PENGARUH DANA ALOKASI UMUM TERHADAP
PENDAPATAN PER KAPITA, BELANJA MODAL SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
(STUDI KASUS DI PROPINSI SUMATERA UTARA)
TESIS
Oleh
W A L I D I
077017065/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM TERHADAP
PENDAPATAN PER KAPITA, BELANJA MODAL
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(STUDI KASUS DI PROPINSI SUMATERA UTARA)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
WALIDI 077017065/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis
:
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA, BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING(STUDI KASUS DI PROPINSI SUMATERA UTARA)
Nama Mahasiswa : Walidi
Nomor Poko k
: 077017065
Program Studi
: Akuntansi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing,
(Erlina, SE,M.Si,Ph.D,Ak) (Drs. M. Lian Dalimunthe,M.Ec,Ac)
Ketua
Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,Ak) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc.)
Telah diuji pada
Tanggal
: 24 Maret 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Erlina, SE,M.Si, Ph.D, Ak
Anggota
: 1. Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec,Ac
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA,Ak
3. Drs. Rasdianto, MA,Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul
“Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pendapatan Per Kapita,
Belanja Modal sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Di Propinsi
Sumatera Utara)
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan
oleh siapapun sebelumnya.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Maret 2009
Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Penelitian Dana Umum, Belanja Modal dan Pendapatan per Kapita telah banyak dilakukan namun model penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini dikenalkan Belanja Modal sebagai Intervening Variabel dalam hubungan antara Dana Alokasi Umum dengan pendapatan per kapita.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.Tahun data yang digunakan mulai dari tahun 2004 s/d 2006. Pada tahun ini yang tercatat ada 23 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 16 Kabupaten dan 7 Kota. Untuk tujuan penelitian, maka dilakukan analisa data dengan menggunakan analisa regresi bertingkat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita, melalui Belanja Modal.
ABSTRACT
Research Of Common Fund, Legal capital expense and Earnings of per Kapita have many done but this researchs models differ from research before all. In this research defined by Legal capital expense as Intervening Variabel in relation between Common Allocation fund with earnings per capita.
Sample in this research is all Kabupaten/Kota in Provinsi Sumatera Utara.year to date which applied strarting from year 2004 to 2006. In this year which noted there is 23 Kabupaten/Kota consisting of 16 Sub-province and 7 Town. For purpose of research, hence done by is data analysis by using high rise regression analysis.
Earnings yield of research of menunjukan that Common Allocation fund have an effect on signifikan to earnings per capita, through Legal capital expense.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala nikmat karunia dan hidayah-Nya yang senantiasa telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “ Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Per Kapita, Belanja Modal sebagai Variabel intervening”. Tak lupa salam dan salawat penulis sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Adapun penyusunan tesis ini merupakan tugas akhir untuk mencapai derajat Strata dua (S2) pada sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini banyak mengalami tantangan dan kesulitan-kesulitan, kendala-kendala dan hambatan-hambatan, akan tetapi berkat bantuan, bimbingan, petunjuk dan masukan dari berbagai pihak lainnya penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(k), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan sekolah Pasca Sarjana.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc,, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara.
4. Ibu Erlina, SE, M.Si,Ph.D, Ak. Selaku Ketua komisi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.
5. Bapak Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec.Ac. selaku Anggota Komisi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.
6. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si,Ak. dan Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak. Selaku Anggota Komisi Dosen Pambanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.
7. Pengelola, Dosen pengajar dan staf sekretariat Magister Ilmu Akuntansi, yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.
8. Istriku tercinta Serimawarni yang selama ini terus memberikan motivasi, semangat, dukungan dan do’a walaupun diliputi dengan keprihatinan selama menempuh pendidikan ini, serta anakku tersayang Muhammad Wira Syahputra dan Husna Dyah Yunita yang menjadi sumber inspirasi dan penghibur hatiku. 9. Seluruh rekan mahasiswa Magister Ilmu Akuntansi USU angkatan XIII, yang
pantas di banggakan yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan hangat, yang terjalin erat selama hampir 2 tahun belakangan ini sehingga menjadi kenangan yang mengesankan dan tak terlupakan.
10.Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di Bagian Pendidikan BAA-USU dan Sub. Bagian Rutin dan Pembangunan pada Bagian Keuangan Biro Keuangan USU serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan hingga terselesaikannya penyusunan tesis ini.
untuk itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta pihak lain yang memerlukannya.
