• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku Nias masih memeluk kepercayaan suku mereka ketika berada di Padang. Kepercayaan suku mereka adalah molohe adu (penyembahan

kepada roh).52 Bagi masyarakat Nias, adu adalah perantara yang membuat

mereka bisa berhubungan dengan para ilah, roh-roh, dan para leluhur. Adu adalah patung yang berfungsi untuk menunjukkan penghargaan kepada leluhur, menjamin keharmonisan kosmos, alat penyembuhan, dan penangkal bencana. Adu merupakan penghargaan kepada para leluhur untuk menjamin keharmonisan kosmos. Selain itu, adu juga merupakan alat

penyembuhan dan penangkal pelbagai bencana.53 Kepercayaan ini masih

mereka pegang sewaktu tiba di Padang. Hal itu dipaparkan oleh Tawanto yang mengakui bahwa orangtuanya dahulu masih menganut agama suku dan menyembah adu. Penyembahan terhadap adu ini masih dilakukan masyarakat Nias Padang hingga tahun 1965. Kepercayaan ini kemudian dihentikan sejak terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI). Penghentian ini bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat Nias Padang dari tuduhan sebagai komunis dikarenakan tidak memiliki agama. Akhirnya di tahun 1965 itulah masyarakat Nias Padang berbondong-bondong menjadi Kristen dan menjadi warga jemaat gereja suku Nias yaitu Banua Niha Keriso Protestan (BNKP).54

Selain akibat ancaman G30SPKI, masyarakat Nias Padang yang memeluk agama Kristen juga merupakan hasil dari penginjilan yang

52 J. Danandjaja, Ono Niha: Penduduk Pulau Nias, Peninjau III/1-2, (Jakarta: Majalah Lembaga Penelitian dan Studi Dewan-Dewan Gereja di Indonesia, 1976.), 107.

53 Telaumbanua, Salib dan Adu..., 23.

dilakukan oleh badan misi RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) dari Jerman. Perjumpaan orang Nias Padang dengan kekristenan diawali dengan pertemuan mereka dengan misionaris dari Jerman yang bernama Ludwig Ernst Denninger. Denninger yang diutus oleh badan misi RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) untuk menginjil ke Tanah Batak akhirnya bertolak ke Padang dikarenakan istrinya mengalami sakit. Ia tiba di Padang pada 21 November 1881. Sewaktu singgah di Padang ia bertemu dengan orang Nias yang berjumlah sekitar 3000 orang dan merasa perlu untuk melakukan

penginjilan kepada mereka.55 Orang Nias Padang pertama yang menjadi

Kristen bernama Ara. Dia tinggal cukup lama dalam lingkungan keluarga Kristen Belanda. Dia dibaptis oleh Denninger pada tahun 1862 dan diberi

nama Getruida Christina.56 Denninger kemudian meninggalkan Padang dan

bertolak ke Nias pada tahun 1985. Hal ini disebabkan karena ia ingin menginjil langsung ke Nias. Selain itu ternyata kegiatan penginjilan yang dilakukan oleh Denninger kepada orang Nias Padang tidak didukung oleh pastor Katolik maupun pendeta gereja Belanda di Padang. Hal ini disebabkan karena adanya persetujuan antara gereja Reform Belanda dengan gereja Katolik di Padang bahwa Sumatera harus menjadi Protestan sedangkan Nias

harus menjadi Katolik.57

Sepeninggalnya Denninger tidak ada yang meneruskan penyebaran kekristenan kepada orang Nias Padang. Pada tahun 1878 Denninger mengutus

55 Telaumbanua, Salib dan Adu..., 103.

56 Telaumbanua, Salib dan Adu..., 119.

Pendeta J.W. Dornsaft untuk menginjili orang Nias Padang.58 Penginjilan ini kembali dimulai dari nol dikarenakan Ara yang sebelumnya sudah dibaptis

ternyata sudah memeluk agama Katolik.59 Dalam buku Republik Indonesia,

Sumatera Tengah yang diterbitkan oleh Kementerian Penerangan, Bab V bagian XIII tentang “Perkembangan Agama Kristen”, pasal 102 “Nias

