• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Per Kapita di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan Pendapatan Per Kapita stiap tahunnya, dimana pada tahun 2004 rata-rata Pendapatan Per Kapita untuk seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 9.741.566,- kemudian pada tahun 2005 sebesar Rp. 11.326.516,- dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 12.684.532,-.

Berikut ini merupakan tabel perkembangan Pendapatan Per Kapita mulai dari tahun 2004-2006.

Tabel 5.4.

Perkembangan Pendapatan Per Kapita

Perkembangan Kabupaten/Kota 2004 2005 2006

2005 2006 Asahan 14.375.987 15.158.399 16.030.346 5.44 % 5.75 %

Dairi 7.928.545 8.816.326 9.538.398 11.19 % 8.19 % Deli Serdang 10.348.860 12.191.491 13.131.921 17.80 % 7.71 % Tanah Karo 10.471.676 11.647.499 11.615.077 11.22 % -0.27 % Labuhan Batu 10.102.015 11.471.610 12.757.621 13.55 % 11.21 % Langkat 7.705.527 8.721.307 9.750.050 13.18 % 11.79 % Mandailing Natal 4.726.961 5.179.346 5.464.263 9.57 % 5.50 % Nias 4.861.036 5.482.325 6.247.937 12.78 % 13.96 % Simalungun 6.812.099 7.574.084 8.180.743 11.18 % 8 % Tapanuli Selatan 5.427.688 5.869.857 6.705.768 8.14 % 14.24 % Tapanuli Tengah 4.143.009 4.573.080 4.866.083 10.38 % 6.40 % Tapanuli Utara 6.838.788 8.412.454 9.430.734 23.01 % 12.10 % Toba Samosir 11.104.905 11.947.356 12.542.335 7.58 % 4.98 % Binjai 9.043.204 10.485.688 11.831.812 15.95 % 12.83 % Medan 16.469.758 21.015.994 23.629.967 27.60 % 12.43 % Pematang Siantar 11.549.649 11.092.900 11.682.694 -3.98 % 5.31 % Sibolga 8.235.156 9.313.593 10.242.151 13.09 % 9.96 % Tanjung Balai 10.547.967 11.536.909 12.606.793 9.37 % 9.27 % Padang Sidempuan 6.504.332 6.429.077 7.262.703 -1.15 % 12.96 % Tebing Tinggi 8.120.264 9.253.513 10.266.704 13.95 % 12.96 % Humbang Hasundutan 7.318.274 9.022.287 10.052.446 23.28 % 11.41 % Pakpak Barat 4.947.731 5.456.927 5.961.444 10.29 % 9.24 % Nias Selatan 4.746.768 5.060.626 5.725.088 6.61 % 13.13 %

Dalam analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data tersebut bisa dilakukan pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan syarat persamaan yang pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik ini terdiri pengujian normalitas, multikolineariti, autokorelasi, dan pengujian heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan empat tahap, masing-masing tahap terdiri dari satu model. Berdasarkan hal ini, maka setiap tahapan dilakukan pengujian asumsi klasik.

5.1.3.1. Pengujian Asumsi Model 1 5.1.3.1.1. Pengujian Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan dengan melihat uji grafik, maka dapat disimpulkan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini dapat diketahui dengan melihat nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0.623 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.832 (lihat lampiran 3). Jika signifikansi nilai Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini juga didukung dengan grafik dimana data mengikuti garis diagonal. Grafik uji normalitas dapat dilihat pada pada gambar berikut ini.

Gambar 5.1. Pengujian Normalitas Data

Sumber : Lampiran 2.

Gambar 5.1. Uji Normalitas 5.1.3.1.2. Pengujian Autokorelasi

Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Nilai Durbin watson yang diperoleh sebesar 1.911, ternyata berada diantara nilai du dan 4 – du. Nilai du berdasarkan tabel adalah 1.546. Berarti 1,546 <1.911<2,454 yang berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi. Ringkasan hasil pengujian Durbin-Watson dapat dilihat pada lampiran 3

Pengujian asumsi heterokedastisitas menyimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heterokedastisitas. Dengan kata lain terjadi kesamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat penyebaran titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y . Hasil pengujian heterokedastisitas dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut ini.

Sumber : Lampiran 2.

