• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Kartu Kredit Setelah Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik (E-Money)

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Perkembangan Kartu Kredit Setelah Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik (E-Money)

Sebagai Alat Pembayaran Non Tunai yang Sah

Bank Indonesia pada 4 Mei 2018 menyesuaikan peraturan tentang Uang Elektronik melalui PBI No. 20/6/PBI/2018 disebutkan bahwa terbitnya peraturan tentang Uang Elektronik terbaru dilatarbelakangi oleh model bisnis uang elektronik yang bervariasi, penyelenggaraan uang elektronik yang didasarkan pada kondisi keuangan yang baik, keterkaitan penyelenggaraan uang elektronik dan kegiatan bisnis lain yang semakin erat dan kompleks. Selain itu pula adanya disparitas kinerja penyelenggara berizin dan makin beragamnya pihak yang mengajukan sebagai penyelenggara uang elektronik.

Terdapat 15 (lima belas) poin penyesuaian Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik yaitu:

1. Prinsip penyelenggaraan uang elektronik yang tidak menimbulkan risiko sistemik, operasional dengan kondisi keuangan yang sehat, penguatan

65

perlindungan konsumen, dan usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, penyelenggaraan uang elektronik juga didasarkan pada prinsip pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme (Pasal 2).

2. Ruang lingkup pengaturan uang elektronik mencakup uang elektronik open loop yaitu uang elektronik yang dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang bukan merupakan penerbit uang elektronik, dan uang elektronik closed loop yaitu uang elektronik yang hanya dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa yang merupakan penerbit uang elektronik tersebut (Pasal 3 ayat (1). Dalam pengaturan ini, setiap pihak yang bertindak sebagai penyelenggara uang elektronik wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia, kecuali penerbit uang elektronik closed loop dengan dana float kurang dari Rp 1.000.000.000 (Pasal 4 ayat (2).

3. Setiap penerbit uang elektronik hanya dapat memperoleh izin satu jenis kelompok saja, yaitu kelompok penyelenggara front end yaitu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang menyediakan jasa sistem pembayaran kepada pengguna dan/atau penyedia barang dan/atau jasa (Costumer facing) yang terdiri dari penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana) sedangkan kelompok penyelenggara back end yaitu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang menyediakan infrastruktur pemrosesan transaksi pembayaran kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran lainnya (Non-costumer facing) yang terdiri dari prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara penyelesaian akhir, penyelenggara kliring (Pasal 5 ayat (2).

4. Pihak yang melakukan izin sebagai penyelenggara harus berupa Bank atau Lembaga Selain Bank dengan bentuk perseroan terbatas (Pasal 6 ayat (1) dan (2). Setiap penyelenggara juga wajib memenuhi persyaratan aspek kelayakan yang meliputi aspek kelembagaan dan hukum, kelayakan bisnis

dan operasional, serta aspek tata kelola, risiko, dan pengelolaan (Pasal 13 ayat (1).

5. Untuk penerbit Lembaga Selain Bank wajib memiliki minimum modal disetor sebesar Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) dan wajib untuk meningkatkan minimum modal disetor seiring dengan peningkatan jumlah rata-rata dana float (Pasal 9 ayat (1) dan (2).

6. Komposisi kepemilikan saham bagi penerbit Lembaga Selain Bank adalah 51% dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dan 49% dimiliki oleh asing yang meliputi kepemilikan secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan penilaian Bank Indonesia (Pasal 9 ayat (1) dan (2).

7. Bank atau Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara wajib menyampaikan pernyataan dan jaminan (representation and warranties) secara tertulis kepada Bank Indonesia (Pasal 14 ayat (1) disertai dengan pernyataan dari konsultan hukum yang independen dan professional berdasarkan hasil uji tuntas dari segi hukum (legal due diligence) (Pasal 14 ayat (3).

8. Bank Indonesia dapat melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris dari Lembaga Selain Bank yang mengajukan izin menjadi penyelenggara uang elektronik (Pasal 27 ayat (1).

9. Setiap pihak dilarang untuk menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada lebih dari satu Penyelenggara LSB yang masing-masing memiliki izin Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang sama; dan/atau setiap pihak dilarang untuk menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada lebih dari satu penyelenggara LSB dalam kelompok PJSP yang berbeda. Pemegang Saham Pengendali yang dimaksud adalah berupa perseorangan dan badan hukum bukan Bank (Pasal 31 ayat (1) dan (2).

