• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah kereta api jalur Banyumas - Wonosobo 1917 - 1976.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sejarah kereta api jalur Banyumas - Wonosobo 1917 - 1976."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

SEJARAH KERETA API JALUR BANYUMAS-WONOSOBO 1917-1976

Nova Tri Utomo Universitas Sanata Dharma

2014

Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu: 1) Latar belakang pembangunan kereta api jalur Wonosobo 1917-1976; 2) Perkembangan kereta api jalur Wonosobo 1917-1976;3) Dampak setelah munculnya kereta api jalur Banyumas-Wonosobo.

Skripsi ini disusun menggunakan metode sejarah mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi dengan pendekatan sosial-ekonomi dan ditulis secara deskriptif analitis.

(2)

ix ABSTRACT

THE HISTORY RAILWAY TRACK OF BANYUMAS-WONOSOBO 1917-1976

Nova Tri Utomo Sanata DharmaUniversity

2014

The purposes of this paper are to describe and analyze three main problems, which are: 1.) The background of the construction of Banyumas-Wonosobo railway 1976; 2.) The development of Banyumas-Wonosobo railway 1917-1976; 3.) The impact of the construction of Banyumas-Wonosobo railway.

This Descriptive-analytic paper was written using historical method, which comprises of five steps that are title formulation, source gathering, verification (source criticism), interpretation, and historiography. The analysis was done using socio-economicapproach.

(3)

SEJARAH KERETA API JALUR BANYUMAS – WONOSOBO

1917-1976

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Nova Tri Utomo

(081314011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

2. Kedua orangtua BapakBudi Wiryatmaji dan Ibu Wahyu Retno Sayekti, yang telah membesarkan dan mendidik saya dalam sebuah kesderhanaan cinta dan kasih sayang.

3. Kepada kakaku Rizal Dwi Saputra, yang telah menyemangati saya untuk menyelesaikan tulisan ini.

(7)

v MOTTO

Kebijaksanaan yang paling tinggi adalah jangan khawatir akan hari esok

(Mahatma Gandhi )

Guru adalah seseorang yang dengan baik serta lembut membimbing dan mengajarkan sesuatu kepadanya. Ia mengajari untuk mengembangkan diri dengan

membaca buku, sehingga kemudian dapat mengendalikan diri dengan perbuatan baik.

(Confusius)

Barang siapa melihat sesuatu pada sebab-sebab, maka ia akan menjadi pemuja bentuk. Namun orang yang mampu menatap pada ‘sebab pertama’, maka ia akan

menemukan cahaya yang memancarkan makna.

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

SEJARAH KERETA API JALUR BANYUMAS-WONOSOBO 1917-1976

Nova Tri Utomo Universitas Sanata Dharma

2014

Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu: 1) Latar belakang pembangunan kereta api jalur Wonosobo 1917-1976; 2) Perkembangan kereta api jalur Wonosobo 1917-1976;3) Dampak setelah munculnya kereta api jalur Banyumas-Wonosobo.

Skripsi ini disusun menggunakan metode sejarah mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi dengan pendekatan sosial-ekonomi dan ditulis secara deskriptif analitis.

(11)

ix ABSTRACT

THE HISTORY RAILWAY TRACK OF BANYUMAS-WONOSOBO 1917-1976

Nova Tri Utomo Sanata DharmaUniversity

2014

The purposes of this paper are to describe and analyze three main problems, which are: 1.) The background of the construction of Banyumas-Wonosobo railway 1976; 2.) The development of Banyumas-Wonosobo railway 1917-1976; 3.) The impact of the construction of Banyumas-Wonosobo railway.

This Descriptive-analytic paper was written using historical method, which comprises of five steps that are title formulation, source gathering, verification (source criticism), interpretation, and historiography. The analysis was done using socio-economicapproach.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SEJARAH KERETA API JALURBANYUMAS-WONOSOBO 1917-1976”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari batuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M. M., selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan makalah ini.

4. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh sumber penulisan makalah ini.

6. Kedua orang tua penulis dan kedua saudara penulis yang telah memberikan dorongan spiritual dan material, sehingga penulis dapat menyelesaikan.

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMANPERSETUJUANPUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

C.Perkembangan Kereta Api di Banyumas Sebelum Tahun 1917 16

D. Keadaan Wonosobo Pada Akhir Abad ke-19……….. 19

BAB III PERKEMBANGAN JALUR KERETA API BANYUMAS-WONOSOBO TAHUN 1917-1976……….. 22

A.Pembangunan Jalur Kereta Api Banyumas-Wonosobo ... 22

(15)

xiii

1. Persaingan Dengan Angkutan Darat Lainnya………... 25

2. Masa Depresi Ekonomi……….... 26

C.Kereta Api jalur Banyumas-Wonosobo Pada Masa Pendudukan Jepang ... 29

D.Kondisi Setelah Kemerdekaan ... 32

1. Nasionalisasi Perusahaan Swasta Belanda ... 33

2. Perubahan Nama Perusahaan ... 34

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN KERETA API JALUR BANYUMAS-WONOSOBO TAHUN 1917-1976 ... 39

A. Dampak di BidangEkonomi ... 39

B.Dampak di Bidang Sosial ... 43

1. Mobilitas Sosial ... 43

2. Perubahan Sosial Setelah Adanya Kereta Api ... 48

BAB V KESIMPULAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal abad ke-19 Jawa merupakan salah satu daerah agraris, sebab

hampir sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian dan

peternakan.1Penggarapan lahan pertanian dikerjakan masih secara tradisional,

teknologi yang digunakan juga masih sederhana. Usaha yang dilakukan penduduk

tersebut hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Pola semacam itu membuat

penduduk Jawa masih berada pada tingkat subsistensi. Mereka menanam untuk

mencukupi kebutuhan hidup mereka sendiri. Kegiatan tersebut akan berubah ketika

bangsa Belanda mulai mengenalkan tanaman untuk tujuan ekspor di Jawa.

Perubahan itu terjadi ketika pemerintah kolonial yang dipimpin Van den

Bosch (Gubernur Jendral Hindia Belanda yang berkuasa mulai tahun 1830) ini mulai

melaksanakan Culturstelsel (Tanam Paksa). Alasan penerapan kebijakan tersebut,

karena kas negara Belanda mengalami kekosongan untuk membiayai Perang Jawa2.

Oleh karena itu Belanda memberlakukan kebijakan Culturstelsel dengan harapan

1Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari Emporium sampai Imperiu, Jakarta, GramediaPustaka Utama, 1992, hlm. 289

(18)

mendapatkan keuntungan untuk mengisi kas negara induk yang sedang mengalami

krisis.

Pada masa Culturstelsel penduduk pribumi diharuskan menanam tanaman

ekspor yang tujuannya untuk dijual terutama ke pasar Eropa. Pemerintah kolonial

bermaksud mendapatkan pendapatan yang lebih banyak dari hasil ekspor tanaman

tersebut. Perlu diketahui bahwa tanaman yang diekspor dari Hindia Belanda adalah

tanaman yang sangat diminati di Eropa. Tanaman-tanaman tersebut antara lain, Kina,

tembakau, teh dan Indigo.

Akan tetapi berlangsungnya Culturstelsel pada saat itu masih terjadi banyak

penyimpangan. Praktek Culturstelseltidak sesuai dengan apa yang direncanakan oleh

pemerintah kolonial. Karena penyimpangan yang dilakukan oleh para pejabat

pemerintah terus terjadi, maka praktek politik ini mendapatkan banyak kritik dari

kalangan orang Belanda sendiri, terutama kelompok humaniter.

Periode Culturstelsel hanya berjalan sampai tahun 1850, pada tahun 1850

sampai 1870 adalah masa transisi dari Culturstelsel ke masa politik liberal di Hindia

Belanda. Bersamaan diberlakukannya sistem politik liberal di Hindia Belanda juga

disertai dengan disahkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun

1870. Undang-undang tersebut merupakan jalan masuk bagi investor swasta untuk

menanamkan modal di Hindia Belanda terutama usaha di bidang ekonomi sektor

perkebunan dan tambang. Menurut kalangan liberal bahwa pembukaan Hindia

Belanda bagi pengusaha swasta merupakan jaminan utama untuk kemajuan dan

(19)

Eksploitasi kolonial pada abad ke-19 tersebut merupakan gerakan

kolonialisme yang paling besar pengaruhnya yang membawa dampak perubahan

politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan terhadap negara yang dijajah.3Ciri pokok

hubungan kolonial pada dasarnya berpangkal pada prinsip dominasi, eksploitasi,

diskriminasi dan dependensi. Penaklukan dan penguasaan rakyat bersama sumber

ekonomi tanah jajahan menjadi tujuan utama. Usaha yang dilakukan pemerintah

kolonial untuk mengambil kekayaan alam tanah jajahan, serta mempertahankan

kekuasaan wilayah di Hindia Belanda terus dilakukan. Salah satu cara yang dilakukan

untuk mempertahankan tanah jajahan yaitu dengan mengekploitasi, oleh karena itu

untuk melanggengkan usaha tersebut pemerintah kolonial Belanda membangun jalur

transportasi kereta api sebagai salah satu faktor pendukung dalam persiapan

eksploitasi tanah jajahan.

