C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang
2. Perjuangan Kaum Nasionalis Islam
Sejak awal pendudukannya, pihak Jepang terus mengadaptasikan diri dengan kondisi masyarakat dalam berbagai bidang. Sisi agama pun menjadi salah satu bidang yang diperhatikan pihak Jepang. Melihat potensi mobilisasi massa yang sangat besar dari segi agama, Jepang pun memulai pergerakannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk Kantor Urusan Agama atau dalam bahasa Jepang disebut Shumubu. Meskipun pranata ini sedikit banyak menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman penjajahan Belanda,60 kantor ini
semakin berkembang dan meluas cakupannya sampai kemudian harus mengurus segala macam hal yang dahulu terbagi antara Departemen Dalam Negeri, Kehakiman, dan Pengajaran.
Jepang memang memiliki pandangan yang khas –dan cukup menarik untuk dikaji--terhadap kelompok muslim, khususnya di Indonesia. Hal ini diperhatikan dari penjelasan Library of Congress Country Studies (1992) sebagai berikut:
Japanese attempts to coopt Muslims met with limited success. Muslim leader opposed the practice of bowing toward the emperor (a divine ruler in Japanese official mythology) in Tokyo as a form of idolatry and refused
59
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern; 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009, h. 438.
60
D. SS. Lev, Islamic Courts in Indonesia. A Study in the Political Bases of Legal Institution, Brekeley: University of California Press , 1972, h. 44.
to declare Japan’s war against the Allies a “holy war” because both sides were nonbelievers.61
Sejalan dengan itu, golongan nasionalis Islam mendapatkan perhatian yang istimewa dari Jepang. Golongan nasionalis Islam memperoleh kelonggaran dibandingkan dengan golongan nasionalis sekuler. Sikap Jepang seperti ini didasari oleh penilaian Jepang bahwa golongan nasionalis Islam pada dasarnya bersikap anti-Barat sehingga lebih bisa diandalkan oleh pemerintah Jepang. Itulah sebabnya Jepang tetap mengijinkan berdirinya organisasi Islam yang sudah ada sejak zaman Belanda, yakni Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Organisasi ini didirikan oleh K.H. Mas Mansur di Surabaya pada tahun 1937. 62
Pada awal pemerintahannya, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama di bawah Kolonel Horie Choso. Pada bulan Mei 1942 dia mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Jawa Timur. Ia meminta kepada tokoh-tokoh Islam agar tidak melakukan kegiatan politik. Selanjutnya pada bulan Desember 1942, sejumlah 32 Kyai (Ulama) dari Jawa diundang menghadap Panglima Tentara Keenambelas, Letnan Jendral Imamura. Jepang bermaksud ingin menghargai Islam dan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Sikap Jepang tersebut disambut secara positif oleh tokoh Islam, seperti yang diwakili oleh K.H. Mas Mansur.63
Golongan nasionalis Islam mendapatkan sorotan khusus karena telah mendapatkan perlakuan istimewa dari pihak Jepang dibandingkan dengan golongan nasionalis Sekuler. Golongan ini memperoleh banyak kelonggaran, terutama dalam hal berserikat dan berkumpul. Dengan diumumkannya dekret Panglima Militer Jawa (Maklumat No. 3) pada 20 Maret yang melarang membicarakan – dalam bentuk apa pun – struktur politik Indonesia.64 Pengawasan
ketat pun dilakukan oleh Jepang kepada berbagai macam kegiatan organisasi dan
61
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide- study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.
62
M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 24.
63
Ibid.
64
musyawarah kelompok yang dilakukan rakyat Indonesia. Namun kebijakan ini tidak terlalu berpengaruh kepada kegiatan perkumpulan-perkumpulan Islam. Contoh lainnya, Jepang memberikan kelonggaran kepada golongan Islam di Pulau Jawa, pemerintah militer masih mengizinkan tetap berdirinya Majelis Islam A’la
Indonesia (MIAI) yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Hasjim
Asj’ari, K.H. Mas Mansur dan kawan-kawan.
Abdul Muniam Inada65
Mula-mula Jepang memilih MIAI sebagai wadah golongan Islam yang merupakan satu-satunya organisasi gabungan yang memiliki umat Islam. Akan tetapi MIAI baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasar (asas dan tujuannya), yakni ditambahkan dengan pernyataan: ”Turut bekerja dengan sekuat
tenaga dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.”