10. Penyelenggara Lembaga Selain Bank dilarang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pemegang saham pengendali

67

penyelenggara selama lima tahun sejak izin pertama diberikan, kecuali jika memperoleh izin dari Bank Indonesia karena kondisi tertentu (Pasal 60). 11. Pembagian penempatan dana float penyelenggara uang elektronik,

minimal sebesar 30% disimpan di kas penerbit yang merupakan Bank yang termasuk dalam kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 dan giro di Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau giro bank Buku 4 bagi bank selain buku 4 dan maksimal 70% ditempatkan pada surat berharga atau instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia atau rekening di Bank Indonesia (Pasal 48 ayat (1) dan (2). Sementara untuk penerbit uang elektronik berupa bank umum syariah, unit usaha syariah, atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan kegiatan secara syariah wajib menempatkan dana float pada bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 4 atau bank umum syariah yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank umum yang termasuk dalam kategori BUKU 4 (Pasal 77 ayat (2).

12. Uang elektronik yang diterbitkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya dapat ditransaksikan di wilayah Indonesia dengan menggunakan kanal pembayaran yang terhubung dengan gerbang pembayaran nasional (GPN) (Pasal 39 ayat (1). Penyelenggara uang elektronik asing tersebut juga wajib melakukan kerjasama dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berizin yaitu Bank BUKU 4 dan terhubung dengan gerbang pembayaran nasional (Pasal 39 ayat (2).

13. Untuk uang elektronik registered (tercatat), limit dananya maksimal Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) (Pasal 45 ayat (1) huruf b).

14. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara Uang Elektronik, yang meliputi Pengawasan tidak langsung dan Pengawasan langsung (on-site visit) (Pasal 67 ayat (1). Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan secara terintegrasi terhadap: penyelenggara dan perusahaan induk, perusahaan anak, pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara, dan/atau pihak terafiliasi lain terutama yang melakukan kegiatan terkait dengan bidang sistem pembayaran (Pasal 68 ayat (1).

Pengawasan terintegrasi dilakukan terhadap eksposur risiko dan pemenuhan aspek kelembagaan dan hukum, aspek kelayakan bisnis, serta aspek tata kelola, risiko, dan pengendalian (Pasal 68 ayat (2).

15. Penyelenggaraan Uang Elektronik baik yang berbentuk Bank atau Lembaga Selain Bank harus menyesuaikan dengan seluruh persyaratan perizinan dalam PBI No. 20/6/PBI/2018 antara lain diatur pada Bab IX Ketentuan Peralihan:

a. Penerbit yang belum berizin wajib mengajukan izin kepada Bank Indonesia paling lambat 6 bulan sejak PBI ini berlaku (Pasal 85) b. Penyelenggara berizin wajib menyampaikan surat pernyataan dan

jaminan (representations and warranties) paling lambat 6 bulan sejak PBI berlaku (Pasal 86)

c. Penerbit berizin berupa Lembaga Selain Bank wajib memenuhi ketentuan modal disetor yaitu Rp 3.000.000 paling lambat 6 bulan sejak PBI berlaku (Pasal 88)

d. Penyelenggara yang telah memiliki lebih dari 1 izin pada kelompok PJSP yang berbeda harus melakukan penyesuaian apabila pihak tersebut mengajukan permohonan izin baru sebagai Penyelenggara kepada BI (Pasal 83).

e. Penerbit berizin berupa Lembaga Selain Bank wajib memenuhi komposisi kepemilikan saham apabila setelah berlakunya PBI ini penerbit melakukan perubahan kepemilikan yang menyebabkan terjadinya perubahan kepemilikan asing (Pasal 89).

f. Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada: 1) Penyelenggara berizin

2) Pihak dalam proses perizinan (pipeline)

wajib memenuhi ketentuan mengenai kepemilikan tunggal apabila setelah berlakunya PBI ini, akan melakukan perubahan kepemilikan saham penyelenggara (Pasal 90).