Kristen”, tahun 1953, halaman 1091 dijelaskan bahwa:60

“Pengerja yang pertama di kalangan orang Nias di kota Padang bernama Pendeta Dornsaft yang diutus oleh Kongsi Barmen RMG. Dornsaft telah bekerja dengan segenap kecintaan hatinya dan dengan rajin sehingga dicintai Kristen Nias. Di Padang ia telah mendirikan sebuah gereja dari kayu yang sekarang masih berdiri di Jalan Tan Malaka (Jalan Hiligo’o dahulu dan sekarang Jalan Karya). Baptisan pertama dilaksanakan tahun 1907.”

Dari catatan di atas tampak bahwa Pendeta Dornsaft merupakan pendiri gereja Nias di Padang. Gereja itu ada hingga saat ini di lokasi yang sama dan bernama Gereja BNKP Jemaat Padang.

Perkembangan kekristenan di Padang kemudian berlanjut dengan datangnya keluarga Nias Kristen dari pulau Nias pada tahun 1902 yang bernama Kadufa Ndraha bersama kedua orangtuanya, Lö’ösi Ndraha da

Tamböni Ziliwu.61 Tercatat dalam buku stambuk keanggotaan gereja BNKP

bahwa mereka sudah dibaptis pada tahun 1901 di Nias. Selama di Padang Kadufa membantu Pendeta Donrsaft dalam menyebarkan kekristenan kepada orang Nias Padang. Kekristenan semakin berkembang kepada orang Nias Padang disebabkan oleh salah satu faktor yaitu keturunan. Ketika Kadufa

58 Sudiaro Laiya, Sejarah Gereja Ono Niha (Nias) di Padang Sumatera Barat, (Padang:Sukabina Press, 2016), 6.

59 Telaumbanua, Salib dan Adu..., 122.

60 Laiya, Sejarah Gereja..., 6-7.

menikah dengan orang Nias Padang maka ia memiliki sembilan orang anak.62 Hal ini juga terjadi dengan orang-orang Nias Padang yang sudah dibaptis menjadi Kristen. Pada umumnya mereka memiliki banyak keturunan. Anak-anak mereka ini berkembang dan kemudian mendukung perkembangan kekristenan dalam lingkungan Nias Padang. Hal ini mengakibatkan mayoritas orang Nias Padang beragama Kristen. Sehingga tidak heran jikalau orang Minangkabau mendengar identitas “Nias” langsung mengidentikkan dengan “seorang Kristen”.

Dalam penyebaran kekristenan Kadufa mengalami tantangan dari orang Nias Padang itu sendiri. Mereka merasa tidak senang dengan agama baru yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini mengakibatkan terjadinya penghambatan yang dilakukan terhadap Kadufa dan teman-teman. Mereka pernah dihadang dan dipukuli, bahkan rumah Kadufa yang biasa digunakan untuk ibadah setiap minggu pun dibakar sebagai bentuk penolakan dari

orang-orang Nias Padang.63 Selain itu tantangan lain pun datang dari pihak host.

Sebuah peristiwa bersejarah terjadi pada tahun 1947 ketika Belanda hendak menguasai kembali Indonesia dan melakukan agresi pertama. Perlawanan terhadap Belanda terjadi dimana-mana termasuk di Padang. Suku Minangkabau di Padang mencurigai orang Nias Padang sebagai mata-mata dari pihak Belanda dikarenakan mereka beragama Kristen. Peristiwa ini

ditandai dengan isu yang beredar sebagai berikut :64

62 Laiya, Sejarah Gereja..., 9.

63 Laiya, Sejarah Gereja..., 14-15.

Pada Sabtu, 2 Agustus 1947 beredar isu sebagai berikut: Malam ini semua orang Nias harus diusir keluar, kalau tidak maka akan terjadi suatu peristiwa yang sangat berbahaya dan mengerikan.

