BAB II GUGATAN SECARA CLASS ACTION DALAM SENGKETA
A. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan Class Action
1. Perkembangan Class Action di Beberapa Negara
Class action dikenal dibanyak negara yang menganut sistem hukum Comman Law. Hal tersebut sesuai dengan sejarah yang diperkenalkannya lembaga class action untuk pertama kalinya, yakni di Inggris, Negara tempat lahirnya sistem comman law sekitar tahun 1700-an. Kebanyakan negara-negara bekas jajahan Inggris kemudian ikut menganutnya.39
a. Inggris
Lembaga class action dikenal dibanyak negara yang menganut sistem hukum comaan law. Prosedur penggunaan gugatan perwakilan kelompok atau class action pertama kali dikenal di Inggris pada abad ke-18. “the Bill of Peace”
yang memungkinkan banyak penggugat atau tergugat untuk menyelesaikan perkara dengan masalah yang sama dalam satu gugatan saja. Sebelum 1873 penerapan class action ini hanya diperkenankan pada Court of Chanchery, dengan alasan bahwa jika dalam suatu perkara penggugatnya begitu banyak, tidaklah dimungkinkan keseluruhannya diwajibkan hadir secara fisik ke persidangan, sehingga pengadilan memperbolehkan perwakilan penggugat untuk mewakili perkara tersebut atas nama penggugat lain, baik yang hadir maupun yang tidak hadir. Baru kemudian pada 1873, dengan diundangkannya the supreme Court of
39 E. Sundari, op. cit , hal 10
Judicature Act, diakui pengaturan mengenai mekanisme gugatan class action, sehingga mulai saat itu gugatan class action mulai digunakan di- supreme court in- Inggris. Konsep peraturan inilah yang menjadi cikal bakal dan kemudian berkembang dan diterapkan juga di negara-negara dengan comman law system seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan negara-negara jajahan Inggris lainnya, meskipun kemudian pada 1965, diubah dan diatur kembali dalam The English Rules of the Supreme Court.40
b. Amerika Serikat
Negara Amerika Serikat mengatur prosedur class action untuk sistem peradilan federal, yakni di dalam The United State of Federal Rules of Civil Procedure (FRCP), 1983, yang kemudian direvisi pada tahun 1966.41 Pada 1966 terjadi amandemen Us Federal Rule 23 versi 1938 ini, karena ternyata menurut laporan The Advisory Commite Notes, lembaga yang diserahi tugas melakukan penelitian dan usulan revisi, menyatakan bahwa dalam penerapannya persyaratan dalam kategori true, hyibrid dan spurious, ini kabur, tidak jelas dan tidak ada kepastian. Oleh karena itu, US federal rule 23 versi 1938 ini ditinggalkan, dan diamandemen dengan US Federal Rule 23 versi 1966.42
Dalam US Federal Rule 23 versi 1966 menghilangkan kategori true, hybrid dan spurious dan menerapkan cara yang lebih praktis yaitu dengan lebih memperhatikan pada keadilan dan kelayakan wakil kelompok. Berdasarkan
40 Susanti Adi Nugroho, op. cit, hal. 8-9
41 M. Yahya Harahap, Hukum acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaa, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cet. 1(Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 139.