Hindia Belanda merupakan wilayah kedua di Asia (setelah India pada tahun

1853)4yang membangun sarana transportasi kereta api uap kemudian Jepang jalur

pertama Tokyo-Yokohama dibuka pada tahun 1872, Cina jalan kereta api daerah

tambang Kaiping dibangun pada tanggal 1879 jalur Tianjin-Shanghai baru selesai

pada tahun 1894, Myanmar pada 1877, Turki 1888, sementara negara lainnya seperti

3Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan Di Indonesia: Kajian Sosial- Ekonomi, Yogyakarta, Aditya Media, 1980, hlm. 5

(20)

Siam (Thailand) jalur pertama dibuka baru pada tahun 1892.5Bangsa Eropa tidak

terkecuali Belanda yang berada di Indonesia membangun jaringan sama dengan

sistem kereta api di wilayah Asia Tenggara lainnya dengan lebih menekankan pada

pengintegrasian kota pelabuhan dengan daerah pedalaman. Serta membuat hubungan

secara internasional dengan Eropa, Amerika Serikat dan Canada.6

Gagasan pembangunan jalur kereta api pertama kali di Jawa saat itu

dikemukakan oleh seorang kolonel bernama Jhr Van der Wijk pada 15 Agustus

18407. Van der Wijk berpendapat bahwa pembangunan jalur kereta api akan

mempunyai banyak manfaat, selain dapat mengangkut banyak hasil produksi

pembangunan jalur ini juga mempunyai manfaat untuk kepentingan militer

pemerintah kolonial. Akhirnya pemerintah menyambut baik usulan itu melalui surat

keputusan No.270 tanggal 2 Mei 1842.

Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya pada masa pemerintahan

Gubernur Jendral Baron Sloet van Den Beele pada tanggal 7 Juni 1864 diresmikan

pembangunan jalur kereta api pertama di Indonesia yang dimulai dari desa Kemidjen

Semarang yang dipercayakan pada perusahaan Belanda Naamlooze Venotschappij

Nederlandsce Indische Spoorweg Maastschappij (NV. NISM).

5 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Batas-Batas Pemberatan Jilid 1, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2005, hlm.280

6Howard Dick and Peter J. Rimer, Cities, Transport, and Communications The Integrate of Southeast Asia S ince 1850, New York, Palgrave Macmillan, 2003, hlm hlm.64

(21)

Pembangunan jalur kereta pertama ini adalah jalur Semarang-Tanggung

proses pengerjaan jalur ini membutuhkan waktu hampir selama tiga tahun tepatnya

pada 10 Agustus 1867 dan pada hari yang sama kereta pertama melaju dari

Semarang-Tanggung. Sedangkan pembangunan jalur kereta api menuju Surakarta

dimulai pada bulan Juni 1864 berhasil mencapai Surakarta pada tanggal September

1870.8 Meskipun jalur menuju Surakarta ini sempat mengalami kendala pembiayaan

dalam pembangunannya dan pada tanggal 10 Juni 1872 dari Surakarta telah mencapai

Yogyakarta.

Daerah Semarang sampai Tanggung adalah pusat perkebunan masa kolonial.

Jenis tanaman yang dominan di sana adalah tanaman kopi, sistem perkebunan yang

ada di Jawa saat itu kelanjutan dari periode Culturstelsel oleh Gubernur Jendral Van

den Bosch yaitu dengan kebijakan yang mengganti sebagian besar tanaman konsumsi

lokal dengan tanaman orientasi pasar (market oriented) dunia.

Keberhasilan produksi daerah ini ikut memacu penanaman di wilayah lain di

Jawa, selanjutnya perkebunan Ambarawa-Salatiga dan sekitarnya mencapai 80 buah

lebih.9 Jumlah ini tidak hanya perkebunan kopi akan tetapi banyak macam lainnya

seperti kina, teh, tembakau, karet, coklat, lada, kapuk dan lain sebagainya. Dengan

melimpahnya panen saat itu maka para pengusaha perkebunan berfikir untuk

mengangkut hasil-hasil perkebunan ini, melihat kondisi alam Ambarawa dan sekitar

yang bergunung-gunung para pengusaha membutuhkan alat transportasi yang bisa

8 Djoko Suryo, Sejarah Sosial Karesidenan Semarang 1830-1900, Yogyakarta, Pusat Studi Sosial Universitas Gadjah Mada,1989, hlm.128

(22)

mengangkut dalam jumlah banyak, cepat dan aman. Oleh sebab itu daerah-daerah

perkebunan ini nantinya memilih jenis transportasi kereta api sebagai pengangkutan

utama hasil perkebunan untuk dibawa ke Semarang. Selain itu jalan kereta api

berfungsi sebagai perangsang dan daya tarik bagi para pedagang pedesaan yang lebih

tertutup dengan unit-unit pemasaran yang lebih luas.10

Keberadaan jalur kereta api tidak bisa terlepas dari keberadaan perkebunan,

perkebunan yang tersebar di seluruh penjuru Jawa tidak terkecuali di daerah

Banyumas dan Wonosobo. Daerah Banyumas terdapat beberapa pabrik gula

sedangkan di daerah Wonosobo merupakan daerah penghasil tembakau, kina dan teh.

Hasil alam yang ada ini perlu diangkut dengan alat transportasi yang cepat dan aman,

sehingga akan mengurangi resiko kerugian. Satu-satunya transportasi yang memenuhi

kriteria tersebut adalah kereta api.

Meskipun demikian, perkembangan jalur kereta api di daerah ini lebih lambat

daripada perkembangan jalan raya. Medan yang sulit, menanjak dan tentang siapa

yang berwenang membangun jalur ini menjadi hambatan utama dalam pembangunan

jalur kereta api di pedalaman Banyumas. Upaya untuk membangun jalur kereta api

terus dilakukan oleh pemerintah kolonial maupun swasta hingga menuju

lembah-lembah subur pedalaman Jawa.

Sebelum adanya jalur kereta pengiriman barang di Banyumas dan Wonosobo

masih menggunakan cikar, andong dan sarana transportasi sungai. Proses ini dirasa

lama, mengeluarkan banyak biaya dan terlalu banyak resiko terhadap menyusutnya

(23)

kualitas nilai barang-barang produksi. Oleh karena itu pada tanggal 24 April 1894

dengan sebuah keputusan Ratu Belanda mengesahkan rancangan pendirian Namlooze

Venootschappij (NV) Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) yang berkedudukan

di ‘S Gravenhage dibawah pimpinan Ir.C.Groll.11

Dalam perkembangan selanjutnya keberadaan kereta api juga diperuntukan

untuk jasa pengangkutan penumpang. Pada saat itu kereta api SDS menjadi

primadona angkutan umum masyarakat Banyumas dan Wonosobo. Pembangunan

jalan kereta api ini juga membuat wilayah Banyumas dan sekitarnya semakin ramai.

Mobilitas masyarakat yang terjadi wilayah ini semakin dinamis. Keberadaan kereta

api SDS ini membuat pengiriman barang produksi perkebunan menjadi lancar.

Pada tahun-tahun selanjutnya kereta api ini menjadi saksi betapa gigihnya

para pejuang Indonesia dalam menunjukkan jiwa nasionalismenya terhadap

negaranya. Dibuktikan dengan pengambilalihan perusahaan swasta yang menaungi

kereta SDS kereta api paska kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945

dari Jepang oleh para pegawai kereta api yang tergabung dalam AMKA (Angkatan

Moeda Kereta Api) pada tanggal 28 September 1945.12Peristiwa tersebut menegaskan

bahwa urusan kereta api di Indonesia adalah sepenuhnya tanggung jawab dari warga

Indonesia sendiri dan orang-orang Jepang tidak boleh campur tangan mengurusi

perkeretaapian di Indonesia lagi, oleh karena itu momentum bersejarah ini diperingati

sebagai hari kereta api Indonesia. 11Ibid, hlm.65

(24)

Bersamaan dengan itu peresmian Djawatan Kereta Api Republik Indonesia

(DKARI) dilakukan di Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan tidak semua

perusahaan kereta api yang ada di Indonesia tergabung dalam DKARI. Hal itu

memerlukan waktu yang panjang untuk penyatuan jawatan kereta api yang ada

diseluruh Indonesia dibawah pemerintah Indonesia. Berdasarkan Pengumuman

Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum No 2 Tanggal 6 Januari 1950.