69

Kartu kredit diterbitkan berdasarkan perjanjian penerbitan kartu yang dibuat oleh pihak penerbit dan pemegang kartu. Berdasarkan perjanjian tersebut bank/perusahaan menerbitkan dan menyerahkan kartu berukuran kecil yang disebut dengan kartu kredit yang dapat digunakan untuk pembayaran berbagai transaksi. Kartu kredit memiliki prinsip hutang yaitu “beli sekarang bayar kemudian” yaitu kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Hingga tahun 2018 terdapat 28 penerbit uang elektronik yang dicatat oleh Bank Indonesia, antara lain 9 Bank Umum, 2 Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan 16 Lembaga Selain Bank (LSB). Berikut tabel III.1 Daftar Penerbit dan Produk Uang Elektronik :

Tabel III. 1 Daftar Penerbit dan Produk Uang Elektronik

No. Nama Penerbit Produk Uang Elektronik

1 BPD DKI Jakarta Jakcard

2 BPD Sumsel Babel BSB Cash

3 Bank Central Asia Tbk. Flazz, Sakuku, Flazz Danamon

4 Bank CIMB Niaga Rekening Ponsel

5 Bank Mandiri (Persero) Tbk. E-Money, E-Cash, Blink (BTN), E-toll card (Jasa Marga), Indomaret Card, GazCard (Pertamina)

6 Bank Mega Tbk. Megacash

7 Bank Nationalnobu Nobu E-Money

8 Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Tapcash, UnikQu

9 Bank Permata BBM Money

11 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Brizzi

12 PT. Artajasa Pembayaran Elektronis Mynt 13 PT. Dompet Anak Bangsa

(d/h PT MV Commerce Indonesia)

PonselPay (Diakuisisi Gojek)

14 PT. Espay Debit Indonesia Koe uNIK

15 PT. Finnet Indonesia Mobile Cash

16 PT. Indosat Tbk. PayPro

17 PT. Nusa Satu Inti Artha Doku 18 PT. Skye Sab Indonesia Skyedoit 19 PT. Smartfren Telecom Tbk. Uangku 20 PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. T-Money 21 PT. Telekomunikasi Selular TCash 22 PT. Witami Tunai Mandiri Truemoney

23 PT. XL Axiata Tbk. XL Tunai

24 PT. Buana Media Teknologi GVE Money 25 PT. Bimasakti Multi Sinergi SpeedCash 26 PT. Visionet Internasional OVO 27 PT. Inti Dunia Sukses iSaku 28 PT Espay Debit Indonesia Koe Espay

Sumber: Bank Indonesia, 2018

Perkembangan kartu kredit di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena bertambahnya jenis kartu kredit yang diterbitkan, meningkatnya jumlah nasabah, dan melonjaknya jumlah kartu kredit. Menurut laporan Publikasi Statistik Bank Indonesia, nominal transaksi kartu kredit pada tahun 2011 telah mencapai Rp 182,6 Triliun, pada tahun 2012 mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 201,8 Triliun, dan terus meningkat setiap tahunnya, meskipun peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Pada tahun 2015 nominal transaksi kartu kredit sebesar Rp 280,5 Triliun, di tahun 2016 nominal transaksi hanya sebesar Rp 281,02 Triliun. Nominal transaksi kartu kredit

71

terjadi penurunan pada tahun 2017 yang hanya sebesar Rp 202,6 Triliun. Penurunan yang cukup signifikan sebesar 72% yaitu Rp 78,42 Triliun. Hingga bulan April 2018 jumlah nominal kartu kredit adalah sebesar Rp 99,05 Triliun. Transaksi nominal uang elektronik pada tahun 2011 sebesar Rp 0,98 Triliun, pada tahun 2012 meningkat hingga dua kali lipat sebesar Rp 1,97 Triliun dan terus meningkat hingga menyentuh angka Rp 13,66 Triliun pada akhir April 2018.

182.6 201.8 223.37 255.06 280.54 281.02 202.59 99.05 0.98 1.97 2.9 3.32 5.28 7.06 9.52 13.6 0 50 100 150 200 250 300 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Apr-18 T rr ili un R up iah Gambar III.1