Medan, Maret 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Walidi
2. Tempat/Tanggal Lahir: Klaten, 27 September 1967
3. Alamat : komplek Srigunting Indah Blok VII No. 51-52 Sunggal.
4. Telepon/HP : 061-77808563/ 081361714881/085270914665
5. Agama : Islam
6. Jenis Kelamin : Laki-Laki
7. Status : Kawin
8. Pekerjaan : PNS 9. Pendidikan
a. Lulus SD Negeri 1 Klaten, Jawa Tengah tahun 1982
b. Lulus SMP Pemda Sawit Boyolali, Jawa Tengah tahun 1985 c. Lulus MAN Surakarta, Jawa Tengah tahun 1988
d. Lulus Universitas UT Jakarta tahun 2000
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………. i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR………... iii
RIWAYAT HIDUP……….. vi
DAFTAR ISI………. vii
DAFTAR TABEL………... x
DAFTAR GAMBAR………... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian……… 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian……….. 5
1.3. Tujuan Penelitian……….. 5
1.4. Manfaat Penelitian…..…… ………. 6
1.5. Originalitas Penelitian……….. 6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori……….. 8
2.1.1. Pengertian Anggaran Pemerintah………... 8
2.1.1.1.Pentingnya Anggaran Pemerintah………... 9
2.1.1.2.Jenis Anggaran ………... 11
2.1.1.3.Proses Penyusunan Anggaran……….. 12
2.1.2. Dana Alokasi Umum..………. . 13
2.1.2.1.Tujuan Dana Alokasi Umum………... 14
2.1.2.2.Formula Dana Alokasi Umum………... 15
2.1.4. Pendapatan Per Kapita ………...……….……... 21
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu……… 23
BAB III : KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual………..…………. 28
3.2. Hipotesis Penelitian ……….. 30
BAB IV : METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian………..…… 31
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 31
4.3. Populasi dan Sampel………....……… 31
4.4. Metode Pengumpulan Data……… 33
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel…. 34 4.6. Metode Analisis Data……… 34
4.6.1. Analisis Diskriptif………...………. 34
4.6.2. Uji Asumsi klasik………...………. 35
4.6.3. Uji Hipotesis………..………. 36
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian……… 38
5.1.1. Deskripsi Sampel Penelitian…...……… 38
5.1.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian……….. 38
5.1.2.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum....……. … 39
5.1.2.2. Perkembangan Belanja Modal……… 41
5.1.2.3. Perkembangan Pendapatan Per kapita……….. 42
5.1.3. Pengujian Asumsi Klasik……...……….... 44
5.1.3.1. Pengujian Normalitas…....……….... 44
5.1.3.3. Pengujian heterokedastisitas.………... 45
5.1.4. Pengujian Hipotesis……….………… 47
5.2. Pembahasan……….... 51
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………..……… 54
6.2. Keterbatasan Penelitian………..……… 54
6.3. Saran………..……….……...……… 55
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu... 26
4.1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian... 32
4.2 Definisi Operasional Variabel... 35
5.1 Deskripsi Statistik... 38
5.2 Perkembangan Dana Alokasi Umum ... 40
5.3 Perkembangan Belanja Modal... 41
5.4 Perkembangan Pendapatan per kapita... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 3.1 Kerangka Konseptual ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Tabulasi Data Normal... 58
2 Deskriptif Statistik... 61
3 Pengujian Model 1... 62
4 Pengujian Model 2... 68
5 Pengujian Model 3.... ... 73
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasari UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sejak tahun 2001 berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumberdaya dalam anggaran pemerintah daerah. Sebelumnya pendekatan penentuan alokasi lebih mengacu pada realisasi anggaran tahun sebelumnya dengan sedikit peningkatan tanpa merubah jenis atau pos belanja. Pendekatan atau sistem tersebut disebut sebagai sistem anggaran tradisional.
pengeluaran dana atau kas untuk membayar biaya-biaya, termasuk untuk memperoleh aktiva tetap (belanjamodal) maupun biaya untuk memelihara aset tetap tersebut.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia dibagi atas daerah-daerah Kabupaten dan Kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang rekomendasi atas laporan pelaksanaan putusan MPR, oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) merekomendasikan kepada DPR agar melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda.
Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umunya lebih efektif dan tepat dilaksanakan pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi oleh pemerintah daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, situasi masyarakat setempat. Pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal yang rendah (Halim, 2001).
dana alokasi umum terhadap daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang lain termasuk asli daerah yang lain termasuk pendapatan asli daerah (PAD). (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana pemerintah pusat.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi daerah.Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan pertumbuhan domestik bruto (PDB/PDRB), Namun demikian indikator ini dianggap tidak selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya. Indikator lain yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004, Gaspesz dan Feonay, 2003 dalam Priyanto & Adi, 2007). Indikator ini lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dikarenakan lebih menekankan pada Kemampuan Negara/daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertumbuhan penduduk.
kabupaten di propinsi Sumatera Utara yang dihubungkan dengan dana alokasi umum, belanja modal, pendapatan asli daerah, pendapatan per kapita.
(Nanga, 2005 dalam Hariyanto & Adi, 2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah dan bias jadi hal ini mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Sedangkan (Halim, 2001 Hariyanto & Adi, 2007) menyatakan bahwa upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul” Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan per Kapita ,Belanja Modal Sebagai Variabel
Intervening (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Utara)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ” Apakah ada Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Perkapita melalui Belanja Modal”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tercapainya tujuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Untuk memberikan pengetahuan dan wawasan peneliti APBD dan untuk tambahan referensi jika ada penelitian yang berkaitan dengan Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Per Kapita.
2. Bagi lembaga pendidikan dapat bermanfaat untuk memberikan bahan referensi dan perbandingan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan ekonomi agar kebijakan tersebut dapat disosialisasikan di masyarakat dan tidak berefek negatif bagi pelaku-pelaku ekonomi.
1.5. Originalitas Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Anggaran Pemerintah
Anggaran adalah rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana financial yang menyatakan:
1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja).
2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan).
Tujuan utama proses penyusunan anggaran adalah menterjemahkan perencanaan ekonomi pemerintahan, yang terdiri dari perencanaan input dan output dalam satu tahun keuangan. Oleh karena itu, proses penyusunan anggaran harus dapat mengali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran. Lebih dari enam puluh tahun yang lalu, Key sudah mengisyaratkan bahwa penganggaran memiliki satu masalah yang paling mendasar, yakni keterbatasan sumber daya (Key, 1940). Keterbatasan sumber daya yang dimiliki menyebabkan proses pembuatan keputusan pengalokasian menjadi sangat dinamis. Terlebih lagi dalam kondisi dimana terdapat banyak pihak dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda ( Rubin, 1993 dalam Darwanto & Yustikasari, 2007).