42 Susanti Adi Nugroho, op, cit, hlm 12
penjelasan dari The Advisory Commite Notes, dalam Us Federal Rule versi 1966, putusan hakim dalam gugatan class action baik mengabulkan atau menolak gugatan, berlaku dan mengikat bagi semua anggota kelas, baik yang hadir dipersidangan maupun tidak hadir. Peraturan baru ini juga mengatur berbagai persyaratan atau acara yang harus diterapkan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus perkara gugatan class action.43
Us Federal Rule inilah yang kemudian menjadi inspirasi untuk lebih mengembangkan dan sebagai percontohan dalam perkembangan persyaratan penerapan prosedur class action negara-negara bagian lain di Amerika, maupun negera-negara seperti di Kanada, Autralia, India, termasuk Indonesia. Di Amerika sendiri sebelum 1975 gugatan class action hanya dapat diajukan di Federal Court, tidak dimungkinkan diajukan di pengadilan negara bagian (state court). Ketentuan ini, menimbulkan permasalahan terutama karena kedudukan federal court yang sangat jauh dari tempat tinggal penduduk. Keadaan itu, mengakibatkan perubahan peraturan, bahwa gugatan class action hanya bisa diajukan ke pengadilan federal, jika minimal nilai kerugian US$ 50.000 dan jumlah anggota kelompok minimal 100 orang. Namun sekarang ini hampir semua negera bagian di Amerika Serikat telah memiliki peraturan mengenai class action. Penggugat wakil kelas atau pengacaranya dapat memilih negara bagian mana akan diajukan gugatannya, sepanjang anggota kelas berdomisili dinegara bagian tersebut.44
43 Ibid hlm 13
44 ibid
c. Kanada
Kanada mulai mengenal prosedur class action pertama kali di provinsi Ontorio dengan dikeluarkannya The Ontorio Judicater Act 1881, yang kemudian diperbaharui dengan supreme court of Ontorio Rule of Practice (SCORP), 1980.
Ketentuan tentang class action kemudian diatur lebih lengkap dalam Ontorio Class Proceedings Act (OCPA) tahun 1922. Di Ontorio kemudian dibentuk Ontorio Law Reform Commission yang salah satu tujuannya adalah mengembangkan model-model class action dinegara tersebut. Dalam rangka mewujudkan prosedur class action yang seragam untuk seluruh provinsi di Kanada, The Uniform Law Confrence of Kanada telah berhasil membuat class proceeding Act pada tahun 1996 yang diharapkan dapat diberlakukan di seluruh di provinsi di Kanada.45
Dalam OCPA 1992, pengaturan class action mencakup : adanya sejumlah orang yang mempunyai permasalah hukum yang sama, permasalahan itu timbul dari fakta atau pristiwa yang sama, dan dalam hal seperti itu satu atau lebih anggota kelompok, dapat tampil mengajukan gugatan mewakili seluruh anggota kelompok yang bersangkutan.46
d. Australia
Australia pertama kali mengakui prosedur class action pada tahun 1970 tepatnya dibagian South Wales dan diatur di dalam New South Wales Supreme Court Rules (NSWSCR), 1970. Peradilan federal kemudian juga memperkenalkan
45 Emerson Yuntho, Class Action sebagai Pengantar, Jakarta, 2005, hal 2
46 M Yahya Harahap, op, cit, hlm 138
class action dan diatur di dalam Federal Court of Australia Act (FCAA), 1976.47 Part 8 Rule 3 (1) dari NSWSCR menentukan dalam hal ada sejumlah orang yang mempunyai kepentingan yang sama, satu atau lebih dari mereka dapat mengajukan gugatan atau digugat, mewakili kepentingan seluruhnya. Negara bagian Victoria mengatur prosedur class action secara sumir, yakni di dalam Order 18 Victoria Supreme Act (VCSA), 1986, yang secara keseluruhan menentukan bahwa apabila ada sejumlah orang yang mempunya kesamaan kepentingan tiap-tiap gugatan, maka gugatan-gugatan tersebut dapat diajukan dan dapat diteruskan dalam sebuah gugatan oleh atau terhadap seseorang atau lebih yang mempunyai kesamaan kepentingan sebagai wakil dari keseluruhan. Negara bagian Australia Selatan mengatur prosedur class action di dalam Section 34.01 dari South Australia Civil Procedure (SACP), 1922. Menurut ketentuan tersebut, dimana ada sejumlah orang mempunyai kesamaan permasalahan fakta dan hukum, satu atau lebih dari mereka dapat mengajukan gugatan mewakili keseluruhan.48
Dalam pengadilan tingkat federal di Australia, berdasarkan The Federal Court of Australia Act 1976, Part IV A dan s. 43 (14) ditentukan kriteria gugatan class action adalah.49
1) The are 7 or more person with potential claim, rather the comman law requirment of “numerous” person at the commencement of proceedings ;
47 Emerson Yuntho, op,cit, hlm. 11
48 Abdul Halim Barkatullah, Hukum perlindungan konsumen, Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, ( Banjarmasin : Nusa Media,2008), hlm. 144.