Peristiwa ini pun memakan banyak korban jiwa dari masyarakat Nias Padang. Tetapi tidak sedikit pula yang selamat bahkan masih hidup sampai sekarang ini. Nehegö Harefa sebagai saksi hidup peristiwa ini menceritakan bahwa kejadian malam itu sangatlah mencekam dan mengerikan. Ayah dan kedua saudara meninggal dalam peristiwa tersebut sedangkan dia dan kedua saudaranya yang lain sempat melarikan diri ke daerah kota Padang. Yuswar Harefa yang juga lahir pada peristiwa itu memaparkan bahwa peristiwa mengerikan itu membuat orang-orang Nias Padang yang awalnya hidup berkelompok menjadi berpencar di seluruh pelosok kota Padang. Mereka mengungsi dan menumpang di rumah-rumah warga kota Padang yang beragama Islam. Ia sendiri pun lahir di rumah seorang Muslim Minangkabau saat peristiwa itu terjadi. Namun, sekalipun peristiwa mengerikan itu terjadi tidak menyurutkan iman mereka sebagai seorang Kristen.

Pasca peristiwa itu terjadi masyarakat Nias Padang yang beragama Kristen pun berpencar mencari perlindungan di pelosok kota Padang. Mereka berusaha mencari pekerjaan baru akibat rumah dan harta benda mereka telah hangus dan ditinggalkan di Pasar Usang. Maka tak heran lokasi pemukiman masyarakat Nias Padang mayoritas berada di daerah perbukitan kota Padang disebabkan mereka membuka lahan dan menjadi petani untuk melanjutkan

kelangsungan hidup mereka.65 Selain itu, mereka tetap melaksanakan ibadah

Minggu mereka di gereja BNKP yang didirikan oleh Dornsaft. Dikarenakan

lokasi gereja jauh dari pemukiman masyarakat Nias Padang dan ketidaksedianya alat transportasi membuat anak-anak Nias Padang Kristen

melakukan kegiatan sekolah minggu di rumah-rumah jemaat.66 Sedangkan

orang-orang dewasa tetap ke gereja dengan berjalan kaki.

Ketika situasi mulai aman, maka sebagian orang Nias Padang Kristen mulai kembali ke tempat asal pemukiman mereka terdahulu. Tahun 1950 orang Nias Padang Kristen mendirikan gedung gereja di daerah Kali Air yang mana tanah pertapakannya merupakan tanah hibah dari Sibarahi Lömbu. Kebaktian Minggu dipimpin oleh orang Nias Padang Kristen itu sendiri yakni Lö’aröu Zebua (Ama Wangatulö Zebua). Namun hal itu tidak berlangsung lama dikarenakan pada tahun 1958 terjadinya pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang membuat orang Nias Padang Kristen di Kali Air menjadi ketakutan dan meninggalkan gedung gereja itu kemudian mengungsi ke daerah Tanjung Basung. Gedung gereja yang di Kali Air pun diambil alih kembali oleh Sibarahi Lömbu yang kemudian ia ganti menjadi bangunan “Suro Sibarahi” lalu berkembang

menjadi “Mesjid Sibarahi” hingga sekarang.67

Sekalipun situasi telah aman, namun beberapa kelompok masyarakat Nias Padang Kristen tidak lagi mau kembali ke daerah pemukiman asal mereka seperti daerah Merantih, Pauh, dan Ketaping akibat ketakutan yang mereka alami meskipun sesungguhnya di daerah tersebut mereka masih memiliki kebun kelapa, ladang, dan sawah yang mereka kelola sebelumnya. Kebun,

66 Tawanto Lawolo, 19 Mei 2018.

ladang dan sawah itupun akhirnya dikuasasi oleh pihak host hingga

sekarang.68

Dalam perkembangannya, gereja BNKP di Padang berkembang menjadi tiga jemaat yakni Jemaat Padang, Jemaat Anugerah Tabing, dan Jemaat Tanjung Basung. Namun, dengan perkembangan perbatasan kota dan kabupaten di Sumatera Barat, maka yang termasuk bagian dalam kota Padang hanyalah Jemaat Padang dan Jemaat Anugerah Tabing sedangkan Jemaat Tanjung Basung termasuk dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Berdasarkan datanya jumlah jemaat Padang yang terdaftar di stambuk sebanyak 3.662 jiwa dan 1.941 jiwa di pos pelayanan yang berlokasi di daerah

Tiku Pariaman sedangkan jemaat Tabing berjumlah sebanyak 330 jiwa.69

Jumlah ini merupakan hasil dari warga jemaat yang sudah mendaftar secara sah sedangkan jika dilihat dari kedatangan jumlah jemaat beribadah melebihi dari jumlah tersebut. Hal ini disebabkan adanya orang-orang Nias pendatang yang bermukim di Padang namun belum melakukan perpindahan administrasi sebagai warga jemaat BNKP Jemaat Padang maupun Jemaat Tabing.

Dalam kehidupan orang Nias Padang Kristen perjumpaan dengan Muslim-Minangkabau menjadi hal yang sangat biasa. Mereka dapat menjadi satu-satunya orang Kristen di sebuah lingkungan yang memiliki mayoritas muslim. Namun hal ini tidak menjadi hambatan bagi orang Nias Padang Kristen dalam menjalani kehidupan mereka. Ketika ingin melaksanakan

68 Laiya, Sejarah Gereja…, 39.

kegiatan perkumpulan orang Nias Padang Kristen ataupun kegiatan penelaah Alkitab (PA). Mereka akan menyesuaikan kegiatan tersebut dengan keadaan lingkungan di sekitar mereka. Ada beberapa lokasi dimana tidak bolehnya terjadi dilakukan kebaktian dengan nyanyian. Maka orang Nias Padang Kristen akan melakukan ibadah tersebut dengan menyanyi tanpa irama melainkan membaca syairnya saja secara bersama-sama.

Dalam peraturan pemerintah daerah yang ada di kota Padang menyatakan bahwa setiap siswa dan siswi yang bersekolah di sekolah negeri wajib menggunakan pakaian berbusana muslim sebagai seragam sekolah. Peraturan ini dipatuhi oleh orang-orang Nias Padang Kristen yang memilih anak mereka bersekolah di sekolah negeri sedangkan orang-orang yang tidak nyaman dengan aturan ini memilih untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta. Selain itu, ketidaktersediaanya guru agama Kristen di sekolah negeri membuat anak-anak Nias Padang Kristen harus menempuh pendidikan agama Kristen di gereja. Gereja menyediakan tenaga pengajar untuk mengakomodasi kebutuhan warga jemaatnya. Mereka pun melakukan kerjasama dengan Dirjen BIMAS Kristen untuk dapat mengeluarkan blanko format nilai mata pelajaran agama yang dilegalkan di sekolah. Menurut Nove Maruao sebagai Penanggungjawab bidang Pendidikan di Jemaat Padang mengatakan jumlah siswa yang mengikuti mata pelajaran agama di gereja kurang lebih 600 orang. Ini di luar anak-anak yang bersekolah di sekolah

swasta.70

Dalam berbagai kegiatan orang Nias Padang Kristen sangat berhati-hati dalam menggunakan babi sebagai bahan baku makanan dalam acara. Mereka sangat memikirkan orang-orang Muslim yang ada di sekitar mereka. Maka tak jarang bahan baku yang digunakan dalam masakan adalah ikan dan ayam meskipun seluruh peserta kegiatan itu adalah orang Nias Padang Kristen.