Nominal Transaksi Kartu Kredit dan Uang Elektronik Tahun 2011 - April 2018

Kartu Kredit Uang Elektronik

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Berdasarkan Gambar III.1 diatas dapat dilihat bahwa nominal transaksi uang elektronik cenderung meningkat meskipun tidak sebesar nominal transaksi pada kartu kredit. Hal ini disebabkan karena pembayaran transaksi menggunakan kartu kredit lebih cenderung bernilai nominal yang besar, karena transaksi yang terjadi menggunakan uang bank penerbit dapat disebut juga nasabah diberikan pinjaman uang oleh bank penerbit dengan sistem pembayaran cicilan sehingga terkadang menjadikan masyarkat hidup konsumtif bahkan dimungkinkan terjerat hutang. Sedangkan pada transaksi pembayaran menggunakan uang elektronik, nilai uang yang tersimpan dalam chip merupakan uang pribadi milik pemegang uang elektronik tanpa melibatkan pinjaman dari bank penerbit, adanya batasan nilai uang yang tersimpan didalam uang elektronik yang terdaftar (registered) sebesar Rp 5.000.000 dan diakibatkan oleh terbatasnya transaksi per bulan yang

boleh dilakukan oleh pengguna uang elektronik adalah sebesar Rp 20.000.000 menjadikan nominal transaksi menggunakan uang elektronik cenderung kecil dibandingkan dengan menggunakan kartu kredit.

0 20000000 40000000 60000000 80000000 1E+09 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Apr-18 S atuan Gambar III. 2

Volume Transaksi Kartu Kredit dan Uang Elektronik Tahun 2011-April 2018

Kartu Kredit Uang elektronik

Sumber: Bank Indonesia, 2018

Dari gambar III.2 diatas dapat dilihat bahwa volume transaksi dengan menggunakan kartu kredit cenderung turun sejak tahun 2016 hingga bulan April 2018, semula volume transaksi kartu kredit pada tahun 2016 sebesar 305.052.297 satuan dan kemudian turun menjadi 220.043.918 satuan pada tahun 2017 hingga menyentuh angka 110.402.893 satuan hingga bulan April 2018 ini. Sedangkan perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan volume transaksi menggunakan uang elektronik dimana volume transaksi meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 hanya 203.369.990 satuan dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 535.579.528 satuan dengan kenaikan sebesar 163%. Dikutip dari website kontan.co.id Direktur Program Elektronifikasi dan Inklusi Keuangan Bank Indonesia, Punky Purnomo Wibowo menyatakan bahwa kenaikan transaksi uang elektronik didorong oleh elektronifikasi jalan tol dan bantuan sosial. Elektronifikasi jalan tol pada akhir Oktober 2017 diprediksi akan meningkatkan transaksi uang elektronik (https://www.idnfinancials.com/id/n/13186/Transaksi-jalan-tol-mendorong-kenaikan-uang-elektronik diakses pada tanggal 28 Mei 2018 pukul 09.52 WIB). Bank Indonesia melalui Direktur Eksekutif Departemen

73

Komunikasi Bank Indonesia, Agusman pada tanggal 7 November 2017 menyatakan bahwa penetrasi uang elektronik di jalan tol hingga 3 November 2017 mencapai 98% (http://id.beritasatu.com/moneyandbanking/penetrasi-uang-elektronik-mencapai-98/167581 diakses pada 27 Mei 2018 Pukul 22.36 WIB).

Menurut data Bank Indonesia uang elektronik menjadi salah satu alat pembayaran non tunai yang sangat potensial untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Sadar potensi yang dimiliki oleh uang elektronik mendorong Bank Indonesia untuk mencanangkan sebuah Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk meningkatkan penggunaan uang elektronik. Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardjojo pada tanggal 14 Agustus 2014 di Jakarta secara resmi mencanangkan “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)” yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman dan efisien untuk menciptkana suatu komunitas atau masyarakat yang menggunakan instrument non tunai (Less Cash Society/LCS) (Bank Indonesia, 2014).

Selain adanya dukungan dari pemerintah, dalam hal ini adalah Bank Indonesia, peningkatan volume transaksi menggunakan uang elektronik dipicu oleh banyaknya keuntungan yang diberikan baik kepada masyarakat, industri, maupun bagi Bank Indonesia. Beberapa keuntungan antara lain pertama, bagi masyarakat luas memberikan kemudahan dalam transaksi pembayaran secara cepat dan mudah dengan hanya menempelkan kartu pada mesin Electronic Data Capture (EDC) untuk bertransaksi ritel dengan nilai kecil, serta aman karena tidak perlu membawa uang tunai. Kedua, bagi penyedia layanan tidak lagi harus memberikan uang kecil untuk kembalian dan proses transaksinya pun dilakukan dengan cepat. Ketiga, meningkatkan efisiensi percetakan uang dan penggandaan uang bagi Bank Indonesia (Komang Aditya Satya D, 2017: 3).