49 Indro sugianto, class action-membuka akses keadilan bagi rakyat, (Jakarta : In TRANS press,2008), hlm. 9.
2) The claims arise out of the same similiar or circircntances, instead of the comman law equirment of common intrest ;
3) The claims give rise to at least on substantive issue of law or fact, instead of the comman law test of a “common grievance”
1). Ada tujuh orang atau lebih, dengan tuntutan potensial disamping persyaratan comman law menganai jumlah banyak orang pada saat permulaan gugatan hukum;
2). Suatu tuntutan timbul dari keadaan yang sama, keadaan serupa atau keadaan terkait, disamping persyaratan comman law tentang kepentingan bersama, atau common intrest;
3). Tuntutan timbul, sedikitnya dari satu persoalan substantive hukum fakta hukum, disamping persyaratan common law tentang keluhan bersama.
e. Filipina
Mahakamah Agung Filipina pada tahun 1993 juga mengakui prosedur gugatan class action dalam kasus sengketa lingkungan minor oposa. Kasus ini melibatkan penggugat yang terdiri dari 14 orang anak-anak dibawah umur (mino) yang di dampingi oleh para orang tua mereka mengajukan gugatan terhadap mentri lingkungan hidup Filipina (Secretari of the Departement of Environment and Natural Resources/ DENR) mengenai pembatalan injin pembangunan hutan (logging) dengan mengatasnamakan kelompok penggugat dan sekaligus generasi
mendatang yang memiliki kepentingan dan kepedulian yang sama bagi kelestarian hutan di filipina.50
f. India
Di india, class action mulai dikenal tahun 1908 dan diatur dalam Rule of Order of Civil Procedure, 1908.51 Ketentuan tersebut kemudian diubah dan disempurnakan pada tahun 1976. Menurut ketentuan tersebut, yang di maksud dengan class action adalah gugatan yang diajukan oleh atau terhadap seseorang yang merupakan anggota dari suatu kelompok untuk mewakili kepentingan kelompok tersebut dengan syarat : (1) ada sejumlah besar orang. (2) mempunyai kepentingan yang sama, (3) pengadilan mengijinkan orang tersebut untuk mewakili kelompok, (4) ada kewajiban memberitahukan kepada seluruh anggota kelompok.52
2. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan Class Acyion di Indonesia Class acttion sesungguhnya lebih dikenal oleh negra-negara yang menganut sistem hukum common law daripada negara-negara yang menganut sistem hukum civil law. Hal ini karena dalam sejarah dan perkembangannya class action untuk pertama kalinua diperkenalkan di Inggris, negara yang melahirkan sistem hukum common law. Pada perkembangannya negara-negara persemakmuran Inggris kemudian menganutnya. Sementara negara-negara yang tidak menganut sistem hukum common law, seperti halnya Amerika dan Indonesia
50 I Nyoman Nurjaya, Jurnal 40/XIII/2007, Januari 3, 2008.
51 M. Yahya Harahap, op,cit, hlm. 139.
52 Emerson Yuntho, op,cit, hlm. 11
pada umumnya hanya mengadopsi dan disesuaikan dengan sistem hukum yang berlaku di negara nya masing-masing. Sejarah class action di Indonesia dibagi menjadi dua Periode53 :
1. Before recognition.
2. After recognition.
1. Before Recognition of Class Action
Sebelum 1997, meskipun belum ada aturan hukum yang mengatur mengenai class action, namun gugatan class action sudah pernah dipraktikkan dalam dunia peradilan di Indonesia, gugatan class action yang pertama kali dimulai pada 1987 terhadap kasus R.O. tambunan melawan Bantoel Remaja, yang diajukan di PN jakarta pusat. Dalam gugatannya, pengacara R.O. Tambunan mendalilkan dalam gugatannya bahwa ia tidak hanya mewakili dirinya sebagai orang tua dari anaknya, namun juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bantoel.54
Menyusul kemudian kasus Muchtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta & Kakanwil kesehatan DKI (kasus endemi demam berdarah) di PN Jakarta pusat pada tahun 1988 dan kasus YLKI melawan PT.PLN persero (kasus pemadaman listrik se-jawa bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997 di PN Jakarta Selatan. Dalam kasus demam berdarah, pengacara Muchtar Pakpahan selaku penggugat mendalilkan bahwa ia bertindak untuk kepentingan diri sendiri