2.1.1.1. Pentingnya Anggaran Pemerintah
mengarahkan perkembangan social dan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran sektor publik harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat. 2. Menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen pemerintah.
Menurut Mardiasmo (2002:63) anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan yaitu:
a) Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b) Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya keterbatasan sumber daya (scarcity of resource), pilihan (choise), dan trade off.
c) Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.
Partisipasi Masyarakat, (b) Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, (c) Disiplin Anggaran, (d) Keadilan Anggaran, (e) Efisiensi dan Efektivitas Anggaran.
2.1.1.2. Jenis Anggaran
Jenis-jenis anggaran menurut Mardiasmo (2002) Anggaran Sektor Publik dibagi menjadi dua yaitu: “Anggaran Operasional dan Anggaran Modal”
a. Anggaran operasional (operation/recurrent budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “ Belanja Rutin”. Belanja Rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah asset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut “Rutin” karena sifat pengeluaran berulang-ulang ada setiap tahun. Secara umum pengeluaran yang masuk kategori operasional antara lain belanja administrasi umum dan belanja operasi dan pemeliharaan.
b. Anggaran modal/investasi (capital/investment budget)
Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin atau biaya operasional dan pemeliharaannya.
Pada dasarnya, pemerintah tidak memiliki uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya adalah milik masyarakat. Dalam sebuah masyarakat demokratis, rakyat memberi mandat kepada pemerintah melalui proses pemilihan umum. Adanya keterbatasan sumber daya, menyebabkan anggaran mempunyai trade-offs, sebagian uang tidak dapat dialokasikan untuk suatu bidang tanpa mengurangi jumlah alokasi pada bidang lain, atau adanya penambahan jumlah pajak yang dibayar masyarakat. Pemerintah tidak mungkin memenuhi permintaan seluruh stakholdernya secara simultan. Pemerintah memutuskan bidang mana yang akan didahulukan atau diprioritaskan. Anggaran berfungsi sebagai alat politis yang digunakan untuk memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.
2.1.1.3.Proses penyusunan anggaran Pemerintah
pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan (Bastian, 2006).
Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dapat dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Menurut Mardiasmo (2002) proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan, yaitu:
1) Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.
2) Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik dalam proses pempriorotasan.
3) Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4) Meningkatkan transparansi dan pertanggung jawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.2. Dana Alokasi Umum
menciptakan perbedaan kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya, atau yang biasa dikenal dengan fiskal gap (celah fiskal).
Pemerintah pusat dalam undang-undang Nomor. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) , Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Sedangkan Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
2.1.2.1 Tujuan Dana Alokasi Umum
Tujuan Dana Alokasi Umum adalah untuk: horizontal equity dan suffiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah . Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (suffiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. suffiency dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kewenangan,beban dan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Menurut Henley at al (Mardiasmo, 2002) mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk grant kepada pemerintah daerah yaitu:
1. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah (geographical equity). 2. Untuk meningkatkan akuntabilitas (promote accountability).
3. Untuk meningkatkan sistem pajak yang progresif. Pajak daerah cenderung kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah.
4. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah.
2.1.2.2.Formula Dana Alokasi Umum
adalah perhitungan Dana Alokasi Umum berdasarkan formula. Faktor penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah. Dengan demikian, DAU menempati posisi yang sangat strategis dalam desentralisasi.
Penetapan besar DAU didasarkan pada formula dengan konsep fiscal gap (Celah fiskal) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal daerah dan ditambah dengan alokasi dasar. Kebutuhan fiskal daerah dipresentasikan dengan variabel: jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan indeks pembangunan manusia. Sedangkan kapasitas fiskal daerah diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Berdasarkan pada komponen-komponen di atas, formula DAU disusun sebagai berikut:
DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiscal (CF)
AD dihitung berdasarkan jumlah pegawai negeri sipil, sedangkan CF diperoleh berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal (KbF) dengan kapasitas fiskal (KpF). Atau secara formula dapat dituliskan sebagai berikut:
CF = KbF-KpF
Dimana: CF = Celah Fiskal KbF = Kebutuhan Fiskal KpF = Kapasitas Fiskal
TPR = Total Pengeluaran Rata-rata IP = Indeks jumlah penduduk IW = Indeks luas wilayah
IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan konstruksi IPDRB= Indeks PDRB per kapita KpF = PAD + (PBB+BPHTB+PPh + SDA) Dimana: PAD = Pendapatan Asli Daerah
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTB= Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Banggunan PPh = Pajak Penghasilan
SDA = Sumber Daya Alam
Selain menggunakan formula diatas, dalam penetapan DAU sampai dengan tahun 2007 juga dilakukan kebijakan Horld Harmless yaitu besaran DAU setiap tahun tidak boleh lebih kecil dibanding dengan besaran DAU tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, selain DAU dikenal juga dana penyesuaian untuk propinsi.
1. Fiscal Gap yang menjadi kerangka kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan DAU kepada daerah, pencapaiannya kurang optimal. Formula dalam menentukan fiscal gap yaitu selisih dari kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal menghasilkan celah fiskal daerah secara keseluruhan.
2. Dalam hal jumlah PNS yang dijadikan sebagai salah satu variabel penentu besaran DAU, memberi peluang kepada daerah untuk menambah jumlah pegawai mengabaikan efisiensi pembiayaan.
3. Dalam hal luas wilayah yang dijadikan sebagai variabel penentu besaran DAU, memberi peluang terjadinya sengketa wilayah antar daerah terutama menyangkut daerah perbatasan.
