• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKARA PERMOHONAN ORANG TUA SEBAGAI WALI TERHADAP ANAK KANDUNG

A. Perkara Putusan Pengadilan Agama Depok No 22/pdt.P/2010/PA.Dpk

1. Duduk Perkara

Pemohon telah mengajukan permohonan pada tanggal 03 Maret 2010 terdapat di kepaniteraan Pengadilan Agama Depok No.22/Pdt.P/2010. PA.Dpk. telah mengajukan hal-hal dengan perubahan serta tambahan olehnya sendiri di muka sidang.

Pemohon I dengan Pemohon II telah menikah pada tanggal 04 Maret 1990 yang dicatat di Kantor Urusan Agama. Setelah pernikahan tersebut Pemohon I dan Pemohon II bertempat tinggal di rumah tempat kediaman rumah bersama Pemohon I dan Pemohon II dan telah dikaruniai 2 orang anak, dua orang anak laki-laki, masing-masing 17 dan 10 tahun.

Bahwa terdapat kepemilikan atas sebidang tanah seluas 279 M2 yang terletak di kota Depok, Provinsi Jawa Barat berdasarkan Sertifikat Hak Milik, tercatat atas nama Pemohon II dan kedua anak Pemohon I dan Pemohon II

Pemohon I dan Pemohon II bermaksud akan mengajukan permohonan kredit ke Bank demi keperluan rumah tangga Pemohon I dan Pemohon II. Namun terdapat

56   

57   

permasalahan atau kendala karena kedua anak Pemohon I dan Pemohon II masih dibawah umur.

Selama dalam pemeliharaan atau pengasuhan pemohon I dan Pemohon II, anak tersebut hidup sejahtera lahir dan batin dan tidak ada pihak lain, baik para keluarga dari kedua belah pihak serta pihak ketiga yang mengganggu gugat pemeliharaan dan pengasuhan anak tersebut.

Berdasarkan pada alasan dan dalil di atas, Pemohon I dan Pemohon II memohon agar ketua Pengadilan Agama Depok segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang amarnya adalah mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon II, menetapkan Pemohon I dan Pemohon II adalah Wali dari kedua anaknya, mengizinkan para pemohon untuk mengagunkan sebidang tanah seluas 279 M2 yang terdapat di Kota Depok berdasarkan Sertifikat Hak Milik, tercatat atas nama Pemohon II dan kedua anak Pemohon I dan Pemohon II, membebankan seluruh biaya menurut hukum atau menjatuhkan penetapan lain yang seadil-adilnya.

2. Pemeriksaan Dalam Persidangan

Pada hari persidangan, Pemohon telah hadir dan menghadap sendiri di muka Pengadilan, serta untuk meneguhkan dalil-dalilnya, para Pemohon di muka sidang telah mengajukan bukti surat-surat, diantaranya fotokopi KTP kedua Pemohon dan bermaterai cukup, fotokopi dari Buku Kutipan Akta Kelahiran atas nama kedua anak

Pemohon, fotokopi dari Kartu Keluarga Pemohon, fotokopi dari Sertifikat (Tanda Bukti Hak) atas nama Pemohon II dan kedua anak Pemohon I dan Pemohon II yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, bermaterai cukup.

Selain bukti surat-surat di atas, Pemohon juga telah mengajukan bukti saksi-saksi, yaitu dua orang saksi-saksi, pertama adalah keponakan Pemohon I dan dalam kesaksiaannya saksi mengakui pernikahan para Pemohon, Pemohon dikaruniai 2 orang anak, para Pemohon hidup rukun, dan mengetahui bahwa para Pemohon mengajukan perwalian anak ini tujuannya adalah untuk memenuhi persyaratn agunan ke Bank, dengan agunannya berupa tanah yang mana tanah tersebut atas nama Pemohon II dan anak-anaknya, bahwa kehendak para Pemohon mangagunkan tanah tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anaknya, saksi tahu posisi tanah tersebut berada di wilayah Kota Depok dan saksi tidak tahu mengenai asal-usul tanah tersebut. Adapun saksi kedua adalah teman dari Pemohon I dan dalam kesaksiaanya saksi mengenal Pemohon I sejak 1 tahun 6 bulan yang lalu, bahwa saksi tahu para Pemohon adalah suami istri yang sah dan telah dikaruniai 2 orang anak , masing masing 17 dan 10 tahun, bahwa saksi tahu para Pemohon hidup berumah tangga dan himgga kini masih rukun, bahwa setahu saksi para Pemohon mengajukan perwalian anak ini tujuannya adalah untuk memenuhi persyaratan agunan ke Bank dengan agunannya berupa tanah yang mana tanah tersebut atas nama Pemohon II dan anak-anaknya, bahwa saksi tahu posisi tanah tersebut berada di daerah Depok, dan saksi tidak tahu mengenai asal-usuk tanah tersebut.