53 Zainal Asikin, “Hukum Acara Perdata di Indonesia”, cet, ke-2 (Jakarta :Pranadamedia, 2016), hlm. 47.
54 Ibid hlm 48
sebagai korban wabah demam berdarah maupun mewakili masyarakat penduduk DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah serupa.55
Dari ketiga kasus class action di atas sayangnya tidak ada sartupun gugatan yang dapat diterima oleh pengadilan dengan pertimbangan ;
Gugatan class action bertentangan dengan adagium hukum yang berlaku bahwa tidak ada kepentingan. Hal ini diperkuat dalam yurisprudensi MA class action dalam putusannya pada 1971 yang mengisyaratkan bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum.
Pihak penggugat tidak berdasarkan pada suatu surat khusus, dalam pasal 123 HIR disebutkan bahwa untuk dapat mewakili pihak lain yang tidak ada hubungan hukum diperlukan suatu surat khusus.
Belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai gugatan class action, baik soal defenisi maupun prosedural mengajukan gugatan class action ke pengadilan.
Bahwa class action lebih di dominasi dinegara yang menganut stelsel hukum Anglo Saxson, sementara tradisi hukum di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh stelsel hukum Eropa Kontinental.
2. After Recognition of Class Action
Di indonesia acara gugatan perwakilan kelompok tidak dikenal dan tidak diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku baik dalam HIR maupun RBg. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
55 Adrian Sutedi, op,cit, hlm. 138-139
Lingkungan Hidup mulai dikenalkan kemungkinan diajukan gugatan perwakilan kelompok, dan kemudian disusul dengan Undang-Undang perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Kehutanan, namun bagaimana cara pelaksanaan nya belum diatur dalam Undang-Undang ini, karena akan diatur kemudian dalam peraturan pemerintah. Namun sampai sekarang peraturan pemerintah yang diharapkan sampai sekarang belum ada. Sejak itu, mulai muncul gugatan-gugatan perwakilan kelompok baik yang mengatasnamakan masyarakat korban pencemaran lingkungan, atau gugatan yang diajukan atas nama dan kepentingan konsumen, maupun gugatan kelompok yang ditujukan kepada pemerintah pusat maupun daerah karena adanya kelalaian dalam pengelolaan.56 Karena pada saat itu, acara penerapannya belum ada, maka terjadi ketidakpastian hukum dalam penerapan putusan hakim, mulai dengan putusan hakim tidak dapat diterima karena aturan hukumnya tidak ada, sampai pada putusan hakim yang mengadopsi dari putusan-putusan asing baik dari amerika, Kanada, maupun Australia.
Berdasarkan kekosongan ini, maka oleh Mahkamah Agung RI diterbitkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang “ Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok”. Dengan adanya PERMA ini, maka landasan penerapan gugatan class action di Indonesia akan berlandaskan pada acara yang di atur dalam PERMA No.
1 Tahun 2002.57
Dalam perkembangannya ternyata beberapa tahun setelah PERMA No.
1 Tahun 2002, dikeluarkan, terdapat kekosongan yang tidak diatur sehingga menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya, yang tidak diduga