4. Hal yang paling perlu dilakukan pemerintah pusat adalah membuat standart biaya yang wajar untuk tiap-tiap bidang kegiatan dengan memperhatikan tingkat kemahalan dari masing-masing daerah.
2.1.3. Belanja Modal
Perdirjen Perbendaharaan No. PER-33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan AKUN pendapatan, belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal sesuai dengan BAS. Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas.
2. Pengeluaran tersebut melebih batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.
3. Aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standart Akuntansi Pemerintahan. 1. Belanja Modal Tanah yaitu semua biaya yang diperlukan untuk pengadaan/
pembelian/ pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah dan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin yaitu jumlah biaya untuk pengadaan alat-alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap untuk digunakan. Dalam jumlah belanja ini termasuk biaya untu penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang diperlukan.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan yang termasuk dalam belanja ini adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan kegiatan pembangunan gedung yang prosentasenya mengikuti Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya untuk pembangunan gedung dan bangunan.
5. Belanja Modal fisik lainnya adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, irigasi) dan belanja modal non fisik, yang termasuk dalam belanja modal ini antara lain: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang museum, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah.
2.1.4. Pendapatan per Kapita
Pendapatan per Kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999: dalam Admin, 2007). Dari definisi tersebut pembangunan ekonomi mempunyai pengertian:
2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita
3. Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang
4. Perbaikan sistem kelembagan disegala bidang
Pembangunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan perkapita dan perbaikan tingkat kesejahteraan pada masyarakat. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat Pertumbuhan Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto. Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (dalam Admin, 2001) ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:
a. Perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya basic needs. b. Meningkatkan rasa harga diri self-esteem masyarakat sebagai manusia.
c. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih freedom from servitude yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Dalam suatu negara, keberhasilan pembangunan tidak semata-mata hanya diukur dari kemampuannya untuk meningkatkan produk domestik bruto serta pendapatan nasional per kapita dari penduduknya. Keberhasilan pembangunan juga diukur dari keberhasilan usaha negara untuk mendistribusikan pendapatan secara merata dan adil serta dapat mengurangi jumlah kemiskinan absolut suatu negara. Menurut Sigit (dalam Admin, 2007) menyatakan distribusi pendapatan yang merata antar penduduk/rumah tangga mengandung dua segi penting yaitu:
2. Pemerataan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti mempersempit tingkat pendapatan antar rumah tangga.
Selama pertumbuhan ekonomi masih dinikmati secara adil oleh masyarakat maka persoalan pemerataan ini tidak akan muncul. Persoalan tersebut terjadi jika terjadi perubahan status quo dari golongan yang kaya dan golongan miskin, berupa perbedaan tingkat pendapatan yang semakin lebar. Dengan kata lain adanya perbedaan kesempatan untuk mendapatkan trickle down effect dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Golongan masyarakat yang mendapat kesempatan lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi akan berusaha memperbesar bagiannya sedangkan masyarakat yang tidak beruntung akan mendapat bagian yang kecil (Kartasasmita, 1996 dalam Admin, 2007)
akan berinisiatif lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006 dalam Harianto &Adi,2007)
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah pada Pendapatan Per kapita. Hasil penelitian tersebut ada yang mendukung teori dan ada yang menolak teori. Beberapa hasil penelitian terdahulu:
Syukriy Abdullah Halim (2003) yang meneliti di 90 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat,Jawa Tengah,Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa ketika digunakan la, pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah lebih kuat dari pada Dana Alokasi Umum, tetapi tanpa digunakan lag, pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah lebih kuat dari pada Pendapatan Asli Daerah dan ketika kedua faktor Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah diregres serentak dengan Belanja Daerah, maka pengaruh keduanya juga signifikan terhadap Belanja Daerah baik dengan maupun tanpa lag.
Mutiara Maimunah (2006) dalam penelitian di 90 Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera menemukan besarnya nilai Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempengaruhi besarnya nilai Belanja Daerah (pengaruh positif). Flypaper effect berpengaruh dalam mempredikisi Belanja Daerah periode kedepan. Berikutnya ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota pulau Sumatera. Temuan lainnya adalah tidak terjadi flypaper effect pada belanja daerah bidang Pendidikan sedangkan belanja daerah bidang kesehatan dan Belanja Daerah bidang Pekerjaan Umum-pun terjadi Flypaper Effect.
Harianto dan Adi (2007) menemukan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sayngnya kontribusi dari DAU terhadap Belanja Modal masih kurang efektif akibatnya pembangunan yang terjadi di daerah kurang merata (masih banyak desa terbelakang di daerah Jawa dan Bali). Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung).
pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel Belanja Modal. Hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan hasil perhitungan statistik uji F dengan hasil nilai signifikandi sebesar 0,01 berada di bawah 0,05 yang berarti secara simultan seluruh variabel independen terse berpengaruh signifikan terhadap variabel belanja modal. Pengujian secara parsial variabel dependen yang digunakan dalam model menyimpulkan bahwa pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal dalam APBD.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama peneliti
/ Tahun Topik Penelitian
Variabel yang
digunakan Hasil Penelitian
[image:43.612.115.529.304.587.2]2 Priyo Hari Adi, (2005) Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah, belanja pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Dependen: Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Independen: Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD, Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.. 3 Mutiara
Maimunah, (2007) Flypaper pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatera. Dependen Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah. Independen Dana
alokasi Umum.
Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan dan positif terhadap belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan dan positif terhadap belanja daerah. Lanjutan
No Nama peneliti
/ Tahun Topik Penelitian
Variabel yang
digunakan Hasil Penelitian
4 Harianto dan Adi, (2007)
Daerah dan Pendapatan per Kapita. Umum, Belanja Modal, pendapatan Asli Daerah. PAD sangat berpengaruh terhadap Pendapatan per Kapita.
5 Darwanto dan Yulia Yustikasari, (2007) Pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Dependen Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Independen Pertumbuhan Ekonomi. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Umum berpengaruh ositif dan signifikan terhadap Belanja Modal. BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
Berbicara tentang otonomi tidak dapat terlepas dari kapasitas keuangan dari tiap-tiap daerah. Bahkan pada tahun-tahun sebelumnya, otonomi selalu dikaitkan dengan automoney yang artinya, kemandirian daerah dalam menyelenggarakan kewenangannya diukur dari kemampuannya menggali sumber-sumber pendapatan sendiri. Penerapan prinsip automoney inilah yang kemudian mendorong daerah-daerah untuk giat meningkatkan pendapatan asli daerah-daerah (PAD), termasuk dengan menciptakan berbagai bentuk pajak dan retribusi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masing-masing daerah di Indonesia diharapkan dapat mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada masing-masing daerah tersebut diantaranya optimalisasi pendapatan asli daerah tersebut.
Dana Alokasi Umum merupakan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk digunakan dalam pembangunan daerah tersebut, dengan harapan Dana Alokasi Umum ini hanya sebagai suplemen saja bagi daerah-daerah di Indonesia. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi penetapan dana alokasi umum pada setiap daerah adalah bobot daerah. Dimana bobot daerah dapat dicerminkan dari luas wilayah, jumlah penduduk dan pendapatan asli daerah.
penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikkan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002). Dengan ditambahkannya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah , diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pendapatan per kapita. Jika pemerintah daerah menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitian Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjamg perekonomian, akan mendorong tingkat produktivitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita.
BELANJA MODAL PENDAPATAN
PERKAPITA DANA LOKASI
Gambar 3.1
Kerangka Konseptual
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sinkron dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan teori, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka konseptual, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pendapatan per Kapita melalui Belanja Modal.
BAB IV
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan hubungan kausal (causal effect), dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh Dana Alokasi Umum, Belanja Modal terhadap Pendapatan Per Kapita masyarakat di 23 Pemerintah Kabupaten/Kota se- Sumatera Utara tahun amatan 2004-2006.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini diperoleh dari laporan APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Asrama No. 179 Medan dan mengakses situs Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia yaitu www.sikd.djapk.go.id/apbd/index.html. Penelitian direncanakan secara bertahap dalam bulan September 2008 sampai dengan Januari 2009.
4.3. Populasi dan sampel
Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu dengan pertimbangan (judgement sampling) (Sularso,2003:69).
[image:50.612.107.518.353.701.2]Mengingat sebagian Kabupaten/kota yang menjadi Populasi dalam penelitian merupakan Kabupaten/Kota Pemekaran yang belum menyajikan data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini berjumlah 23 kabupaten dan kota Penelitian ini memiliki dimensi waktu 3 tahun, sehingga jumlah amatan berjumlah 23 kabupaten/kota x 3 tahun=69 sampel amatan yang memiliki laporan APBD tahun 2004 s/d 2006, yang menyajikan data mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Belanja Modal (BM), Pendapatan per Kapita (PKPT) yang ada di Propinsi Sumatera Utara.
Tabel 4.1
Distribusi Populasi dan Sampel
No. Kabupaten/Kota Populasi Sampel
1. Asahan √ √
2. Batubara √ X
3. Dairi √ √
4. Deli Serdang √ √
5. Tanah Karo √ √
6. Labuhan Batu √ √
7. Langkat √ √
8. Mandailing Natal √ √
9. Nias √ √
10. Samosir √ X
11. Serdang Bedagai √ X
12. Simalungun √ √
14. Tapanuli Tengah √ √
15. Tapanuli Utara √ √
16. Toba Samosir √ √
17. Binjai √ √
18. Medan √ √
19. Pematang Siantar √ √
20. Sibolga √ √
21. Tanjung Balai √ √
22. Padang Sidempuan √ √
23. Tebing Tinggi √ √
24. Humbang Hasundutan √ √
25. Pak-Pak Barat √ √
26. Nias Selatan √ √
Sumber : Badan Pusat Statistik SUMUT (2008) Keterangan:
√ = memenuhi kriteria X = tidak memenuhi kriteria
4.4. Metode Pengumpulan Data
Utara mengenai jumlah Dana Alokasi Umum, Anggaran Belanja Modal, data Pendapatan Per Kapita. mengakses situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah melalui internet, artikel untuk menambah keakuratan data.
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah memberikan pengertian terhadap suatu variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur atau memanipulasinya. ( Sularso, 2003:50).
Tabel. 4.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Nama Variabel
Definisi Operasional Parameter
Variabel Dependent
Pendapatan Per Kapita
Pendapatan Per Kapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu daerah Rasio Variabel Independent Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan dana transfer yang bersifat umum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatasi ketimpangan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran dalam pelaksanaan
desentralisasi Rasio Variabel Intervening Belanja Modal
Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran untuk memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Rasio
4.6. Metode Analisis Data
4.6.1. Analisis diskriptif
4.6.2. Uji Asumsi Klasik
Oleh karena itu pengujian asumsi klasik perlu dilakukan. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas dan uji multikolinearitas.
4.6.2.1. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang diuji normal atau tidak. Sehingga harus dilakukan perbaikan dengan menggunakan logaritma natural.
