• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter (Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter (Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

Merebut dan Mempertankan Kemerdekaan

(3)

ii Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN

KEMERDEKAAN

Penulis:

Dr. Muhamad Arif, M.Pd

Desain Sampul dan Isi: Fatkhul Ariin

Penerbit:

Para Cita Press

Cetakan Pertama: Desember 2016 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

ISBN : 978-602-96454-1-5

Ukuran : 16 cm x 24 cm xii dan 278 hal.

________________________________________________

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun

secara elektronik maupun mekanis tanpa izin tertulis dari Penerbit.

(4)

iii Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

Beberapa peristiwa besar dunia menginspirasi kita untuk membuat deinisi tentang revolusi. Sebut saja revolusi industri yang bermula di Inggris pada pertengahan abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19, revolusi sosial dan revolusi politik yang terjadi di Perancis selama penghujung abad ke-18, revolusi politik di Amerika yang terjadi selama seperempat terakhir abad ke-18, juga usaha bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tentu masih banyak peristiwa-peristiwa lain dalam sejarah dunia yang membantu kita untuk memahami makna dari istilah revolusi.

Revolusi industri menggambarkan sebuah perubahan secara besar-besaran dalam bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi, yang terjadi selama satu abad lamanya, yakni pada kurun waktu 1750-1850, dimulai dari Inggris, untuk kemudian menyebar ke Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, Korea Selatan, hingga sekarang menyebar ke seluruh dunia. Revolusi industri tersebut memberikan dampak yang signiikan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Revolusi industri menandai terjadinya sebuah perubahan besar dalam sejarah dunia, yakni dari pola kehidupan tradisional yang lamban menuju pola kehidupan modern yang cepat dan dinamis.

Revolusi Perancis yang berlangsung antara tahun 1789–1799, merupakan sebuah pergolakan yang berlanjut pada pergolakan politik di Perancis yang menimbulkan perubahan mendasar dalam kehidupan sosial dan politik, bukan saja bagi bangsa Perancis, melainkan bagi kehidupan sosial dan politik bangsa Eropa dan bahkan belahan dunia lainnya.

(5)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter iv

berikutnya kehidupan bangsa Perancis diwarnai dengan pertentangan antara pendukung dan penentang revolusi yang menimbulkan banyak korban.

Jika revolusi Perancis lebih bersifat domestik, maka berbeda halnya dengan revolusi Amerika yang berlangsung antara tahun 1775 hingga 1783. Pada dasarnya, revolusi Amerika atau perang kemerdekaan Amerika Serikat, merupakan perang antara dua negara, yakni Amerika Serikat yang baru berdiri berhadapan dengan Inggris. Namun dalam perkembangannya revolusi Amerika melibatkan beberapa negara yang bersimpati terhadap perjuangan bangsa Amerika, yakni Perancis, Belanda, dan Spanyol. Seperti yang sama-sama diketahui, revolusi Amerika menempatkan Amerika Serikat sebagai pemenang, terutama setelah memperoleh dukungan dari beberapa tersebut.

Revolusi Amerika dipicu oleh Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan Inggris punya hak untuk memberlakukan pajak pada koloni-koloni di Amerika. Pada sisi-sisi yang lain, koloni-koloni-koloni-koloni berpendapat bahwa perpajakan tanpa perwakilan rakyat merupakan sebuah kebijakan yang ilegal. Itulah sebabnya koloni-koloni Amerika membentuk kongres kontinental yang bersatu dan sekaligus membentuk pemerintahan bayangan di setiap koloni. Mereka melakukan pemboikotan terhadap teh Inggris yang terkena pajak. Pemboikotan inilah yang memicu meletusnya peristiwa Pesta Teh Boston

(Boston Tes Party) pada tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh

kapal Britania. Pada tanggal 4 Juli 1776, koloni-koloni Amerika mendeklarasikan kemerdekaannya. Dengan demikian, revolusi Amerika lebih merupakan sebuah pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional.

Memperhatikan beberapa peristiwa di atas, juga beberapa peristiwa serupa lainnya yang tak sempat disinggung pada kesempatan ini, bisa diperoleh beberapa pengertian revolusi sebagai berikut.

Pertama, revolusi merupakan sebuah perubahan yang terjadi dalam waktu

yang cepat serta menyangkut prinsip-prinsip dasar atau pokok-pokok dalam kehidupan masyarakat, baik yang berhubungan dengan masalah sosial budaya, sosial ekonomi, maupun sosial politik.

Kedua, ukuran cepatnya suatu perubahan dalam revolusi tentu bersifat relatif

(6)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter v Revolusi industri di Inggris, misalnya, terjadi tanpa kekerasan. Sementara, revolusi Perancis, revolusi Amerika, termasuk revolusi Indonesia, diwarnai dengan kontak senjata yang banyak menimbulkan korban.

Keempat, revolusi terjadi karena adanya dua kutub yang saling berbeda,

yakni kekuatan baru yang berhadapan dengan kekuatan lama. Kekuatan baru sebagaimana dimaksud disokong oleh gagasan-gagasan baru dan bergerak secara progresif untuk merobohkan kekuatan lama yang disokong oleh gagasan-gagasan yang dianggap telah usang. Oleh karena itu, revolusi selalu menjadi penjelas suatu peristiwa yang ditandai dengan proses peruntuhan kekuatan lama dengan sistem lamanya, untuk diganti dengan kekuatan baru lengkap dengan sistem barunya. Perihal konotasi ‘lama’ dan ‘baru’ tentu sangat bergantung pada sistem nilai dan sistem norma yang dianut oleh massa pendukung perubahan tersebut.

Beberapa pengertian revolusi di atas tentu dapat digunakan sebagai indikator untuk menganalisis perjalanan sejarah bangsa Indonesia, terutama yang menyangkut revolusi Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan revolusi Indonesia? Penjelasan seperti apa yang bisa kita berikan terkait dengan revolusi Indonesia?

Sejarah nasional Indonesia tidak kurang sebagai sebuah penjelasan rasional dan sekaligus faktual, bahwa bangsa Indonesia telah melewati sebuah proses yang amat panjang yang bermuara pada pembentukan entitas etnik, entitas budaya, dan entitas politik yang khas, yakni bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan negara Indonesia. Realitas sejarah telah menjelaskan bahwa proses terbentuknya ketiga entitas yang sangat subtansial, yakni bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan negara Indonesia, telah berlangsung dalam waktu yang lama, dalam sebuah peristiwa sejarah yang dinamis, dan melibatkan berbagai anasir budaya dunia yang kaya. Tidak berlebihan jika disebut sebagai sebuah proses yang revolusioner.

Mengacu pada deinisi revolusi sebagaimana yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka setidaknya terdapat lima fase revolusi dalam sejarah nasional Indonesia.

Pertama, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa

(7)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter vi

Budha. Seperti diketahui bahwa masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budya ke Indonesia terjadi pada sebuah proses yang panjang. Dalam hubungan ini, penting kiranya untuk mengkaji beberapa teori, seperti Teori Brahmana, Teori Ksatria, Teori Waisya, dan Teori Arus Balik, yang menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia. Faktanya, dalam rentang waktu antara abad ke-5 hingga abad ke-15 Masehi, agama Hindu-Budya telah menjadi salah satu faktor penting bagi proses pembentukan kebudayaan Indonesia, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun kebudayaan.

Ketiga, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa

Islam. Beberapa teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, sebut saja misalnya Teori Arab, Teori India, dan Teori Cina, menjelaskan bahwa bangsa Indonesia memulai kontak dengan para penyebar agama Islam sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang. Agama Islam yang dibawa oleh para ulama yang ramah dengan teknik komunikasi akomodasionis, terlebih dengan media-media Islamisasi yang memanfaatkan potensi lokal yang akulturatif, telah memungkinkan bagi masyarakat Indonesia untuk secara massif mempelajari dan pada gilirannya memeluk agama Islam. Selanjutnya, agama Islam menjadi faktor penting bagi kesinambungan pembentukan manusia dan kebudayaan Indonesia.

