BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan- perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat
badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin
bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir,
2. Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak
berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja
proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek
psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan
perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan
beralih kepada orang lain.
3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya
kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada,
kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi
susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk
gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive
(dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4. Diperoleh tanda-tanda yang baru: (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan
karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak
wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria ), maupun sekunder (perubahan pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun,
suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa
ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan,
nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama (Yusuf, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas perkembangan adalah perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya
atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
2.1.3.2Masa Usia Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa
keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang
untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif,
anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini
diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu :
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai
umur 9 atau 10 tahun.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai
umur 12,0 atau 13,0 tahun.
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar
ialah :
1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan – pekerjaan yang praktis.
2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata
pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor
ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).
4. Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-
orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi
keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-
5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya
untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak
tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah
ada), mereka membuat peraturan sendiri (Yusuf, 2011).
Dari pengertian diatas masa anak sekolah dasar kelas tinggi kira-kira umur
9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun.
2.1.3.3Perkembangan Intelektual Anak
Piaget dalam (Nurgiyantoro, 2005: 50) membedakan perkembangan
intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan memiliki karakteristik
yang membedakannya dengan tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi : tahap
sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasional
formal.
1) Tahap sensorimotor (the sensorymotor period, 0-2 tahun). Tahap ini
merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap
sensorimotor terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi
(motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar
lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta
mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan
berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung.
Anak mulai memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan
tahapan ini menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung
perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai bunyi-bunyian yang
bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa
nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam
perkataan yang tidak dilagukan (Nurgiyantoro, 2005: 50).
2) Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun). Dalam tahap
ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik
dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar
mengaktualisasi dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-
coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan
dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan
pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di
antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang
orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang
pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa
dalam pembicaraan. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di
mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan
dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di
dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).
3) Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun). Pada
tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik
sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum,
misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat
membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka,
besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan
imajinasinya ke masa lalu dan masa depan: adanya perkembangan dari
pola berpikir yang egosentris menjadi mudah untuk mengidentifikasikan
sesuatu dengan sudut pandang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir
argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan
memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa,
namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan
pikirnya terbatas pada situasi yang konkret (Nurgiyantoro, 2005: 52).
4) Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).
Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.
Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah
mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak
sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan
berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).
Berdasarkan penjelasan mengenai tahap perkembangan intelektual anak
dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional
konkret, dan operasional formal. Anak SD kelas atas awal berusia sekitar 9-10
2.1.3.4Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan
sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan,
di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah
bertambah luas.
Pada usia dini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-
sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-
kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuatkeinginannya untuk diterima
menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima
dalam kelompoknya (Yusuf, 2011).
Dari pengertian diatas perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar
ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia
mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga
ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
2.1.3.5Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu dia mulai
belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan
Dalam proses peniruan, kemampuaan orangtua dalam mengendalikan emosinya
sangatlah berpengaruh.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku
individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti
perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi
individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti
memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi,
mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.
Sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti
perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan
mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya
untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam
belajarnya (Yusuf, 2011).
Dari pengertian di atas anak harus belajar untuk mengendalikan dan
mengontrol ekspresi emosinya. Mengontrol emosi diperoleh anak melalui
2.1.3.6Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja
Masa dalam kehidupan seseorang ketika dia berubah dari anak menjadi
orang dewasa sering disebut dengan adolesens/ remaja. Ini adalah suatu periode
yang secara kasar pararel dengan tahun-tahun remaja awal, tetapi kadang-kadang
lebih awal lagi pada anak perempuan yaitu umur 9 tahun. Awal adolesens dikenal
sebagai pubertas. Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja, ketika pematangan seksual menjadi nyata. Dapat dikatakan bahwa pubertas
dimulai dengan peningkatan hormone dan manifestasinya, seperti pembesaran
indung telur secara berangsur pada perempuan dan pertumbuhan sel testis pada
pria. Tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang
akan dipersiapkan untuk reproduksi–menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri
seks sekunder seperti tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya
payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki
(Wuryani, 2008: 87).
Lebih detail perubahan fisik dalam (Farida, 2014: 22) yaitu Laki-laki: (1)
Perubahan suara. Karena pita suara berkembang, suara menjadi lebih berat. (2)
Berat dan tinggi badan bertambah secara signifikan. (3) Penis mulai membesar.
(4) Testis mulai tumbuh. (5) Rambut di sekitar kemaluan mulai tumbuh. (6)
Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (7) Tumbuh rambut di daerah
wajah dan ketiak. Perempuan: (1) Mulai menstruasi. (2) Payudara mulai tumbuh.
rambut di wilayah kemaluan. (5) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih
banyak. (6) Mulai tumbuh rambut di ketiak.
Dari pengertian di atas perkembangan anak memasuki masa remaja
ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk
reproduksi-menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk
pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder.
2.1.3.7Perkembangan Minat Pada Seks
Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak
masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang
bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat,
dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks
pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.
Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan
peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang
terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan
menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya
memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”.
Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua
bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar,
menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak.
Pertujukan film pada televisi yang “untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.
anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga
atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti
dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.
Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan
kesesuaian seks menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat
membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil
anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang
seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak
membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan
mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu
pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin
tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.
Dari pengertian di atas didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang
setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman
sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas.
2.1.4 Gerakan Literasi Sekolah