4.6.2.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antar variable independen. Dalam structural equation modeling yang baik seharusnya tidak terdapat hubungan antar variable independen, jika terdapat hubungan maka terjadi masalah multikolinearitas dilakukan dengan melihat varian inflation factor (Vif) dari setiap variable. (Insukrindo, dkk dalam Adi 2007) disebutkan bahwa jika nilai Vif dari suatu variable melebihi 10, dimana hal ini terjadi ketika nilai R melebihi 0,90 maka suatu variable dikatakan berkorelasi sangat tinggi.
4.6.2.3. Uji Autokorelasi
4.6.2.4. Uji heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah structural equation modeling yang diguanakan mengandung variansi residual yang bersifat heterokedastisitas. Struktural equation modeling yang baik adalah tidak terjadinya heterokedastisitas.
4.6.3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan bantuan SPSS versi 15,0 for windows. Uji hipotesis yang dilakukan pada dasarnya merupakan jawaban atas berbagai hubungan yang kemungkinan dalam model penelitian. Model ini menunjukkan pola hubungan yang relative komprehensif antar berbagai variable, baik dalam hubungan langsung (direct effect) maupun hubungan tidak langsung (indirect effect). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi bertingkat.
Persamaan regresinya adalah: P.P = a1 + b1 DAU
P.P = a1 + b2 BM BM = a1 + b1 DAU
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Sampel Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara di Jl. Asrama No. 179 Medan dan mengakses situs Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia yaitu www.sikd.djapk.go.id. Data yang dipergunakan adalah laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2004 s/d 2006 yang tercatat pada Provinsi Sumatera Utara yang memliki laporan APBD dan menyajikan data mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Belanja Modal (BM) dan Pendapatan Per Kapita (PKPT).
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1. berikut ini.
Tabel 5.1. Deskripsi Statistik
Variabel N Maks Min Mean Standar
Deviasi
DAU
69 6.E11 3.E10 2.28E11 1.357E11BM
69 8.E11 2.E8 6.57E10 9.844E10PKPT
69 2.E7 4.143.009 9.33E6 3756282.722Sumber: lampiran 2
5.1.2.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum yang diberikan pemerintah kepada seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan Dana Alokasi Umum itu sendiri, dimana pada tahun 2004 jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 4.181.824.000.000,- kemudian pada tahun 2005 sebesar Rp. 4.258.385.000.000,- dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 7.305.426.580.000,-.
penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah. Dengan demikian, DAU menempati posisi yang sangat strategis dalam kerangka desentralisasi.
[image:58.612.110.523.247.695.2]Berikut ini merupakan tabel perkembangan Dana Alokasi Umum mulai dari tahun 2004-2006.
Tabel 5.2.
Perkembangan Dana Alokasi Umum
(dalam jutaan rupiah) Perkembangan
Kabupaten/Kota 2004 2005 2006
Simalungun 299.970 313.639 528.357,670 4.55 % 68.46 % Tapanuli Selatan 252.889 265.560 455.036,160 5.01 % 71.34 % Tapanuli Tengah 134.817 153.475 226.434,560 13.44 % 47.53 % Tapanuli Utara 139.276 149.607 286.277,250 7.41 % 91.35 % Toba Samosir 159.848 108.378 210.441,640 -32.20 % 94.17 % Binjai 132.050 140.594 226.846,850 6.47 % 61.34 % Medan 404.990 426.572 574.568,430 5.32 % 34.69 % Pematang Siantar 140.229 149.682 251.255,370 6.74 % 67.86 % Sibolga 93.121 101.569 163.030,760 9.07 % 60.51 % Tanjung Balai 103.860 106.177 174.380,120 2.23 % 64.23 % Padang Sidempuan 110.115 128.044 200.748,520 16.28 % 56.78 % Tebing Tinggi 110.041 114.202 179.084,720 3.78 % 56.81 % Humbang
Hasundutan
71.368 83.584 199.863,170 17.11 % 139.11 %
Pakpak Barat 25.942 43.399 127.756,250 67.29 % 194.37 % Nias Selatan 66.466 82.051 194.107,410 23.44 % 136.57 % Sumber : Lampiran 1
5.1.2.2. Perkembangan Belanja Modal
Berikut ini merupakan tabel perkembangan Belanja Modal mulai dari tahun 2004-2006.
Tabel 5.3.