Pengurus MIAI pada saat itu adalah Wondoamiseno (Ketua) dan dibantu oleh beberapa tokoh terkenal seperti K.H. Mas Mansur (Ketua Muda), K.H. Taufiqurrachman (Penasehat). Kegiatan MIAI yang menonjol adalah membentuk baitul mal. Pada bulan Januari 1943, Kolonel Horie melakukan pendekatan dengan tokoh Islam di Jawa Barat. Untuk itu Kolonel Horie mengerahkan orang Jepang yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada dan Mohamad Sayido
65
Abdul Muniam Inada, salah satu tokoh muslim Jepang yang berperan dalam pendekatan terhadap tokh-tokoh Islam di Jawa Barat (Sumber: http://www.vebidoo.com/ munim/abdul+riad/info (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).
Wakas. Kedua tokoh Jepang tersebut secara bergilir mengunjungi masjid besar
yang ada di Jakarta untuk memberikan khotbah Jum’at.66
Sebagai organisasi Islam tunggal di Indonesia, MIAI memperoleh sambutan yang antusias dari rakyat. Lama kelamaan Jepang curiga terhadap kemajuan MIAI yang sangat pesat, sehingga Jepang melakukan pengawasan terhadap para tokoh MIAI. Untuk maksud pengawasan tersebut Jepang melakukan pelatihan terhadap para tokoh muda Islam untuk meyakinkan bahwa tokoh-tokoh Islam di Indonesia tidak berbahaya terhadap pemerintahan pendudukan Jepang. Pada bulan Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI dan menggantinya dengan
Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi). Adapun pengurus Masjoemi antara lain adalah K.H. Hasjim Asj’ari (Ketua Pengurus Besar), K.H. Mas Mansur
(Wakil), K.H. Farid Ma’ruf (Anggota), K.H. Mukti (Anggota), K.H. Hasjim
(Anggota), Kartosudarmo (Anggota), K.H. Nachrowi (Anggota), Zainul Arifin (Anggota), dan K.H. Mochtar (Anggota).67
Dalam hubungan ini, Library of Congress Country Sudies (1992) menjelaskan sebagai berikut:
In October 1943, however, the Japanese organized the Consultative Council of Indonesian Muslims (Masyumi), designed to create a united front of orthodox and modernist believers. Nahdlatul Ulama was given a prominent role in Masyumi, as were a large number of Kyai (religious leaders), whom the Dutch had largerly ignored, who were brought to Jakarta for training and indoctrination.68
Pada bulan September 1943, Jepang juga mengijinkan berdirinya kembali dua organisasi Islam, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi tersebut bergerak dalam bidang keagamaan, sosial, dan pendidikan. Dengan demikian jelaslah bahwa pada zaman Jepang, Islam lebih leluasa bergerak dibandingkan dengan pada zaman Belanda. Tetapi bukan berarti para tokoh Islam tersebut mengekor pada pemerintah Jepang. Tidak segan para tokoh Islam tersebut menarik diri dari hubungan kerjasama dengan Jepang jika terdapat praktik-praktik
66
M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 24-25.
67
Ibid. h. 25-26.
68
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide- study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.
pemerintahan Jepang yang berlawanan dengan prinsip Islam. Bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh Islam yang bangkit melakukan perlawanan, seperti yang dilakukan oleh para ulama di daerah Singaparna (Tasikmalaya), Indramayu, dan Aceh.69
Pada bulan Oktober 1943, secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru yang bernama Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) yang disahkan Gunseikan pada 22 November 1943 dengan pimpinan Ketua Pengurus Besar K.H. Hasjim Asj’ari, dengan wakil dari Muhammadiyah
K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Mukti, K.H. Wahid Hasjim, Kartosudarmo, dan dari NU K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Muchtar.