56 Ibid
57 Susanti Adi Nugroho(1), op,cit, hlm. 31.
sebelumnya, seperti adanya beberapa gugatan perwakilan kelompok yang ditujukan kepada tergugat yang sama, yang diajukan di beberapa pengadilan berbeda, apakah dimungkinkan untuk digabungkan menjadi satu perkara saja, agar pihak tergugat tidak melayani perkara yang sama yang diajukan oleh wakil kelas yang berbeda di pengadilan yang berbeda. Jika hal ini dimungkinkan bagaimana mekanisme penggabungan perkara.58
Kekosongan lain yang tidak diatur, bagaimana cara merealisasikan atau membagi ganti kerugian kepada anggota-anggota kelompok yang berjumlah banyak, yang berada di wilayah pengadilan yang berbeda, jika kemudian gugatan kelompok tersebut dikabulkan. Karena berdasarkan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, eksekusi suatu putusan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri, sehingga pengadilan negeri mana yang harus membagikan ganti rugi yang dikabulkan, karena anggota kelompok yang berjumlah banyak tersebar dibebrapa wilayah pengadilan yang berbeda. Dan bagaimana anggota kelas membuktikan tentang keikutsertaannya dalam kelompok, atau membuktikan kerugiaannya sehingga ia berhak mendapat bagian dari ganti rugi yang dikabulkan. Hal tersebut tidak diatur dalam PERMA.59
B. Jenis-jenis Gugatan Class Action
1. Plaintif Class Action dan Defendant Class Action
Dilihat dari para pihak yang saling berhadapan, di beberapa negara class action dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu plaitiff class action dan defendant
58 Ibid
59 Ibid, hlm 32
class action. Plaintiff class action adalah pengajuan gugatan secara perwakialan oleh seseorang untuk kepentingan sendiri dan kepntingan kelompok dalam jumlah yang besar. Sedangkan defendent class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh seseorang atau lebih yang ditunjuk untuk membela kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok dalam jumlah yang besar. Negara-negara seperti Inggris, Australia, India, Amerika Serikat, Kanada serta Indonesia menggunakan defendent class action.60
2. Public Class Action dan Private Class Action
Menurut kepentingan pihak yang dilindungi dan siapa yang berwenang menuntutnya, di negara bagian Ontorio, Kanada, berdasarkan ontorio law commission, gugatan class action dibagi menjadi public class action dan private class action. Pembagian ini didasarkan pada siapa yang akan mewakili untuk menuntut ke pengadilan dalam hal terjadi ketidakadlian bagi masyarakat luas.61
Public Class Action adalah class action yang diajukan terhadap pelanggaran public. Class action ini diajukan oleh instansi pemerintah yang mempunyai kapasitas dimana instansi pemerintah tersebut bukan bagian dari suatu kelompok yang dirugikan.62
Private Class Action adalah class action yang diajukan terhadap pelanggaran hak-hak perorangan yang dialami oleh sejumlah orang besar. Class action ini diajukan oleh perorangan, yaitu oleh seseorang atau beberapa orang
60 Adrian sutedi, op,cit, hlm. 144-145
61 Ibid
62 Ibid hlm 146
yang menjadi bagian dari suatu kelompok atas dasar kesamaan permasalahan hukum dan tuntutan.
3. True Class Action, Hybrid Class Action, dan Spurious Class Action
Di samping dua kriteria pembagian class action tersebut, Amerika bersarkan Federal Rule of Civil Procedure tahun 1938 pernah membagi class action ke dalam tiga jenis yaitu true class action, hybrid class action dan spurious class action.63
True class action adalah class action dimana dalam satu kelompok seluruh anggotanya mempunyai kepentingan yang sama atau mempunyai hak yang diproleh bersama-sama dan atas kasus yang sama. Contoh class action jenis ini adalah kasus para konsumen di perumahan yang mengalami kerusakan pada bagian rumahnya karena wanprestasi dari pengembang dan tuntutan yang diajukan adalah berupa ganti kerugian64.
Hybrid class action adalah class action dimana hak yang dituntut oleh suatu kelompok orang ada beberapa tetapi objek gugatannya adalah untuk memproleh putusan hakim tentang tuntutan terhadap suatu barang atau hak milik tertentu dari tergugat.65 Contoh kasus class action ini adalah ada desain setir mobil yang berbentuk tanduk rusa yang membahayakan para konsumennya apabila ada kecelakaan. Oleh karena itu, baik pengemudi yang telah atau yang belum mengalami kecelakaan dapar mengajukan gugatan keperusahaan setir mobil tersebut dengan beberapa tuntutan: ada yang menuntut supaya diganti dengan
63 Ibid hlm. 147.
64 Ibid
65 Susanti Adi Nugroho (1), op, cit, hlm 124
desain yang aman, ada yang menuntut diganti desain lain yang aman, ada yang menuntut ganti rugi dengan uang karena telah mengalami kecelakaan.