Seluruh jawatan kereta api di lebur menjadi satu menjadi Djawatan Kereta Api

(DKA). Proses sejarah ini ikut merubah wajah dari bekas jalur kereta SDS dari masa

ke masa.

Oleh karena itu sejauh pembangunan jalur kereta api yang melintasi jalur

karesidenan Banyumas-Wonosobo beserta dinamika sosial ekonomi didalamnya

menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Bahwa perlu dimengerti

jalur-jalur kereta yang dilalui merupakan jalur yang sulit. Keberadaan kereta api

sebagai salah satu indikator letak pentingnya wilayah Banyumas dan Wonosobo pada

saat itu bagi para pengusaha perkebunan dan pemerintah Belanda. Dalam proses

penelitian ini, peneliti membatasi cakupan tahun yang akan dikaji yakni tahun

1917-1976 dikarenakan pada periode ini untuk pertama kali jalur kereta api mulai dibangun

dari wilayah karesidenan Banyumas menuju Wonosobo sampai berhenti melayani

pengangkutan penumpang namun tetap melayani pengangkutan barang, hal tersebut

yang melatar belakangi penulis mengangkat karya tulis dengan judul “Sejarah Kereta

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Apa yang menjadi latar belakang pembangunan jalur kereta api Banyumas-

Wonosobo?

2. Bagaimana perkembangan jalur kereta api Banyumas-Wonosobo dari

1917-1976 ?

3. Dampak sosial dan ekonomi apa saja setelah pembangunan jalur kereta api

Banyumas-Wonosobo ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

- Tujuan Penulisan

a. Mendeskripsikan latar belakang dibangunnya jalur kereta api

Banyumas-Wonosobo pada masa kolonial Belanda 1917-1976.

b. Mendeskripsikan perkembangan jalur kereta api Banyumas-Wonsobo dari

tahun 1917 sampai 1976.

c. Mendeskripsikan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan setelah

dibangunnya jalur kereta api Banyumas- Wonosobo.

d. Penelitian ini sebagai sarana untuk menerapkan metodologi penelitian sejarah

sesuai dengan kaidah yang ada.

e. Menambah wacana tentang sejarah lokal yang ada di sekitar

(26)

- Manfaat Penulisan

a. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, karya ilmiah ini akan menambah

khasanah tentang sejarah kususnya perkeretaapian di sekitar Wonosobo dan

karesidenan Banyumas yang selama ini belum banyak terungkap dan

dampaknya bagi kehidupan warga masyarakat disekitarnya.

b. Bagi lembaga pendidikan, diharapkan penulisan karya ilmiah ini

menyumbang informasi baru tentang sejarah lokal yang ada di Indonesia

sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi generasi muda yang akan

datang.

c. Penulisan ini suatu kritik pada kebijakan pemerintah yang mengabaikan alat

transportasi masal. Bahwa transportasi yang digemari oleh kalangan

menengah kebawah ini, jika dikelola dengan baik akan menjadi jawaban bagi

pemerintah Indonesia ketika mengahadapi krisis energi seperti yang terjadi

belakangan ini.

d. Penulisan ini menjadi pesan sekaligus ajakan bagi masyrakat umum untuk

bersama-sama melestarikan dan menjaga warisan cagar budaya yang ada di

Indonesia kusunya disekitar karesidenan Banyumas dan Wonosobo.

D. Sistematika Penulisan

Makalah yang berjudul “SEJARAH KERETA API JALUR

(27)

BAB I berisi: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang penulisan karya ilmiah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi: Latar belakang pembangunan jalur kereta api Banyumas-Wonosobo

1917-1976.

BAB III berisi: Perkembangan jalur kereta api jalur Banyumas-Wonosobo

1917-1976.

BAB IV berisi: Dampak pembangunan jalur kereta api jalur Banyumas-Wonosobo

1917-1976.

(28)

12

BAB II

LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN JALUR KERETA API BANYUMAS-WONOSOBO

A. Penggunaan Mesin Modern

Pergerakan manusia dengan barang-barang sudah ada sejak lama. Pada zaman

dahulu perpindahan yang dilakukan manusia dari satu tempat ke tempat lain bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain. Pada awalnya manusia membawa

barang-barang tersebut dalam jumlah yang relatif sedikit. Perpindahan yang sangat sederhana

tersebut merupakan awal dari cara hidup sekarang. Manusia berpergian dari satu

tempat ke tempat lain dengan menggunakan beragam transportasi baik itu transportasi

darat, sungai maupun udara.1

Selain sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan manusia, perpindahan

tersebut juga salah satu cara yang dilakukan manusia dalam rangka adaptasi dengan

kehidupan. Salah satu cara yang dilakukan manusia untuk beradaptasi dengan

lingkungannya adalah menciptakan penemuan-penemuan baru, termasuk penemuan

mesin modern. Penemuan-penemuan tersebut bertujuan membantu manusia untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya..

Mesin-mesin pabrik yang telah ada dimanfaatkan sebagai sarana pembantu

memaksimalkan hasil produksi perkebunan di Hindia Belanda.Mesin membantu

pengolahan agar jumlah produksi perkebunan lebih banyak dibandingkan saat

(29)

menggunakan tenaga manusia (manual).Mulai dikenalnya mesin sebagai sistem kerja

mekanik dalam industri tidak serta merta menggantikan tenaga manusia.Mesin-mesin

industri yang ada penggunaannya masih sebatas pada tingkat pengolahan dalam

pabrik.Sedangkan sebagai tenaga lapangan perusahaan perkebunan masih

membutuhkan banyak tenaga kuli kontrak yang dikerjakan oleh rakyat dengan gaji

yang rendah.

Pada abad ke-19 di Banyumas mulai berdiri pabrik-pabrik gula yang

pengolahannya memanfaatkan mesin modern.Dampak yang terjadi pada saat itu

karena ditemukannya mesin sebagai pengganti tenaga manual, maka hasil produksi

semakin banyak.Ketika jumlah produksi semakin banyak, selanjutnya membutuhkan

sarana untuk memasarkan hasil produksi. Oleh sebab itu kebutuhan terhadap sarana

transportasi sangatlah penting untuk membantu proses distribusi. Dalambeberapa

tahun setelah kesulitan kebutuhan transportasi melanda beberapa pengusaha industri

gula, Banyumas segera mulai mengenal alat transportasi modern seperti kereta api

yang pada saat itu masih menggunakan mesin uap.

Keuntungan yang diperoleh dari pemerintah kolonial Belanda dengan adanya

mesin modern ini antara lain, 1) Potensi alam sebagai sumber pemasukan kas negara

induk dapat diolah dengan cepat, 2) Proses distribusi terhadap barang-barang

produksi dapat cepat dilakukan, sehingga barang-barang yang hendak dipasarkan

cepat sampai pasar (konsumen), 3) Penemuan mesin dapat mengurangi kebutuhan

perusahaan terhadap tenaga kerja, oleh sebab itu pengeluaran perusahaan untuk

(30)

B. Pembangunan Jalur Kereta Api di Banyumas

Banyumas merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi yang besar di

Jawa karena perkebunan tebu dan kopi banyak tersebar di daerah ini.Selain itu

Banyumas memiliki pelabuhan alami yang berada di pesisir selatan yaitu pelabuhan

Cilacap. Melihat kondisi ini pemerintah berinisiatif membangun jalur kereta api yang

menghubungkan dengan pelabuhan Cilacap. Jalur kereta api lintas

Cilacap-Yogyakarta dibangun pada tahun 1879 dan selesai dibangun pada tahun 1887 dengan

panjang 187,23 km. Pembangunan itu menghabiskan biaya sebesar f

14.709.074.75.2Pada awalnya jalur ini belum terhubung dengan pelabuhan.Stasiun

terdekat dari pelabuhan adalah stasiun Maos. Setahun kemudian 1888 penyambungan

jalur kereta api dari Maos ke pelabuhan dilakukan oleh departemen pekerjaan umum

Hindia Belanda (Burgerlijke Openbare Werken). Perusahaan kereta api yang

melintasi daerah ini adalah perusahaan kereta api negara Staats Spoorwegen (SS).