Masjoemi, meskipun membawa nama perkumpulan politik yang didirikan selama pendudukan Jepang, merupakan organisasi baru yang khas sejak kemerdekaan Indonesia.70
Perhimpunan ini mewakili Islam dalam panggung politik Indonesia. Sebagai penguasa pada saat itu, Jepang pun secara resmi menghormatinya. Masjoemi, diakui sebagai sebuah partai politik Islam di zaman Indonesia merdeka.71 Peranannya dalam pentas nasional pun tidak sedikit dan
tidak mungkin bisa dilupakan.
Selanjutnya Ketua Masyumi, K.H. Hasjim Asj’ari diangkat menjadi penasihat Gunseikan. Di dalam badan-badan seperti Chuo Sangi In maupun Syu Sangikai banyak tokoh Islam yang duduk sebagai anggota. Jika dalam masa pemerintah Belanda, dalam badan legislatif yang terdiri dari 60 anggota, golongan Islam hanya diwakili oleh seorang wakil, pada zaman Jepang dalam Chuo Sangi In yang beranggotakan 43 orang, golongan Islam diwakili oleh 6 orang tokoh Islam, di antaranya K.H. A.Halim, ulama dari Cirebon, K.H. Wahid Hasjim, Ketua Nahdlatul Ulama, dan K.H. Fathurrachman, pimpinan Muhammadiyah Jawa Timur.
Dengan demikian, secara relatif golongan Islam memang lebih leluasa bergerak daripada pada zaman Hindia Belanda. Beberapa keistimewaan sengaja
69
M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 26.
70
Z. Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspek tif Santri dan Aba ngan, Jakarta: Penerbit Salemba Diniyah, 2002, h. 89.
71
B.J. Boland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, The Haque: Martinus Nijhoff, 1971, h. 12.
diberikan oleh pihak Jepang agar bisa menggandeng kaum muslimin di Indonesia. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Islam selalu mengekor kepada pemerintah Jepang. Bagaimanapun juga, hubungan antara keduanya bersifat simbiosis mutualisme, saling membutuhkan. Bahkan, pihak Islam berani menentang dengan jelas kebijakan-kebijakan Jepang jika itu berhubungan dengan penodaan ataupun penistaan akidah dan agama mereka. Beberapa praktik Jepang yang berlawanan dengan prinsip-prinsip agama Islam dengan tegas mereka tentang. Hal ini menyebabkan sebagian tokoh Islam menarik diri dari kerja sama dengan Jepang, bahkan jika hal-hal yang dilakukan Jepang itu di luar batas maka perlawanan pun pasti dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama dan pemuka agama di Singaparna, Indramayu, dan Aceh.
i
INDEKS
ABDACOM
Agresi Militer Belanda I Agresi Militer Belanda II
Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) Angkatan Comoenis Moeda (Acoma)
Angkatan Muda Indonesia (AMI)
Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) Angkatan Pemuda Indonesia (API)
anti-kolonialis
Artillerie Constructie Winkel (ACW) Asia Timur Raya
Atlantic Charter
Badan Keamanan Rakyat (BKR) Badan Pendidikan Tentara bahaya kuning
bangsa kulit kuning Barisan Banteng Barisan Berani Mati
Barisan Buruh Indonesia (BBI) Barisan Harimau Liar
Barisan Merah Barisan Pelopor
Barisan Pemuda Indonesia (BPI)
Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) Barisan Rakyat Indonesia (BARA)
Benteng Republik Indonesia berkuasa selama seumur jagung Bersahabat (komunikatif)
Bijeenkomst Foor Federal Overlaag Biro Perjuangan
Boei Engokai Bogodan
Borneo Konan Hokokudan bushido
Comite van Actie Comite van Onvangst Cuo Sangi In
Declaration of Independence
Dewan Penasehat Pimpinan Tentara Dewan Poesat Kongres Pemoeda doing by learning
Empat Serangkai
ii Front Demokrasi Rakyat (FDR)
Fujinkai
Fuku Syucokan Gakkutotai
genjatan senjata (cease fire) Gerakan Operasi Militer (GOM) I Gerakan Tiga A
gerilya Giyugun
Giyugun Konsetsu Honbu
Gubernur Jendral Hindia Belanda Gunseikan
hard skill
Hari Raya Tencosetsu Heiho
Hindia-Belanda Hizbullah hoko seishin
immediate standfast and cease-fire jalur non-kooperatif
Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyoikutai Jawa Boei Giyugun Kanbu Renseitai Jawa Hokokai