Kazuo Watabe, Kunihiko Iwasaki dan Eiichi Umehara dalam International Journal of Japan Association for Management Consumer Use of Electronic Money (2014) menjelaskan keuntungan dari penggunaan uang elektronik antara lain yaitu:

1. Konsumen dapat menggunakan alat transportasi umum tanpa harus membeli tiket. Tiket secara otomatis dibayarkan pada gerbang tiket. Bahkan saat berbelanja konsumen mendapatkan keuntungan poin atas transaksi yang dilakukan;

2. Manfaat bagi perusahaan transportasi umum karena dapat memangkas 1/3 biaya pemeliharaan gerbang tiket magnetic apabila menggunakan gerbang tiket elektronik;

3. Pedagang dapat mengurangi jumlah antrian pembeli dan waktu tunggu pada kasir pembayaran sehingga dimungkinkan adanya peningkatan pembeli, serta mengurangi risiko adanya pencurian uang tunai.

Keuntungan penggunaan uang elektronik juga dijelaskan oleh N Ramya, Sivasakthi dan M Nandhini dalam International Journal of Applied Research (2017: 124) antara lain yaitu kemudahan yang ditawarkan oleh uang elektronik dalam dunia digital mendorong masyarakat banyak menggunakannya daripada membawa uang dalam bentuk tunai dan mengantri untuk mengambil uang di mesin ATM, pembayaran menggunakan uang elektronik mencegah terjadinya uang pengembalian yang kurang oleh pedagang karena jumlah uang yang dibayarkan kepada pedagang berasal dari uang elektronik yang digunakan dan pengeluaran menggunakan uang elektronik cenderung lebih terkontrol karena menggunakan uang pribadi pemegang kartu sehingga akan menghasilkan investasi yang lebih tinggi dalam bentuk tabungan.

Berbagai transaksi dapat menggunakan uang elektronik antara lain adalah pembelian bahan bakar minyak di SPBU, membayar tagihan PLN, pembayaran tol, pembelian tiket pesawat maupun tiket kereta api serta membayar tagihan langganan TV berbayar. Lebih dari itu dapat pula digunakan untuk membayar tiket konser musik, berbelanja dan sebagainya. Karena dinilai banyak memiliki manfaat, pemerintah melalui Bank Indonesia gencar melakukan sosialisasi kepada

75

masyarakat luas. Berikut disajikan grafik perkembangan jumlah instrument kartu kredit dan uang elektronik yang beredar di Indonesia tahun 2011-April 2018: 0 20000000 40000000 60000000 80000000 10000000 12000000 Uni t Gambar III.3

Jumlah Instrumen Kartu Kredit dan Uang Elektronik yang Beredar di Indonesia Tahu n 2011-April 2018

Kartu Kredit Uang Elektronik

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Jumlah e-money yang beredar mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2011 hingga bulan April 2018. Kenaikan tajam terjadi pada tahun 2016 sebanyak 51.204.580 instrumen ke tahun 2017 sebanyak 90.003.848 instrumen dengan selisih kenaikan 38.799.268 instrumen. Akan tetapi pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 1.423.438 instrumen. Jumlah ini menggambarkan betapa pesatnya perkembangan uang elektronik di Indonesia. Sejak diperkenalkan pada tahun 2007, penggunaan uang elektronik di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Selain jumlah uang elektronik yang diterbitkan, nilai dan volume uang elektronik juga meningkat.

Sedangkan jumlah kartu kredit yang beredar di masyarakat tiap tahunnya mengalami peningkatan tetapi tidak cukup signifikan dibandingkan instrument uang elektronik yang beredar di masyarakat. Sejak tahun 2011 instrumen kartu kredit yang beredar sebanyak 14.785.382 kartu dan hingga pada bulan April 2018 hanya meningkat sebanyak 2.633.145 instrumen kartu kredit atau sama dengan 17% selama 7 (tujuh) tahun. Instrumen kartu kredit dari tahun 2011 hingga tahun 2016 mengalami kenaikan meskipun tidak cukup signifikan, hanya pada tahun

2017 mengalami penurunan sebanyak 162.200 instrumen kartu kredit. Hingga April 2018 jumlah kartu kredit yang beredar sebanyak 17.418.527 instrumen.