Perkembangan Belanja Modal
(dalam ribuan rupiah) Perkembangan Kabupaten/Kota 2004 2005 2006
2005 2006 Asahan 751.110.630 79.705.410 149.049.580 - 89.38 % 87 % Dairi 8.138.670 14.264.950 9.901.940 75.27 % -30.58% Deli Serdang 25.242.240 31.000.660 167.718.370 22.81 % 441 % Tanah Karo 33.136.870 42.067.870 68.385.860 26.95 % 62.56 % Labuhan Batu 82.698.600 80.961.000 239.930.720 -2.10 % 196.35 % Langkat 70.472.300 76.059.720 104.393.240 7.92 % 37.25 % Mandailing Natal 55.721.740 50.588.710 20.202.380 -9.21 % -60.06 % Nias 12.163.970 174.573.500 12.495.580 135.51 % -92.84 % Simalungun 45.145.460 40.052.360 12.208.800 -11.28 % -69.51 % Tapanuli Selatan 52.901.150 67.189.360 4.770.270 27 % -92.90 % Tapanuli Tengah 70.274.330 47.157.450 101.318.350 -32.89 % 114.85` % Tapanuli Utara 14.243.260 36.805.710 77.921.370 158.40 % 111.71 % Toba Samosir 25.572.160 15.283.680 71.602.890 -40.23 % 368.49 % Binjai 18.737.040 23.247.490 47.606.200 24.07 % 104.77 % Medan 123.039.120 185.514.330 234.490.320 50.77 % 26.40 % Pematang Siantar 47.410.340 35.617.170 76.984.040 -24.87 % 116.14 % Sibolga 43.719.080 42.604.460 2.936.140 -2.55 % -93.10 % Tanjung Balai 60.954.720 35.757.820 86.093.550 -41.33 % 140.76 % Padang
Sidempuan
Tebing Tinggi 32.774.930 24.768.280 75.917.300 -24.42 % 206.51 % Humbang
Hasundutan
17.637.620 11.657.470 98.926.000 -33.90% 748.60 %
Pakpak Barat 19.258.480 29.684.020 24.782.910 54.13 % -16.51 % Nias Selatan 18.208.830 24.782.910 11.657.470 36.10 % -52.96 % Sumber : Lampiran 1
5.1.2.3. Perkembangan Pendapatan Per Kapita
Pendapatan Per Kapita di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan Pendapatan Per Kapita stiap tahunnya, dimana pada tahun 2004 rata-rata Pendapatan Per Kapita untuk seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 9.741.566,- kemudian pada tahun 2005 sebesar Rp. 11.326.516,- dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 12.684.532,-.
[image:61.612.110.545.111.222.2]Berikut ini merupakan tabel perkembangan Pendapatan Per Kapita mulai dari tahun 2004-2006.
Tabel 5.4.
Perkembangan Pendapatan Per Kapita
Perkembangan Kabupaten/Kota 2004 2005 2006
Dairi 7.928.545 8.816.326 9.538.398 11.19 % 8.19 % Deli Serdang 10.348.860 12.191.491 13.131.921 17.80 % 7.71 % Tanah Karo 10.471.676 11.647.499 11.615.077 11.22 % -0.27 % Labuhan Batu 10.102.015 11.471.610 12.757.621 13.55 % 11.21 % Langkat 7.705.527 8.721.307 9.750.050 13.18 % 11.79 % Mandailing Natal 4.726.961 5.179.346 5.464.263 9.57 % 5.50 % Nias 4.861.036 5.482.325 6.247.937 12.78 % 13.96 % Simalungun 6.812.099 7.574.084 8.180.743 11.18 % 8 % Tapanuli Selatan 5.427.688 5.869.857 6.705.768 8.14 % 14.24 % Tapanuli Tengah 4.143.009 4.573.080 4.866.083 10.38 % 6.40 % Tapanuli Utara 6.838.788 8.412.454 9.430.734 23.01 % 12.10 % Toba Samosir 11.104.905 11.947.356 12.542.335 7.58 % 4.98 % Binjai 9.043.204 10.485.688 11.831.812 15.95 % 12.83 % Medan 16.469.758 21.015.994 23.629.967 27.60 % 12.43 % Pematang Siantar 11.549.649 11.092.900 11.682.694 -3.98 % 5.31 % Sibolga 8.235.156 9.313.593 10.242.151 13.09 % 9.96 % Tanjung Balai 10.547.967 11.536.909 12.606.793 9.37 % 9.27 % Padang Sidempuan 6.504.332 6.429.077 7.262.703 -1.15 % 12.96 %
Tebing Tinggi 8.120.264 9.253.513 10.266.704 13.95 % 12.96 % Humbang
Hasundutan
7.318.274 9.022.287 10.052.446 23.28 % 11.41 %
Pakpak Barat 4.947.731 5.456.927 5.961.444 10.29 % 9.24 % Nias Selatan 4.746.768 5.060.626 5.725.088 6.61 % 13.13 %
Dalam analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data tersebut bisa dilakukan pengujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan syarat persamaan yang pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik ini terdiri pengujian normalitas, multikolineariti, autokorelasi, dan pengujian heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan empat tahap, masing-masing tahap terdiri dari satu model. Berdasarkan hal ini, maka setiap tahapan dilakukan pengujian asumsi klasik.
5.1.3.1. Pengujian Asumsi Model 1 5.1.3.1.1. Pengujian Normalitas
Gambar 5.1. Pengujian Normalitas Data
Sumber : Lampiran 2.
Gambar 5.1. Uji Normalitas 5.1.3.1.2. Pengujian Autokorelasi
Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Nilai Durbin watson yang diperoleh sebesar 1.911, ternyata berada diantara nilai du dan 4 – du. Nilai du berdasarkan tabel adalah 1.546. Berarti 1,546 <1.911<2,454 yang berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi. Ringkasan hasil pengujian Durbin-Watson dapat dilihat pada lampiran 3
Sumber : Lampiran 2.
Gambar 5.2. Uji Heterokedastisitas
Hasil pengujian asumsi klasik untuk model 2 sampai dengan model 4 dapat dilihat pad lampiran 3 sampai lampiran 4. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh model tidak melanggar asumsi klasik.
5.1.4. Pengujian Hipotesis
[image:67.612.114.485.307.702.2]Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.