Keempat, datangnya bangsa-bangsa Barat dengan semoyan-semboyannya

yang populer, yakni glory (mencari kejayaan dengan penakhlukan-penakhlukan

di dunia Timur, termasuk Indonesia), gold (mencari kekayaan, terutama

rempah-rempah yang tumbuh subur di dunia Timur, terutama di Indonesia), dan gospel (menjalankan misi penyebaran agama Nasrani), betapapun telah

menjadi tragedi dalam perjalanan sejarah manusia dan kebudayaan Indonesia. Selama ratusan tahun bangsa Indonesia mengalami pederitaan tiada tara akibat berbagai bentuk penghisapan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Namun bagaimanapun juga, penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun tentu memberikan bekas mendalam bagi pembentukan manusia dan kebudayaan Indonesia, terutama setelah pemerintah kolonial Belanda menerapkan Politik Etis pada akhir abad ke-19 Masehi dengan program-program edukasi, irigasi, dan transmigrasinya.

Kelima, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus

(8)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter vii dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada fase kelima ini, bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencapai kemajuan-kemajuan yang tidak saja sebatas pada dimensi pembangunan isik, melainkan juga pembangunan karakter kebangsaan (national character building).

Buku ini merupakan satu bentuk penjelasan dari salah satu fase dalam revolusi nasional Indonesia, tepatnya fase kelima sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Secara substantif, buku yang ada di tangan Anda ini berisi beberapa uraian sebagai berikut.

Bab I menguraikan tentang perjuangan bangsa Indonesia pada masa Pendudukan Jepang, tepatnya mengangkut: (1) sikap bangsa Indonesia terhadap kedatangan bangsa Jepang, dam (2) sikap tokoh-tokoh tasionalis terhadap Jepang, baik nasionalis sekoler maupun nasionalis Islam.

Bab II menguraikan tentang organisasi-organisasi pada masa Pendudukan Jepang. Dalam bab ini akan diuraikan tentang: (1) pengerahan pemuda oleh pemerintah Pendudukan Jepang, yakni dengan membentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat), organisasi-organisasi semi-militer, dan organisasi-organisasi militer, dan (2) pengerahan romusha oleh pemerintah Pendudukan Jepang.

Bab III menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa penting menjelang proklamasi kemerdekaan. Pokok-pokok penting yang disajikan dalam Bab III ini adalah; (1) cita-cita merdeka, (2) perumusan Dasar Negara dan UUD 1945, (3) aktivitas golongan pemuda menjelang proklamasi, dan (4) peristiwa Rengasdengklok.

Bab IV membahas tentang proklamasi kemerdekaan. Hal-hal penting yang dibahas dalam Bab IV adalah: (1) perumusan teks broklamasi, (2) proklamasi kemerdekaan , (3) sidang-sidang PPKI, dan (4) makna proklamasi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Bab V membahas tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dalam bab ini dibahas tentang: (1) perjuangan merebut kemerdekaan, dan (2) perjuangan bersenjata, yakni menyususn kekuatanpPertahanan dan keamanan, kedatangan sekutu dan NICA, pertempuran Surabaya, pertempuran Ambarawa, dan pertempuran Medan Area.

(9)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter viii

kajian: (1) perjanjian Hooge Valuwe, (2) konferensi Malino, (3) persetujuan Linggarjati, (4) perjanjian Renville, dan (5) politik luar negeri bebas dan aktif.

Bab VIII mengurai tentang perjuangan menghadapi agresi militer Belanda, baik agresi militer Belanda I maupun II yang dilengkapi dengan uraian tentang: (1) peranan PBB dan kegagalan usaha arbitrase, (2) persiapan-persiapan dalam bidang pertahanan, dan (3) siasat gerilya.

Bab IX mengkaji tentang tindakan pemerintah Republik Indonesia dalam menumpas pemberontakan komunis Madiun tahun 1948. Uraian dalam bab ini mencakup: (1) munculnya sayap kiri dalam tubuh TNI, (2) pemberontakan komunis Madiun 1948, dan (3) penumpasan pemberontakan komunis Madiun 1948.

Bab X membahas tentang perjuangan memperoleh pengakuan kedaulatan dengan uraian yang mencakup: (1) pendekatan pemerintah RI terhadap negara-negara federal, (2) perjanjian Roem-Royen, (3) menuju konferensi meja bundar, dan (4) pembentukan RIS dan pengakuan kedaulatan.

Bab XI membahas tentang kehidupan bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan. Adapun uraian dalam bab ini mencakup: (1) kehidupan politik, (2) kehidupan ekonomi, (3) kehidupan pendidikan, dan (4) kehidupan sosial.

Bab XII membahas tentang perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter yang mencakup: (1) pendahuluan, (2) pengertian dan penerapan pendidikan karakter, (3) esensi nilai budaya dan karakter bangsa, dan (4) perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter.

Terbatasnya waktu penulisan, ditambah dengan kesibukan penulis yang relatif padat, membuka peluang bagi segala rupa kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan berterima kasih jika memperoleh kritik dan saran dari para pembaca. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 29 November 2015

Penulis,

(10)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter ix

KATA PENGANTAR __________ iii DAFTAR ISI __________ xi

BAB I PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 1

A. Pendahuluan __________ 1

B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan Bangsa Jepang __________ 7

C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang __________ 14 1. Perjuangan Kaum Nasionalis Sekuler __________ 20 2. Perjuangan Kaum Nasionalis Islam __________ 28

BAB II ORGANISASI-ORGANISASI PADA

MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 33

A. Pendahuluan __________ 33

B. Pengerahan Pemuda oleh Pemerintah Pendudukan Jepang _______ 40 1. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) __________ 40

2. Organisasi-organisasi Semi-militer _________ 40 3. Organisasi-organisasi Militer __________ 49

C. Pengerahan Romusha oleh Pemerintah Pendudukan Jepang ______ 60

BAB III PERISTIWA-PERISTIWA PENTING MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 69

A. Pendahuluan __________ 69

(11)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter x

D. Aktivitas Golongan Pemuda Menjelang Proklamasi __________ 100 E. Peristiwa Rengasdengklok __________ 102

1. Penyerahan Jepang terhadap Sekutu __________ 102 2. Peristiwa Rengasdengklok __________ 104

BAB IV PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 109

A. Pendahuluan __________ 109

B. Perumusan Teks Proklamasi __________ 109 C. Proklamasi Kemerdekaan __________ 115 D. Sidang-sidang PPKI __________ 120

1. Sidang Pertama PPKI __________ 120 2. Sidang Kedua PPKI __________ 122 3. Sidang Ketiga PPKI __________ 123

E. Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia ________ 124 1. Pengertisn Proklamasi __________ 124

2. Makna Kemerdekaan __________ 127

BAB V PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN __________ 129

A. Pendahuluan __________ 129

B. Perjuangan Merebut Kemerdekaan __________ 131

1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta __________ 131 2. Perebutan Kekuasaan __________ 142

C. Perjuangan Bersenjata __________ 135

1. Menyususn Kekuatan Pertahanan dan Keamanan _________ 135 2. Kedatangan Sekutu dan NICA __________ 138

3. Pertempuran Surabaya __________ 140 4. Pertempuran Ambarawa __________ 144 5. Pertempuran Medan Area __________ 146

BAB VI REVOLUSI SOSIAL __________ 148

A. Pendahuluan __________ 148

(12)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter xi A. Pendahuluan __________ 164

B. Diplomasi sebagai Sarana Penyelesaian Pertikaian__________ 166 1. Perjanjian Hooge Valuwe __________ 166

2. Konferensi Malino __________ 169 3. Persetujuan Linggarjati __________ 170 4. Perjanjian Renville __________ 173

C. Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif __________ 179

BAB VIII PERJUANGAN MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA __________ 181

A. Pendahuluan __________ 181

B. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda I __________ 181 C. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda II __________ 185

1. Peranan PBB dan Kegagalan Usaha Arbitrase __________ 187 2. Persiapan-persiapan dalam Bidang Pertahanan __________ 189 3. Siasat Gerilya __________ 191

