• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Perkembangan Perilaku Seksual dalam Tugas Perkembangan Siswa

1. Tugas perkembangan yang berkaitan dengan perilaku seksual

Menurut Havighurst ada sepuluh tugas perkembangan remaja yaitu: (a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. (b) Mencapai peran sosial pria dan wanita. (c) Menerima tubuhnya sendiri dan menggunakannya secara efektif. (d) Mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. (e) Mencapai jaminan kebebasan ekonomis. (f) Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaaan. (g) Persiapan untuk memasuki perkawinanan dan kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan ketrampilan intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan. (i) Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. (j) Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingkah laku (Achdiyat Maman,1981:24-33).

Dari antara tugas perkembangan itu ada tugas perkembangan remaja yang langsung berkaitan dengan perkembangan perilaku seksual remaja yaitu: (a) menerima tubuhnya sendiri dan menggunakannya secara efektif. (b) mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.

(c) mencapai peran sosial pria dan wanita. (d) mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.

a. Menerima tubuhnya sendiri dan menggunakannya secara efektif. Hakekat tugas ini ialah penerimaan terhadap kelebihan dan kekurangan tubuh dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Remaja diharapkan mampu mencintai dan menjaga tubuhnya; menggunakan dan melindungi tubuhnya sendiri secara efektif disertai dengan kepuasan personal.

b. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. Hakekat tugas ini ialah remaja memandang anak perempuan sebagai wanita dan laki-laki sebagai pria. Pria dan wanita mampu bekerja bersama-sama, berkedudukan yang seimbang dan mampu berinteraksi dengan kelompok sosial lain.

c. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Hakekat tugas ini ialah mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma masyarakat yang berkembang. Peranan sosial sebagai laki-laki dan perempuan misalnya, didalam pergaulan diantara remaja ada kesetaraan anak laki-laki dan anak perempuan dalam melakukan segala sesuatu.

d. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinanan dan kehidupan keluarga. Hakekat tugas ini adalah mengembangkan sikap positif terhadap pembinaan keluarga dan memiliki

keturunan, memilih pasangan hidup, dan belajar menyesuaikan diri dengan calon pasangannya.

Faktor pendukung dalam tugas melaksanakan tugas perkembangan adalah pertumbuhan fisik yang normal, tingkat kecerdasan yang tinggi, lingkungan yang sesuai untuk belajar, adanya bimbingan dari orang lain, adanya motivasi yang kuat untuk belajar dan tidak adanya rasa takut untuk berbeda dengan orang lain (Hurlock, 1996). Berkaitan dengan hal ini, Sri Sulastri(1984), mengemukakan bahwa orang dewasa dapat membantu remaja dalam menguasai tugas perkembangannya diantara lain:

a. Remaja diberikan kesempatan yang luas untuk melakukan relasi antar sesama. Hal ini akan lebih memberi hasil dalam membimbing remaja dalam menuju kedewasaanya.

b. Melakukan diagnosa dan penyembuhan terhadap remaja dalam menghadapi persoalan-persoalannya.

2. Proses Perkembangan Perilaku Seksual

Istilah seks dan seksualitas sering digunakan secara silih berganti, namun tidak tegas konteks penggunaannya sehingga seringkali menimbulkan kekeliruan. Sarwono (1989) mengartikan seks sebagai kelamin sedangkan seksualitas adalah segala hal yang terjadi sebagai akibat atau konsekuensi dari adanya perbedaan jenis kelamin Jadi seks hanya merupakan sebagian dari keseluruhan manusia. Lebih lanjut, Masters, Johnson dan Kolodny (Imran,2001) menjelaskan seksualitas menyangkut berbagai dimensi atau kualitas

yang sangat luas yaitu dimensi biologis, psikologis, sosial, dan kultural moral.

Kualitas biologis berkaitan dengan anatomi dan fungsi alat reproduksi. Dimensi ini melihat bahwa faktor biologis secara garis besar mengendalikan perkembangan seksual dari lahir hingga bereproduksi setelah mengalami pubertas. Sisi biologis, juga mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual dan secara tidak langsung mempengaruhi juga kepuasan seksual. Selain itu juga mempengaruhi perbedaan jenis kelamin dalam berperilaku seksual. Seperti laki-laki yang berperilaku lebih agresif daripada perempuan. Kualitas psikologis berhubungan dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksualnya, identitas jenis kelaminnya, dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,motivasi,perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.