Keberadaan kereta api milik pemerintah tersebut merangsang pembangunan

jalur kereta api di pedalaman Banyumas (lembah Serayu). Akan tetapi antara pihak

swasta dan pemerintah sama-sama tertarik untuk membangun jalur kereta di

pedalaman Banyumas ini. Adu kepentingan ini nantinya akan memicu perdebatan

antara kedua kubu tentang siapa yang berhak untuk mengeksploitasi wilayah

pedalaman Banyumas dengan usaha dalam bidang angkutan transportasi .

2Purnawan Basundoro,“Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas Tahun 1830-1940”,Tesis,

(31)

Keinginan pihak pemerintah untuk menanamkan modalnya di Banyumas

telah disampaikan sejak lama sebelum pihak pengelola SDS mendapatkan konsesi

pembangunan jalur kereta api. Pemerintah beranggapan bahwa keuntungan yang akan

diperoleh dari kereta jalur ini tidak semata keuntungan yang didapatkan dari

pengoperasian kereta api. Akan tetapi keuntungan dapat diperoleh bersamaan dengan

pembangunan Cilacap sebagai pelabuhan niaga.

Melalui pertimbangan yang panjang dan tekanan dari pihak swasta yang

semakin gencar akhirnya pemerintah mengalah, kemudian pembangunan jalur kereta

api lembah Serayu diserahkan kepada swasta. Pengusaha swasta memutuskan

membangun jalur kereta api uap swasta lembah Serayu Serajoedal Stoomtram

Maatschappij (SDS).3Langkah untuk usaha pembangunan tersebut diawali dengan

pendirian NV.SDS pada tanggal 30 April 1894.Pembangunan Rel dan eksploitasinya

kemudian diserahkan kepada pengusaha swasta R.H.Eysonius de Waal.4Keberhasilan

swasta mendapat konsesi pembangunan atas wilayah ini segera ditindaklanjuti dengan

pembukaan jalur pertama yang menghubungkan Maos sampai Purwokerto.

Pembangunan jaringan jalur kereta api ini adalah rute jarak pendek. Oleh karena itu

kereta api yang melintasi jalur ini adalah jenis Trem, yang memang dikususkan untuk

perjalanan jarak pendek.5

3Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) adalah perusahaan Swasta yang diberikan konsesi selama

99 tahun oleh pemerintah kolonial Belanda.

4Susanto Zuhdi, Cilacap 1830-1942, Bangkitdan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, Jakarta, KPG

2002, hlm. 48

(32)

Pembangunan jalur SDS ini dilaksanakan secara bertahap meliputi jalur

Maos-Purwokerto pembangunan dilakukan pada tanggal 16 Juli 1896 sepanjang 29

km dengan modal awal sebesar f 1500.000.6Maos adalah titik temu antara stasiun

pemerintah Staats Spoorweg (SS) dengan SDS. Purwokerto-Sokaraja dibuka tanggal

5 Desember 1896 sepanjang 8,6 km untuk mengincar kesempatan mengangkut dari

pabrik gula Kalibagor, Sokaraja-Purwareja 5 Juni 1897 sepanjang 16,1 km,

Purwareja-Banjarnegara tanggal 18 Mei 1898 sepanjang 30,4 km dan

Banjarsari-Purbalingga sepanjang 6,5 km.7

C. Perkembangan Kereta Api di Banyumas sebelum tahun 1917

Mendengar keberhasilan pembangunan jalur dari Purwokerto sampai Maos

membuat penanaman investasi di wilayah ini menjadi semakin ramai. Tidak hanya

perkebunan tebu pendirian gudang-gudang kopi dan garam di sekitar Banyumas

menjadi bukti bahwa Banyumas mempersiapkan perdagangan niaga dengan skala

yang lebih besar dan mengintegrasikannya segala kepentingan ekonomi itu dengan

kereta api SDS. Kereta api SDS menjadi simpul simpul utama dalam perkembangan

ekonomi pada saat itu.

Meskipun kopi tidak menjadi komoditas perdagangan yang utama di

Banyumas setelah adanya jalur kereta api, namun gudang-gudang penyimpanan kopi

tetap didirikan di sekitar jalur yang dilalui oleh kereta api SDS pada akhir abad ke-19.

6Susanto Zuhdi, op cit,hlm 49

(33)

Selain gula dan kopi, pengangkutan garam juga dilakukan oleh kereta api SDS.

Pengangkutan ini dimulai dari Maos sampai daerah pedalaman Banyumas lainnya

untuk memnuhi kebutuhan garam di wilayah pedalaman.

Pada kemudian hari fasilitas kereta api ini ditambah dengan gerbong

penumpang yang diperuntukan untuk mengangkut orang-orang. Gerbong khusus

penumpang terdiri dari gerbong kelas satu, kelas dua dan kelas tiga.8 Untuk

mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih besar di Banyumas pihak swasta

kembali meminta ijin kepada pemerintah agar menyetujui pembangunan jalur kereta

api yang baru melintasi Banjarsari sampai Purbalingga dengan alasan bahwa

pembangunan jalur ini melintasi dua pabrik gula yang cukup besar yaitu pabrik gula

Kalimanah dan pabrik gula Bojong. Kedua pabrik gula ini membutuhkan transportasi

kereta api untuk pengangkutan produk gula ke pelabuhan Cilacap yang selanjutnya di

bawa ke Eropa. Permintaan yang diajukan pihak swasta akhirnya dikabulkan oleh

pemerintah melalui surat keputusan no.19 tanggal 22 September 1898. Dapat

dimengerti dari kenyataan tersebut bahwa industri gula di karesidenan Banyumas

berkembang dengan pesat sehingga di beberapa daerah segera muncul pabrik-pabrik

gula baru.

Kereta api SDS berhasil membangun jalur lanjutannya di Purbalingga. Akan

tetapi pemerintah meminta beberapa syarat pada NV. SDS atas pengajuan ijin

tersebut, pemerintah meminta agar jalur SDS melintasi kota Banyumas. Pemerintah

mempertimbangkan kepentingan politik karena di kota Banyumas terdapat kantor

(34)

Residen dan kantor Bupati. Pengelola kereta api SDS segera menanggapi usulan yang

diajukan oleh pihak pemerintah dengan surat keputusan 31 Mei 1889 pihak SDS

menolak usulan agar NV. SDS membangun jalur kereta api yang melintasi kota

Banyumas. Pihak SDS beralasan bahwa di kota Banyumas sendiri tidak terdapat

pabrik gula sedangkan pembangunan jalur kereta di wiliyah ini akan membutuhkan

biaya yang cukup banyak, sebaliknya wilayah ini nantinya tidak banyak

menghasilkan keuntungan untuk pengelola SDS. Dari kenyataan ini nampak bahwa

pembangunan jalur kereta api merupakan monopoli dari pihak swasta untuk

mengeksploitasi pedalaman Banyumas didasarkan pada kepentingan ekonomi bukan

politik.

Sejak dari Maos sampai Banjarnegara terdapat 31 halte dan stasiun

pemberhentian. Selain sebagai tempat pemberhentian stasiun dan halte ini juga

berfungsi sebagai tempat menurunkan dan menaikan barang yang akan dikirim ke

pedalaman maupun sebaliknya yang hendak dibawa keluar Banyumas melalui

pelabuhan Cilacap atau ke Batavia.

Kereta api merupakan satu-satunya angkutan darat yang mampu membawa

penumpang dalam jumlah yang sangat banyak. Baik itu pedagang maupun

masyarakat umum lainnya.Ketika komisi kesejahteraan Belanda mengukur selama 10

hari di beberapa halte dan stasiun SDS. Dari kegiatan pengukuran tersebut didapatkan

(35)

Jumlah penumpang di beberapa halte selama 10 hari pada tahun 19049

Halte Jumlah Penumpang

Gambarsari 447 Orang

Mandirancang 176 Orang

Sokaraja 296 Orang

Banjarsari 586 Orang

Klampok 753 Orang

Mandiraja 564 Orang

Purwanegara 302 Orang

Dari tahun ke tahun lalulintas pengangkutan oleh kereta api SDS cukup ramai,

hal ini membuat keuntungan yang diperoleh SDS meningkat. Sehingga hal ini juga

menjadi pertimbangan bagi pengelola melakukan perpanjangan jaringan kereta api

SDS pada tahun-tahun selanjutnya.

D. Keadaan Wonosobo Pada Akhir Abad ke-19

Wonosobo merupakan wilayah yang berada pada ketinggian 800 m,

keberadaan geografi wilaya ini membuat Wonosobo memiliki suasanayang sejuk dan

subur menjadi daerah persawahan dan Palawija.10Kesuburan tanah Wonosobo

membuat wilayah ini mudah untuk ditanami beberapa macam jenis tanaman.Tanaman

yang berhasil dibudidayakan di Wonosobo adalah kopi, tembakau, palawija, padi,

kina, dan teh.Pada periode masa kolonialisme Belanda beberapa jenis tanaman ini

merupakan suatu hal cukup penting.