BAB IX MENUMPAS PEMBERONTAKAN KOMUNIS _____ 197

A. Pendahuluan __________ 197

B. Munculnya Sayap Kiri dalam Tubuh TNI __________ 198 C. Pemberontakan Komunis 1948 __________ 200

D. Penumpasan Pemberontakan Komunis 1948 __________ 203

BAB X PERJUANGAN MEMPEROLEH PENGAKUAN KEDAULATAN _________ 208

A. Pendahuluan __________ 208

B. Pendekatan pemerintah RI terhadap Negara-negara Federal ______209 C. Perjanjian Roem-Royen __________ 211

D. Menuju Konferensi Meja Bundar __________ 218

E. Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan __________ 221

BAB XI KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN __________ 225

(13)

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter xii

BAB XII PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER __________ 244

A. Pendahuluan __________ 244

B. Pengertian dan Penerapan Pendidikan Karakter __________ 246 C. Esensi Nilai Budaya dan Karakter Bangsa __________ 248

D. Perjuangan Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 253

1. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Kedatangan Bangsa Jepang dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 253

2. Perumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 256

3. Peristiwa Rengasdengklok dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 257

4. Proklamasi Kemerdekaan dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 260

5. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 262

(14)

BAB I

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

A. Pendahuluan

Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, suatu komoditas yang sangat dibutuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang, maka Jepang mulai berpikir untuk menguasai daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak bumi. Dalam rangka menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara, sejak pertengahan tahun 1941 para pemimpin Jepang mulai melihat bahwa Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda harus dihadapi sekaligus.

Jendral Hideki Tojo1

1

(15)

Terkait dengan pertimbangan seperti itu, Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Pada tanggal 7 Desember 1941, nyaris seluruh potensi Angkatan Laut Jepang dikerahkan untuk menyerang secara mendadak pada basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sementara sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, dikerahkan untuk mendukung pergerakan Angkatan Darat dalam melaksanakan Komando Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa.

Pengeboman Pearl Harbour, 7 Desember 19412

Maka, pada pagi hari tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang dalam rangka melaksanakan tugas pengeboman di Pearl Harbour. Pemboman Jepang tersebut berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain,

2

(16)

menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Sementara itu, lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Sehari setelah pengeboman tersebut, yakni pada tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Tidak berlebihan jika Loebis3

menyatakan bahwa Perang Asia Timur Raya dipicu oleh serangan Jepang terhadap Pangkalan Pearl Harbour di Kepulauan Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941.

Terkait dengan invasi Jepang terhadap beberapa negara di kawasan Asia Timur dan Asia Tengara, Library of Congress Country Studies (1992) menjelaskan bahwa invasi Jepang tersebut didorong oleh keinginan untuk menguasai sumber daya alam yang melimpah. Bahwa untuk mendukung mesin perang, Jepang membutuhkan suplai bahan bakar minyak, bijih baja, dan beberapa material lainnya yang harus diimpor dari negara lain. Sebagai misal, untuk memenuhi kebutuhan minyak pelumas, 55 persen di antaranya harus diimpor oleh Jepang dari Amerika. Dengan menguasai Indonesia, Jepang dapat memotong sebanyak 25 persen dari keharusan impor minyak pelumas tersebut.4

Senada dengan uraian di atas, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan penjelasan sebagai berikut:

“From Tokyo’s perspective, the increasingly critical attitude of the “ABCD powers” (America, Britain, China, and the Dutch) toward Japan’s invasion of China reflected their desire to throttle its legitimate aspirations in Asia. German occupation of the Netherlands in May 1940 led to Japan’s demand that the Netherlands Indies governments supply it with fixed quantities of vital natural resources, especially oil. Further demands were made for some from economic and financial integration of the Indies with Japan. Negotiations continued through mid-1941. The indies government, realizing its extremely weak position, played for time. But in summer 1941, it followed the United States in freezing Japanese assets and imposing an embargo on oil and other exports. Because Japan could not continue its China war without these resourches, the military-dominated government in Tokyo gave assent to an “advance south” policy. French Indochina was already effectively under Japanese control.

3

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 22-23.

4

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

(17)

A nonaggression pact with the Soviet Union in April 1941 freed Japan to wage war against the United States and the European colonial powers.”5

Gerakan militer Jepang yang spektakuler mengharuskan Belanda –yang sedang berkuasa di Indonesia—bersiap-siap untuk menghadapi “bahaya kuning”. Dalam pada itu, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer, mengumumkan perang terhadap Jepang. Untuk memperkuat posisinya Belanda terlibat dalam suatu komando gabungan yang disebut dengan ABDACOM (American British Dutch Australian Command).

Markas besar ABDACOM terletak di Lembang (dekat Bandung), dengan Jendral Sir Archibald Wavell sebagai panglimanya. Sementara itu, Letnan Jendral H. Ter Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL).6

Pergerakan pasukan Jepang pada saat Perang Asia Pasifik7

Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat Jepang berhasil merebut daerah Asia Tenggara, seperti: Indochina, Muangthai (Thailand), Birma

5

Ibid.

6

Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto , Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 1.

7

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

(18)

(Myanmar), Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Keberhasilan tentara Jepang tersebut sangat mengejutkan pihak Sekutu, terlebih-lebih setelah jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, pertahanan Sekutu di Asia sangat tergoncang.8 Pertempuran di Laut Jawa antara pasukan Jepang

menghadapi gabungan pasukan Inggris, Belanda, Australia, dan Amerika Serikat tidak dapat dielakkan.9

Akhirnya pertahanan Hindia Belanda, yang merupakan benteng utama Inggris di kawasan Asia Tenggara, dengan mudah dapat ditembus oleh pasukan Jepang.10

Secara kronologis beberapa serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Kronologi serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda di Indonesia11

Waktu Keterangan

Tanggal 11 Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan (Kalimantan Timur). Keesokan harinya, yakni tanggal 12 Januari 1942, pasukan Belanda di daerah itu menyerah.

Tanggal 24 Januari 1942 Kota Balikpapan yang merupakan daerah sumber minyak, berhasil direbut oleh pasukan Jepang.

Tanggal 29 Januari 1942 Jepang menduduki Pontianak.

Tanggal 3 Pebruari 1942 Kota Samarinda berhasil direbut oleh pasukan Jepang dari tangan Belanda. Untuk selanjutnya, tanggal 5 Pebruari 1942, pasukan Jepang juga berhasil menguasai lapangan terbang Samarinda.

Tanggal 10 Pebruari 1942 Kota Banjarmasin dikuasai oleh pasukan Jepang. Tanggal 14 Pebruari 1942 Jepang menurunkan pasukan payung di Palembang.

Dua hari kemudian, yakni tanggal 16 Pebruari 1942, kota Palembang berhasil direbut dari tangan Belanda. Dengan jatuhnya kota Palembang, maka ambisi Jepang untuk menguasai pulau Jawa semakin terbuka. Untuk merebut pulau Jawa, Jepang membentuk Komando Tentara Keenambelas yang dipimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura.

8 A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32.

9

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006).

10

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32.

11

(19)

Tanggal 15 Pebruari 1942 Jepang berhasil merebut Singapura dari tangan Sekutu.

Tanggal 1 Maret 1942 Pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten (Jabar), di Eretan Wetan (Jabar), dan di Kragan (Jawa Tengah). Pada tanggal 1 Maret 1942 itu pula pasukan Jepang yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji berhasil menduduki Subang dan sekaligus merebut lapangan terbang Kalijati.

Tanggal 5 Maret 1942 Pasukan Jepang menguasai pusat kekuasaan Belanda di Batavia, untuk kemudian juga berhasil menduduki Bogor.

Tanggal 7 Maret 1942 Kota Bandung berhasil dikuasai oleh pasukan Jepang.