Jumlah instrument kartu kredit yang mengalami penurunan di tahun 2017 menurut Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardjojo dikarenakan terdapat kebijakan regulator yang tidak memperkenankan masyarakat memiliki banyak kartu kredit. Yaitu nasabah dengan pendapatan dibawah Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) hanya boleh memiliki kartu kredit dari dua bank penerbit kartu. Penurunan kartu kredit juga dikarenakan adanya kredit macet. Banyak bank penerbit yang banyak mencetak kartu akibatnya setelah beberapa lama kartu tersebut macet sehingga harus dilakukan hapus buku (http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/03/110000026/peredaran-kartu kredit-kian-susut-ini-2-penyebabnya diakses pada 28 Mei 2018 pukul 20.00).

Menurut General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta dalam wawancara dengan detikFinance pada Selasa, 10 Oktober 2017 menyatakan bahwa berkurangnya kartu kredit dikarenakan bank melakukan pembersihan kartu-kartu yang non-aktif dimana secara akuntansi kartu tersebut tidak digunakan untuk bertransaksi satu rupiah pun dalam waktu tiga bulan. Pembersihan kartu kredit dilakukan agar tidak menjadi kartu dormant atau kartu tidur (https://finance.detik.com/moneter/d-3679260/asosiasi-jumlah-kartu-kredit-menyusut-bukan-karena-daya-beli-turun diakses pada tanggal 28 Mei 2018 pukul 14.50 WIB).

Transaksi kartu kredit tercatat mengalami penurunan baik dari segi volume transaksi dan nilai nominal. Sedangkan jumlah instrument kartu kredit yang beredar di masyarakat cenderung tidak ada peningkatan, kalaupun terdapat peningkatan, peningkatannya tidak terlalu signifikan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara dikutip dari website finance.detik.com tanggal 13 April 2018 menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah mengintip transaksi kartu kredit nasabah kelas menengah atas yang nilai transaksinya diatas Rp 1 Miliar dalam setahun, dimana kebijakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian dan Informasi serta

77

Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Adanya kebijakan tersebut membuat nasabah beralih dengan menggunakan uang tunai (https://finance.detik.com/moneter/d-3970180/transaksi-kartu-kredit-melambat-ekonom-karena-bisa-diintip-pajak diakses pada 28 Mei 2018 pukul 21.30 WIB). Selain itu penurunan kartu kredit disebabkan oleh daya beli masyarakat yang lesu menyusul ditutupnya beberapa toko ritel khususnya yang menjual pakaian jadi seperti Debenhamas, Lotus, GAP, dan beberapa cabang Matahari. Daya beli masyarakat menjadi turun, dapat dilihat dari konsumsi rumah tangga yang turun menjadi 4.95% di tahun 2017. Indeks Penjualan Riil (IPR) kelompok makanan, minuman dan tembakau yang dirilis Bank Indonesia pada Januari 2018 turun menjadi 0.8% di Februari 2018. Hal ini disebabkan adanya inflasi makanan yang cukup tinggi dan kenaikan harga BBM Non-subsidi. Daya beli masyarakat yang turun dapat dilihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun dikarenakan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok, kegaduhan politik dan kebijakan pajak yang agresif (https://finance.detik.com/moneter/d-3970760/transaksi-kartu-kredit-melambat-tanda-daya-beli-lesu diakses pada 28 Mei 2018 pukul 21.33 WIB).

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pelaporan data nasabah pemegang kartu kredit merupakan implementasi Automatic Exchange of Information (AEOl) pada September 2018 (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4189429/siap-siap-september-ini-ditjen-pajak-bisa-intip-rekening diakses pada 7 Oktober 2018 pukul 23.29 WIB). Terkait hal tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa akan menjaga kerahasiaan data nasabah pemegang kartu kredit dan akan dilakukan sosialisasi atas pelaksanaan PMK Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan dan PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan menetapkan batas atas dan batas

bawah nilai transaksi yang diawasi. Ditjen Pajak hanya akan memantau nilai

transaksi nasabah sebesar Rp 1 Miliar setahun

(https://finance.detik.com/moneter/d-3863593/sri-mulyani-jamin-data-kartu-kredit-yang-diintip-pajak-aman diakses pada 28 Mei 2018 pukul 21.40 WIB).

Eksistensi kartu kredit sebagai alat pembayaran non tunai mulai tergantikan oleh kebijakan Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik. Elektronifikasi

Dokumen terkait