES. 1990. hlm .55.

(44)

32

dimanfaatkan sebagai “tangga kaum borjuis untuk meningkat ke puncak”.19 Apalagi ia menilai, PNI sendiri belum berhasil mencetak kader, melainkan lebih mengutamakan penggalangan massa. Tampaknya Soekarno berbeda sifat dengan Mohammad Hatta, Soekarno lebih suka menghadapi massa, Mohammad Hatta lebih suka mendidiknya. Pendidikan politik, katanya, harus juga dilakukan lewat surat-surat kabar, juga pertemuan-pertemuan yang bersifat kursus. Pemimpin lapisan kedua, ketiga, dan seterusnya perlu dibina, dan ini hanya bisa lewat kaderisasi. Ia melihat kemungkinan para pemimpin lapisan pertama akan dihadang oleh pihak Belanda dan hilang dari pergerakan. dan memang benar, pada Desember 1930 Soekarno ditangkap pemerintah Belanda. Tetapi, Mohammad Hatta tetap menganjurkan agar PNI bersikap teguh. Inilah pula yang terjadi pada 1931, PNI dibubarkan oleh Sartono, dan diganti dengan Partai Indonesia (Partindo). Kemudian, Soekarno juga bergabung dengan partai ini.

Oleh karena itu pada Desember 1931 para pengikut Mohammad Hatta di Indonesia segera saja membuat gerakan tandingan dengan mendirikan Golongan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia PNI Baru. Ini mendorong Mohammad Hatta dan Sjahrir yang ketika itu bersekolah di Belanda mengambil langkah konkret untuk mempersiapkan kepemimpinan PNI Baru.

Hatta sendiri merasa perlu menyelesaikan studinya terlebih dahulu. Oleh sebab itu, terpaksa Sjahrir pulang terlebih dahulu untuk memimpin PNI Baru.

19 Marvis Rose, Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1991. hlm. 105.

(45)

33

Pada 20 Juli 1932 Mohammad Hatta menyelesaikan studinya di Belanda dan kembali ke tanah air dengan membawa gelar doktoral. Setelah kembali ke tanah air, Mohammad Hatta, setelah beberapa kali bertemu dengan Soekarno malah tidak sepaham.20 Ia tidak setuju dengan Soekarno yang menulis surat kepada pemerintah yang menyatakan bahwa ia akan berhenti dari Partindo, bahwa ia menyesal karena selama ini bergiat dalam politik dan ini tidak akan dilakukannya lagi, malah ia akan bekerja sama dengan pemerintah. Dalam tulisannya “Tragedie Soakarno Daulat Ra’jat”,30 November1933, Mohammad Hatta mengecam keras sikap Soekarno ini.

Mohammad Hatta juga sangat menekankan persatuan nasional yang disertai kesadaran, bukan asal beramai-ramai mendendangkannya. Bisa dikatakan, Mohammad Hatta lebih rasional pemikirannya, sedangkan beberapa pejuang lainya di Indonesia termasuk soekarno, ia nilai emosional. Betapapun perbedaannya dengan Soekarno dalam menghadapi pemerintah Belanda, Mohammad Hatta tentu tidak menyetujui sikap Belanda yang keras terhadap PNI.

Ia mengkritik usaha dan tindakan pemerintah dalam menghambat kemajuan PNI itu.

Contoh kaderisasi memang diperlihatkan Mohammad Hatta dalam PNI baru. Ia memberi kursus kader kepada kelompoknya di Jakarta dan Bandung tiga kali dalam seminggu. Untuk keperluan ini ia pulang balik Jakarta-Bandung sekali

20 Deliar Noer, Mohammad Hatta “Hati Nurani Bangsa”, Jakarta: Kompas, 2012, hlm. 43.

(46)

34

seminggu. Ia juga berusaha membangkitkan semangat pejuang pergerakan di daerahnya, Minangkabau. Setelah kembali dari Belanda, ia berkeliling memberikan ceramah-ceramah, termasuk di Islamic College, sebuah perguruan tinggi menengah di Padang bagi anak-anak muda lulusan Thawalib Padang Panjang. Tetapi hanya seminggu berada di Minang, pemerintah Belanda memberlakukan baginya passenstelsel (peraturan yang melarang seseorang berada di daerah tertentu). Ia malah dibawa polisi ke kapal KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) di Telukbayur untuk diangkut ke Priok. Ketika itu ia benar-benar bagai pemimpin yang diharapkan. Beberapa kota di daerah kelahirannya ini sudah menanti kedatangannya. Mohammad Hatta juga berkeliling ke daerah-daerah di pulau jawa dan kemanapun ia pergi, selalu mendapatkan sambutan yang hangat dari masyarakat. Apalagi di beberapa kota sudah berdiri cabang-cabang PNI Baru, partainya.