9Ibid, hlm.193

10DjokoSuryo dkk, Sejarah Perjuangan Rakyat Wonosobo, Yogyakarta,Kerja Sama Pemerintah

(36)

Kekayaan sumber daya alam seperti tanaman tembakau, kopi, kina dan teh yang

memang belum banyak dieksploitasi dengan maksimal.Tembakau merupakan

satu-satunya jenis tanaman yang menjadi primadona perdagangan lokal maupun

internasional.Tanaman ini sudah ditanam sejak tahun 1932, Tembakau yang ditanam

merupakan jenis Havana.Tercatat bahwa tanaman tembakau yang berhasil diproduksi

oleh petani pada 1835 saja berjumlah 263 pikul. Sedangkan jenis kopi yang ditanam

di Wonosobo merupakan jenis pager, pada tahun yang sama sudah diproduksi

sebanyak 2.000 pikul.11

Pada tahun 1872 saja penanaman tembakau mengalami masa-masa

keemasannya, hal ini dapat dilihat pada hampir seluruh wilayahWonosobo sudah

terdapat tanaman tembakau. Kota Wonosobo terdapat 250 bau (896 pikul) lahan

tanaman tembakau, Kalialang 1.017 bau (11.005 pikul), Leksono 349 bau

(2.357 pikul).12

Berdasarkan Algemeen Verslag Belanda tahun 1872, selain kopi dan tembakau

teh juga merupakan tanaman andalan dari Wonosobo. Perkebunan teh swasta sudah

beroperasi di Sapuran (Tanjung Sari) seluas 162 bau (115.582 pikul), Kalialang 141

bau (56.192 pikul), dan daerah Wonosobo 237 bau (127, 018 pikul).Tembakau dari

Wonosobo menjadi produk unggulan dengan waktu yang cukup lama menjelang abad

ke-19.Eksistensi dari tembakau Wonosobo hanya mampu disaingi oleh teh pada abad

ke-19 setelah berdirinya perusahaan teh Tambi.

11Ibid, hlm.93

(37)

Kebutuhan sarana untuk pengangkutan hasil bumi dari Wonosobo sangatlah

penting.Meskipun pada saat itu sudah terdapat jalur militer yang menghubungkan

Ambarawa, Wonosobo dan Banyumas, namun hal itu dirasa kurang.13Ketika belum

terdapat jalan di wilayah selatan kota yang memadahi untuk pendistribusian hasil

bumi dari Wonosobo. Para pedagang memanfaatkan jalan menanjak pegunungan

Dieng sampai ke Kalibening (Banjarnegara) untuk menuju ke Pekalongan.

Perlu diketahui bahwa jalan yang dilalui para pedagang ini adalah jalan bukit

yang terjal sangat sulit untuk dilalui, serta harus menembus lebatnya hutan untuk

sampai di wilayah pesisir pekalongan.Beberapa pedagang lebih memilih jalan ini dari

pada harus menuju Purworejo ataupun Banjarnegara. Karena beberapa lahan yang

cukup banyak terdapat tenaman tembakau berada di Kejajar yang letaknya tidak jauh

dari pegunungan Dieng.

Oleh sebab itu kesulitan-kesulitan yang dialami beberapa pedagang inilah

kemudian memancing pengelola kereta api SDS untuk membangun perpanjangan

jalurnya sampai di Wonosobo, selain itu pihak SDS juga melihat potensi keuntungan

yang cukup besar jika nanti dari beberapa barang yang dihasilkan di Wonosobo dapat

diangkut dengan kereta api SDS menuju Cilacap maupun Batavia.

(38)

22

BAB III

PERKEMBANGAN JALUR KERETA API BANYUMAS–WONOSOBO 1917-1976

A. Pembangunan Jalur Kereta Api di Banyumas-Wonosobo

Perlunya penambahan jalur sebagai salah satu rangkaian jalur kereta dan juga

motivasi bisnis dari beberapa pengusaha yang ada di Wonosobo, kebutuhan ini

dirasakan sangat mendesak untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar bagi

pengelola. Seperti halnya permohonan yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk

pemasangan jalur lanjutan kereta api SDS agar sampai di daerah Wonosobo.

Melihat kebutuhan tersebut pengelola SDS meminta ijin kepada pemerintah

untuk memperpanjang rangkaian jalur SDS. Akhirnya ijin itu diberikan oleh

pemerintah, lewat surat keputusan 22 Juni 1912 no.12. Setelah beroperasi cukup lama

di wilayah Banyumas akhirnya jaringan jalur kereta api SDS sampai di Wonosobo.

Wonosobo merupakan wilayah yang memiliki potensi yang cukup besar sama halnya

dengan Banyumas.

Pembangunan jalur ini dimulai dari Banjarnegara secara bertahap rincian dari

pembangunan wilayah Banyumas sampai dengan Ledok (Wonosobo) sebagai berikut,

Banjarnegara-Selokromo (Wonosobo) sepanjang 19 Km diresmikan

pengoperasiannya pada tanggal 1 Mei 1916. Pembangunan jalur ini memerlukan

(39)

dengan melewati lembah dan tanjakan yang cukup banyak. Topografi alam menjadi

hambatan tersendiri ketika merencanakan pembangunan jalur kereta api sampai

Selokromo. Pembangunan jalur dari Banjarnegara sampai Selokromo melewati

beberapa halte kecil untuk pemberhentian antara lain,

Sokanandi-Singomerto-Sigaluh-Prigi-Bandingan-Bojonegoro-Tunggoro-Selokromo.

Setelah SDS berhasil membangun jalur sampai sebagian wilayah Wonosobo

pihak pengelola memperkirakan kereta SDS kala itu belum menjagkau wilayah pusat

pemerintahan dan ekonomi di Wonosobo, atas pertimbangan itu SDS dengan dasar

keputusan yang sama dari pemerintah Belanda melanjutkan pembangunan kereta api

ini menuju arah utara sampai dengan kota Wonosobo saat ini.1Saat itu di Wonosobo

sendiri sudah terdapat asisten residen, sekretaris urusan pendudukan Belanda,

kontrolir dan juru lelang.2 yang secara administratif kedudukannya dibawah

Residen.3Jalur lanjutan dari Selokromo ini menempuh jarak sepanjang kurang lebih

14 Km yang diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 7 Juni 1917. Sepanjang jalur

dari Selokromo-Wonosobo melewati halte-halte pemberhentian antara lain,

Krasak-Selomerto-Penawangan-Wonosobo. Jalan yang dilalui dari Selokromo sangat

menanjak. Sampai Krasak lajur kereta api SDS melalui jembatan untuk menyebrangi

1

http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=238%3Apur wokerto-wonosobo&catid=58%3Atrack&lang=id. Diakses 3 Oktober 2013

2 DjokoSuryo dkk, Sejarah Perjuangan Rakyat Wonosobo, Yogyakarta,Kerja Sama Pemerintah

Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Wonosobo Dengan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1994-1995, hlm. 89

(40)

sungai Serayu. Ketika melewati daerah Selomerto kereta api terlihat seperti

menyebrangi jalan darat melaju melewati sisi kiri menuju pinggiran Desa Pakuncen.

Selain itu ketika menuju arah Wonosobo kereta api SDS berganti lokomotif di

stasiun Selokromo dengan spesifikasi lokomotif untuk jalur menanjak, hanya saja

perbedaan antara jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa dengan Wonosobo

adalah bahwa jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa menggunakan gigi/rel

bergerigi tengah yang berfungsi sebagai pendorong lokomotif maupun penahan.

Sedangkan jalur kereta api di Wonosobo tidak menggunakan gigi tengah, akan tetapi

lokomotif berganti dengan yang bertenaga lebih besar. Dalam satu rangkaian

perjalanan gerbong kereta api yang dimiliki oleh SDS berjumlah tiga buah.4Hal ini

dilakukan mempertimbangkan jalur kereta dari Banjarnegara menuju Wonosobo

dengan medan yang dilalui sangat sulit.