Gambar 5.2. Uji Heterokedastisitas

Hasil pengujian asumsi klasik untuk model 2 sampai dengan model 4 dapat dilihat pad lampiran 3 sampai lampiran 4. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh model tidak melanggar asumsi klasik.

5.1.4. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.

Tabel 5.5. Ringkasan Pengujian Hipotesis

Koefisien Prob Persamaan 1 Konstanta a 6.117.000 0.000 DAU b1 0.000014 0.000 R 0.508 R2 0.258 F 23.329 Prob. F 0.000 Persamaan 2 Konstanta c 9.108.000.000 0.006 DAU d1 0.248 0.000 R 0.324 R2 0.117

F 8.875 Prob. F 0.004 Persamaan 3 Konstanta e 8.208.000 0.000 Belanja Modal f 0.00001702 0.000 R 0.446 R2 0.199 F 16.648 Prob. F 0.000 Persamaan 4 Konstanta g 6.010.000 0.000 DAU h1 0.0000112 0.000 Belanja Modal i 0.0000177 0.005 R 0.585 R2 0.342 F 17.171 Prob. F 0.000 Sumber : Lampiran 3

Model pertama yang akan diuji adalah pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Ringkasan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6. Ringkasan Pengujian Hipotesis 1 Unstandardized Coefficient Standardized

Coefficient Model Std Error Beta t Sig Constant 6.117.000 771.783 7.926 0.000 DAU 0.000014 0.000 0.508 4.830 0.000 R = 0,508 R2 = 0,258 F = 23.329 Sig. F = 0,000 Sumber: Lampiran 3

Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,508, hal ini menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pendapatan perkapita

Sedangkan nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel dependen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif

rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Nilai R2 sebesar 0,258 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 25,8%. Dengan kata lain 25,8 % perubahan dalam pendapatan perkapita mampu dijelaskan variabel dana alokasi umum, dan sisanya sebesar 74,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model 1 penelitian untuk kualitas audit adalah sebagai berikut:

Pendapatan Perkapita = 6.117.000 + 0.000014 DAU+ e

Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel DAU menunjukkan angka positip. Berarti bahwa hubungan antara DAU dengan pendapatan perkapita adalah positip yaitu semakin besar DAU yang diberikan pemerintah pusat maka akan semakin besar pendapatan perkapita masyarakat.

Pada persamaan 2, disimpulkan bahwa ada pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja modal. Dan pada persamaan 3 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh belanja modal terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil pengujian

pada persamaan satu sampai 3 dapat dikatakan bahwa belanja modal memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai intervening variabel antara pengaruh pemberian dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Selanjutnya untuk memastikan apakah belanja modal merupakan variabel intervening penuh, atau sebahagian atau bukan variabel intervening, maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan melihat hasil pengujian pada persamaan 4.

Dari tabel 5.5 dapat dibuat sesuatu kesimpulan bahwa Belanja Modal merupakan partial intervening variabel (variable intervening sebahagian). Sesuai kriteria yang diajukan di bab 4, bahwa Sesuatu Variabel dikatakan sebagai variabel intervening sebahagian jika

b ≠ 0 d ≠ 0

f ≠ 0 dan i ≠ 0 h ≠ 0 tetapi h < b

5.2. Pembahasan

Penerapan otonomi daerah/desentralisasi fiscal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian dalam pengeloaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa Dana Alokasi Umum yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan didaerahnya.

Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sector pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas diberbagai sector, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan perkapita.

Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam bekrja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai dan dengan tersedianya fasilitas para investor juga akan tertarik untuk menanam modal didaerah itu. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada didaerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan ekonomi didaerah yang berarti meningkatkan pendapatan per kapita.

Hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menemukan bahwa dana alokasi umum dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita di kabupaten/kota se-Sumatera Utara. Secara individual Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita, yaitu semakin besar DAU yang diberikan pemerintah pusat akan semakin besar pendapatan per kapita masyarakat, sedang belanja modal secara individual berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pendapatan per kapita.

Dari uji yang telah dilakukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita , dana alokasi umum terhadap belanja modal. Dan ada pengaruh belanja modal terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil pengujian pada persamaan satu sampai tiga diatas dapat dikatakan bahwa belanja modal memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai intervening variabel antara pengaruh pemberian dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita.

BAB VI

Dokumen terkait