Operasi kilat yang dilakukan oleh Pasukan Shoji telah menyebabkan kritisnya posisi tentara KNIL (Belanda). Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima KNIL Letnan Jendral Ter Poorten mengeluarkan perintah kepada panglima KNIL wilayah Jawa Barat, Mayor Jendral J.J. Pesman, agar tidak melakukan perlawanan di wilayah Bandung. Letnan Jendral Ter Poorten sependapat dengan Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh, bahwa Bandung perlu dihindarkan dari peperangan karena pada saat itu telah penuh sesak dengan penduduk sipil, wanita, dan anak-anak.12

Dalam keadaan yang kritis seperti itu, pihak Belanda meminta penyerahan lokal atas wilayah Bandung. Tetapi permintaan Belanda tersebut dijawab dengan sebuah ultimatum dari pihak Jepang (dalam hal ini dilakukan oleh Jendral Imamura), yakni: (1) agar Belanda menyerah secara total kepada Jepang, dan (2) agar Gubernur Jendral Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Jika Belanda tidak mengindahkan ultimatum tersebut, maka Jepang akan mengebom kota Bandung dari udara. Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda benar-benar tidak berkutik. Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh beserta para Panglima Tentara Belanda berhadapan dengan Letnan Jendral Imamura mengadakan pertemuan. Hasil pertemuan tersebut adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia

12

(20)

Belanda kepada Jepang. Dengan demikian, wilayah Indonesia beralih kekuasaan, dari penjajahan Belanda kepada pemerintah pendudukan Jepang.13

Kapitulasi tanpa syarat Belanda kepada Jepang14

Keberhasilan Jepang dalam yang spektakuler dalam mengalahkan dan merebut kekuasaan Hindia Belanda sangat menarik untuk dikaji. Sebagaimana yang diketahui, bahwa sejak ratusan tahun yang lalu bangsa Belanda berhasil menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Selama itu pula perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mengusirnya, dan sekaligus perjuangan untuk merebut kemerdekaan, belum nenunjukkan hasil yang memuaskan. Akan tetapi, beberapa saat setelah tentara Jepang datang, pemerintah Hindia Belanda segera bertekuk lutut, menyerah tanpa syarat. Kenyataan seperti ini tentu sangat menarik untuk diskusikan.

B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan Bangsa Jepang

Sejak pecah Perang Asia-Pasifik, terjadi perbincangan hangat di kalangan bangsa Indonesia tentang berbagai kemungkinan yang berhubungan dengan kalah atau menangnya Belanda dalam perang. Pada umumnya kalangan pegawai pemerintah berharap agar Belanda muncul sebagai pemenang karena didorong

13

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. Lihat juga: Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 5.

14

(21)

oleh kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan mereka jika Jepang berkuasa kelak. Sementara itu, sebagian besar kalangan nasionalis justru berharap agar Jepang yang memperoleh kemenangan. Kaum nasionalis berasumsi bahwa dengan terusirnya Belanda oleh Jepang, maka akan mempercepat pencapaian kemerdekaan.

Sikap kaum nasionalis seperti di atas mencerminkan ketidaksukaannya terhadap pemerintah Hindia Belanda karena didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, tuntutan untuk mendapatkan pemerintahan sendiri yang diajukan melalui Volksraad pada bulan Pebruari 1940 ditolak oleh Belanda, bahkan ketika pemimpin Indonesia mengingatkan Belanda akan kandungan

Atlantic Charter dijawab oleh Belanda bahwa Atlantic Charter tidak dapat diterapkan di Indonesia. Kedua, adanya kepercayaan terhadap ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa bangsa kulit putih akan dienyahkan oleh bangsa kulit kuning, yang akan berkuasa selama seumur jagung dan sesudah itu akan muncul zaman keemasan di Indonesia.15

Propaganda billboard celebrating the victories of Japanese troops, including Pearl Harbor in the upper right inset, Jakarta, 1942.16

15

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 24-25.

16

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

(22)

Kenyataan-kenyataan seperti tersebut tentu sangat menguntungkan posisi Jepang karena mendapat dukungan, baik secara moral maupun material. Sebaliknya, kedudukan Belanda semakin terdesak.

Sebelum kedatangan pasukan Jepang sebenarnya Belanda sudah berusaha melakukan antisipasi, di antaranya dengan melakukan mobilisasi para pemuda Indonesia dalam bentuk milisi-milisi. Namun gagasan Belanda tersebut disambut dingin oleh bangsa Indonesia, seperti yang tampak pada perbincangan Kyai Hisyam, Kyai Raden Iskandar, dan William H. Frederick yang berlangsung di Pondok Pesantren Kalijaran berikut ini:

Kami saling menanyakan kabar keselamatan masing-masing dan kabar tentang sahabat-sahabat yang jauh. Suasana jadi amat menyenangkan dalam ikatan persaudaraan yang akrab.

“Jadi besok malam saudara ada di Kertanegara? Aku pun akan datang juga ke sana, insyaAllah,” Kyai Iskandar menyambung

pembicaraan yang terputus karena instruksi Kyai Hisyam kepada khadamnya untuk membuatkan kopi kental untukku.

“Memang, insyaAllah aku besok ke Kertanegara. Aku telah

menghubungi saudara Hadimiharja, ketua Ansor di sana. Aku ingin memberi penjelasan kepada kawan-kawan mengenai maksud pemerintah Hindia Belanda mengadakan mobilisasi di kalangan pemuda-pemuda kita, dan bagaimana sikap kita,” jawabku.

“Aku membaca di koran, bahwa Ratu Wilhelmina kini berada di London, bagaimana ceritanya ini?” tanya Kyai Hisyam sambil

menuangkan air putih panas ke dalam kopi kentalku yang tinggal separuh cangkir. Kebiasaan orang Banyumas kalau minum kopi dituangi air putih yang panas agar kopi menjadi penuh lagi dalam cangkir. Dijogi,

istilahnya.

“Negeri Belanda telah diduduki oleh Jerman. Hitler telah

menunjuk seorang kaki tangannya membentuk pemerintah Belanda yang pro-Nazi. Karena itu ratu Belanda mengungsi ke Inggris dan meneruskan

pemerintahan pelarian Belanda di sana,” jawabku menjelaskan.

“Pemerintah Hindia-Belanda di sini ikut Wilhelmina atau Hitler?” Kyai Iskandar menanyakan kepadaku.

“Tentu ikut Wilhelmina, tetap setia kepada Ratu yang mengungsi

ke London,” jawabku, “tetapi jadi serba susah mereka. Ikut Wilhelmina

telah putus hubungan, sedang Hindia-Belanda diancam oleh Jepang, sekutu Hitler. Orang banyak meramalkan bahwa tak lama lagi Jepang akan memaklumkan perang kepada Hindia-Belanda. Situasi jadi genting

sekali bagi Belanda,” demikian kataku.

“Dalam majalah Berita Nahdlatul Ulama bulan yang lalu aku

(23)

Indonesia berparlemen kepada pemerintah Hindia-Belanda dan

pemerintah Belanda di Den Haag. Bagaimana hasilnya?”

“Lima hari yang lalu aku terima surat dari KHA Wahid Hasyim,

ketua MIAI. Sebagaimana kita tahu, MIAI ini sebuah badan gabungan federasi dari semua partai politik dan organisasi Islam seluruh Indonesia. MIAI telah mengadakan kerja sama dengan GAPPI sebagai gabungan dari partai-partai politik non-Islam dalam aksi menuntut Indonesia berparlemen. Kini telah terbentuk suatu kerja sama antara MIAI dan GAPPI salam suatu kongres rakyat yang diberi nama KORINDO. Kongres Rakyat Indonesia menuntut kepada pemerintah Belanda di Den Haag agar kepada Indonesia diberi hak memerintah sendiri dengan suatu badan perwakilan rakyat yang bernama Parlemen Indonesia. Menurut bunyi surat KHA Wahid Hasyim tadi, jawaban pemerintah Belanda

sangat mengecewakan,” demikian aku menjelaskan. ...

“Beberapa hari yang lalu regent (bupati Hindia-Belanda) mengumpulkan para Kyai. Katanya atas perintah dari atasan, bahwa pemuda-pemuda kita akan diwajibkan menjadi serdadu. Kami para Kyai diam saja tidak memberikan reaksi apa-apa. Anak-anak santri sudah

mulai gelisah. Bagaimana jelasnya dengan persoalan ini?” tanya Kyai

Hisyam.

“Itu betul!” sela Kyai Iskandar, “bahkan saya sudah dihubungi salah seorang pejabat pemerintah menanyakan sikap saya tentang hal itu. Saya cuma katakan, minta waktu, karena saya akan tanyakan kepada

pimpinan atasan saya. Jadi bagaimana sikap kita?” Kyai Iskandar

mendesak.

”Inilah yang musykil,” jawabku, ”pemerintah Hindia-Belanda sudah merasa bahwa pada akhirnya Jepang memaklumkan perang kepada Belanda dan menduduki kepulauan kita Indonesia. Kalau ini terjadi, maka dalam tempo yang singkat saja bala tentara Jepang dengan mudahnya dapat memukul habis seluruh kekuatan perang Hindia-Belanda. Beberapa pemimpin dan orang-orang yang dianggap pro-Jepang

telah ditangkapi.”

”Jadi, untuk itu semua pemuda-pemuda kita mau dijadikan

serdadu?” tanya Kyai Hisyam.

”Itulah soalnya!” jawabku, ”pemuda-pemuda kita mau dipaksa menjadi serdadu, namanya milisi. Padahal mereka belum terlatih benar sebagai tenaga perang, menghadapi tentara Jepang yang sudah

bertahun-tahun bertempur di daratan Tiongkok, Mancuria, dan terus ke selatan.” ”Itu berarti menjadikan anak-anak kita umpan peluru Jepang!” sela Kyai Hisyam.

”Bukan itu saja yang penting,” jawab Kyai Iskandar, ”Jika pemuda-pemuda kita harus berperang, apa tujuan mereka? Berperang untuk siapa dan membela siapa? Bagaimana kalau mati?

(24)

”Begini.” Aku mencari kata untuk menurunkan temperamen Kyai

Iskandar yang sudah mulai semangat. Sementara Kyai Hisyam menyuruh khadamnya membuat lagi kopi yang panas. Kopi tubruk.

”Dalam surat KHA Wahid Hasyim yang baru aku terima, beliau

ceritakan bahwa Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari telah memanggil KHA Wahab Chasbullah, KH Mahfush Shiddiq, KH Bisri Shamsuri, KHA Wahid Hasyim, dan beberapa pimpinan teras Nahdlatul Ulama untuk

membicarakan masalah tersebut bertempat di Tebuireng...”

”Nah, lalu bagaimana?” serentak berbareng kedua Kyai ini seperti tidak sabar menanti akhir ceritaku.

”Telah diputuskan dalam musyawarah tersebut. Kita tidak

membahasnya dari segi politiknya, tetapi semata-mata dari segi hukum agama Islam. Tentang hukum mati dapam suatu peperangan. Orang bisa dihukumi mati syahid apabila mati karena membela agama,

membela harta benda, membela kemerdekaan, membela

kehormatan, dan sebagainya. Sekarang kita nilai. Perang sekarang ini perang antara siapa dengan siapa? Bukankah perang Jepang melawan Belanda dan Hindia Belanda? Kecuali kalau Jepang memaklumkan perang dengan bangsa Indonesia, bahkan Jepang sangat berkepentingan terhadap simpati bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, maka tentunya Jepang hanya akan memaklumkan perang melawan Belanda dan Hindia Belanda,” demikian aku menjelaskan.

”Itu bijaksana sekali ulama-ulama kita!” sela Kyai Hisyam, ”kita

’kan bukan Belanda dan Hindia-Belanda!”

”Kalau begitu, artinya kita menolak secara halus!” Kyai Iskandar menyambung.17

Kyai Hisyam18

17

(25)

Percakapan di atas sekaligus mempertegas, betapa pemerintah Hindia-Belanda telah gagal memperoleh simpati dari rakyat Indonesia, terutama dari masyarakat Islam Indonesia pada saat itu. Kenyataan seperti itu pulalah yang mempercepat kekalahan tentara Hindia Belanda terhadap tentara Jepang.

Setelah memperoleh kemenangan, pemerintah Jepang segera melakukan upaya propaganda untuk menunjukkan bahwa telah muncul era baru, yakni era Asia. Pada saat seperti itulah pemerintah Jepang mendengung-dengungkan semboyan: ”Asia Timur Raya”, ”Kemakmuran Bersama di Asia” dan sebagainya. Dalam hubungan ini, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan catatan sebagai berikut:

Although their motives were largely acquisitive, the Japanese justified their occupation in terms of Japan’s role as, in the world of an a 1942 slogan, “The leader of Asia, the protector of Asia, the light of Asia”. Tokyo’s greater East Asia Co-Porsperity Sphere, encompassing both Northeast and Southeast Asia, with Japan as the focal point, was to be a nonexploitative economic and cultural community of Asians. Given Indonesian resentment of Dutch rule, this approach was appealing and harmonized remarkably well with local legends that a two-century-long non-Javanese rule would be followed by era of peace and prosperity.19

Secara umum bangsa Indonesia meyakini bahwa kedatangan bangsa Jepang akan segera membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Keyakinan serupa itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia menyambut kedatangan tentara Jepang secara antusias seperti yang dilaporkan oleh Kahin sebagai berikut:

When, Japanese arrived, they were generally enthusiastically received. The popular feeling that they came as liberators was reinforced by their immediately allowing the display of the red and white Indonesian national flag and the singing of Indonesia Raya, the national anthem, both of which had been forbidden by the Dutch.20

18 Kyai Hisyam, salah seorang ulama yang menolak gagasan Belanda untuk mobilisasi

para pemuda Indonesia dalam bentuk milisi-milisi guna melawan kedatangan Jepang di Indonesia. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kyai_Haji_Hisyam (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

19

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

20

(26)

Chairul Saleh21

Berdasarkan keyakinan seperti di atas, tokoh-tokoh pemuda seperti

Chairul Saleh menyongsong kedatangan pasukan Jepang di Tangerang. Di Jakarta pemuda nasionalis membentuk Barisan Banteng dan menyelenggarakan pawai rakyat secara besar-besaran, mendatangi Lapangan Gambir sambil melambaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Para pemimpin nasionalis memang mempunyai harapan yang besar tentang kemungkinan terjadinya gerakan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang pemimpin Partai Serikat Islam Indonesia, telah menyusun daftar kabinet yang akan memerintah Indonesia di bawah naungan Jepang, dengan dirinya sendiri sebagai perdana menteri. Tetapi semua itu ditolak oleh Jepang. Bahkan, pada tanggal 20 Maret 1942, pemerintah pendudukan Jepang

21

(27)

mengeluarkan pengumuman bahwa semua organisasi politik, termasuk organisasi mahasiswa, dibubarkan. Semua kegiatan politik dilarang. Bendera Merah Putih tidak boleh dikibarkan. Lagu kebangsaan Indonesia Raya tidak boleh dinyanyikan.22 Tindakan Jepang seperti ini tentu sangat mengecewakan para

pemimpin bangsa Indonesia. Di antara mereka banyak yang merasa tertipu oleh Jepang.

C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang

Dalam membahas kekuatan-kekuatan sosial politik dan perjuangan bangsa di tanah air, seseorang perlu mencermati periode akhir zaman penjajahan Kolonial Belanda di Indonesia. Pada masa itu, pertumbuhan kesadaran diri secara politik untuk sebuah kebebasan dan kemerdekaan dari tangan asing berkembang secara cepat. Hasil politik etis, pengaruh ide-ide pembaruan Islam dari luar, dampak pendidikan barat, serta perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi menjadi pemicu utama tumbuhnya gagasan-gagasan kemerdekaan tersebut.

Itulah zaman masuknya dan diterimanya gagasan-gagasan baru, sementara tradisi-tradisi asli sedang berubah atau mempertahankan diri dengan cara baru, dan penyebaran gaya-gaya pikiran baru yang dirangsang oleh pertumbuhan media massa pribumi.23 Masa ini dikenal dengan masa kebangkitan nasional yang

ditandai dengan berdirinya beberapa perkumpulan dan organisasi yang berorientasi pada sisi budaya, kedaerahan, dan agama.

Perkembangan kekuatan perkumpulan-perkumpulan organisasi itu melahirkan tokoh-tokoh terkemuka yang banyak dikenal oleh masyarakat seperti dr. Tjipto Mangunkusumo, H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Moh. Natsir, K.H. Wahid Hasjim, Semaun, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantoro, E.F.E. Douwes Dekker, Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, dan sebagainya.

22

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 30-31.

23

(28)

H.O.S Tjokro Aminoto24

Di tengah kuatnya geliat kebangkitan nasional, divergensi (pemisahan) politik antar golongan terjadi. Perbedaan pandangan falsafah dan ideologi merupakan penyebab utama para tokoh dan organisasinya terdikotomikan (terbagikan) dalam kelompok-kelompok tertentu.

Pada tahun 1920-an antagonisme politik utama terjadi antara Islam dan Komunisme, dan pada tahun 1930-an polemik berjalan antara Islam dan nasionalisme sekuler.25

Golongan Islam yang berorientasi pada agama memiliki pandangan yang berbeda mengenai dasar falsafah kebangsaan dengan golongan Komunis yang cenderung berisfat Sosialis dan berhaluan Marxis serta golongan Sekuler yang berpendidikan Barat dan banyak dipengaruhi oleh sekularisme Turki.

24

Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Sumber: https://islaminindonesia.com/2014/03/22/ hos-tjokroaminoto-sukarnos-political-mentor-screened-by-garin-nugroho-christine-hakim/

(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

25

(29)

H. Agus Salim26

Di antara ketiganya, golongan Islam dan Sekulerlah yang paling sengit bersaing dalam perkembangan negeri ini. Komunisme yang tumbang karena pemberontakan gagalnya di tahun 1926 dan kemudian hancur sampai akar-akarnya karena sebuah konspirasi tingkat tinggi di tahun 1965, semakin menguatkan posisi golongan Islam dan Sekuler di panggung kekuasaan Indonesia. Pertentangan antar ideologi dasar ini terus menerus menjadi dilema kebangsaan dari zaman ke zaman dan belum terselesaikan sampai kini.

K.H. Wahid Hasyim27

26

(30)

Pada saat peralihan kekuasaan dari penjajah Kolonial Belanda ke Pemerintah Pendudukan Jepang terjadi, perkembangan politik dan perjuangan bangsa Indonesia pun terus bergerak secara dinamis. Di tahun 1942, Invasi Jepang mengakhiri kekuasaan Kerajaan Kolonial Belanda di Indonesia hanya dalam beberapa minggu saja. Pendudukan Jepang atas Sumatera pun membuat Soekarno menjadi bebas dari tahanan Belanda.28

Para tokoh nasionalis Indonesia mendapatkan kebebasannya, setelah di masa Kolonial Belanda mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif dan diawasi secara ketat pergerakannya. Dalam masa kekuasaan Jepang ini, perjuangan bangsa Indonesia (entah itu golongan Islam maupun sekular) semakin gencar.

Selama pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), kelompok Islam lebih dianak-emaskan daripada kelompok nasionalis sekuler. Deliar Noer menguraikan perlakuan istimewa Jepang kepada golongan Nasionalis Islam,

“Untuk pertama kali dalam sejarah modern, pemerintahan di Indonesia memberi tempat yang penting kepada kalangan Islam.”29 Jepang menganggap Islam sebagai

salah satu sarana yang paling efektif dalam mempengaruhi kehidupan bermasyarakat rakyat Indonesia. Islam dianggap berpengaruh pada sisi pandangan dan politik masyarakat terutama di dalam pulau terpadat Indonesia, Van Leur

beralasan, “Bukti-bukti sejarah telah menunjukkan bahwa Islam dan politik telah terjalin satu sama lain selama proses pengislaman di Pulau Jawa.30

Keberpihakan Jepang tersebut mengakibatkan persaingan antara kelompok Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekuler semakin mencolok dan jelas terjadi. Para tokoh Islam dan para tokoh Sekuler secara jelas bertentangan satu sama lain dalam banyak hal, terutama dalam masalah dasar negara atau kebangsaan. Akan tetapi kedua golongan ini menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang

plural atau majemuk dengan keragaman suku, agama, dan budaya. Sebagai

27 K.H. Wahid Hasyim (Sumber:

https://ipulbahri.wordpress.com/2011/06/24/kh-wahid-hasyim/ (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).

28

B. Hering, Soek arno: Architect van een natie/Architect of a nation: 1901 -1970, Amsterdam: KIT Publishers/Leiden: KITLV Press, 2001, h.25.

29

D. Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Penerbit Pustaka Utama Grafiti, 1987, h. 23.

30

(31)

bangsa yang majemuk dibutuhkan sikap akomodatif untuk merangkul semua golongan. Satu golongan dengan golongan yang lain harus saling menghormati serta hidup saling berdampingan (koeksistensi) secara damai. Dengan kata lain, masing-masing golongan, entah itu Nasionalis Islam atau pun Nasionalis Sekuler, bersaing secara sehat. Keduanya tetap menunjukkan sikap toleransi yang tinggi dan tidak memaksakan kehendaknya ataupun ideologi kepada golongan yang lain.

Dua golongan utama dalam pergerakan perjuangan bangsa tersebut sangat menonjol kiprahnya dan selalu berperan aktif memperjuangkan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Kekhasan setiap golongan memang memberi warna tersendiri dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa. Akan tetapi masing-masing golongan berjuang secara intensif dengan tujuan yang sama, yakni kemerdekaan Indonesia.

Pada awal kedatangan bangsa Jepang mendapat sambutan yang hangat dari rakyat Indonesia. Bahkan tokoh-tokoh nasional, seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan pihak Jepang. Dalam hal ini, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan penjelasan sebagai berikut:

Soekarno and Hatta agreed in 1942 to cooperate with Japanese, as this seemed to be the best opportunity to secure independence. The occupiers were particularly impressed by Soekarno’s mass following, and the became increasingly valuable to them as the need to mobilize the population for the war effort grew between 1943 and 1945. His reputation, however, was tarnished by his role in recruiting romusha.31

Tentu sikap kedua tokoh tersebut cukup menarik untuk dikaji mengingat sebelumnya keduanya bersikap non-kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda.32 Mengapa tokoh yang dikenal anti-imperialis dan anti-kolonialis

tersebut bersedia bekerjasama dengan pemerintah penduduan Jepang?

31

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945 -50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

32

(32)

Terdapat beberapa faktor yang mendorong bangsa Indonesia bersikap kooperatif terhadap kedatangan bangsa Jepang antara lain sebagai berikut.

Pertama, kebangkitan bangsa-bangsa timur yang ditandai dengan kemenangan Jepang atas Rusia dalam pertempuran pada tahun 1905, orang Asia menganggap bahwa kemenangan Jepang tersebut sebagai kemenangan bangsa Asia atas bangsa Eropa. Kedua, keyakinan rakyat Indonesia seperti yang diramalkan oleh Joyoboyo bahwa akan datang orang-orang kate yang akan menguasai Indonesia selama umur jagung dan sesudahnya kemerdekaan Indonesia akan tercapai. Ketiga,

munculnya kaum terpelajar di kalangan bangsa Indonesia sehingga memungkinkan untuk memilih siasat yang dianggap efektif guna mencapai kemerdekaan. Keempat, telah terjalinnya hubungan antara tokoh-tokoh nasionalis Indonesia sejak sebelum berlangsungnya Perang Dunia II. Seperti yang diketahui bahwa pada akhir tahun 1933, Gatot Mangkupraja dan Drs. Mohammad Hatta melakukan kunjungan ke Jepang. Kunjungan tersebut memberikan keyakinan kepada Gatot Mangkupraja bahwa Jepang dengan gerakan Pan-Asianya akan mendukung Pergerakan Nasional Indonesia. Kelima, sikap keras kepala pemerintah Hindia Belanda pada detik-detik terakhir kekuasaannya di Indonesia. Sikap keras kepala tersebut di antaranya adalah: ditolaknya Petisi Soetardjo pada tahun 1938 tentang usulan Pemerintahan Sendiri, ditolaknya usulan GAPI tentang Indonesia Berparlemen. Sikap keras kepala seperti ini menegaskan bahwa Belanda sama sekali tidak mendukung terhadap kemerdekaan Indonesia.33

Sementara itu, Jepang juga memperoleh informasi bahwa kaum nasionalis

Indonesia sangat berpengaruh kepada masyarakatnya. Dengan demikian Jepang

sangat tertarik untuk memanfaatkan kaum nasionalis Indonesia untuk mendukung

propaganda Jepang terhadap bangsa Indonesia secara keseluruhan. Itulah

sebabnya pemerintah pendudukan Jepang secara berangsur-angsur membebaskan

para pemimpin bangsa Indonesia, seperti Ir. Soekarno di Padang, Drs. Mohammad

33

A.B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 24-25. Baca juga: M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto,

(33)

Hatta dan Sjahrir di Sukabumi, Iwa Kusumasumantri di Makasar, Chatib

Soelaiman di Kotaraja, dan sebagainya.34

Sutan Syahrir, Soekarno, dan Moeh. Hatta35

Mengenai alasan mengapa Drs. Mohammad Hatta yang bersedia bekerja

sama dengan Jepang –padahal Jepang merupakan negara fasis—Nugroho

Notosusanto menjelaskan bahwa Drs. Mohammad Hatta merasa yakin atas

ketulusan Jepang –seperti yang dikatakan oleh Jendral Harada Yoshikazu—bahwa

Jepang tidak akan menjajah bangsa Indonesia dan Jepang akan memberikan

kemerdekaan kepada bangsa Indonesia di kemudian hari. Sedangkan alasan

mengapa Ir. Soekarno bersedia bekerja sama dengan pemerintah pendudukan

Jepang –seperti yang diceritakan oleh Cindy Adams—bahwa Jepang telah

berkembang sebagai negara imperialisme baru di Asia. Kenyataan ini akan

memunculkan persaingan yang hebat antara sesama negara imperialis, terutama

Amerika dan Inggris, di kawasan Pasifik. Peperangan yang terjadi antara

negara-negara imperialis tersebut tidak akan menyebabkan bangsa Indonesia serta merta

menjadi merdeka, akan tetapi akan melancarkan perjuangan dalam mencapai

kemerdekaan. Kekaguman terhadap kemenangan Jepang dalam perang Asia

34

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31.

35

Sutan Syahrir, Soekarno, dan Moeh. Hatta (Sumber: https://islaminindonesia.com/ 2014/01/11/hanung-bramantyos-soekarno-critized-discrediting-islam-and-twisting-history/

(34)

Pasifik memperteguh pendirian Ir. Soekarno untuk mengambil sikap kooperatif terhadap Jepang.36

Sukarno poses with a "romusha" work gang37

Dalam wawancaranya dengan Ir. Soekarno, Cindy Adams juga berhasil

mengungkap kenyataan tentang adanya kesepakatan antara Ir. Soekarno, Drs.

Mohammad Hatta, dan SJahrir, untuk berjuang melalui dua jalur. Ir. Soekarno dan

Drs. Mohammad Hatta berjuang melalui jalur kooperatif, sedangkan Sjahrir

berjuang melalui jalur non-kooperatif.38

Pernyataan ini dipertegas oleh Sjahrir

dalam bukunya yang berjudul Out of Exile.39 Sehubungan dengan adanya

kesepakatan tentang jalur perjuangan ini Kahin memberikan penjelasan sebagai

berikut:

Shortly after their arrival, the Japanese released Soekarno from his place of detention in Benculen and allowed him to proceed to Java. Here he quickly contacted Hatta and Sjahrir, both of whom had already beem in touch with the underground being organized by Sjarifuddin and Darmawan Mangonekoesoemo. It was mutually decided that the

36 A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si , Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia Press, 1992, h. 36-37.

37

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.

U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

38

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 38.

39

(35)

nationalist stuggle could best be prosecuted at two levels –legally above ground and underground. Soekarno and Hatta were to work above ground through the Japanese, and Sjahrir, while maintaining contact with them, was to organize an underground resistance.40

Kiprah perjuangan seperti itulah yang dijadikan alasan oleh Belanda untuk mengatakan bahwa Soekarno tidak memiliki prinsip, atau Soekarno merupakan seorang kolaborator yang pro Jepang.41

1. Perjuangan Kaum Nasionalis Sekuler

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Chaniago mengartikan nasionalis sebagai orang yang sangat menyintai tanah air kelahirannya.42 Secara

lebih spesifik, sebuah bangsa bisa diartikan sebagai sekelompok manusia yang diam di wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Semakin banyak kesamaan, semakin kuat persatuan dan semangat kebangsaan. Sekuler adalah suatu keadaan yang bersifat duniawi atau kebendaan dan bukan bersifat keagamaan atau kerohanian.43

Dalam pemahamannya, sekuler mengedepankan keterpisahan suatu hal yang bersifat duniawi dari sebuah agama ataupun kepercayaan.

Penggabungan dua kata ini, nasionalis dan sekuler memiliki arti, orang yang mempunyai visi bagi kepentingan bangsanya dengan misi yang lebih ditekankan kepada semangat kebersamaan dengan metoda yang tidak bersifat keagamaan.

Pada bulan Maret 1942, Jepang membentuk Gerakan Tiga A, yang berisi propaganda Jepang pada saat itu, yakni: Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Sebagai bentuk kerjasama dengan kaum nasionalis Indonesia, Jepang mengangkat tokoh-tokoh Parindra, seperti Mr. Sjamsuddin (ketua), dan dibantu oleh K. Sutan Pamuntjak dan Mohammad Saleh.

40

G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell University Press, 1970, h. 104.

41

G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell University Press, 1970, h. 104.

42

Amran Y.S. Chaniago, Kamus Lengk ap Bahasa Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, h. 416.

43

(36)

Tetapi hanya dalam waktu beberapa bulan saja Jepang membubarkan Gerakan Tiga A ini karena Jepang menganggap bahwa organisasi ini tidak efektif untuk mengerahkan rakyat Indonesia.44

Pada Juli 1942, infiltrasi kultural mulai dilancarkan. Seratus orang guru dari Jawa-Madura dididik bahasa Jepang, adat istiadat Jepang, dan semangat Samurai Jepang. Setelah selesai kursus, mereka diharuskan meneruskan ajaran-ajaran yang diterima kepada rakyat di daerah masing-masing.45 Hal tersebut

dilakukan guna menyebar luaskan pengaruh Jepang. Untuk mengembangkan Gerakan Tiga A, Mr. Samsudin terus berusaha mempropogandakan perhimpunan ini ke seluruh Jawa. Sebagai sebuah gerakan yang dibentuk secara resmi, perhimpunan ini berhak membentuk komite-komite, ada yang bernama komite nasional, komite rakyat, dan ada yang bernama lain yang bersifat lokal. Kemudian secara bertahap gerakan yang diciptakan oleh Jepang itu mulai bulan Mei 1942 diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa.

Namun dalam perkembangannya, gerakan ini tidak bertahan lama dan hanya berumur beberapa bulan saja. Komite-komite yang dibentuk secara lokal belum berjalan baik sebab situasi sesungguhnya belum cukup mantap untuk pembentukan sebuah organisasi. Pemerintah Pendudukan Jepang menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak mendapat sambutan baik dari rakyat dan tidak begitu efektif di dalam usahanya untuk menarik simpati bangsa Indonesia karena memang gerakan ini hanya dipimpin oleh para figur lokal yang kurang dikenal rakyat banyak. Di beberapa pulau selain Jawa, seperti Sumatra, Gerakan Tiga A yang mendukung kepentingan Jepang dilarang. Pemerintah Militer Tentara Ke-25 di pulau tersebut membentuk sendiri organisasi-organisasi lokal yang mendukung mereka.

44 Lihat: Library of Congress Country Studies, Indonesia: The National Revolutions,

1945-50, U.S. Library of Congress, 1992, (Tersedia: http://reference. allrefer.com/countruy-quide-study/indonesia, tanggal 4 Mei 2006). Lihat juga: A.B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelak u, dan Sak si, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press , 1992, h. 31-32. Dalam hubungan ini perlu juga dibaca: M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI,

Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 18.

45

(37)

Setelah Gerakan Tiga A dibubarkan pada bulan Desember 1942, Pemerintah Jepang telah mempersiapkan pembentukan sebuah organisasi baru. Pihak Jepang mulai menyadari bahwa apabila mereka hendak memobilisasi rakyat Jawa, mereka harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis sebelum perang.46 Sehingga Jepang beranggapan bahwa organisasi baru ini harus

dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lebih dikenal oleh rakyat. Sikap antifasisme Jepang yang sudah diambil oleh beberapa pemimpin Pergerakan Nasional sebelum Perang Pasifik dimulai, tidak terlalu dipermasalahkan oleh pihak Jepang. Figur-figur seperti Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir, yang dikenal secara jelas menentang Jepang masih bisa leluasa bergerak, walaupun dalam banyak hal tetap diawasi oleh mata-mata Jepang. Pemerintahan Dai Nippon ingin menggunakan tokoh-tokoh Pergerakan Nasional Indonesia ini sebagai media mereka dalam menggerakan dan memobilisasi massa untuk kepentingan Jepang. Dengan bantuan para tokoh nasional ini, Jepang berharap agar rakyat Indonesia turut bersikap simpatik kepada Perang Asia Pasifik dan bersedia secara sukarela membantu mereka dalam melawan pihak Sekutu. Untuk itu, Jepang berusaha membangkitkan perasaan anti-Barat dan antibangsa kulit putih dalam diri masyarakat Indonesia. Propoganda-propoganda yang bersikap diskrimantif dan memojokkan ras kulit putih terus dilancarkan. Sentimen rasial dalam propoganda Jepang ini sangat menonjol dan merupakan hal biasa yang didengarkan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat pada saat itu.

Ir. Soekarno adalah tokoh utama yang amat diharapkan kerja samanya oleh Jepang, ia adalah seorang tokoh nasionalis yang cenderung sekuler dan telah dikenal namanya sejak zaman Hindia Belanda. Namanya dikenal semenjak memimpin sebuah perkumpulan cendekiawan muda di Bandung yang dikenal dengan Studie Club. Perkumpulan ini kemudian berubah menjadi sebuah organisasi politik bernama Partai Nasional Indonesia (PNI), yang juga melambungkan nama Soekarno sebagai pemimpinnya menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat. Melihat segala potensi Soekarno ini, Jepang bergerak cukup

46

(38)

cepat. Dia segera digandeng Jepang untuk mengurus sebuah organisasi bentukan Jepang.

Pada bulan 1 Maret 1943, Jepang membentuk organisasi baru yang dinamakan Poesat Tenaga Rakyat (Poetera). Pimpinan organisasi ini diserahkan kepada Empat Serangkai, yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur. Keempat tokoh tersebut dianggap sebagai wakil dari seluruh aliran Pergerakan Nasional yang ada di Indonesia. Jepang memang sengaja menggunakan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia sehubungan dengan ambisinya untuk memanfaatkan tokoh-tokoh tersebut guna membangkitkan semangat anti-Barat dan anti bangsa kulit-putih.47

Dalam paparannya, Ir. Soekarno mengemukakan bahwa Poetera ini bertujuan untuk membangun dan menghidupkan segala apa yang dirobohkan oleh imperialisme Belanda. Dalam agenda khususnya, Soekarno berharap agar Poetera ini bisa lebih mendekatkan dirinya dengan rakyat, untuk lebih leluasa memberi pemahaman dan pengertian dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Bagi Jepang, pembentukan Poetera dimaksudkan untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perang Jepang menghadapi Sekutu. Untuk itu Jepang menggariskan beberapa kegiatan yang harus dilakukan, di antaranya adalah: (1) memimpin rakyat untuk menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, (2) mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, (3) memperkuat persaudaraan antara Indonesia-Jepang, (4) mengintensifkan pelajaran bahasa Jepang, dan (5) membina masyarakat dan memusatkan potensi untuk kepentingan perang Jepang.48

Selain tugas di bidang penggalangan massa, Poetera juga mempunyai tugas di bidang-bidang lainnya seperti dalam bidang ekonomi pendanaan organisasi dan dalam bidang sosial pembinaan masyarakat. Oleh Jepang, segala potensi yang dimiliki Poetera ini dipusatkan untuk kepentingan perang Jepang.

Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai pemimpin tertinggi Poetera pada bulan April 1943 merupakan rangkaian usaha pengembangan organisasi yang dilakukan

47

M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 19.

48

(39)

oleh pihak Jepang. Agar popularitas Poetera semakin meningkat, Jepang mengangkat Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur sebagai pendamping Soekarno dalam memimpin Poetera. Keempatnya bergerak secara kolektif, berintegrasi satu sama lain dalam mengembangkan organisasi, sehingga kemudian tokoh-tokoh ini dikenal dengan Empat Serangkai. Para pimpinan Poetera ini dianggap sebagai lambang dari segala aliran di dalam Pergerakan Nasional dan karena itulah kemudian Poetera berkembang sangat pesat dan memiliki massa dan simpatisan yang banyak. Dalam memilih dewan penasihat Poetera, Jepang tidak merangkul tokoh pribumi untuk menempatinya, melainkan merekrut beberapa orang Jepang yang pernah tinggal di Indonesia sebelum pecahnya Perang Asia Timur Raya. Mereka adalah S. Miyoshi, bekas konsul Jepang di Jakarta, G. Taniguci pemimpin surat kabar Toindo Nippo, Ichiro Yamasaki, seorang pemimpim bbadan perdagangan, dan Akiyama dari Bank Yokohama.

Pada awal berdirinya, Poetera mendapat sambutan yang baik dari rakyat Indonesia. Beberapa organisasi sosial, seperti Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pegawai Pos Menengah, PTTR (Pegawai Pos, Telegraf, Telepon,

dan Radio), Istri Indonesia, Barisan Benteng, ISI (Ikatan Sport Indonesia), dan

Baperpi (Badan Perantaraan Pelajar-pelajar Indonesia), berturut-turut bergabung dengan Poetera. Di tingkat syu (propinsi) dan daerah, Putera tidak berkembang dengan baik mengingat Poetera harus memungut iuran dari para anggotanya untuk menghidupi dirinya. Namun, dibalik keterbatasan tersebut, para pemimpin Poetera berhasil memanfaatkannya mempersiapkan mental rakyat Indonesia bagi kemerdekaan yang akan datang. Karena Jepang melihat bahwa

Poetera lebih berfungsi untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dari pada membantu usaha perang Jepang, maka Jepang berencana membentuk organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab.49

Walaupun terkesan berkembang dengan pesat pada pentas nasional, nyatanya Poetera tingkat syu (karesidenan) dan daerah yang bertingkat lebih

49

Referensi

Dokumen terkait

Jika dokumen Anda muncul di laman hasil penelusuran, konten tag judul biasanya muncul pada baris pertama ( jika Anda tidak familier dengan bagian hasil penelusuran Google

Dari segi feng shui, banyaknya akses menyebabkan banyaknya jalur untuk aliran chi mengalir masuk karena didukung oleh posisi Mal Paris van Java yang memiliki Burung Hong

Untuk itu, backlink yang diberikan harus menggunakan anchor text sesuai dengan URL blog tersebut yaitu Tutorial Ngeblog, bukan Ide blog, Cara blog, Belajar blog,

awareness terhadap wisata Jendela Alam. Keuntungan merchandise berbayar dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan. 4) Family member card adalah

Sedangkan pada bagian (c) dan (d) adalah gambar histogram berserta letak ambang masing- masing metode. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap visualisasi histogram dan

Bekerja dan bergerak secara translasi (gerak bolak-balik) di dalam silinder. Torak selalu menerima temperatur dan tekanan yang tinggi, bergerak dengan kecepatan

Maka kaitannya dengan itu, sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi, 4 selanjutnya Mahkamah Konstitusi

Kondisi PNS pada masa kemasa seolah menjadi sorotan publik, PNS di jaman Orde Lama merupakan bagian terpenting dalam proses membentuk karakter bangsa terutama