59   

Para Pemohon membenarkan seluruh keterangan saksi-saksi tersebut di atas, dan para Pemohon menyampaikan kesimpulan di muka sidang, telah merasa cukup dangan bukti-bukti yang disampaikan dan mohon penetapan pengadilan.

Majlis hakim menimbang bahwa pemeriksaan perkara ini dipandang cukup dan dapat diputuskan serta mengenai lengkapnya pemeriksaan di muka sidang, semuanya telah dicatat dalam Berita Acara Persidangan Perkara yang tidak terpisahkan dari putusan ini.

3. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Majelis hakim menimbang, bahwa maksud dan tujuan para pemohon adalah sebagaimana terurai di atas dan untuk menegukan dalil-dalinya para pemohon di muka sidang telah mengajukan bukti-bukti sebagaimana terurai diatas serta menimbang bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh para Pemohon di muka sidang telah memberikan keterangan di bawah sumpah, kesemuanya mendukung dalil-dalil Pemohon yang disimpulakan majelis terbukti sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon I telah menikah dengan Pemohon II (bukti P.2), dan dari

hasil perkawinannya itu telah dikaruiai 2 (dua) orang anak (bukti P3.a, P.3b dan P.4)

2. Bahwa anak-anak para Pemohon si fulan, laki-laki sekarang berumur 17 tahun dan fulan, laki-laki, sekarang berumur 10 tahun (bukti P.3.a dan P.3.b).

3. Bahwa Pemohon II dan anak-anak Pemohon mempunyai sebidang tanah seluas 279 M2 terletak di daerah Depok (bukti P.5)

4. Bahwa para Pemohon berkehendak mengajukan kredit ke Bank demi

keperluan rumah tangga para Pemohon yang juga demi kepentingan anak-anak mereka, dengan mengagunkan sebidang tanah tersebut.

Menimbang , bahwa karena terbukti bahwa para Pemohon adalah suami istri yang sah dan telah dikaruniai 2 oranh anak yang tetap dipelihara oleh para Pemohon sebagai orang tuanya, dengan demikian secara hukum barada di bawah kekuasaan orang tuanya.

Menimbang bahwa ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun (18) atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya, dan orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan.

Menimbang, bahwa karena kedua anak-anak tersebut bersama dengan Pemohon II disebutkan turut serta memiliki harta berupa sebidang tanah seluas 279 M2 (dua ratus sembilan meter persegi) yang terletak di Depok, sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 48 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 “Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang

61   

dimiliki anaknya yang berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya”. Pasal 106 Kompilasi Hukum Islam ayat (1) “Orang tua berkewajiban merwaat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampuan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi” dan dalam ayat (2) “Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1)’. Demikian pula ketentuan Pasal 309 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Berdasarkan pernyataan para Pemohon dan keterangan saksi-saksi di muka sidang, majelis meyakini bahwa para Pemohon berkehendak mengajukan kredit ke Bank dengan mengagunkan tanah milik Pemohon II dan anaknya tersebut di atas demi kepentingan rumah tangga dan pendidikan anak-anak itu sendiri yang tidak dapat dihindari lagi.

Menimbang, bahwa disamping itu, sebagai orang tua yang berkewajiban untuk mengurus dan memelihara serta membiayai kehidupan anak-anak yang belum dewasa. Mempunyai hak untuk bertindak terhadap harta benda anak tersebut dan menikmatinya sesuai ketentuan Pasal 312 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, terkecuali kekuasaannya sebagai orang tua dicabut.

