• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Pemerintah/Politik

Dalam dokumen MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI.docx (Halaman 24-34)

BAB II PEMBAHASAN

5. Perkembangan Pemerintah/Politik

Sebetulnya ada banyak kerajaan di sekitar Makassar. Misalnya Gowa, Tallo, Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng. Namun, hanya Gowa dan Tallo yang menggabungkan diri menjadi satu kekuatan dengan nama Makassar. Raja Makassar yang pertama masuk Islam adalah Karaeng Matoaya dengan gelar Sultan Alaudin (1593– 1639). Penguasa selanjutnya adalah Malekul Said (1639–1653), berhasil membuat Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim. Puncak kegemilangan Kerajaan Makassar terjadi

saat Sultan Hasanuddin memegang tampuk kekuasaan. Di tangannya, Kerajaan Makassar berkembang menjadi sebuah kerajaan dengan jaringan perdagangan yang kuat dan pengaruh yang luas.

Sultan Hasanuddin adalah seorang raja yang antimonopoli, sehingga ketika Belanda datang ingin menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk, ia menentang dengan keras. Keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di Indonesia bagian timur jelas tidak bisa diterima oleh sultan. Konflik terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya Belanda untuk menguasai jaringan perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah surut. Dengan siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar. Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi perjanjian itu antara lain VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan dengan mendirikan benteng, Makassar melepaskan wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone.11

11 Imtam Rus Ernawati, Nursiwi Ismawati, Sejarah Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa kelas XI, Klaten: PT. Cempaka Putih, 2009, hlm.19.

Kehidupan politik Kerajaan Gowa Tallo dapat dilihat dari raja-raja yang memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri.

a. Raja yang memerintah

Kerajaan Gowa dan Tallo merupakan kerajaan kembar yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua kerajaan ini letaknya berdekatan. Beberapa raja atau Sultan yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Gowa dan Tallo adalah sebagai berikut :

1) Karaeng Matoaya

Karaeng Matoaya, lengkapnya Karaeng Matoaya I Malingkang Daeng Manyonri' Karaeng Katangka atau Sultan Abdullah, adalah seorang raja Kerajaan Tallo (memerintah 1593-1623) sekaligus perdana menteri Kesultanan Makassar, yang sangat berpengaruh pada abad ke-17. Ia melantik Sultan Alauddin sebagai raja Kerajaan Gowa, menggantikan saudaranya Tunipasulu. Hubungan yang erat antara Karaeng Matoaya dan Sultan Alauddin kemudian berhasil meningkatkan kejayaan Kesultanan Makassar sehingga menjadi kekuatan militer dan perdagangan yang disegani di wilayah timur Nusantara. Karaeng Matoaya merupakan raja Tallo yang merangkap

sebagai mangkubumi Kerajaan Gowa, dan bergelar Sultan Abdullah dengan julukan Awalul Islam.

2) Sultan Alaudin

Sultan Alaudin merupakan raja Gowa yang memiliki nama asli Daeng Manrabia.12 Nama lengkapnya yaitu I Mangakrangi Daeng Manrakbia. Raja Gowa dan Tallo disebut penguasa dwitunggal.

I Mangakrangi Daeng Manrabia dilantik menjadi Raja Gowa XIV ketika baru berusia tujuh tahun.Menurut hukum adat Gowa-Tallo bahwa selama raja belum dewasa, maka Tumabbicara Butta atau mangkubumi yang harus menjalankan pemerintahan.Kebetulan yang menjadi mangkubumi waktu itu ialah pamannya sendiri bernama I Mallingkaang Daeng Nyonrik, Karaeng Katangka, (kemudian jadi Raja Tallo).

Sultan Alauddin adalah raja pertama yang melakukan jihad.Selain mengajarkan bagaimana melaksanakan Ibadah, juga mengajarkan bagaimana berjihad di jalan Allah.Waktu itu Belanda sudah masuk ke Kerajaan Gowa. Kedatangannya pertama-tama hanya ingin melakukan perdagangan, tapi selanjutnya ia mengembangkan misi lainnya, selain menyebarkan Agama Kristen juga berusaha

12Drs. Sudjatmoko Adisukarjo dkk., Horizon IPS Ilmu Pengetahuan Sosial Semester Pertama 5A, Bogor: Percetakan Ghalia,2007, hlm.38.

untuk monopoli perdagangan rempah-rempah dari Maluku.

3) Sultan Muhammad Said

Sultan Muhammad Said adalah pengganti Sultan Alauddin. Ia meneruskan perjuangan ayahnya.13 Kerajaan Gowa bertambah maju dan disegani dunia luar pada masa pemerintahan raja Gowa ke XV I Manuntungi Daeng Mattola yang bergelar Sultan Muhammad Said atau Malikussaid, dari tahun 1639-1653. Raja ini didampingi oleh mangkubuminya yang terkenal yang bernama Karaeng Pattingaloang. Pada masa inilah, kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaan, mempunyai wilayah yang luas dan besar pengaruhnya.14

4) Sultan Hassanudin

13Ibid.

14 Muhammad Abduh, dkk.,Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan, Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1985, hlm.12

Nama aslinya adalah Muhammad Bakir atau I Mallambosi yang dikenal dengan nama Sultan Hassanudin. Ia lahir di Makassar, 12 Januari 1631.

