• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Penilaian risiko bahaya histamin pada tahapan proses

4.3.2 Exposure assesment (Penaksiran bahaya)

4.3.2.1 Perkembangan kadar histamin produk selama

Kadar histamin pada produk ikan tuna merupakan salah satu syarat mutu produk. Kadar histamin yang terdapat dalam ikan dapat menunjukkan kualitas dari produk tersebut. Kadar histamin yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya keracunan bahkan kematian pada manusia yang mengkonsumsinya. Pada penelitian ini informasi kadar histamin dapat dilihat dari analisis kadar histamin yang terbentuk selama proses pengolahan ikan tuna loin di unit pengolahan ikan (UPI) PT. X.

a. Kandungan histamin pada produk tuna loin PT. X.

Hasil analisis kadar histamin menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar histamin mengalami peningkatan selama proses pengolahan. Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku adalah sebesar 8,03 ppm, tahap pembentukan tuna loin adalah 9,16 ppm, dan tahap pembungkusan produk adalah 9,18 ppm. Peningkatan rata-rata kadar histamin pada proses pengolahan tuna loin di PT. X dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan data dari kadar histamin yang diperoleh, menunjukkan bahwa produk tuna loin yang diproduksi oleh PT. X masih layak untuk dikonsumsi. Batas histamin menurut SNI 01-4104-2006 adalah 100 ppm.

9,16 8,03 9,18 4 6 8 10 P1 P2 P3

Tahapan Proses Pengolahan

K a n d u n g a n H is ta m in ( p p m )

Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk

Gambar 10. Grafik rata-rata kadar histamin selama proses pengolahan (ppm). Kadar histamin yang mengalami peningkatan pada proses pengolahan tuna loin pada PT. X ini dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang baik. Aktivitas pengolahan ikan dari semenjak ikan tiba di tempat penerimaan bahan

baku sampai ikan dibungkus untuk setiap 1 ekor ikan dibutuhkan waktu kurang dari 5 menit. Suhu penanganan ikan pada unit pengolahan ikan (UPI) adalah suhu ruang berpendingin udara (16±1 oC), sedangkan air yang digunakan untuk pencucian ikan bersuhu rendah (4±1 oC). Proses pembekuan dilakukan dengan menggunakan air blast freezer pada suhu -20 oC selama sekitar 8 jam.

Berdasarkan analisis kadar histamin dari PT. X di Laboratorium Pengolahan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) (Gambar 11), diperoleh data rata-rata pada bulan Agustus 2008 menunjukan kadar histamin sebesar 5,26 ppm, pada bulan September 2008 sebesar 9,03 ppm dan pada bulan Oktober sebesar 10,13 ppm. 5,26 9,03 10,13 0 2 4 6 8 10 12

Agustus September Oktober

Bulan K a d a r H is ta m in ( p p m )

Gambar 11. Grafik rata-rata kadar histamin tuna loin PT. X selama bulan Agutus sampai Oktoberr 2008 dari analisis LPPMHP.

Tahapan proses yang dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar histamin adalah pada proses penerimaan bahan baku. Pada saat membawa ikan ke tempat penyimpanan sementara atau ke dalam ruangan pendingin ikan di seret dengan menggunakan ganco. Hal tersebut sangat memungkinkan ikan tuna yang akan diolah menjadi rusak dan kontaminasi bakteri pada ikan menjadi lebih besar. Selain kontaminasi dari bakteri, ikan yang di seret akan mengalami kenaikan suhu karena adanya gesekan bagian tubuh ikan dengan lantai, sehingga kandungan histamin pada tubuh ikan akan semakin bertambah dengan adanya kenaikan suhu. Selain itu proses pencucian dengan air yang terkadang suhunya lebih dari 4oC.

Kenaikan kadar histamin yang diakibatkan oleh kenaikan suhu, berkaitan dengan pertumbuhan jumlah bakteri histidin dekarboksilase dan juga kerja enzim histidin dekarboksilase yang telah terdapat pada ikan. Enzim decarboxylase akan

terus menerus menghasilkan histamin meskipun pertumbuhan bakteri telah dihambat dengan suhu dingin hingga 4 oC. Produksi histamin akan semakin

meningkat meskipun telah disimpan pada ruangan pendingin (Sumner et al. 2004).

b. Jumlah bakteri pada produk tuna loin PT. X.

Faktor yang mendukung adanya peningkatan kadar histamin pada produk tuna loin, selain aktivitas penanganan pada proses pengolahan adalah jumlah bakteri pada produk. Analisis log TPC (Total Plate Count/Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui jumlah koloni mikroorganisme pada produk secara umum. Hasil analisis log TPC pada bakteri secara umum menunjukkan kenaikan jumlah mikroba selama proses pengolahan tuna loin (Gambar 12). Pada tahapan

penerimaan bahan baku rata-rata jumlah bakteri (log TPC) adalah sebesar 4,58 (3,6x104 CFU/ml), pada tahapan pembentukan loin rata-rata sebesar 5,33 (2,1x105 CFU/ml), dan pada tahap pembungkusan rata-rata adalah sebesar 5,88 (4,5x105 CFU/ml). Jumlah bakteri tersebut masih dibawah angka lempeng

total (ALT) yang dipersyaratkan oleh SNI 01-4104-2006 dengan persyaratan 5x105 CFU/mlatau apabila dalam log adalah sebesar 5,70. Berdasarkan data yang diperoleh maka, produk tuna loin yang diproduksi oleh PT. X memenuhi syarat.

