• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkawinan pada Usia Anak Perspektif Hukum Positif

Dalam dokumen PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI (Halaman 48-53)

BAB V: Yaitu pembahasan mengenai penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian tentang pokok masalah, saran dan rekomendasi

PERKAWINAN PADA USIA ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF SERTA PENERAPANNYA DI INDONESIA

A. Perkawinan Pada Usia Anak

3. Perkawinan pada Usia Anak Perspektif Hukum Positif

Terdapat berbagai ragam pengertian tentang di Indonesia, pengertian tersebut tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang diikuti pula dengan perbedaan penentuan batas usia anak yang berbeda-beda. Batas usia anak merupakan pengelompokkan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Hal ini mengakibatkan beralihnya status usia anak menjadi dewasa atau menjadi subjek hukum yang dapat beratanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukannya. Beberapa batas usia anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:

1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330 batas kedewasaan seseorang adalah umur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah kawin. Dan di Pasal 29-nya menyatakan bahwa laki-laki yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur 15 (lima belas tahun) penuh, tidak dapat mengadakan perkawinan.64

2. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang tersebut tidak mengatur secara langsung kapan batas maksimal usia seseorang digolongkan sebagai anak. Akan tetapi hal tersebut tersirat dalam Pasal 6 ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) memuat tentang batasan minimum usia untuk dapat kawin, untuk pria sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita mencapai usia 19 tahun. Dalam Pasal 47 ayat

63 Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam: Keluasan dan Keluwesan Syari‟at Islam untuk Manusia, Terj. Ade Nurdin dan Riswan, Ed. 2, Cet. I, h. 58.

64

(1) dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya, selama kedua orang tuanya tidak mencabut kekuasaan tersebut. Pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya, akan tetapi berada di bawah kekuasaan wali. Dari pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni mereka yang belum dewasa dan sudah dapat dikatakan dewasa yaitu usia 19 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun perempuan.65

3. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pada Pasal 1 angka 2, menegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin66

4. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (2) menyebutkan, anak yang berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.67

5. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5, menyebutkan bahwa anak adalah setiap manusia yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingan.68

6. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

65 Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 6 ayat (2) dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1)

66

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2

67 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (2)

68

Anak Pasal 1, menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.69

7. Menurut Hukum Adat, disebutkan bahwa seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang dipakai adalah dapat bekerja sendiri, cakap melakukan yang diisyaratkan dalam kehidupan masyarakat dan dapat mengurus kekayaan sendiri.70

Selanjutnya konstitusi di Indonesia juga sudah membuat aturan secara tertulis tentang pembatasan usia perkawinan yang tertuang pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) bahwa “ Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Karenanya, setiap perbuatan yang didasarkan pada fikih-fikih tertentu yang berbanding terbalik dengan ketentuan undang-undang negara, maka menurut perspektif syariat Islam hal tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum negara. Dalam hal perkawinan pada usia anak dapat dikatakan telah melanggar ketentuan Undang-Undang Perkawinan yang mewajibkan batas usia untuk menikah yaitu laki-laki 19 tahun dan batas usia untuk perempuan 19 tahun. selain itu juga dapat melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Pelaku yang melaksanakan perkawinan di bawah umur dengan sengaja tanpa adanya hal yang mendesak, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan dan pelakunya bisa dikenakan sanksi.71

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) bahwa “ Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Meski demikian, peluang terjadinya

69 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1

70

Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia: Analisis tentang Perkawinan di Bawah Umur, (Jakarta: Kencana, 2018), h. 47

71 Khaeron Sirin, Perkawinan Mazhab Indonesia, Pergulatan Antara Negara, Agama dan Perempuan, (Yogyakarta: Deepublish, 2016 ), h. 72

perkawinan di bawah umur masih terbuka melalui dispensasi nikah yang diminta oleh orang tua dari pihak pria dan/atau orang tua pihak perempuan kepada Pengadilan dengan alasan yang cukup mendesak dengan menyertakan bukti-bukti pendukung yang cukup.72

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan anak, perkawinan di bawah umur masuk dalam tindakan ekploitasi anak, karena selama ini perkawinan tersebut tidak mengikuti ketentuan dan hukum yang berlaku. Seorang anak masih berada dalam asuhan orang tuanya, seharusnya mendapatkan kesempatan belajar, bermain bersama teman sebaya dan kehidupan yang layak. Dengan dilaksanakannya perkawinan di bawah umur jelas akan merampas semua hak anak. Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kesempatan belajar yang layak justru harus dipaksa menjalani sebuah perkawinan yang masih belum saatnya menjadi beban untuk dipikul. Usia anak-anak adalah usia yang seharusnya mendapatkan pendidikan seluas-luasnya, bukan malah membawa beban kehidupan.73

Batas usia perkawinan di Indonesia berbeda dengan negara lainnya, meskipun batas usia tersebut masih standar dengan negara-negara lainnya. Hal yang membedakan batas usia perkawinan di Indonesia dengan negara lainnya ialah satu sisi menetapkan batasan normal, sementara sisi lain terdapat batas usia melebihi batas usia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perkawinan.74

Di samping itu, perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Batas usia yang rendah bagi seseorang wanita untuk menikah dapat mengakibatkan laju kelahiran semakin tinggi. Rendahnya batas usia perkawinan lebih banyak menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan

72 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (2)

73 Khaeron Sirin, Perkawinan Mazhab Indonesia, “Pergulatan Antara Negara, Agama dan Perempuan”, h. 72

74

Mahmudin Bunyamin dan Agus Hermanto, Hukum Perkawinan Islam (Menguak Kesakralan Perkawinan yang sangat Krusial dan Menjadikannya sebagai Sebuah Wadah dalam Ikatan Sakinah Mawaddah wa Rahmah yang Diridai Allah SWT), (Bandung: Pustaka Setia, 2017), h. 130

dengan misi dan tujuan perkawinan itu sendiri. yaitu terwujudnya ketentraman dalam rumah tangga berdasarkan kasih dan sayang diantara sesame. Tujuan tersebut akan sulit terwujud apabila masing-masing mempelai belum matang secara jiwa dan raganya.

Perkawinan usia anak erat kaitannya dengan hak anak. Sebagaimana secara tegas termaktub dalam konstitusi Indonesia dan lebih jelasya tercantum di dalam Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, negara wajib menjamin perlindungan terhadap seluruh hak anak. Perlindungan tersebut berlaku untuk seluruh anak Indonesia tanpa diskriminasi. Nondiskriminasi merupakan salah satu prinsip dasar konvensi Hak anak. Seluruh prinsip dasar yang tercantum dalam konvensi Hak Anak telah diadopsi ke dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Indonesia selain telah mengatur tentang hak asasi manusia, juga mengatur tentang perlindungan terhadap anak-anak, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang tersebut diatur mengenai perlindungan terhadap anak apabila mengalami kekerasan ataupun hal-hal yang membahayakan jiwa serta masa depan anak.75

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam melindungi anak. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dalam hal rang tua anak telah tiada, atau tidak diketahui keberadannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.76

75

Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia : Analisis tentang Perkawinan di Bawah Umur, h. 61.

76 Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia : Analisis tentang Perkawinan di Bawah Umur, h. 62.

Dalam dokumen PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI (Halaman 48-53)