Setelah Sultan Hassanudin naik tahta, ia menggabungkan beberapa kerajaan kecil Indonesia bagian timur untuk bersama-sama melawan Belanda. Lalu di tahun 1660 meletuslah perang antara Gowa dan Belanda yang diakhiri dengan perdamaian. Karena di dalam perdamaian tersebut banyak merugikan Gowa maka di tahun 1666 Sultan Hasanuddi kembali menggencarkan perlawanan terhadap Belanda. Dalam peperangan ini Belanda dibantu oleh kerajaan-kerajaan yang dapat dipengaruhi. Perlawanan terus berlangsung akhirnya pada tanggal 18 Nopember 1667 diadakan perjanjian Bongaya15 yang mengakhiri perang tersebut.

15 Perjanjian Bungaya (sering juga disebut Bongaya atau Bongaja勝 adalah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan phial Hindia Belanda yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman.

Gambar 1.7 Sultan Hasanuddin

Namun perjanjian Bongaya ini tidak berhasil memelihara perdamaian dalam waktu yang lama, dan Sultan Haanuddin tertekan oeh isis perjanjian itu. Pada bulan April 1667 Sultan Hasanuddin kembali melancarkan serangan terhadap Belanda.

Tanggal 24 Juni 1668, pertahanan terkuat kerajaan Gowa yaitu benteng Sobaupo jatuh ke tangan Belanda. Dengan jatuhnya benteng tersebut ke tangan Belanda, maka kekuatan Sultan Hasanuddin melemah. Beberapa hari kemudian Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan ia tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin meninggal dunia tanggal 12 Juni 1670 karena keberaniannya, Belanda menjulukinya “Ayam Jantan dari Timur”.16

5) I Mappasomba

Ia merupakan pengganti Sultan Hassanudin. Ketika ia menjadi raja, ia masih berusia 13 tahun.17 I Mappasomba Daeng Nguraga Karaeng Katangka bergelar

16 Amir Hendrasah, Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler, Yogyakarta : Galangpress Group,hlm. 27.

Sultan Ali adalah putra mahkota Kerajaan Gowa. Sebagai putra mahkota Kerajaan Gowa, I Mappa- nama panggilan kecilnya di kerajaan ditugasi sebagai kepala staf gabungan militer sekaligus kepala koordinasi pemerintahan Kerajaan Gowa. Sering menggantikan ayahnya untuk menjalankan tugas-tugas kenegaraan, I Mappa tergolong gigih menentang kompeni.18

b. Wilayah Kekuasaan

Kerajaan Gowa-Tallo atau Makassar adalah salah satu Kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara. Wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar pada pertengahan abad XVII dapat meliputi sebagian besar kepulauan Nusantara bagian Timur, seluruh Sulawesi, Sula, Dobo,Buru-Kepulauan Aru Maluku di sebelah timur, termasuk Sangir,

18 S.M Noor, Perang Makassar 1669, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara,2011, hlm. xi

Gambar 1.8 Peta wilayah Kerajaan Gowa Tallo

Talaud, Pegu, Mindanao di bagian utara, Timor, Sumba, Flores, Sumbawa, Lombok-Nusa Tenggara di sebelah selatan, serta Kutai dan Berau di Kalimantan Timur sebelah Barat bahkan sampai Marege-Australia Utara.

Makassar sudah dikenal dan tercantum dalam lembaran Syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan Prapanca (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi. Kemunduran Kerajaan Majapahit akibat adanya kekacauan politik serta perang saudara di dalam kerajaan membuat wilayah-wilayah jajahannya terbengkalai. Banyak wilayah jajahan Majapahit melepaskan diri sepenuhnya dari Majapahit dan menjadi Kerajaan tersendiri.

Kerajaan Makassar merupakan kerajaan yang berdiri di Sulawesi. Kerajaan Makassar merupakan gabungan dari kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Sebelumnya Kerajaan Gowa dan Tallo pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Siang. Menurut catatan Portugis dari Abad XVI, Tallo pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa dan Gowa sendiri mengakui Kerajaan Siang sebagai kerajaan yang “lebih

besar” dan lebih kuat dari mereka. (Andaya, 2004). Pada pertengahan Abad XVI, Kerajaan Siang menurun pengaruhnya oleh naiknya kekuatan politik baru di pantai barat dengan pelabuhannya yang lebih strategis, Pelabuhan Somba Opu. Kerajaan itu tak lain Kerajaan Gowa, yang mulai gencar melancarkan ekspansi pada masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisika Kallonna. Persekutuan Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya membawa petaka bagi Siang, sampai akhirnya mati dan terlupakan, di penghujung Abad XVI.

Kerajaan Makassar mulai berkembang sejak Tumapa'risi Kallona memperluas daerah kerajaannya dengan menaklukkan beberapa kampung atau kerajaan kecil. Tumapa'risi Kallonna memerintahkan pula membangun beberapa benteng di pesisir pantai yang merupakan benteng pertahanan memanjang dari utara ke selatan. Pada masa itu Makassar mempunyai belasan benteng pertahanan, dan benteng Somba Opu merupakan yang paling besar. Bahkan Ilmuwan Inggris, William Wallace, menyatakan, Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat yang pernah dibangun orang nusantara.

Pada masa pemerintahan raja-raja selanjutnya, meskipun kerajaan Gowa-Tallo ini bercorak Islam, akan tetapi diberitakan adanya hubungan baik dengan bangsa Portugis yang datang dengan membawa agama Kristen-Katolik. Kerajaan ini bahkan memberi bantuan dan menanam sahah dalam perdagangan orang-orang Portugis (Francisco Viera yang menjadi utusan kerajaan Gowa ke Batavia dan Banten).

Hubungan erat Gowa-Tallo dengan orang Portugis dalam bidang perdagangan ini mungkin disebabkan adanya ancaman dari VOC Belanda yang berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku.

Dalam dokumen MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI.docx (Halaman 24-34)

Dokumen terkait