Kualitas sosial berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia (beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dan lingkungan sosial).

Kualitas kultural moral berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Dari tahun ke tahun terjadi fenomena pergeseran norma-norma dalam masyarakat yang semakin permissif terhadap beberapa bentuk perilaku seksual yang ada.

Seksualitas dalam budaya indonesia masih dianggap tabu, hal ini dikarenakan pemahaman masyarakat bahwa seksualiatas hanya

diartikan sebagai hubungan seksual. Pemahaman yang demikian membuat sikap negatif terhadap seksualitas. Hal yang demikian membuat orangtua atau masyarakat tidak mau terbuka mengenai seksualitas, kalaupun terbuka pada remaja informasi yang diberikan belum tentu benar karena merekapun juga mempunyai pemahaman yang tidak lengkap mengenai seksualitas sehingga menyebabkan munculnya mitos-mitos yang salah mengenai seksualitas (misal: berciuman mengakibatkan kehamilan). Tidak adanya atau kurangnya keterbukaan orangtua dan masyarakat tersebut membuat remaja mencari tahu dengan cara mereka sendiri melalui berbagai media dan pergaulan diantara mereka. Berbekal informasi yang kurang begitu dapat dipertanggungjawabkan dan diolah secara benar membuat remaja juga mencari tahu dengan mencoba-coba perilaku seks. Keingintahuan mengenai seksualitas pada remaja begitu terasa seiring matangnya organ-organ seksual remaja yang menimbulkan dorongan-dorongan seksual pada mereka.

Salah satu unsur dalam dimensi sosial dan budaya adalah pendidikan. Melalui kegiatan pendidikan khususnya di sekolah diharapkan dapat memberikan dan menjadi sumber informasi bagi siswa melalui beberapa mata pelajaran yang berhubungan dan khususnya secara khusus dapat dilayani dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

3. Perilaku Seksual Siswa Remaja a. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima. Reaksi tersebut dapat berupa pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan perbuatan. Azwar (1988:6-7) menyatakan bahwa perilaku merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya stimulus yang sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan sebaliknya reaksi yang sama belum tentu karena stimulus yang sama. Perilaku seksual merupakan perbuatan yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perbuatan (Imran,2001). Menurut Sarwono (1989:137), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.

Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku seksual adalah segala pikiran-pikiran, perasaan dan perbuatan-perbuatan siswa dan siswi mengenai diri sebagai laki-laki atau perempuan dan terhadap orang lain sebagai laki-laki atau perempuan Dalam penelitian ini difokuskan pada perilaku heteroseksual remaja yakni perilaku seksual yang dilakukan dengan pasangan lawan jenisnya.

b. Macam-macam Perilaku Seksual

Perilaku seksual mempunyai berbagai bentuk dan dapat dilakukan dengan diri sendiri atau bersama orang lain. Sebagian dari perilaku seksual tersebut memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik (misal: robeknya selaput dara) atau sosial (misal: dilecehkan orang lain karena sudah tidak perawan) yang dapat ditimbulkannya . Tetapi pada beberapa perilaku mempunyai dampak yang cukup serius, misal: tertular penyakit kelamin, kehamilan (Sarwono,1989). Hurlock, (1996:227-230) ; Imran, (2001:45-50) ; Herdalena (2003:3) memaparkan berbagai perbuatan atau kegiatan yang termasuk dalam perilaku seksual yang kelihatan (perkataan dan perbuatan) dan tidak kelihatan (perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran) di bawah ini, yaitu:

1. Perilaku yang kelihatan a) Perkataan (verbal)

1) Membahas mengenai seksualitas 2) Berbicara dengan lawan jenis 3) Merayu atau menggoda lawan jenis b) Perbuatan (non verbal)

1) Menjaga kesehatan reproduksi

Seiring berkembangnya hormon seksual, terjadi perubahan-perubahan dan perkembangan pada organ

seksual remaja. Organ-organ yang mempunyai sensitivitas yang tinggi menuntut remaja menjaganya supaya dapat berfungsi dengan baik. Dengan perawatan (mis. dibersihkan) merupakan perwujudan dari remaja menjaga kesehatan reproduksinya.

2) Mencari informasi mengenai seksualitas berbagai sumber

Perubahan dan dan perkembangan seksual yang terjadi pada remaja muncul keingintahuan dan minat yang besar pada seks. Untuk memenuhi keingintahuannya, remaja mulai mencari dari berbagai informasi yang ada disekitarnya (mis.membahas bersama teman, buku-buku tentang seks, sampai dengan mengadakan percobaan-percobaan). Minat utama remaja tertuju pada masalah hubungan seks, konteksnya dan akibatnya. 3) Memandang tubuh teman lawan jenis

Perasaan tertarik muncul pada remaja terhadap teman laki-laki atau perempuan biasanya diungkapkan dengan memandangi tubuh teman laki-laki atau perempuan sebagai wujud ketertarikannya. Ketertarikan yang terjadi dikarenakan, misal: ketampanan, kecantikan, kegagahan, dll.

4) Berpacaran

Merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan atas dasar ketertarikan atau jatuh cinta satu sama lain. Dalam pola hubungan ini, mereka belajar untuk berkomitmen, saling menyesuaikan diri dengan sifat dan karakter, menyatakan perasaan-perasaan yang dialami. Berkencan pada saat ini sangat penting. Berkencan dilakukan remaja bersama lawan jenisnya dengan meluangkan waktu ditempat-tempat tertentu, misalnya: nonton film di bioskop, pergi ke tempat wisata, jalan-jalan ke mall.

5) Berperan sebagai laki-laki dan perempuan

Ketika remaja sudah matang secara seksual, laki-laki dan perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenis atau teman laki-laki/ perempuan pada berbagai kegiatan yang melibatkan keduanya. Dengan kegiatan ini, diharapkan laki-laki dan perempuan dapat menunjukkan diri mereka sesuai jenis kelamninya sehingga diharapkan pula dapat memperoleh dukungan dari lawan jenisnya 6) Memegang tangan teman laki-laki atau perempuan

Memegang tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan, dalam hal ini bertujuan untuk memberi

stimulasi dalam mendapatkan kesenangan seksual (misal: meremas dan membelai tangan lawan jenis). Perilaku seksual ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai). Pada umumnya jika berpegangan tangan, maka muncul getaran romantis atau perasaan-perasaan nyaman.

7) Memeluk teman lawan jenis

Aktivitas dimana seseorang melingkarkan lengan kepada ke tubuh pasangannya untuk menunjukkan rasa cinta maupun ketertarikan seksual. Dampak yang ditimbulkan adalah: jantung menjadi berdegub lebih kencang, menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang, dan menimbulkan rangsangan seksual (terutama jika mengenai daerah erogenous) 8) Mencium teman lawan jenis

Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual. Ciuman dapat berupa ciuman ringan (cium kening) dan ciuman yang bersifat sensual (cium pipi, cium bibir dan cium leher/ necking). Dibawah ini akan diuraikan lebih jelas:

d) Cium pipi

Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir. Aktivitas ini menimbulkan dampak yaitu: imanjinasi atau fantasi seksual jadi berkembang, menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada moment tertentu, menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.

e) Cium basah

Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir. Seringkali dikenal dengan sebutan French Kiss dimana lidah salah satu pasangan memasuki mulut pasangannya (Schofield,1967:26). Aktivitas ini menimbulkan dampak yaitu: jantung menjadi berdebar-debar, dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seklsual hingga tak terkendali, orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting bahkan sampai hubungan seksual (intercourse), tertular virus atau bakteri dari lawan jenis,

ketagihan (perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut terus-menerus)

f) Cium leher / necking

Aktivitas ciuman ini sering disebut necking. Aktivitas seksual ini berupa mencium leher teman laki-laki atau perempuan. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah: jantung menjadi berdebar-debar, dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali, orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting bahkan sampai hubungan seksual (intercourse), ketagihan (perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut terus-menerus)

9) Mengakses media pornografi

Keingintahuan yang besar pada remaja terhadap kehidupan yang berkaitan dengan seksualitas membuat remaja mencari tahu mengenai hal-hal yang berbau seks. Media pornografi seperti majalah porno, website porno, buku-buku stensilan, VCD/DVD porno banyak diakses remaja sebagai wujud ketertarikan remaja terhadap anatomi atau

tubuh lawan jenisnya. Perilaku ini dapat beresiko bila kemudian muncul perilaku yang menyertainya. 10)Masturbasi

Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. Masturbasi dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Aktivitas ini dilakukan sendiri untuk mendapat kesenangan organ seksualnya sendiri. Aktivitas yang demikian menimbulkan dampak sebagai berikut: infeksi terutama jika menggunakan alat-alat yang membahayakan seperti: benda tajam, benda lain yang tidak steril, energi fisik dan psikis terkuras, biasanya orang menjadi mudah lelah, sulit berkonsentrasi, malas melakukan aktivitas lain, dapat merobek selaput dara, pikiran terus menenerus kearah fantasi seksual, perasaan bersalah dan berdosa, bisa lecet jika dilakukan dengan frekuensi tinggi, kemungkinan mengalami ejakulasi dini, kurang bisa memuaskan pasangannya jika menikah, menimbulkan kepuasan diri/ eksplorasi diri, menimbulkan ketagihan

11)Petting

a) Adalah kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha mendapatkan kesenangan seksual tanpa

disertai coitus atau masuknya penis ke dalam vagina dengan saling menyentuhkan alat kelamin atau disebut Genital opposition (Schofield: 1967)

Petting sering disebut sebagai hampir melakukan hubungan seksual dengan demkian akibat yang ditimbulkan tidak banyak berbeda dengan akibat yang terjadi pada hubungan seksual. Adapun akibatnya adalah: menimbulkan ketagihan, kehamilan, terkena penyakit menular seksual atau HIV, bisa berlanjut ke intercourse, sanksi moral atau agama hingga menimbulkan perasaan cemas dan perasaan bersalah, memuaskan kebutuhan seksual, bisa menyebabkan robeknya selaput dara

12)Oral seks

Adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi genital oleh mulut. Pemberian stimulasi kegiatan memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan. Aktivitas oral seks dapat berdampak: bisa terkena bibit penyakit, menimbulkan ketagihan, sanksi moral/ agama, bisa berlanjut ke sexual intercourse, memuaskan kebutuhan seksual, penyimpangan seksual (dalam

kondisi dimana oral seks lebih memenuhi kebutuhan seksual dibandingkan intercourse).

13)Hubungan seks (sexual intercourse)

Adalah aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita. Perilaku seksual ini adalah perilaku yang paling beresiko bila dilakukan dibandingkan dengan perilaku yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun akibat yang muncul dari terjadinya perilaku ini adalah: perasaan bersalah dan berdosa, ketagihan, kehamilan, terkena penyakit menular seksual atau HIV, infeksi saluran reproduksi, gangguan fungsi seksual: impotensi, ejakulasi dini, frigiditas, vaginismus, dispareunia, sanksi sosial, agama dan moral, keperawanan dan keperjakaan hilang, menguras energi, terpaksa menikah, aborsi, kematian dan kemandulan, merusak masa depan, mengalami konflik saat menjelang pernikahan.

2. Perilaku yang tidak kelihatan a. Pikiran-pikiran

Keinginan melakukan aktivitas seksual b. Perasaan-perasaan

1) Merasa tertarik dengan teman laki-laki atau perempuan

2) Mencintai teman laki-laki atau perempuan 3) Terangsang secara seksual dari teman

laki-laki atau perempuan

Menurut Ahmad Taufik (Imran:2001) perilaku seksual remaja di Indonesia melalui beberapa tahapan yaitu mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran berkencan, lips kissing (berciuman bibir), deep kissing (ciuman basah atau lebih diartikan sebagai french kiss), genital stimulation (merangsang vagina atau penis), dan sexual intercourse (berhubungan seksual).

Perilaku seksual remaja dapat dilakukan secara sendirian atau tanpa ada keterlibatan orang lain misalnya masturbasi, tetapi beberapa perilaku seksual dilakukan dengan pasangan misalnya cium pipi, cium bibir, memegang tangan teman, berpelukan, petting, necking dan berhubungan seksual atau intercourse. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perilaku heteroseksual remaja yakni perilaku seksual remaja pada lawan jenisnya dan bukan pada sesama jenis.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

Berikut ini adalah beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksualnya : (Imran, 2001:33-34; dan Sarwono, 1989:147-150)

a. Perspektif Biologis

Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas diakibatkan mulai berfungsinya hormon-hormon seksual dapat menimbulkan perilaku seksual pada remaja.

b. Pengalaman seksual

Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami hubungan seksual, makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual.

c. Mudahnya pornografi diakses oleh remaja

Teknologi berkembang dengan begitu pesatnya dan tiap orang dapat mengakses berbagai kemajuan teknologi tersebut dimana saja dan kapan saja dengan biaya yang sangat terjangkau melalui berbagai media (misal: vcd, internet, handphone,dll).

d. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

Dalam setiap agama, melarang adanya perilaku seksual dilakukan sebelum melakukan pernikahan.

e. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan remaja, informasi ini harus diberikan oleh orang yang berkompeten dalam bidangnya untuk menjamin kebenaran informasi yang diberikan. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan, dapat terungkap bahwa terjadi korelasi yang negatif antara perilaku seksual dengan pengetahuan kesehatan reproduksi.

f. Penundaan usia pernikahan

Seiring dengan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat maka mengakibatkan ditundanya usia pernikahan. Beberapa tahun yang lalu, pendidikan kurang begitu dianggap hal yang penting untuk masa depan seseorang tetapi kemudian yang terjadi berangsur-angsur berubah.sekarang pendidikan dianggap hal yang penting bagi tiap orang. Sesuai dengan tuntutan atas pendidikan yang lebih tinggi maka tiap orang menunda pernikahan sampai dapat tercapainya tingkat pendidikan tertentu yang dicita-citakan dan kemudian untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya serta penghasilan yang lebih besar.

g. Pengaruh Orangtua

Orang tua dan anak mempunyai kekurangan komunikasi secara terbuka dalam masalah seputar seksualitas dan kurang berfungsinya keluarga dalam hal ini orang tua memberikan kehangatan, penanaman nilai dan moral kepada anak-anaknya. Hal ini memperkuat munculnya perilaku seksual. Orang tua merupakan orang pertama yang ditemui oleh anak ketika lahir, sehingga pemahaman mengenai seksualitas merupakan tugas orang tua sendiri sebelum masuk ke sekolah.

h. Pengaruh teman sebaya

Pada masa remaja, teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga munculnya perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya

i. Perspektif akademik

Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.

j. Perspektif Sosial Kognitif

Kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual di kalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat lebih menampilkan perilaku seksual yang sehat.

Remaja dalam melakukan perilaku seksual menurut Imran di pengaruhi oleh motivasi individual yang berbeda-beda. Yaitu: a. Dorongan seksual yang menggebu-gebu

b. Dorongan afeksi c. Dorongan agresif d. Terpaksa

e. Dorongan mendapat fasilitas melalui aktivitas seksual

f. Dorongan untuk membuktikan atau mencoba fungsi atau kemampuan alat seksualnya.

Dari informasi diatas penting bagi remaja untuk mengetahui perilaku motif dan faktor penyebabnya yang mempengaruhi perilaku seksualnya agar remaja dapat lebih berupaya mengendalikan dorongan seksualnya dengan lebih terarah (Imran.2001:35)

5. Perilaku Seksual dan Jenis Kelamin

Perilaku seksual pada anak laki-laki maupun perempuan terhadap dirinya sendiri maupun bersama orang lain. Dalam hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Herdalena pada 115 remaja laki-laki dan 114 remaja perempuan di usia 15 – 18 tahuun pada 10 sekolah menengah di kotamadya Jogjakarta mengungkapkan 37,7% remaja laki-laki dan 9,5% telah melakukan perilaku seksual secara aktif. Hal tersebut memperlihatkan adanya perbedaan prosentase perilaku seksual yang aktif dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai prosentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Menurut Fatchurrhman (Herdalena,2003:1-3) adanya perbedaan prosentase tersebut diatas dikarenakan adanya norma standar ganda di masyarakat sehingga laki-laki lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan mengkomunikasikan pengetahuan seksualnya pada lingkungan sekitarnya. Akhirnya, secara tak langsung mendorong laki-laki lebih permisif untuk berperilaku seksual. Bila ditilik dari segi hormonal, laki-laki tidak mempunyai siklus tertentu seperti yang terjadi pada

perempuan sehingga laki-laki lebih mudah untuk terangsang pada apa ditemuinya. Sementara itu, perempuan mudah terangsang pada saat berada dalam masa subur.

Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku seksual antara para siswa putera dan para siswa puteri

Dokumen terkait