Jalur kereta api lintas Banyumas-Wonosobo melewati empat kabupaten, yaitu

Kabupaten Banyumas yang berpusat di kota Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara,

dan Wonosobo. Sepanjang jalur ini terdapat empat belas stasiun dan empat belas

tempat pemberhentian semacam halte.5 Pada masa jayanya, satu rangkaian kereta api

terdiri dari gerbong barang dan kereta penumpang. Dalam satu Rangkaian kereta api

dapat mencapai lima gerbong. Gerbong barang biasanya terdapat di urutan dua

kebelakang dan difungsikan sebagai tempat mengangkut hasil bumi seperti sayuran,

kina, teh dan tembakau

4Wawancara dengan Bapak Soedjono pada tangga l 6 Desember 2013

(41)

B. Pasang Surut Perkembangan Kereta Api Banyumas-Wonosobo

1. Persaingan dengan angkutan darat lainnya

Setelah beroperasi cukup lama dan menjadi alat trasnportasi andalan

masyarakat Banyumas dan Wonosobo, keberadaan alat transportasi ini mendapat

saingan.Hal itu disebabkan adanya pembangunan besar-besaran jalan darat yang

menghubungkan Banyumas sampai Wonosobo.Serta keberadaan kendaraan

bermotor lainnya dikhawatirkan oleh pengelola kereta SDS pada tahun 1920-an.

Menjelang tahun 1933 pasang surut perusahaan kereta api SDS ini

semakin terasa. Diawali dengan pendirian General Motors sebagai pabrik

perakitan otomobil pertama di Batavia.6

Distribusi kendaraan bermotor menuju pedalaman semakin gencar pada

masa tersebut. Ketika kendaraan bermotor semakin pesat serta jalan-jalan darat

mulai berkembang dengan pesat. Angkutan dari perusahaan mulai menggunakan

jenis transportasi truk dan otobis. Pada tahun 1922 outobis mulai beroperasi untuk

umum di karesidenan Banyumas. Perlahan masyarakat mulai berminat dengan

transportasi ini. Perusahaan angkutan yang pertama berdiri di Banyumas adalah

milik seorang Cina bernama H.B. Njoo yang berkedudukan di Purwokerto.7

Perbaikan jalan darat secara besar-besaran dan pengadaan transportasi

angkutan darat jalan raya menyebabkan sepinya para pedagang dan penumpang

6Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, Sejarah Alternatif Indonesia, Yogyakarta, Djaman Baroe, 2011, hlm. 125

(42)

umum memanfaatkan kereta api. Pengguna jasa kereta api SDS turut berpindah

menggunakan transportasi darat tersebut. Pada tahun 1927 saja kendaraan darat

yang ada diwilayah Banyumas berjumlah 499 untuk kendaraan pribadi sedangkan

kendaraan umum berjumlah 12 buah. Alasan utama menggunakan truk maupun

kendaraan bermotor lainnya ialah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan para

pengusaha untuk memakai jasa kereta api untuk satu kali perjalanan.

Berpindahnya sebagian masyarakat dengan menggunakan alat trasnportasi

lain juga disebabkan penggunaan kendaraan semacam bus dan truk lebih mudah

menjangkau daerah-daerah yang tidak mampu dilintasi oleh kereta api.

Kemudahan itu didasarkan pada keengganan para pengguna jasa kereta api

mengeluarkan biaya yang lebih besar dalam menggunakan jasa kereta api untuk

pengangkutan selanjutnya dari stasiun. Serta kesepakatan/negosiasi biaya sebelum

menggunakan truk maupun bus antara penjaja jasa dan pengguna jasa lebih

mudah dilakukan.

2. Masa Depresi ekonomi

`Akibat dari depresi ekonomi yang melanda pada tahun 1933 turut sebagai

akibat dari Perang Dunia I berdampak panjang bagi perekonomian Hindia

Belanda.Banyumas sebagai daerah yang ikut membangun pertumbuhan ekonomi

di Hindia Belanda juga terkena akibat dari depresi ekonomi tersebut.

Salah satu usaha yang tutup akibat dari depresi ekonomi tersebut ialah

pabrik-pabrik gula yang ada di Karesidenan Banyumas tutup, seperti pabrik gula

(43)

pada kisaran F 0.09 – F 0.10 per Kg tidak sebanding dengan biaya pengangkutan

yang selama menggunakan kereta SDS.Sehingga pengangkutan menggunakan

truk dianggap lebih murah untuk memangkas ongkos produksi.Pada tahun 1933

gula yang diangkut menggunakan SDS hanya 13.077 ton, tentu saja kondisi ini

membuat pihak SDS mengalami kerugian.8

Beberapa pabrik gula yang ada hanya pabrik gula Kalibagor saja yang

kembali beroperasi pada tahun 1933,9 tetapi dalam waktu yang lama setelah masa

depresi ekonomi tersebut.Selain itu kondisi perekonomian yang ada di Banyumas

sangat lesu karena beberapa barang kebutuhan sulit dipenuhi.Kalaupun ada

harganya pasti sangat mahal karena sudah di monopoli oleh beberapa pengusaha.

Masa depresi ekonomi juga berakibat pada kebutuhan masyarakat terhadap

pengangkutan, terutama jasa pengangkutan kereta api. Semakin surutnya kegiatan

ekonomi dapat dilihat ketika mulai berkurangnya intensitas pegiriman barang

menggunakan jasa kereta api baik yang dibawa masuk ke wilayah Banyumas ke

Wonosobo maupun sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini

tahun 1933 memang kegiatan ekonomi surut.

(44)

Pendapatan N.V. Serajoedal Stoomtram Matschappij dari pengoperasian Trem th.1929-193410 (Gulden)

Tahun Pendapatan Kotor Biaya Operasional Pendapatan Bersih 1929 1.477.767.93 664.031.54 813.736.39 1930 1.137.668.54 614.836.32 522.832.22 1931 902.609.18 531.891.28 370.717.90 1932 821.391.33 393.807.89 427.583.44 1933 343.218.80 313.687.98 29.530.82 1934 353.289.74 266.700.75 86.588.99

Berdasarkan tabel diatas tahun 1933 adalah tahun yang terburuk untuk

pendapatan NV.SDS Semua ini diakibatkan krisis ekonomi jauh sebelum masa

depresi ekonomi yang melanda Hindia Belanda.Akan tetapi beberapa saat

kemudian kondisi ekonomi Hindia Belanda berangsur-angsur membaik meskipun

tidak membaik seperti sebelum terjadinya depresi ekonomi.

Kebangkitan kembali kehidupan perekonomian di Banyumas dapat terlihat

ketika pengoperasian kembali pabrik gula Kalibagor. Meskipun kebangkitan ini

tidak cukup kuat untuk merangsang kembali beroperasi pabrik gula lainnya di

seluruh wilayah Banyumas. Depresi ekonomi ini hampir merata di seluruh Hindia

Belanda yang merupakan masa-masa tersulit sepanjang sejarah penjajahan

Belanda.

(45)

C. Kereta Api jalur Banyumas-Wonosobo pada masa pendudukan Jepang

Jepang masuk ke wilayah Indonesia tahun 1942 melalui pelabuhan Tarakan

di Pulau Kalimantan. Dari Tarakan Jepang berhasil menyebrang ke Jawa dengan

mendarat di beberapa pelabuhan di pesisir pantai utara Jawa, Rembang Jawa

Tengah dan Banten. Meskipun penjajahan yang dilakukan Jepang tidak lama

nyatanya membawa dampak yang sangat besar bagi nasib bangsa Indonesia pada

saat itu. Pemerintah Jepang memberlakukan Romusha yang lebih kejam dari pada

kerja Rodi masa Belanda. Selain itu perubahan yang terjadi di Indonesia masa

penjajahan Jepang sangat terasa terutama dalam bidang tansportasi kereta api

yang dibangun zaman Belanda.

Perlu diketahui sampai dengan tahun 1939 panjang jalan kereta api di

Indonesia mancapai 6.811 km. Tetapi pada tahun 1950 panjangnya berkurang

menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km hilang. Diperkirakan hilangnya sebagian

sebagian komponen-komponen kereta api yang berasal dari Indonesia dibongkar

untuk diangkut Jepang ke Myanmar.

Jepang masuk ke Wonosobo dari arah timur yaitu melalui Kertek sampai

Semagung.11Jepang mulai menguasai sektor ekonomi peninggalan Belanda yaitu

beberapa perkebunan kopi, pabrik teh Tambi dan kereta api. Keberadaan kereta

api Wonosobo ini dimanfaatkan oleh Jepang sebagai upaya perluasan pendudukan

di pedalaman Jawa. Jepang membentuk kompi-kompi pasukan semi militer

sampai di daerah seperti pedalaman Jawa seperti Peta, Seinendan, Heiho dan

(46)

Keibodan.12 Seluruh pasukan ini disiapkan oleh Jepang dalam rangka perang Asia

Timur Raya melawan pihak Sekutu. Beberapa kereta api di Jawa tidak terkecuali

SDS digunakan sebagai alat angkutan logistik persenjataan untuk penguatan

Tentara ke Enam Belas. Pengelolaan SDS pada saat itu dibawah Chubu Kyoku.