C. Masa Pembuangan

Pada tahun 1934, Aktifitas pergerakan Hatta dan beberapa kawannya dari PNI Baru dicuragai oleh Belanda sebagai tindakan radikal yang menerapkan metode-metode marxis. Belanda menganggap penggunaan kader untuk membangun gerakan nasionalis lebih berbahaya daripada agitasi masa.

Mohammad Hatta dan beberapa pengurus PNI Baru termasuk Sjahrir ditahan oleh pemerintah Belanda. Mereka awalnya dipenjarakan di Penjara Glodok, tetapi kemudian dipindahkan ke Boven Digul. Sebelum dipindahkan pada Januari 1945,

(47)

35

Hatta dizinkan keluar selama tiga hari untuk mempersiapkan barang-barang bawaan yang mana kebanyakan adalah buku-bukunya. Ia membawa semua bukunya ke tempat pembuangan ini, berpeti-peti banyaknya. Hatta merasa perlu dekat buku-bukunya, karena memang dengan buku ia bisa menghabiskan waktu selama pembuangan dengan berguna.

Hatta dan beberapa tahanan lainya diberangkatkan dari Tanjung Periok dengan kapal Melchior Treub menuju Boven Digul. Disana, para tahanan ditempatkan dirumah-rumah yang sudah disediakan. Hatta ditempatkan di sebuah rumah bekas kantor. Selama disana para tahanan mendapat pengawasan yang ketat oleh Belanda. Hidup dengan tingkat kehidupan petani dan bebas dari kenikmatan modern setidaknya memberikan kesempatan bagi Hatta untuk mengalami sendiri penderitaan rakyat. Selama di tempat pembuangan, Hatta mencari nafkah secara terhormat dengan menulis di sejumlah surat kabar, seperti Adil, Pemandangan, Panji Islam, atau Pedoman Masyarakat. Honornya untuk tambahan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil dari menulis artikel untuk koran Jakarta tidak dihabiskan Hatta semata-mata untuk dirinya sendiri, ia juga membantu sesama orang buangan yang merasa kekurangan dalam memenuhi keperluan hidupnya. Apalagi diantara mereka ada yang datang dengan membawa anak dan istri.

Hatta sempat ditawari pekerjaan oleh pengawas kamp dengan upah 7.50 gulden per bulan. Namun, ia menolaknya dengan alasan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Ia berargumen, jika sejak awal mau berkompromi, di

(48)

36

Jakarta pun ia sebenarnya bisa mendapat gaji yang jauh lebih tinggi, sekitar 500 gulden per bulan. Bahkan, saat kepala pemerintahan setempat, Kapten Van Langen mengancam Hatta tidak akan bisa kembali ke tempat asal, ia tetap kuat pendiriannya menolak tawaran tersebut. Selama di Digul, selain menulis dan bercocok tanam Hatta juga aktif mendidik sesama tahanan. Ia memberikan semacam pengajaran kepada para tahanan agar tetap bertahan dalam keyakinan politik mereka. Akan tetapi kegiatan ini tidak bertahan lama karena sebagian besar tahanan mulai menderita malaria.

Pada 1936 Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda Neira. Banda memberikan lingkungan hidup yang lebih damai bagi Hatta, walaupun masih dalam pembuangan. Ia pun tidak terlalu terpaksa bercocok tanam selama di Banda karena gajinya hasil menulis naik menjadi 75 gulden perbulan. Dengan tunjangan bulanan sebesar 75 gulden, Hatta mampu menyewa sebuah rumah tua bergaya kolonial yang luas dan tinggal bersama Sjahrir. Disamping itu, ia juga banyak menulis dalam bulanan Sin Tit Po, pimpinan Lim Koen Hian yang juga terkenal di kalangan orang pergerakan. Tulisan-tulisan di dalamnya berbahasa Belanda, karena memang ditujukan untuk kalangan menengah ke atas. Tetapi, pada akhir 1938 bulanan ini berhenti terbit. Sebagai gantinya, Hatta menulis dalam Nationale Commentaren (Komentar Nasional) pimpinan Ratulangi, yang juga seorang pergerakan. Kegiatan seperti ini tentu menggembirakan Hatta, apalagi korespondensinya jauh lebih mudah dengan kawan-kawan seperjuangan dibanding ketika masih di Digul. Malah bila ia menulis untuk Pemandangan di

(49)

37

Jakarta, yang dipimpin oleh Tabrani, ia memperoleh 50 gulden sebulan untuk satu atau dua tulisan. Segalanya ini mempermudah hidupnya, terutama dalam memesan buku-buku yang terbit di Belanda.

Penduduk setempat telah diperingatkan supaya menghindari kedua pendatang baru itu. Kedua orang yang oleh pengawas Belanda disebut sebagai

"kaum Merah". Meskipun demikian, lambat laun keduanya diterima di kalangan rakyat setempat.21 Mula-mula, mereka tergantung pada budi baik sesama rekan sepembuangan, Dr.Tjipto Mangunkusumo dan Iwa Kusuma Sumantri. Hatta sudah kenal Iwa, karena ia pernah bekerja sama erat sewaktu di Perhimpunan Indonesia. Tetapi, dalam banyak hal, Dr. Tjipto yang legendaris menjadi teman dekat Hatta dan Sjahrir. Ia semakin mereka sukai dan kagumi. Melalui dua orang anak angkat Dr. Tjipto, Sjahrir dan Hatta diperkenalkan kepada tiga orang anak yaitu Des Alwi, Lily, dan Mimi yang berasal dari satu keluarga terkemuka di masyarakat sana. Mengetahui bahwa ketiga anak tersebut tidak bersekolah, Sjahrir memutuskan untuk memperbaiki situasi tersebut dengan membuka sebuah sekolah kecil untuk mereka di rumahnya. Sjahrir senang anak-anak dan bisa mengajar mereka. Meskipun Hatta bisa melihat bahwa depresi Sjahrir yang mendalam agak terobati, tetapi kehadiran anak-anak itu menimbulkan ketegangan antara Hatta dan Sjahrir. Hatta merasa sulit menulis dan belajar di tengah-tengah

21Marvis Rose, Indonesia Merdeka "Biografi Politik Mohammad Hatta", Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1991. hlm. 136.

(50)

38

kesibukan dan kebisingan hingga akhirnya Hatta memutuskan untuk pindah ke sebuah paviliun.

Hatta juga tertarik dalam kegiatan pendidikan. la menggabungkan diri dengan Sjahrir untuk mengajar kelas anak-anak yang lebih besar, termasuk anak- anak Dr. Tjipto dan dua orang lulusan MULO dari Minangkabau, yang dikirim supaya belajar di bawah bimbingan Hatta. Namun, setiap kali ada gagasan untuk mengembangkan kegiatan pengajaran mereka menjadi sebuah sekolah nasionalis, dipotong oleh pemerintah kolonial yang memerintahkan pembatasan jumlah murid yang boleh mendaftar. Pemerintah menghendaki tidak ada Pendidikan Nasional Indonesia di Banda Neira.

D. Selama Pendudukan Jepang

Setelah pecah Perang pasifik pada Desember 1941, Hatta dipindahkan ke Sukabumi. Pemerintah Jepang yang saat itu mengambil alih pemerintahan Belanda di Indonesia merasa perlu didukung oleh tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Beberapa opsir Jepang mendekati Hatta untuk membicarakan situasi yang dihadapi. Ia dibawa ke Jakarta untuk keperluan ini. ia dijadikan semacam penasihat dan memperoleh kantor sendiri di Pegangsaan Timur dan rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro, sekarang). Beberapa orang terkenal pada masa sebelum perang, baik orang pergerakan, maupun yang bekerjasama dengan Belanda, diikutsertakannya di kantor itu, termasuk A. Karim Pringgodiglo,

(51)

39

Surachman, Sujitno Mangunkusumo, Sunarjo Kolopaking, Supomo, dan Margono Djojhadikusumo.22

Pekerjaan di sini lebih merupakan tempat bertanya bagi pemerintah Jepang, juga sumber saran bagi pemerintha tersebut. Apalagi pengaduan dari rakyat banyak macamnya yang diterima di kantor ini, antara lain soal tamparan di muka/kepala seseorang bila melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh pihak Jepang. Hatta melayangkan surat tentang ini kepada pemerintah Jepang (Gunseikanbu) bahwa tampar-menampar sangat tidak disukai oleh orang Indonesia.

Amir Syarifudin, ketua Partindo pada zaman Hindia Belanda dan menggantikan Yamin karena menjadi anggota Dewan rakyat, juga dating bekerja di kantor Hatta. Tetapi, Amir termasuk yang dicurigai oleh Jepang, karena kerja samanya dengan Belanda di Departemen Ekonomi dan beredar berita ketika itu ia turut dalam gerakan bawah tanah yang diatur dan dibiayai pihak Belanda untuk menjatuhkan Jepang. Karena hal tersebut ia akhirnya ditahan oleh pemerintah Jepang, dan akan dihukum mati. Hatta berusaha membela Amir, dan ketika Soekarno tiba di Jakarta, 9 Juli 1942, Hatta segera menyampaikan berita tentang Amir ini agar ia bisa terbebas dari hukuman mati. Soekarno segera menghubungi

22Ibid., hlm. 60.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi 4 tahapan, yaitu (1) Heuristik atau pencarian sumber, (2) Kritik Sumber atau Verifikasi, kritik sumber

Penulisan Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah dengan menempuh langkah- langkah Heuristik (Pengumpulan Sumber), Verifikasi (Kritik Sumber),

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi) yang terdiri dari kritik ekstern dan kritik

Dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik, interpretasi atau penafsiran, dan historiografi yang

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri atas empat tahapan yaitu: heuristik (pengumpulan data atau sumber), kritik sumber yang terdiri

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heruistik(pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber