• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUNGAI-SUNGAI BERSEJARAH DI CIREBON

E. Sungai Ciwaringin dan Heroisme Perang Kedongdong Aliran sungai Ciwaringin dulunya berasal dari

1. Perjuangan Ki Bagus Rangin

Perjuangan Ki Bagus Rangin melawan pemerintah Kolonial Belanda, tidak bisa dilepaskan dengan perang-perang sebelumnya. Dari beberapa peristiwa perang-perang yang terjadi di Cirebon, ada benang merah yang dapat menghubungkan antara satu perang dengan perang yang lainnya. Perang yang pertama kali meletus adalah serangan pemerintah Kolonial Belanda yang meluluh lantakan Gua Sunyaragi, sebagaimana diceritakan oleh Wiryana, dalam upaya mempertahankan tempat ini (Sunyaragi) tidak sedikit prajurit Cirebon yang gugur, bahkan Sultan Matangaji pun ikut menjadi korban keganasan senjata pasukan Belanda, beliau gugur pada tahun 1787M.

Menurut sumber lain, seperti naskah Babad Mertasinga, Perlawanan Sultan Matangaji tidak hanya

berakhir di Sunyaragi, namun sang Sultan bersama dengan Pangeran Suryanegara berhasil menyelamatkan diri. Sultan Matangaji pergi ke desa Matangaji untuk menyiapkan perlawanan. Perlawanan Sultan Matangaji dilakukan dengan cara gerilya. Pangeran Suryanegara membalas serangan mendadak Pemerintah Kolonial Belanda di Kampung Kebon Panggung Pasar Balong kota Cirebon pada periode 1786 – 1791. Dengan rombongan kesenian Ketuk Tilu / Tayuban yang dipimpin oleh anak buah Pangeran Suryanegara yang bernama Ki Rabid. Ki Rabid dan anak buahnya menyerang pejabat pemerintah kolonial dan pasukannya ketika mereka sedang mabuk menikmati alkohol dan kecantikan penari tayub.

Strategi yang dijalankan oleh Sultan Muhamad Shofiudin (Matangaji) dan Pangeran Suryanegara hampir memiliki kesamaan. Persamaan tersebut adalah:

a) Perang dilakukan secara gerilya, dengan memanfaatkan penguasaan medan.

b) Menggunakan kesenian ketuk tilu atau tayuban.

c) Strategi kamuflase dan jebakan menjadi adalan untuk menghancurkan musuh.

Ketiga cara tersebut juga dilakukan oleh Ki Bagus Rangin dalam melawan pasukan Kolonial Belanda dan orang-orang pribumi yang pro Kolonial. Pertempuran di Bantarjati, Majalengka juga menggunakan strategi tersebut;

Ki Bagus Rangin memerintahkan anak buahnya untuk membuat lengkungan janur, memasang umbul-umbul merah dan ranting pohon beringin. Setiap lengkung janur dijaga oleh tiga orang prajurit, ada dupuluh lengkung janur yang dipasang sebelum menuju tenda. Setiap jengkal jarak antara satu tenda dengan yang lainnya dijaga lima puluh

122 | Perubahan Eksistensi Sungai dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial

prajurit yang tidak terlihat. Ditenda agung ini pusat kekuatan Ki Bagus Rangin bersembunyi sementara didalam tenda para penari dan penabuh gamelan semuanya adalah prajurit Ki Bagus Rangin sibuk memainkan pertunjukan.

Strategi tersebut diatas oleh Ki Bagus Serit disebut Gelar Buaya Mangap. Sebagaimana disebutkan dalam naskah babad Wiralodra (Dermayu). Ki Bagus Serit berbicara,

“anakku semuanya, sebab itu jangan terburu-buru melawan, yang dibelakang, tunggulah nanti, jam sepuluh waktu gelap, tidak terlihat, kemudian diserang prajurit setelah sampai jam sepuluh, barisan orang-orang kuliyan dan bantarjati, meledak perang pupuh, dikepung buaya menganga”. Gelar Perang Buaya Mangap tersebut cukup efektif dalam menaklukan musuh. Banyak prajurit dari Indramayu yang terbunuh Patih Astrasuta juga menjadi korban keganasan strategi tersebut.

Raden Benggala sebagai Ngabehi Dalem Indramayu yang berkuasa pada sekitar tahun 1800-an meminta bantuan Sultan Sepuh Raja Udaka (1815-1845). Kemudian Sultan Sepuh Raja Udaka meminta bantuan pemerintah Kolonial di Batavia, akhirnya pasukan gabungan pemerintah Kolonial, pasukan dari Kraton Kasepuhan dan pasukan dari Indramayu dapat mengepung pasukan Ki Bagus Rangin.

Pertempuran tidak berimbangpun terjadi begitu sengit.

Pasukan Ki Bagus Rangin banyak yang tewas begitu pula sebaliknya. Ki Bagus Rangin sendiri akhirnya berhasil meloloskan diri dari kepungan pasukan gabungan tersebut.

Ki Bagus Serit juga berhasil meloloskan diri. Namun nasib kurang beruntung dialami oleh Ki Bagus Seja dan Ki Bagus Kandar. Keduanya berhasil ditangkap pasukan Ngabehi

Dalem Indramayu. Kemudian atas perintah pemerintah kolonial kedua tahanan tersebut dibawa ke Batavia.

Pencarian terhadap buronan Ki Bagus Rangin dan pamannya Ki Bagus Serit terus dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan Pemerintah pribumi yang pro terhadap kolonialisme Belanda. Desa Bantarjati, Biawak dan Jatitujuh disisir dan di obrak-abrik pasukan gabungan Kolonial dari Batavia, Cirebon dan Indramayu. Seluruh rumah dan fasilitas umum yang ada di desa itu dibakar habis. Anak-anak dan wanita juga dibawa ke Indramayu untuk dijadikan tahanan. Namun Ki Bagus Rangin dan Ki Bagus Serit tidak ditemukan, ada kabar dari pasukan telik sandi Indramayu bahwa Ki Bagus Rangin ada di Desa Kedongdong (sekarang wilayah kecamatan Susukan). Ki Bagus Rangin dan Ki Bagus Serit diduga sendang menyusun kekuatan di desa Kedongdong tersebut.

Menurut Hardjasaputra, pasukan kolonial melakukan operasi militer di desa-desa yang dianggap menjadi tempat persembunyian musuhnya. pada tanggal 27 Juni 1812 Ki Bagus Rangin tertangkap oleh musuh di Panongan. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin dihukum mati ditepi sungai Cimanuk dekat Karangsembung.176

Sumber-sumber local dari Babad Mertasinga dan Babad Darmayu, Ki Bagus Rangin masih hidup dan menjadi salah satu pahlawan di perang Kedongdong. Berikut ini adalah catatan dari Ki Marsita S. Adhikusuma yang diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat sekitar desa Kedongdong.

Pada pertengan tahun 1817 di Balemangu Kedongdong diadakan perundingan membahas rencana

176 Hardjasaputra, A. Sobana, dkk, . loc. Cit., hal. 8

124 | Perubahan Eksistensi Sungai dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial

pemberontakan melawan pemerintah penjajah Belanda.

Pertemuan itu dihadiri oleh:

a) Ki Bagus Rangin, Mantan Panglima Perang Keraton Kanoman

b) Ki Bagus Serit, Mantan Panglima Perang Keraton Kacirebonan

c) Ki Arsitem, Mantan Senopatih Keraton Kasepuhan d) Ki Kuwu Sarmen, Kuwu desa Kedongdong

e) Ki Kuwu Berong, Kuwu desa Gintung Kidul f) Ki Kuwu Raksa Penanga, Kuwu Desa Wiyong g) Ki Kuwu Ganisem, Kuwu Desa Nambo Tangkil h) Ki Buyut Kinten, Sesepuh desa Kedongdong i) Ki Bela Ngantang, Sesepuh desa Gintung Kidul j) Ki Beber Layar, Sesepuh desa Gintung Kidul k) Ki Buyut Salimudin, Sesepuh desa Wiyong

2. Strategi Perang Yang Digunakan Dalam Pertempuran