BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.2 Self Concept (Konsep Diri)
2.2.2 Perkembangan dan proses pembentukan self concept
Tidak dapat disangkal bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Tetapi dalam perkembangan dan pembentukannya konsep diri dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam hubungannya dengan individu lain yang berarti bagi individu tersebut (significant others), karena konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian perlu dijelaskan perkembangan dan pembentukan konsep diri individu mulai dari bayi hingga konsep diri menetap pada masa remaja.
Para ahli sependapat bahwa konsep diri bukan bawaan sejak lahir. Seorang anak ketika lahir belumlah menyadari dirinya dan lingkungannya. Hal ini ditekankan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah Allport menyatakan: “....the infent is not aware of himself as a self” (Hall & Lindzey, 1985).
Menurut Allport, bayi yang baru lahir merupakan ciptaan hereditas dan bertingkah laku hanya berdasarkan refleks dan dorongan primitif. Bayi belum menyadari dirinya sebagai self. Namun sesudah masa kelahiran tersebut bayi mulai belajar secara perlahan-lahan melalui pengalaman dengan tubuh dan lingkungannya, dan mulai berkembangan kesadaran tentang dirinya yang timbul seiring dengan meningkatnya kemampuan persepsi.
Pada masa bayi, kedekatan antara bayi dengan orangtua menentukan rasa aman dan rasa cinta seorang bayi. Perasaan aman dan cinta ini menentukan konsep dirinya terutama berhubungan dengan anggapan orangtua terhadap dirinya
Pada masa kanak-kanak (2-6 tahun), keluarga memegang peranan penting dalam mengembangkan konsep diri anak karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh seorang anak. Melalui keluarga anak mengalami proses sosialisasi primer (Hoffman & Hall, 1994), dan anak mengembangakan aspek kesadaran diri (self awareness) serta berkembangnya self image yang ditandai dengan cita-cita anak (Allport dalam Hall & Lindzey, 1985).
Pada akhir masa kanak-kanak (6 tahun-pubertas) lingkungan sosial anak semakin meluas yang berarti pengaruh sosial di luar keluarga terhadap anak semakin besar. Dalam hubungnnya dengan lingkungan di luar rumah, anak menemukan tuntutan baru dan membingungkan dari kelompok yang berbeda dengan orangtuanya (Allport dalam Hall & Lindzey, 1985). Pengaruh teman sebaya dan reference group mulai memegang peranan penting dalam pembentukan konsep diri anak. Anak semakin mengidentifikasi diri dengan kelompok usianya dan mengadopsi tingkah laku peer group-nya. Namun demikian, hubungan keluarga masih sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Papalia (1995), mengatakan bahwa konsep diri mulai terbentuk selama masa “middle childhood” (6-12/pubertas). Pada masa ini konsep diri berkembang lebih realistik dan anak mulai tahu apa yang mereka butuhkan untuk hidup dan untuk masa depan mereka. Anak mulai memiliki gambaran diri yang positif atau negatif mengenai diri mereka sendiri, yang melekat untuk waktu yang lama setelah masa kanak-kanak.
Menignjak usia remaja, dalam memandang lebih detail dari anak-anak. Anak-anak biasanya hanya mempunyai penerimaan atau pandangan yang sempit tentang diri mereka seperti apakah saya?. Apakah saya baik atau buruk. Sedangkan remaja memiliki kepekaan yang lebih jauh tentang diri mereka (Jersild, 1978), seperti saya baik hampir di setiap waktu, saat ayah saya tidak mengizinkan saya memiliki mobil, dan ketika saya harus belajar untuk ujian biologi (Hart, Maloney dan Demon, 1987).
Pada masa remaja, anak tumbuh menjadi individu yang sadar akan dirinya sendiri dan melakukan introspeksi terhadap dirinya. Dari sinilah mereka kemudian mulai memandang dirinya dengan lebih realistik dan spesifik. Ini menandakan bahwa pada masa remaja, anak mulai membentuk dan memiliki konsep diri yang akurat daripada masa-masa sebelumnya (Rice, 1990).
Pada perkembangannya, konsep diri akhirnya akan mulai menetap dan stabil pada usia remaja akhir. Pada masa remaja awal (12-14 tahun) walaupun tampaknya stabil, konsep diri masih dapat berubah karena pengaruh dari teman sebayannya. Konsep diri mulai sulit berubah pada masa remaja akhir yaitu usia sekitar 15-20 tahun. Pada masa ini konsep diri seorang sudah mantap karena konsep mengenai diri yang dibentuknya sudah relatif menetap dan stabil (Gunarsa, 1984). Sependapat dengan Gunarsa, Offer & Howard (1972), mengatakan bahwa remaja akhir mempunyai konsep diri yang stabil daripada remaja awal.
Jadi, walaupun konsep diri mengalami proses perkembangan namun pada masa-masa tertentu yaitu pada masa remaja akhir, konsep diri seseorang relatif sudah menetap dan stabil.
Pada masa anak-anak konsep diri yang dimiliki seseorang biasanya berlainan dengan konsep diri yang dimiliki ketika memasuki usia remajanya. Konsep diri seorang anak masih bersifat tidak realistis, hanya didasarkan atas imajinasi-imajinasi tertentu dalam dirinya.
Tetapi apabila perkembangan seorang anak tergolong normal, maka konsep diri yang lama berganti dengan konsep diri yang baru dan sejalan dengan berbagai penemuan-penemuan ataupun pengalaman-pengalaman yang ia peroleh pada usia-usia selanjutnya. Jadi, konsep diri yang tidak realistis berubah menjadi konsep diri yang lebih realistis.
Menurut Gunarsa (2006), konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yaitu: a) Konsep diri primer
Konsep diri ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekat, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Setelah anak bertambah besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas dari pada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, dan lebih banyak kenalan serta mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya, anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya. Ini menghasilkan suatu konsep diri sekunder.
b) Konsep diri sekunder
Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan oleh bagaimana konsep diri primernya. Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaannya, maka ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau tingkahlaku yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan-perubahan (Gunarsa, 2006). Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten. Menurut Gunarsa (2006), melalui cara ini, si remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang konsisten yaitu pada masa remaja akhir.