Jepang berusaha menyatukan seluruh jalur kereta api di Jawa. Rencana

penyatuan ini dibawah perintah Mayor Takahashi kemudian digantikan oleh

Shosimatsu. Pada masa Jepang perkeretaapian berpusat di Bandung. Kereta api

pada masa Jepang dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama RIKUYU

SOKYOKU dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi yaitu,13

1. Seibu Kyoku di Jawa Barat

2. Chubu Kyoku di Jawa Tengah

3. Tobu Kyoku di Jawa Timur

Selain penyatuan jalur-jalur kereta api yang ada di Jawa pemerintah Jepang

juga membongkar beberapa jalur bagian dari kereta api SDS dengan alasan

keberadaannya kurang berfungsi strategis serta dan penghematan anggaran.

Keadaan ini hampir sama dengan nasib kereta api di Sumatera yang terkena imbas

dari zaman penjajahan Jepang, kereta api SDS di sepanjang sungai Serayu

beberapa jalurnya dibongkar oleh Jepang. Jalur yang dibongkar antara lain jalur

Kebasen (Gambarsari) sampai dengan Tanjung dibongkar. Sedangkan jalur

12 Ibid, hlm. 113

(47)

Gambarsari sampai Maos tetap dipertahankan untuk keperluan yang mendesak

dari pemerintah Jepang.

Pada 21 September 1942 ketika hendak berganti kereta api untuk menuju ke

Batavia dari Bandung maupun menuju ke Purwokerto penumpang kereta api tidak

transit lagi di Maos namun telah berpindah ke stasiun Kroya yang letakya kurang

lebih 10 km dari stasiun Maos.14Dalam perkembangan selanjutnya meningkatnya

jumlah angkutan yang berasal dari Cilacap membuat pemindahan dari Maos ke

Kroya semakin kuat. Sekaligus untuk meningkatkan pengamanan wilayah antara

Maos dan Cilacap.15

Selain perkembangan SDS pada masa Jepang perusahaan ini menjual

beberapa lokomotifnya. Perlu diketahui perusahaan ini memiliki seri lokomotif B,

Perusahaanjuga memiliki lokomotif seri C dan D, namun pada masa Perang

Dunia II lokomotif seri D NV. SDS dijual kepada perusahaan kereta api milik

pemerintahStaats Spoorwegen.16

D. Kondisi Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 keberadaan kereta api

melalui Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kepemilikan

kereta api di Indonesia. Seluruh anggota AMKA adalah pegawai kereta api masa

14http://www.banjoemas.com/2010/05/serajoedal-stoomtram-maatschappij.html. Diakses pada tanggal

23 November 2013.

15Evaluasi Kerja PJKA Ekspolitasi Jalur Tengah Tahun 1977, Buku I

(48)

penjajahan Jepang. Begitu Soekarno dan Hatta mengumandangkan proklmasi

seketika seluruh wilayah di Indonesia ikut bergerak dalam menyambut bebasnya

Indonesia dari penjajahan bangsa asing.Siaran kemerdekaan disebarkan melalui

siaran Radio Republik Indonesia (RRI) pusat sehingga peristiwa ini dengan cepat

dapat didengarkan seluruh masyarakat yang ada di daerah.

Kekosongan kekuasaan di Indonesia setelah perginya Jepang dimanfaatkan

dengan baik oleh pemimpin bangsa.Selain keinginan dari seluruh masyarakat

untuk lepas dari belenggu penjajahan telah tertanam sejak lama. Sikap

nasionalisme para pejuang negara merupakan pernyataan yang berani oleh

beberapa tokoh bangsa Indonesia, hal ini juga yang terlihat dalam proses

nasionalisasi para anggota AMKA. Peristiwa ini terjadi beberapa kota besar yang

ada di Jawa terutama yang menjadi pusat perkeretaapian.

Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah pengambil alihan kereta api dari

Jepang dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1945. Kejadian ini meluas ke

wilayah lainnya seperti Jakarta dan Jawa Barat pada 4 September 1945 kemudian

pengambil alihan Balai besar di Bandung pada 28 September 1945.17

1. Nasionalisasi Perusahaan Swasta Belanda

Seluruh perusahaan swasta Belanda terutama perusahaan kereta api

tergabung dalam perkumpulan yang disebut dengan Verenigde

Spoorwegbedrijdf (VS) didalamnya termasuk SDS. Secara de facto sejak

tanggal 1 Januari 1950 semua aset VS telah diambil oleh Djawatan Kereta Api

(49)

DKA namun secara de Jure belum menjadi kekayaan negara. Berbeda dengan

status kepemilikan bekas kereta api pemerintah kolonial Belanda Staats

Sporweg (SS) seluruh asetnya dimiliki baik secara de facto dan de Jure adalah

milik DKA.

Berdasarkan Undang-undang nomor 86 Tahun 1958 tentang

Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda Yang Berada di

Wilayah Republik Indonesia” dinyatakan semua perusahaan Belanda yang ada

di Indonesia dinasionalisasi dengan membayar ganti kerugian kepada pihak

kerajaan Belanda.18Alasan utama dari nasionalisasi ini adalah penegasan

kepada dunia internasional bahwa negara Indonesia telah merdeka dari

penjajahan negara asing sepenuhnya.Hal ini yang selalu dikobarkan oleh

Presiden Soekarno dalam memandu jalannya Revolusi Indonesia yang sedang

berlangsung.

Pelaksanaan nasionalisasi tersebut diatur dalam peraturan pemerintah

Republik Indonesia nomer 2 Tahun 1959 tentang “Pokok-pokok Pelaksanaan

Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda”.Setelah dilakukan ganti

rugi kepada pihak kerajaan Belanda maka seluruh aset perusahaan swasta

Belanda menjadi aset dibawah kekuasaan negara Indonesia.

Meskipun pada awal kemerdekaan sering terjadi krisis dalam bidang

ekonomi namun pemerintah berusaha untuk mengatasi hal tersebut dengan

berbagai cara.Keinginan Soekarno untuk melenyapkan semua pengaruh asing

(50)

disadari betul sebagai sebuah proses ungkapan nasionalisme anak bangsa.

Tindakan pertama yang dilakukan oleh Soekarno yang berkaitan dengan jalur

kereta api adalah penghapusan seluruh jalur trem yang ada ibukota Jakarta.

2. Perubahan Nama Perusahaan

Setelah pengambil alihan kereta api dari Jepang pengelolaan kereta api

di Indonesia dipegang oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia

(DKARI) berdasarkan maklumat Kementrian Perhubungan Indonesia nomor

1/KA tanggal 23 Oktober 1946.19

Pada masa Kedatangan Sekutu yang diboncengi Netherlands Indies

Civil Administratin (NICA) yang bermasksud mengembalikan tawanan

perang serta melucuti senjata tentara Jepang pada 29 September 1945.20

Pengelolaan kereta api di Jawa terbagi menjadi dua. Daerah yang dikuasai

oleh Republiken kereta api dikelola oleh DKARI, sedangkan di daerah yang

berhasil dikuasai kembali Belanda pengelolaan dibawah SS dan VS.

Setelah terjadi kembali pengakuan kedaulatan terhadap pemerintah

Indonesia kekuasaan kereta api kembali dikuasai pemerintah Indonesia.

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Tenaga dan Pekerjaan

Umum Republik Indonesia tanggal 6 Januari 1950, DKARI, SS dan VS

digabung dalam satu jawatan baru yang benama Djawatan Kereta Api (DKA).

yang berkedudukan di Bandung.

19Ibid, hlm.16

(51)

Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Repub;lik

Indonesia nomor 22 Tahun 1963 DKA diubah namanya menjadi Perusahaan

Negara Kereta Api (PNKA). Kemudian Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia nomor 61 Tahun 1971 PNKA kembali diubah namanya menjadi

Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

Seiring berjalannya waktu PJKA kemudian membagi wilayah kerja

kereta api di Indonesia termasuk bekas perusahaan bekas perusahaan kereta

api NV. SDS ini masuk dalam wilayah-wilayah Inspeksi 5 dibawah Ekploitasi

jalur tengah yang berpusat di Semarang. Eksploitasi jalur tengah ini menaungi

beberapa wilayah inspeksi antara lain inspeksi 6 Yogyakarta, dan inspeksi 4

Semarang. Pada kemudian hari nama inspeksi diganti dengan Daerah Operasi

(DAOP). Daerah operasi pada perkembangan selanjutnya bersifat lebih

otonom, dengan diberi kewenangan mengurusi wilayah operasional yang

menjadi tanggung jawab masing-masing DAOP.