Tabel 5.5. Ringkasan Pengujian Hipotesis
Koefisien Prob
Persamaan 1
Konstanta a 6.117.000 0.000
DAU b1 0.000014 0.000
R 0.508
R2 0.258
F 23.329
Prob. F 0.000
Persamaan 2
Konstanta c 9.108.000.000 0.006
DAU d1 0.248 0.000
R 0.324
F 8.875
Prob. F 0.004
Persamaan 3
Konstanta e 8.208.000 0.000
Belanja Modal f 0.00001702 0.000
R 0.446
R2 0.199
F 16.648
Prob. F 0.000
Persamaan 4
Konstanta g 6.010.000 0.000
DAU h1 0.0000112 0.000
Belanja Modal i 0.0000177 0.005
R 0.585
R2 0.342
F 17.171
Prob. F 0.000
Sumber : Lampiran 3
Tabel 5.6. Ringkasan Pengujian Hipotesis 1 Unstandardized Coefficient Standardized
Coefficient Model
Std Error Beta
t Sig
Constant 6.117.000 771.783 7.926 0.000
DAU 0.000014 0.000 0.508 4.830 0.000
R = 0,508 R2 = 0,258 F = 23.329 Sig. F = 0,000 Sumber: Lampiran 3
Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,508, hal ini menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pendapatan perkapita
rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Nilai R2 sebesar 0,258 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 25,8%. Dengan kata lain 25,8 % perubahan dalam pendapatan perkapita mampu dijelaskan variabel dana alokasi umum, dan sisanya sebesar 74,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model 1 penelitian untuk kualitas audit adalah sebagai berikut:
Pendapatan Perkapita = 6.117.000 + 0.000014 DAU+ e
Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel DAU menunjukkan angka positip. Berarti bahwa hubungan antara DAU dengan pendapatan perkapita adalah positip yaitu semakin besar DAU yang diberikan pemerintah pusat maka akan semakin besar pendapatan perkapita masyarakat.
pada persamaan satu sampai 3 dapat dikatakan bahwa belanja modal memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai intervening variabel antara pengaruh pemberian dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita. Selanjutnya untuk memastikan apakah belanja modal merupakan variabel intervening penuh, atau sebahagian atau bukan variabel intervening, maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan melihat hasil pengujian pada persamaan 4.
Dari tabel 5.5 dapat dibuat sesuatu kesimpulan bahwa Belanja Modal merupakan partial intervening variabel (variable intervening sebahagian). Sesuai kriteria yang diajukan di bab 4, bahwa Sesuatu Variabel dikatakan sebagai variabel intervening sebahagian jika
b ≠ 0 d ≠ 0
f ≠ 0 dan i ≠ 0 h ≠ 0 tetapi h < b
5.2. Pembahasan
Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan dalam upaya kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sector pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas diberbagai sector, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan perkapita.
Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam bekrja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai dan dengan tersedianya fasilitas para investor juga akan tertarik untuk menanam modal didaerah itu. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada didaerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan ekonomi didaerah yang berarti meningkatkan pendapatan per kapita.
Dari uji yang telah dilakukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita , dana alokasi umum terhadap belanja modal. Dan ada pengaruh belanja modal terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil pengujian pada persamaan satu sampai tiga diatas dapat dikatakan bahwa belanja modal memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai intervening variabel antara pengaruh pemberian dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menemukan bahwa: 1. Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Pendapatan per Kapita.
2. Belanja Modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan per Kapita. Hasil penelitian ini kontradiktif dengan temuan Haryanto dan Adi (2007) yang menemukan bahwa belanja modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita.
3. Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja modal.
5. Belanja modal merupakan Intervening variabel dalam hubungan antara Dana Alokasi Umum dengan Pendapatan per Kapita.
6.2. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini dibatasi hanya dengan melihat Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan pengaruhnya terhadap Pendapatan per kapita,
2. Populasi dalam penelitian ini hanya meliputi satu propinsi yaitu Sumatera Utara, dengan menggunakan data sekunder runtut waktu (time series) selama 3 tahun dari tahun 2004-2006 yang keseluruhannya menjadi sampel dalam penelitian ini.
6.3. Saran
1. Penelitian ini hanya dilakukan di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, maka untuk penelitian selanjutnya dapat memasukkan Kabupaten/Kota di luar Provinsi Sumatera Utara dan kemudian membandingkan keduanya.
2. Dalam penelitian ini tidak memberikan secara rinci alokasi penggunaan Dana Alokasi Umum, dan sektor Belanja Modal manakah yang memberikan kontribusi yang besar tehadap pendapatan per kapita.
selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan jangka waktu yang lebih lama agar menghasilkan data yang lebih komprehensif dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2007. Distribusi Pendapatan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1996-2000.
Bastian, Indra. 2002.” Sistem Akuntansi Sektor Publik”. Penerbit Salemba Empat. Darwanto, Yustikasari Yulia.” Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal”. Simposium Nasional Akuntansi X Makasar.
Dewi, Elita. 2002. “Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Digitized by USU digital Library.
Harianto David, Adi Priyo Hari, 2007.” Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan PerKapita”.
Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.
Indrianto Nur, Supomo Bambang, 1999. “ Penelitian Bisnis untuk Akuntansi Manajemen”. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Kuncoro, Haryo, 2007.” Fenomena Flypaper Effect pada kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi X.
Maimunnah, Mutiara, 2006.”Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Pada kabupaten/kota di Pulau Sumatera”. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.
Mardiasmo, 2002.” Akuntansi Sektor Publik”. Penerbit Andi Yogyakarta.
Nordiawan, Dedi. 2006.” Akuntansi Sektor Publik”. Penerbit Salemba Empat Yogyakarta.
Republik Indonesia, 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor. 29 tahun 2002.” Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan tata usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran dan Belanja Daerah”.
..., 2004. Undang-Undang Nomor. 33 tahun 2004.” Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah”.
..., 2005. Peraturan Pemerintah Nomor. 24 tahun 2005.” Tentang Standart
Akuntansi Pemerintahan”.
..., 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 13 tahun 2006.” Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan keuangan Daerah dalam