Sspourious class action adalah class action di mana beberapa kepentingan dari para anggota kelompok yang tidak saling berhubungan satu sama lain dalam permasalahan yang sama terhadap seorang tergugat. Contoh gugatan ini adalah adanya permasalahan dari konsumen suatu perumahan.
Namun, setelah kemudian dalam federal rule of civil procedure tahun 1938 direvisi pada tahun 1966, pembagian tersebut ditiadakan karena sering kali membingungkan dalam penerapannya. Namun, meski dalam sistem hukum federal telah ditiadakan, ada beberapa negara bagian yang masih menganutnya, meskipun tidak semua jenis. Negara bagian Lousiana masih menganut true class action dan negara bagian Geogia masih menganut spourious class action.66
C. Persyaratan Gugatan Class Action.
Untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat diajukan melalui gugatan perwakilan kelompok, terlebih dahulu haruslah dipenuhi beberapa persyaratan, dan wakil kelas atau kuasanya harus membuktikan bahwa gugatan yang diajukan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam PERMA. Pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2002 menentukan suatu perkara gugatan hanya dapat diajukan dengan menggunakan tata cara gugatan perwakilan kelompok atau class action apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut67 ;
66 Ibid
67 Susanti Adi Nugroho, op,cit, hlm 69
1. Jumlah Anggota Kelompok Yang besar
PERMA No. 1 Tahun 2002 tidak menentukan berupa jumlah minimal anggota kelompok agar gugatan dapat diperiksa berdasarkan perwakilan kelompok. PERMA hanya mensyaratkan bahwa jumlah anggota kelompok sekian banyak sehingga tidaklah praktis dan efesien apabila pengajuan gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri. Pilihan PERMA ini sangat tepa disesuaikan dengan praktik sehari-hari di Indonesia, tetapi dalam praktik pelaksanaannya, akan menimbulkan ketidakadanya kepastian hukum anatara keputusan pengadilan yang satu dan pengadilan yang lain
PERMA No. 1 Tahun 2002 juga tidak menentukan batas maksimal anggota kelas. Dalam praktik memang sulit untuk menentukan batas maksimal anggota kelompok, namun dalam pasal 3 huruf e telah mengantisipasi, jika anggota kelompok sedemikian banyak dapat dibagi dalam subkelompok.
Demikian juga jika nilai kerugian dan sifat kerugian yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok berbeda,dapat dipisahkan beberapa subkelompok.68
2. Adanya kesamaan fakta (Commonality)
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of law) antara phak yang mewakili (class representative) dan pihak yang diwakili (class members). Wakil kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak diperkenankan adanya
68 Ibid, hlm. 71-72
perbedaan, hal ini masih dapat diterima sepanjang perbedaan bersifat subtansial atau prinsip.69
Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 persyaratan tersebut diatur secara bersamaan dalam pasal 2 ayat (2) yang dirumuskan sebagai “terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya”. Dalam praktik kedua persyaratan tersebut, (persamaan fakta dan dasar hukum dan persamaan tuntutan) dapat dikategorikan atau dirumuskan sebagai “adanya kepentingan yang sama” (the same intrest)70.
Perumusan syarat kepentingan yang sama “the same intrest” ini dalam berbagai ketentuan di negara-negara common law memang bervariasi.71
3. Kesamaan Tuntutan
wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesanggupan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Tidak ada ketentuan yang mengatur lebih lanjut, bagaimana untuk membuktikan mengenai kejujuran atau kesanggupan tersebut, apakah wakil kelompok tersebut perlu membuat surat pernyataan dan/atau kesanggupan secara tertulis atau tidak72.
Dalam gugatan perdata biasa tidak ada ketentuan yang mengatur prihal syarat-syarat dan isi gugatan. Pasal 118 HIR hanya mengatur bagaimana suatu
69 Adrian Sutedi, op,cit, hlm. 144
70 Ibid
71 Susanti Adi Nugroho, op,cit, hlm 87
72 Ibid, hlm 89
gugatan harus diajukan. Dalam praktek suatu gugatan setidak-tidaknya memuat tentang73 ;
i. Identitas secara lengkap dan jelas pihak penggugat dan tergugat
i. Identitas secara lengkap dan jelas pihak penggugat dan tergugat