Untuk wilayah kerja eksploitasi tengah jalur yang menghubungkan

seluruh daerah di karesidenan Banyumas-Wonosobo merupakan jalur yang

keramaiannya masih kalah dengan daerah lain seperti DAOP 6 Yogyakarta,

dan DAOP 4 Semarang dikarenakan ketidakadaan jalan melingkar, dengan

kata lain rangkaian panjang kereta api berhenti sampai di Wonosobo sebagai

tempat terakhir singgah di pedalaman sungai Serayu. Sebab lain dari kedua

DAOP 4 dan 6 aneka barang yang dikirim menggunakan jasa kereta api lebih

(52)

penupang, dan alat angkutan pengriman tembakau, gula aren (gula Jawa),

kulit pohon akasia, dan beberapa macam sayuran.

“Kereta api SDS ini selain digunakan untuk mengangkut barang-barang kebutuhan masyarakat yang dibawa dari wilayah Banyumas atau sebaliknya. Tahun 1970-an ada beberapa anak sekolah memakai jasa kereta api ini naik dari stasiun Klampok dan turun di Banjarnegara. Selain itu banyak anak-anak dari Klampok bersekolah di Purbalingga”.21

Sepanjang Tahun 1970-an

Stasiun sepanjang jalur yang dilalui oleh bekas SDS yang diturunkan tingkatannnya22

Stasiun Dari kelas Menjadi Purwokerto Timur

2 4

Purworejo (Banjarnegera)

3 4

Wonosobo

4 5

Purbalingga

4 5

Penuruanan kelas stasiun ini didasarkan pada tingkat keramaian penggunaan

kereta api dan jumlah pemberangkatan kereta api dalam sehari. Penurunan ini

disebabkan oleh pembangunan jalan raya dari Wonosobo sampai Purwokerto yang

melalui Banjarnegara, dan Purbalingga semakin pesat menjelang tahun 1970.Dengan

berkembangnya jaringan jalan raya diikuti dengan bertambahnya jumlah kendaraan

darat yang ada sebagian masyarakat yang ada beralih menggunakan bus maupun

transportasi darat lainnya.

21Soedjono, op. cit. Wawancara tanggal 6 Desember 2013

(53)

Tahun anggaran 1976 Dalam prosentase

Sumber: (Arsip Laporan Evaluasi Kerja PJKA Eksploitasi Tengah Tahun 1977, Buku I)

Tahun 1963 pihak DKA menjalin kerjasama dengan sebuah perusahaan dari

Inggris Beyer Peacock & co. Manchesteruntuk pengadaan kereta api disel. Karena

pihak perusahaan merasa bahwa jenis kereta api uap sudah mulai tergerus dengan

tuntutan zaman. Beberapa lasan penggantian kereta api uap dengan disel ialah 1)

Jenis bahan bakar batubara/Kayu bakar yang diperuntukan untuk operasional kereta

api uap pada tahun-tahun tersebut mulai suli didapatkan, 2) Kereta api uap yang

usianya sudah cukup tua sering mengalami kerusakan yang tidak bisa diperediksi,

sehingga keadaan semacam ini cukup mengganggu pengangkutan, 3) Perusahaan

kereta api membutuhkan kereta yang dapat berjalan dengan cepat agar mampu

bersaing dengan transportasi darat lainnya. Atas pertimbangan-pertimbangan itu

maka perusahaan kereta api miliki pemerintah Indonesia yang pada saat itu masih

bernama Djawatan Kereta Api (DKA) mendatangkan kereta api jenis disel.

(54)

Dalam kerjasama itu pihak DKA memesan lokomotif disel yang berjumlah

kurang lebih 3 unit untuk melayani jalur Purwokerto sampai Wonosobo. Sejak saat

itu kedudukan kereta api uap di Banyumas sampai Wonosobo mulai digeser dengan

lokomotif disel.23Dengan adanya lokomotif disel diharapkan transportasi angkutan

barang maupun penumpang di wilayah ini akan semakin lancar dan mampu bersaing

dengan transportasi darat lainnya.24

Alasan utama penggantian lokomotif uap ini karena pada saat itu ada beberapa

kendala yang dialami lokomotif uap antara lain 1) Lokomotif uap sering macet ketika

beroperasi, 2) Bahan bakar yang dibutuhkan oleh lokomotif uap mulai sulit

didapatkan sehingga sering mengganggu operasional, 3) Jadwal dari lokomotif uap

ini sering tidak teratur karena kerusakan yang dialami beberapa lokomotif yang ada.

Ketika jalan darat sudah semakin berkembang pada saat itu langkah cepat dari

pengelola jalur kereta api ini begitu jeli. Keengganan kehilangan penumpang,

kemudian pihak pengelola mendatangkan jenis lokomotif disel untuk tetap

mengoperasikan jalur kereta api jalur ini. Seakan langkah untuk mendatangkan

lokomotif disel menjadi sesuatu yang mendesak bagi pengelola kereta api. Namun

usaha ini tetap saja tidak mampu menghadapi derasnya persaingan dengan kendaraan

darat lainnya.

(55)

39

BAB IV

DAMPAK KEBERADAAN KERETA API JALUR BANYUMAS-WONOSOBO

Wilayah Bnyumas dan Wonosobo dianggap memiliki potensi alam yang besar

untuk dimanfaatkan pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya Belanda mulai

memetakan wilayah Wonosobo dan Banyumas sebagai penghasil tanaman yang laku

di Eropa seperti teh, tembakau, kina dan kayu manis. Sedangkan karesidenan

Banyumas sebagai lahan yang potensial bagi tebu dan beberapa tanaman lain dengan

jumlah yang relatif sedikit semacam kopi, kayu-kayuan, kina, kapas dan kayu manis.

Setelah industri gula berkembang cukup pesat di Banyumas terjadi masalah

baru bagaimana agar pendistribusian barang produksi dapat dilakukan dengan cepat,

untuk itu pengusaha gula di Klampok mengajukan ijin pembangunan jalan kereta api

di Banyumas. Jalan kereta api difungsikan sebagai sarana pengangkutan hasil

produksi untuk dikirim melalui pelabuhan Cilacap. Perkembangan sarana transportasi

kereta api lambat laun tidak hanya digunakan untuk pengangkutan barang namun

dalam perkembangan selanjutnya juga difungsikan sebagai sarana pengangkutan

penumpang.

A. Dampak di Bidang Ekonomi

Kehidupan kota tentu saja didukung dengan aktivitas yang ada didalamnnya.

(56)

kemajuan suatu kota. Untuk menghidupkan kota tentu saja banyak cara yang

dilakukan oleh masyarakat baik itu aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Kehidupan

kota terjadi karena bertemunya interaksi sesama masyarakat dari lain daerah untuk

menjalin komunikasi satu sama lain.

Perkembangan kota-kota kolonial atau kota-kota Indis pada tahun

1900-1940-an meningkat deng1900-1940-an cepat. Sejal1900-1940-an deng1900-1940-an meningkatnya perekonomi1900-1940-an pada

sektor-sektor tertentu, misalnya pertambangan, perkebunan, perdagangan dan

perindustrian. Pesatnya proses modernisasi industrialisasi, komersialisasi dan

pendidikan yang terpusat di kota telah menjadi faktor penggerak perubahan dan

penarik arus urbanisasi dan migrasi penduduk di daerah Indonesia.1

Setelah beroperasi beberapa waktu di Banyumas akhirnya kereta api SDS

dapat membangun perpanjangan jalur sampai Wonosobo. Wilayah ini merupakan

jalur sulit karena daerah dataran tinggi yang perlu teknik khusus untuk melintasinya.

Alasan pembangunan jalur kereta api jalur ini tentu saja untuk kepentingan strategis

ekonomi pengusaha perkebunan dan pemerintah kolonial Belanda. Beberapa tahun

beroerasi jalur ini banyak mendapat respon yang cukup bagus dari masyarakat.

Sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara pengguna jasa kereta api

yang kebanyakan adalah pengusaha perkebunan, dan penumpang umum dengan

pemilik pengelola kereta api SDS.

1Djoko Suryo, “Pendudukan dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990”, Dalam Kota Lama

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi 4 tahapan, yaitu (1) Heuristik atau pencarian sumber, (2) Kritik Sumber atau Verifikasi, kritik sumber

Penulisan Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah dengan menempuh langkah- langkah Heuristik (Pengumpulan Sumber), Verifikasi (Kritik Sumber),

Dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik, interpretasi atau penafsiran, dan historiografi yang

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heruistik(pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber