• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia 19

BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN

A. Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Tanah di Indonesia 19

Pada awal mula perkembanganya pendaftaran tanah di Indonesia mulai dikenal pada permulaan abad ke-17, yakni sejak datangnya V.O.C. yang telah meletakan dasar pertama untuk pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, dimana pada saat itu pendaftaran tanah diperlukan guna mengatur persoalan-persoalan yang timbul, berkenaan dengan pemberian Hak atas Tanah oleh V.O.C. kepada orang-orang Belanda, dimana tugas ini oleh penguasa pada saat itu diserahkan kepada suatu dewan yang disebut ”Dewan Heemsraden”. Sedangkan untuk Pendaftaran Hak dan Peralihan Hak diserahkan kepada ”Dewan Scheepen.17

Pada perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Staatblad 1834 Nomor 37 tentang Ordonantie Balik Nama, dimana setelah diundang-undangkanya Ordonantie Balik Nama ini maka tugas pemberian hak atas tanah diberikan kepada ahli ukur pemerintah, yang dimana ahli ukur pemerintah ini diangkat oleh gubernur jenderal. Sedangkan tugas pendaftaran peralihan hak menjadi tugas pengadilan negeri (Raad Van Justitie) yang dilakukan oleh satu atau dua orang dari komisi pengadilan negeri setempat dengan dibantu panitia yang semula dilakukan dihadapan 2 orang dari Dewan Scheepen,

17

Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia Jilid II), (Prestasi Pustaka: Jakarta), 2004, hlm. 19-20

sedangkan Dewan Scheepen ini dibentuk oleh pemerintah kolonial untuk menjalankan pengadilan sipil dan tugas pemerintah sehari-hari.18

Perkembangan selanjutnya tepatnya setelah perang dunia kedua usai pemerintah kolonial Belanda berhasil menduduki wilayah Republik Indonesia, dimana pada daerah-daerah pendudukanya, pemerintah Belanda telah mulai menertibkan pemerintahanya, dengan menerbitkan Gouvernements Besluit pada tanggal 18 maret 1947 Nomor 12 sebagai yang dimuat dalam Staatblaad 1947-53 yang menetapkan bahwa pembuatan akta, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Ordonantie Balik Nama, dilakukan dihadapan kepala kantor pendaftaran tanah dengan dibantu oleh pegawai tata usaha pada kantor tersebut. Oleh karena itu, dengan keputusan Governements Besluit ini maka kepala kantor pendaftaran tanah dan pegawai tata usaha yang tertinggi tersebut, bertindak masing-masing sebagai balik nama dan pembantu balik nama.19

Pada tahun 1960 tepatnya pada tanggal 24 September, oleh pemerintah Indonesia dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, dimana dengan dikeluarkan UUPA ini terjadi perubahan yang mendasar dan fundamental pada hukum pertanahan di Indonesia.20 Serta dengan dikeluarkanya UUPA, ini maka seluruh tanah dikuasai langsung oleh negara sebagaimana yang terdapat didalam Pasal 2 UUPA, dimana yang dimaksud dikuasai negara ialah bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi memiliki wewenang:21 18 Ibid., hal. 21 19 Ibid., hlm. 24 20

Budi Harsono, Loc.Cit., hlm. 1

21

1. Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memelihara atas tanah-tanah di Indonesia;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dimilik atas tanah tersebut;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum atas tanah

Berdasarkan Pasal 2 UUPA tersebut, maka khususnya pada Pasal 19 UUPA menginstruksikan kepada pemerintah agar semua wilayah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah yang bertujuan untuk menjamin Kepastian Hak atas Tanah. Oleh karena itu atas dasar perintah Pasal 19 UUPA, maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang pelaksanaan Pendaftaran Tanah.

Pada perkembanganya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia, dimana selama lebih kurang 35 Tahun PP Nomor 10 Tahun 1961 ini berjalan dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk di daftar, hanya baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah di daftar, dimana hal ini terjadi karena masih banyaknya hambatan-hambatan yang dijumpai seperti kurangnya alat-alat yang canggih dalam Pengukuran Tanah, kurangnya anggaran dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah, serta aturan hukum yang dijadikan dasar pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang dirasakan belum bisa untuk melakukan Pendaftaran tanah secara cepat.22

Atas dasar itulah maka selanjutnya PP Nomor 10 Tahun 1961 ini dirasa perlu disempurnakan, oleh karena itulah PP Nomor 10 Tahun 1961 ini diganti

22

dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana dengan lahirnya PP ini diharapkan dapat terjadinya percepatan terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia. PP Nomor 24 Tahun 1997 ini berlaku hingga sekarang dan merupakan dasar hukum dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia.

B. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah berasal dari kata Cadastre yaitu suatu istilah tekhnis untuk suatu rekord (rekaman), menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (lain-lain alas hak) terhadap bidang-bidang tanah. Sedangkan Cadastre sendiri berasal dari bahasa latin yaitu Capitastrum yang berarti suatu register atau kapita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah romawi (Capotatio Torrens), dalam artian yang lebih tegas cadastre adalah rekord (rekaman pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari pada hak-hak atas tanah tersebut.23

Menurut PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dan terartur, meliputi pengumpulan, pengelolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta

23

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (CV. Mandar Maju:Bandung), 2009, hal.18-19

dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Dari penjelasan Pasal 1 ini maka disebutkan bahwa Pendaftaran Tanah tersebut dipertegas dengan unsur-unsur sebagai berikut:24

1. Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama sekali dan harus dipelihara;

2. Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru (Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Milik;

3. Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun. 4. Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan

penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis.

Berdasarkan uraian mengenai pendaftaran Tanah tadi maka dapat disimpulkan bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan pemerintah, yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah dengan memberikan surat tanda bukti kepemilikan berupa Sertifikat.

24

Dokumen terkait