5,66 5,33 4,56 2 3 4 5 6 P1 P2 P3

Tahapan Pros es Pe ngolahan

L o g T P C

Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk

Gambar 12. Grafik rata-rata jumlah bakteri (log TPC) selama proses pengolahan.

Hasil yang menunjukkan meningkatnya jumlah bakteri pada tahapan proses pengolahan menunjukkan adanya proses pengolahan yang kurang baik. Adanya peningkatan jumlah bakteri tersebut dapat dikarenakan adanya

kontaminasi bakteri dari lingkungan dan juga proses yang dilakukan dengan suhu yang tidak tepat. Proses penanganan yang dapat meningkatkan jumlah bakteri adalah proses penerimaan bahan baku, yang dilakukan secara kurang baik. Ikan yang diletakan di lantai dapat terkontaminasi bakteri dari lingkungan luar, dan juga penanganan dengan menggunakan suhu yang tidak tepat pada proses ini memungkinkan pertumbuhan jumlah bakteri pada ikan. Selama proses pengolahan, dilakukan pada suhu ruang yang dapat berakibat pada peningkatan jumlah bakteri. Namun proses pengerjaan yang dilakukan secara cepat dapat menekan pertumbuhan bakteri. Proses pembekuan dan penyimpanan sementara pada suhu dingin (<0 oC) dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat dalam ikan.

Lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik dapat meningkatkan jumlah bakteri pada produk. Unit pengolahan ikan (UPI) yang kurang memenuhi standar sanitasi dapat meningkatkan jumlah bakteri pada produk. Disinfektan seperti klorin dapat menghambat perumbuhan bakteri. Klorin tidak digunakan untuk mencuci produk, karena penggunaan klorin dapat menimbulkan sifat toksik bagi manusia. Klorin hanya digunakan untuk membersihkan alas kaki apabila akan memasuki ruang unit pengolahan ikan (UPI).

c. Jumlah bakteri penghasil histamin (histidin dekarboksilase) pada produk tuna loin PT. X.

Keberadaan bakteri penghasil histamin (histidin dekarboksilase) pada ikan merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar histamin pada ikan. Jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin dalam jumlah tinggi yaitu Proteus morganii (bigeye, skipjack), Enterobacter aerogenes (skipjack), Clostridium perfringens (skipjack) (Keer et al. 2002).

Analisis jumlah bakteri penghasil histidin dekarboksilase dilakukan dengan menghitung angka lempeng total (total plate count, TPC) pada bakteri yang ditumbuhkan secara spesifik menggunakan media Niven’s agar. Media Niven’s agar merupakan media spesifik untuk menumbuhkan bakteri penghasil histamin (histidin dekarboksilase) denganwarna jingga (oranye) dan koloni bakteri

penghasil histamin berwarna putih kekuningan dengan wilayah berwarna merah muda di sekitarnya (Gambar 13).

( a )

( b ) ( c )

Gambar 13. (a) media Niven’s agar, (b) media Niven’s agar dengan koloni bakteri penghasil histamin, (c) koloni bakteri penghasil histamin pada media Niven’s agar.

Hasil analisis jumlah bakteri penghasil histamin dengan menggunakan Niven’s agar menunjukkan nilai yang semakin meningkat (Gambar 14). Pada tahapan penerimaan bahan baku rata-rata jumlah bakteri penghasil histamin (log TPC) adalah sebesar 3,51 (3,3x103 CFU/ml), pada tahapan pembentukan loin rata-rata sebesar 3,65 (4,5x103 CFU/ml), dan pada tahap pembungkusan rata-rata adalah sebesar 4,29 (1,9x104 CFU/ml). Jumlah bakteri penghasil histamin bukan merupakan syarat untuk menentukan mutu atau kualitas produk. Bakteri penghasil histamin dianalisis untuk melihat adanya risiko kenaikan kadar histamin pada produk. Bakteri penghasil histamin (histidin dekarboksilase) akan dapat menimbulkan bahaya keracunan atau bahkan kematian apabila telah bekerja menghasilkan enzim histidin dekarboksilase, yang merubah asam amino histidin (histidin bebas) dalam tubuh ikan menjadi histamin.

4,29 3,65 3,51 2 3 4 5 P1 P2 P3

Tahapan Proses Pengolahan

L o g T P C ( N iv e n 's a g a r)

Keterangan : P1: Tahap penerimaan bahan P2: Tahap pembentukan loin P3: Tahap pembungkusan produk

Gambar 14. Grafik rata-rata jumlah bakteri penghasil histamin (log TPC) dengan media Niven’s agar selama proses pengolahan.

Produksi histamin oleh bakteri histidin dekarboksilase biasanya tidak berlangsung pada suhu kurang dari 5oC (Setiyono 2006). Penanganan yang baik pada saat proses pengolahan akan menghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin pada produk. Penanganan yang berlangsung pada PT. X dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri penghasil histamin.

Tahapan proses yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri penghasil histamin diantaranya adalah tahapan penerimaan bahan baku, dimana ikan tidak ditangani secara baik. Proses pemotongan kepala dan sirip ikan juga dapat mengakibatkan kontaminasi pada daging ikan.

Perbandingan jumlah bakteri secara umum dengan bakteri penghasil histamin dapat dilihat pada Gambar 15. Jumlah bakteri penghasil histamin lebih sedikit dibanding jumlah bakteri secara umum. Bakteri secara umum dan bakteri penghasil semakin meningkat selama tahap pengolahan tuna loin.

5,66 5,33 4,56 4,29 3,65 3,51 0 1 2 3

Dokumen terkait