Menimbang, bahwa terbukti bahwa para Pemohon adalah ayah dan ibu kandung dari kedua orang anak tersebut yang berfiiran sehat, berkelakuan baik dan bertanggung jawab.

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal terurai di atas, Majelis tidak dapat mengabulkan permohonan para Pemohon pada petitum angka 2 (dua) agar mereka ditunjuk wali dari anak-anak hasil perkawinan mereka tersebut mengingat anak-anak tersebut berada dibawah kekuasaan mereka sendiri sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 107 Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menimbang, bahwa akan tetapi Majelis akan lebih menegaskan mereka sebagai orang tua yang berhak untuk melakukan tindakan hukum mewakili anak-anaknya yang belum dewasa terhadap diri dan harta bendanya baik di dalam maupun diluar pengadilan karena itu Majelis akan mengabulkan permohonan para Pemohon dengan menjatuhkan penetapan sebagaimana termuat dalam poin 3 (tiga) amar penetapan perkara ini.

4. Penetapan Putusan Perkara

Dalam putusannya, Majelis hakim menetapkakan beberapa perkara:

63   

2. Menyatakan, para Pemohon sebagai orang tua dari kedua anaknya yang

berwenang untuk melakukan tindakan hukum terhadap diri anak-anak tersebut dan harta bendanya.

3. Mengizinkan para Pemohon untuk mengagunkan sebidang tanah seluas 279

M2 yang terletak di Depok, berdasarkan Sertifikat Hak Milik yang tercatat atas nama Pemohon II dan kedua anak Pemohon I dan Pemohon II.

4. Menolak permohonan para Pemohon selebihnya.

5. Membebankan kepada Pemohon I dan Pemohon II untuk membayar perkara

ini.

B. Perkara Putusan Perkara Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0046/Pdt.P/2009/PA.JP.

1. Duduk Perkara

Pemohon telah mengajukan perkaranya sebagaimana diuraikan dalam surat permohonannya tertanggal 06 Oktober 2009 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada tanggal yang sama dengan register Perkara Nomor : 0046/Pdt.P/2009/PA.JP. mengemukakan dalil-dalilnya sebagai berikut:

1. Bahwa pada tanggal 06 Juli 1993, Pemohon dengan saudara fulan telah

melangsungkan perkawinan menurut agama Islam di San Francisco California (USA), selanjutnya dari perkawinan tersebut telah didaftarkan sesuai dengan

Merriege Certificate dari Masjid Altwaheed tertanggal 01 September 1999 Nomor: 02

2. Bahwa dari perkawinan tersebut telah dukaruniai 2 (dua) orang anak yang

masih dibawah umur atau belum dewasa, yaitu satu anak laki-laki lahir 21 Agustus 1994 dan satu anak perempuan lahir pada tanggal 06 November 1998.

3. Bahwa dalam perjalanan membina rumah tangga, Pemohon dan suaminya

tidak dapat mempertahankan perkawinannya dan akhirnya pada tanggal 27 November 2001 telah resmi bercerai sesuai dengan Penetapan Pengadilan Agama bekasi.

4. Bahwa perceraian antara Pemohon dengan suaminya telah dicatatkan dalam

daftar perceraian.

5. Setelah bercerai, kedua anak yang masih di bawah umur ikut tinggal bersama dengan Pemohon sebagai Ibu, karena kedua anak tersebut mempunyai ikatan batin yang lebih kuat kepada Pemohon dibanding kepada suaminya selaku ayah kandung.

6. Bahwa sebelum diajukan permohonan perceraian di Pengadilan Agama

Bekasi, Pemohon dengan suaminya telah membuat kesepakatan di hadapan Notaris di Jakarta yang dituangkan ke dalam dua akta, yaitu:

a. Akta Pengakuan tanggal 12 Januari 2001

65   

Isi dari kedua akta tersebut pada pokoknya mengatur kesepakatan bilamana terjadi perceraian, maka pihak suami akan memberikan hak asuh kepada anak kepada Pemohon sebagai ibu kandung sebagai wali dari kedua anak tersebut.

7. Berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam akta vide, maka pada saat pemeriksaan perkara perceraian di Pengadilan Agama Bekasi, dengan alasan untuk mempercepat proses perceraian, Pemohon sengaja hadir dalam persidangan dan tidak mengajukan permohonan Perwalian dan Hak Asuh terhadap kedua anak, karena pada saat itu Pemohon beranggapan kedua akta tersebut sudah cukup untuk memberikan legalitas hukum bagi pemohon sebagai wali dari anak-anak, sehingga dalam putusan/penetapan Pengadilan Agama Bekasi, perceraian diputus dengan verstek dan tidak ada amar putusan yang menyebutkan mengenai penetapan perwalian anak.

8. Bahwa, seiring dengan jalannya waktu dan makin banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh kedua anak tersebut, ternyata penetapan perwalian dan hak asuh kedua anak dari Pengadilan sangat dibutuhkan, sebab bukti kesepakatan antara Pemohon dengan mantan suaminya secara yuridis belumlah cukup. Pengakatan wali dan hak asuh anak baru mempunyai lagalitas hukum yang kuat, bilaman ada penetapan dari pengadilan.

9. Bahwa, berdasarkan Pasal 98 ayat (2) Jo. Pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 156 huruf a Kompilasi Hukuk Islam (KHI), orang tua akan menjadi

wali bagi kepentingan anak yang belum dewasa (21 tahun) yaitu mengenai segala perbuatan hukum di dalam maupun luar pengadilan, dalam hal karena hubungan perkawinan orang tua si anak sudah putus karena perceraian, maka secara yuridis hak perwalian dan asuh anak akan diberikan kepada ibu kandung si anak.

10. Berdasarkan alasan dan pertimbangan tersebut diatas, maka Pemohon selaku ibu kandung dari kedua anakyang belum dewasa, mengajukan permohonan penetapan perwalian dan hak asuh terhadap kedua anak tersebut kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat, dengan tujuan agar Pemohon memiliki Legalitas hukum yang kuat sebagai wali dan hak asuh (pemeliharaan) kedua anak tersebut. Wali adalah untuk mewakili segala perbuatan hukum atau kepentingan hukum kedua anak tersebut sampai anak tersebut dewasa secara hukum, antara lain untuk pengurusan paspor, untuk perjalanan ke luar negeri, untuk mengurus pendidikan dan perbuatan hukum anak lainnya yang memerlukan peranan seorang wali sampai kedua anak tersebut dapat melakukan perbuatan hukum sendiri atau dewasa hukum. Sedangkan hak asuh anak adalah hak untuk mengasuh, memelihara dan mendidik dengan nilai-nilai yang benar samapai kedua anak tersebut dewasa.

11. Dalam petitum, Pemohon mengajukan mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya, menetapkan Pemohon menjadi wali bagi kedua anak kandungnya

67   

yang belum dewasa, menetapkan hak asuh terhadap kedua anak kandungnya, menetapkan biaya permohonan ini dibebankan kepada Pemohon.

2. Pemeriksaan Dalam Persidangan

Pada hari persidangan, Pemohon datang dengan kuasa hukumnya, kemudin ketua Majelis memberikan nasehat sehubungan dengan permohonannya tersebut, lalu dibacakanlah permohonan Pemohon, yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon.

Pemohon telah mengajukan bukti-bukti berupa Certificate Of Live California and Country Of San Francisco, Surat Kenal Lahir, Salinan Putusan Pengadilan Agama Bekasi, Akta Cerai, 2 buah Akta Pengakuan dan Persetujuan.