Jibakutai
joint gendarmerie Josyi Seinendan jugun ianfu
Kaikiyo Seinen Taishintai Kakyo Keibotai
Kaum nasionalis
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) Keibodan
Keimin Bunka Shidosho Kemakmuran Bersama di Asia Kempeiho
Kempeitai
Kenkoku Teisintai KNIL
Komando Distrik Militer (KDM)
Komando Onder Distrik Militer (KODM) Komando Operasi Selatan
Komando Tentara Keenambelas Komisi Tiga Negara (KTN) komite nasional
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) komite rakyat
iii Komunisme
Konferensi Antar-Indonesia Konferensi Meja Bundar (KMB) Konferensi Malino
Konoe Fumimaro
Kongres Amerika Serikat kyoreng
kumiai
Laskar Gulkut
Laskar Rakyat Jawa Barat learning by doing
learning to be learning to do learning to know learning to learn
learning to live together life long education
Majelis Islam A’la Indonesia
Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia Marxis
media massa pribumi military stalemate moral action moral awareness moral behavior moral feeling moral knowing moral reasoning Napindo Nasionalis Islam Nasionalis Sekuler
Nasional Pelopor Indonesia (Napindo) negara fasis
negara imperialis
Negara Indonesia Timur
Negara Islam Indonesia (Darul Islam) Negara Jawa Barat
Negara Kalimantan Selatan Negara Kalimantan Timur Negara Madura
Negara Sumatera Timur
Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat network society
NICA (Netherland Indies Civil Administration) Nippon Seisin
iv Oeang Kertas Republik Indonesia (ORI) Osamu Seirei
Otsuka Butai Out of Exile
Panglima Besar Angkatan Perang Panglima Divisi
Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Panglima Teritorium
Parindra Partai Buruh Partai Katolik
Partai Komunis Indonesia (PKI) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai Rakyat Indonesia
Partai Rakyat Jelata
Partai Serikat Islam Indonesia Partai Wanita
pasukan Siliwangi
Pejuang Republik Indonesia (PRI) pemerintah pendudukan Jepang Pemerintahan Sendiri
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Pemerintah Militer Tentara Ke-25
Pemuda Indonesia Maluku (PIM) Pemuda Merah Putih
Pemuda Parkindo
Pemuda Republik Andalas
Pemuda Republik Indonesia (PRI) Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Pendidikan Politik Tentara (Pepolit) Penyerahan Kedauatan
Perang Asia-Pasifik Perang Asia Timur Raya Perang Dunia II
perang rakyat
Perintah Siasat No.1 Perjanjian Hooge Veluwe Perjanjian Roem-Royen Perjanjian Renville
Persatoean Perdjoeangan (PP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Persetujuan Linggarjati
Pertahanan Rakyat Semesta (total people’s defence)
Pertempuran Ambarawa Pertempuran Medan Area
v Pertempuran Surabaya
Peta
Petisi Soetardjo Piagam Jakarta
Poesat Tenaga Rakyat (Poetera) Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif politionele actie
Pondok Pesantren Kalijaran PPKI
proklamasi kemerdekaan propaganda
Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI) ramalan Joyoboyo
Rasionalisasi Rencana Beel
Republik Indonesia Serikat (RIS) revolusi sosial
revolutionary prodrome romukyoku
romusha Sabilillah
San A Seinen Kunresho Sayap Kiri
Seinendan
sekularisme Turki Sekutu
Semangat kebangsaan
Serikat Tani Islam Indonesia (STII) soft skill
Sosialis
South East Asia Command (SEAC) Shumubu
Shu Sangi Kai sistem tonarigumi
Sub Teritorial Commando (STC) Sub Teritorium Militer (STM) Suishintai
Surat Perintah Perang Gerilya Syucokan
Taiso
tarih Sumera
Tentara Genie Pelajar (TGP) Tentara Islam Indonesia (TII) Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tentara Pelajar (TP)
vi Tentara Rakyat
Tentara Republik Indonesia (TRI)
Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Tentara Revolusi
Toindo Nippo Ultimatum
United Nation Commission for Indonesia (UNCI) Volksfront
Volksraad
wehrkreis (lingkungan pertahanan) zaman keemasan di Indonesia