Dalam perjumpaannya dengan muslim Minangkabau terdapat berbagai tantangan. Tantangan tersebut masih terjadi hingga saat ini meskipun tidak tampak dari luar. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan dengan salah seorang suku Minangkabau mengatakan:

“Sebenarnya antara suku Nias dan suku Minangkabau di Padang ini masih memiliki masalah internal. Masalah internal ini terkait dengan ketidaksenangan dan kecurigaan suku Minangkabau dengan suku Nias. Namun hal ini tidak muncul di publik. Hal ini muncul sejak tahun 1960an. Suku Minangkabau was-was kalau suku Nias menyebarkan agama Kristennya di ranah Minang ini. Padahal dahulunya suku Minangkabau dan suku Nias tidak memiliki masalah. Saya masih ingat kalau dulu orang-orang Nias banyak yang tinggal di rumah gadang kami dan berhubungan baik dengan keluarga saya.

Bahkan mereka sudah dianggap sebagai saudara.”71

Kecurigaan tentang penyebaran agama Kristen ini muncul akibat pada tahun 1950an terjadi gerakan kristenisasi dimana para pemuda diajak dan dibujuk untuk memeluk agama Kristen. Sebenarnya hal ini dilakukan sendiri oleh pemuda Minangkabau yang sudah menjadi Kristen ketika merantau ke

Singapura.72 Hal ini memicu kecurigaan suku Minangkabau terhadap suku

Nias karena jumlah penduduk yang mayoritas beragama Kristen berasal dari

71 NN, Padang, 25 Mei 2018 .

72K. Ilahi dan Rabain, J., 2018. DARI ISLAM KE KRISTEN Konversi Agama pada Masyarakat Suku Minangkabau. Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 8(2), pp.201-227.

suku Nias. Padahal suku Nias tidak pernah melakukan penyebaran kristenisasi di Padang.

Selain masalah kecurigaan akan adanya penyebaran kekristenan, hal yang menjadi tantangan dalam perjumpaan Nias Padang Kristen dengan muslim Minangkabau adalah luka di masa lampau. Salah seorang tokoh adat Nias Padang mengatakan :

“Di masa lampau seringkali terjadi perang antara suku Nias dan suku Minangkabau. Suku Nias yang juga memiliki ilmu hitam tidak jarang berperang. Hal ini sebenarnya terjadi akibat adu domba dari bangsa Belanda. Peperangan ini menimbulkan kecurigaan dan kebencian di

antara satu sama lain.”73

Tantangan lainnya juga akibat munculnya sebuah rumor yang mengatakan bahwa penduduk asli kota Padang adalah suku Nias. Hal ini

dianggap penghinaan bagi suku Minangkabau.74 Padahal menurut Anotona

Gulo sebagai sejarawan sekaligus orang Nias Padang mengatakan:

“Tidaklah tepat mengklaim bahwa orang Nias adalah penduduk asli kota Padang. Kemungkinan munculnya rumor ini akibat dahulunya kota Padang adalah hutan belantara yang kemudian dibuka oleh orang-orang Nias yang dipekerjakan. Hal yang masuk akal adalah orang-orang Nias

memang yang membuka kota Padang tetapi bukan penduduk aslinya.”75

Dengan banyaknya rumor dan kesalahpahaman yang terjadi di antara orang Nias Padang dan Minangkabau membuat kehidupan kekristenan mereka banyak mengalami tantangan. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat orang Nias Padang Kristen dalam memelihara iman kekristenan mereka di tengah-tengah mayoritas muslim.

73 Tawanto Lawolo, 19 Mei 2018.

74 W.Fitri,2013. MINANG-NON ISLAM. EDITOR Muhammad Rais, p.31.

3.6. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas tampak bahwa banyak usaha yang dilakukan

oleh orang-orang Nias Padang Kristen dalam menjalani kehidupannya sebagai pendatang di kota Padang. Perjumpaan dengan Muslim-Minangkabau menghasilkan hal-hal baru yang tidak ditemui dalam tradisi Nias asli. Mereka tidak takut untuk menembus tembok batasan dari tradisi asal mereka demi diterima dan dapat bertahan hidup. Namun dalam keseharian hidup mereka masihlah mereka menggunakan identitas Nias Padang Kristen sebagai penanda keberadaan mereka sebagai saudara di mata orang Muslim-Minangkabau.

Dokumen terkait