Pemohon mengajukan 2 (dua) orang saksi, keduanya adalah keponakan Pemohon yang inti dalam kesaksiannya adalah, kenal kepada Pemohon, mengetahui pernikahan dan perceraian Pemohon, kedua anak tersebut di asuh ibunya, dan mengetahui permohonan tersebut untuk keperluan sekolah anaknya di luar negeri (USA)

3. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Majelis hakim menimbang bahwa oleh karena permohonan terdiri dari dua pokok parkara yakni tentang perwalian dan pengasuhan anak (hadlanoah), maka Majelis harus terlebih dahulu mempertimbangkan tentang Komulasi antara kedua perkara tersebut yang ternyata setelah diteliti mempunyai hubungan yang erat dan terdapat hubungan hukum, baik subjek maupun objeknya, maka pada dasarnya kedua

jenis perkara ini dapat digabungkan, namun oleh karena perkara hadlonah harus diajukan secara Volunter, maka menurut Majelis kedua perkara tersebut tidak dapat dikomulasikan dan oleh karena itu Majelis hanya akan mempertimbangkan perkara perwalian saja, sedangkan untuk perkara hadlonah harus dinyatakan tidak dapat diterima

Majelis hakim menimbang bahwa berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sesungguhnya orang tua dengan sendirinya atau secara otomatis menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Jadi orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga. Namun ternyata berdasarkan kebiasaan yang berlaku di dunia Internasional mencukupkan dengan otomatisasi di atas tidak cukup. Sehingga untuk pengurusan kepentingan anak, baik dalam pendidikan, pengurusan paspor dan administrasi kewarnegaraan lainnya, kepada Pemohon selalu dituntut untuk menunjukkan perwalian tersebut dengan Putusan Pengadilan. Oleh karena itu Majelis berpendapat, bahwa dalam rangka memberi kepastian hukum demi kepentingan kehidupan kedua anak-anak tersebut di San Francisco, maka Permohonan Pemohon dapat dipertimbangkan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan Pemohon dalam hal hadlonah dinyatakan tidak dapat diterima dan oleh karena permohonan ini diajukan oleh pemohon secara volunteir, maka kepada Pemohon dibebani biaya perkara. Mengingat

69   

dan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan Syariat Islam yang berlaku yang berkaitan dengan perkara ini.

4. Penetapan Putusan Perkara

Majelis hakim dalam amar putusannya menetapkan mengabulkan permohonan Pemohon sebagian, menetapkan Pemohon sebagai wali bagi kedua anaknya, menyatakan permohonan Pemohon yang selebihnya tidak dapat diterima.

B. Analisis Penulis

Melihat permasalahan dalam perkara Pengadilan Agama Depok dan perkara Pengadilan Agama di atas, ada beberapa hal yang menarik perhatian untuk penulis pelajari yaitu subjek atau orang yang berperkara, alasan permohonan serta pertimbangan majelis hakim. Hal tersebut penulis pelajari dengan menggunakan pendekatan ushuliyah dan perundang-undangan di Indonesia.

1. Analisis dengan pendekatan Ushuliyah

Subjek atau orang yang berperkara, yaitu pemohon atau termohon dalam perkara Pengadilan Agama Depok adalah dua orang, yaitu suami istri atau ayah dan ibu terhadap anak yang dimohonkan perwaliaannya. Sedangkan dalam perkara Pengadilan Agama Jakarta Pusat adalah satu orang, yaitu istri atau ibu dari anak yang dimohonkan perwaliannya. Dalam khazanah fikih pihak yang berhak dan wajib

hukum adalah seseorang atau lembaga yang di delegasikan oleh syara’ atau hakim, yaitu ayah atau kake sebagai orang tua mereka, dalam kata lain ayah atau keke adalah pihak yang diwakilkan oleh syara’ secara paksa tanpa mempertimbangkan keridhaannya dengan catatan ayah tersebut cakap secara hukum. Adapun mengenai gender (jenis kelamin), menurut fikih empat madzhab kecuali Abu Hanifah, mereka sepakat bahwa hak perwalian hanya diperuntukkan bagi laki-laki kecuali jika ada wasiat dari ayah atau qadhi. Jadi menurut penulis pemohon dalam perkara Pengadilan Agama Depok adalah orang yang berhak dan berkewajiaban untuk mewakilkan anaknya. Sedangkan pemohon dalam perkara Pengadilan Agama Jakarta Pusat adalah orang yang berhak menjadi wali (Wilayah Ikhtiyariyah), dikarenakan ibu tersebut diberi wasiat melalui notaris serta diangkat oleh qadhi atau hakim untuk menjadi wali.

Adapun alasan permohonan perkara tersebut dalam perkara Pengadilan Agama Depok mengajukan permohonan mereka untuk ditetapkan menjadi wali bagi bagi kedua anaknya yang belum cakap hukum untuk mengurus persyaratan agun sebidang tanah dalam mengajukan kredit Bank untuk keperluan pendidikan anak, yang mana sebidang tanah tersebut atas nama Pemohon II (ibu dari anak-anak) dan kedua anak mereka yang belum dewasa menurut hukum. Sedangkan dalam perkara Pengadilan Agama Jakarta Pusat adalah untuk mengurus persyaratan pendidikan. Dalam kajian fikih permohonan penetapan orang tua sebagai wali bagi anak mereka pada dasarnya adalah perkara yang tidak membutuhkan hukum hakim (pengadilan),

71   

karena hal tersebut menurut Atharablusi, adalah perkara yang sudah jelas dan disepakati oleh ulama, seperti akan halnya kewajiban shalat, thaharah dan lain sebagainya, namun jika dicermati perkara di atas bukanlah murni untuk menjadi wali si anak, tetapi mereka mengajukan perkara tersebut untuk mengagunkan tanah atas nama kedua anak mereka serta untuk kepentingan pendidikan anak, maka hal tersebut adalah dalam ranah kepentingan hukum yang lain dan membutuhkan kepada penetapan perwalian, sebagaiman dalam kaidah fikhiyyah :

ٌ ﺟاو ﻮﻬﻓ ﻪ ﺎﻟإ ﺟاﻮْﻟا ﺘﻳ ﺎﻟ ﺎ

1

Sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka hal tersebut adalah wajib

Dari kaidah diatas, dapat dipahami bahwa permohonan dalam perwalian adalah sesuatu yang harus ada dalam menyempurnakan kewajiaban persyaratan pengagunan tanah, dan dengan tidak adanya, maka tidak dapat terpenuhi kewajiban tersebut, dengan demikian perkara Pengadilan Agama Depok yang menolak penetapan di atas adalah kurang tepat, akan tetapi tidak berarti putusan tersebut menyalahi fikih, karena seperti diketahui, bahwa undang-undang yang berlaku merupakan unifikasi fikih yang mempunyai kekuatan legalitas. Adapun perkara Pengadilan Jakarta Pusat, yaitu permohonan ibu untuk menjadi wali bagi kedua anak mereka yang belum dewasa hukum dimana pemohon menikah di USA kemudian cerai dengan suaminya dengan mengadakan perjanjian di depan notaris bahwa setelah

       1

Badruddin Muhammad Bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Bahru al-Muhith Fi Ushul al-Fikh, Juz I (Beirut: Dar Kutub al-Islamiyah, 2000), h.192.

perceraian, hak hadhanah dan perwalian disepakati jatuh ke pemohon. Dalam perjalanannya, untuk berbagai keperluan, akta perjanjian tersebut tidak cukup berkekuatan hukum hingga pemohon meminta penetapan pengadilan. Hal tersebut juga merupakan dalam ranah kepentingan hukum yang lain dan membutuhkan kepada penetapan perwalian. Jadi dikabulkannya permohonan tersebut dalam perkara Pengadilan Agama Jakarta pusat menurut khazanah fikih adalah tepat.

Adapun mengenai pertimbangan majelis hakim. Majelis hakim Pengadilan Agama Depok menolak permohonan tersebut berdasarkan kepada Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 107 Kompilasi Hukuk Islam serta Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa konsep perwalian adalah bagi anak yang belum dewasa atau belum pernah melangsungkan perkawinan serta tidak dibawah kekuasaan orang tua. Majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pemohon dengan berlandaskan pada Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa orang tua secara otomatis menjadi wali bagi anaknya, namun Majelis mempertimbangkan kebiasaan yang berlaku di dunia internasional, bahwa otomatisasi tersebut tidaklah cukup, dengan alasan tersebut, Majelis mengabulkan permohonan pemohon. Dalam kahazanah fikih dikenal dengan adanya unifikasi dan kodifikasi fikih, yaitu

Dokumen terkait