TAHUN AJARAN 2005/2006
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Leo Agung Warih Wijaya NIM: 97 111 4021 NIRM: 970051120303120020
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
JOGJAKARTA 2006
dan . . .
Segala sesuatu
akan indah
pada waktunya
Skripsi ini aku persembahkan untuk:
• Jesus dan Bunda Maria
• Almarhum Bapak dan Ibu tercinta
• Mama nunik dan Kiki tercinta
• Kakak-kakakku, Adikku dan keponakan-keponakanku
• Semua orang yang telah peduli dengan aku
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 November 2006 Penulis
Leo Agung Warih Wijaya
Leo Agung Warih Wijaya 971114021
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2006
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah kecenderungan bentuk-bentuk perilaku seksual para siswa-siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006. (2) Apakah ada perbedaan perilaku seksual dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari.
Masalah penelitian adalah: (1) Bagaimanakah kecenderungan bentuk-bentuk perilaku seksual para siswa dan siswi kelas I SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006? (2) Apakah ada perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMU Dominikus Wonosari 2005/2006?
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah 55 orang dengan perincian 15 orang siswa dan 40 orang siswi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner perilaku seksual yang disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan validitas konstruk sebesar 0,94 dan reliabilitas sebesar 0,88. Analisis data menggunakan perhitungan frekuensi dan nilai t dengan taraf signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran umum bahwa (1) Perilaku membahas mengenai seksualitas sering dilakukan siswa (45%) ; kadang-kadang dilakukan oleh siswi (44,69%). (2) Perilaku merayu atau menggoda lawan jenis sering dilakukan siswa (46,67%) ; kadang-kadang dilakukan oleh siswi (46,25%). (3) Perilaku menjaga kesehatan reproduksi sering dilakukan siswa (100%) begitu juga siswi (100%). (4) Perilaku mencari informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber kadang-kadang dilakukan siswa (60%) begitu juga siswi (70,50%). (5) Perilaku memandang tubuh lawan jenis sering dilakukan siswa (60%); tidak pernah dilakukan oleh siswi (47,50%). (6) Perilaku berpacaran sering dilakukan siswa (46,67%) begitu juga siswi (70%). (7) Perilaku berperan sebagai laki-laki dan perempuan sering dilakukan siswa (100%) begitu juga siswi (100%). (8) perilaku memegang tangan lawan jenis kadang-kadang dilakukan siswa (73,33%) begitu juga siswi (57,50%). (9) perilaku memeluk lawan jenis tidak pernah dilakukan siswa (67%) begitu juga siswi (60%). (10) Perilaku mencium lawan jenis kadang-kadang dilakukan siswa (41,67%) begitu juga siswi (43,13%). (11) Perilaku mengakses media pornografi kadang-kadang dilakukan siswa (48,89%) ; tidak pernah dilakukan oleh siswi (64,17%). (12) Perilaku masturbasi tidak pernah dilakukan siswa (46,67%) begitu juga siswi (85%). (13) Perilaku petting tidak pernah dilakukan siswa (66,67%) begitu juga siswi (95%). (14) Perilaku oral seks tidak pernah dilakukan siswa (93,33%) begitu juga siswi (95%). (15) perilaku sexual intercourse tidak pernah dilakukan siswa (80%) dan siswi (92,5%). (16) perilaku keinginan melakukan aktivitas seksual sering dilakukan siswa (49,33%); kadang-kadang dilakukan oleh siswi (50%). (17) perilaku merasa tertarik dengan lawan jenis
siswa (50%)dan siswi (55%). Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perilaku seksual siswa dan perilaku seksual siswi. Faktor yang kiranya berpengaruh dalam perilaku seksual adalah mudahnya pornografi diakses oleh siswa dan siswi serta kuatnya pengaruh teman sebaya.
AT DOMINIKUS HIGH SCHOOL WONOSARI ACADEMIC YEAR OF 2005/2006
This research was done to find out (1) What sexual behavior tendencies are among the first grade students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006; and (2) Whether there are any differences on sexual behavior between the first grade male and female students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006.
Therefore, the problems formulated in this research were: (1) What are the sexual behavior tendencies among the first grade students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006? and (2) Are there any differences in sexual behavior between the first grade male and female students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006?
This research was a descriptive research implementing survey method. This study’s population was 55 students: 15 male students and 40 female. The questionnaire employed here was the sexual behior questionnaire develop by the writer by implementing construct validity of 0.94 and reliability of 0.88. furthermore, the data analysis was done by employing the frequency distribution and t-score in its significant level of 5%.
The result of this study provided a general picture that
(1) male students often had sexual discussions (45%) yet female students were only sometimes (44.69%). (2) Male students often flirted and teased their opposite sex (46.67%) yet female students only sometimes (46.25%). (3) All male and female students cared for their reproduction health (100%). (4) (60%) male and (70.5%) female often try to find information about sexuality from other sources. (5) Male students often stared at their opposite sex’s body (60%) yet female students were never (47.50%). (6) (46.67%) male and (70%) female students often made a date. (7) All (100%) male and (100%) female students often acted as male and female. (8) (73.33%) male and (57.50%) female students sometimes held their opposite sex’s hand. (9) (67%) male and (60%) female students never hugged their opposite sex’s body. (10) (41.67%) male and (43.13%) female students sometimes kissed their opposites sex. (11) Male students sometimes accessed pornography medias (48.89%) yet female students were never (64.17%). (12) (46.67%) male and (85%) female students never masturbated. (13) (66.67%) male and (95%) female never petted their opposite sex. (14) (93.33%) male and (95%) female never had oral sex. (15) (80%) male and (92.5%) female never had sexual intercourse. (16) Male students often had desire to do sexual activities (49.33%) yet female students were sometimes (50%). (17) (56.67%) male and (66.25%) female students were sometimes attracted to their opposite sex.
(18) (60%) male students sometimes loved their opposite sex yet (82.50%) female students were never. (19) (50%) male and (55%) female students were sometimes sexually arouse. The study’s hypothesis testing showed that there is no significant difference between male and female student’s sexual behavior. The influencing factor on the sexual behavior was they could easily accessed pornography and they were influenced strongly by their peers.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatNya sehingga skripsi berjudul “Perilaku Seksual Siswa dan Siswi Kelas I SMU Dominikus Wonosari Tahun Ajaran 2005/2006” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari segala pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, dosen pembimbing pertama yang dengan tulus dan teliti serta penuh kesabaran yang telah berkenan membimbing, memeriksa dan menyempurnakan skripsi ini.
2. Drs. Wens Tanlain, M.Pd, dosen pembimbing kedua yang telah membantu kelancaran dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
3. Dra. L. Dwi Haryati, kepala sekolah SMU Dominikus Wonosari yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian disekolah ini.
4. Drs. Jumakir, guru pembimbing SMU Dominikus Wonosari yang telah membantu pelaksanaan dan kelancaran penelitian di sekolah.
5. Romo, Suster, Bapak, dan Ibu dosen program studi bimbingan dan konseling yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan bimbingan.
6. Pak Sugiarto, tenaga administrasi Program Bimbingan dan Konseling yang telah banyak membantu dan melayani dengan penuh kesabaran.
7. Almarhum Bapak dan Ibu yang telah sabar memberikan waktu untuk terselesaikannya pembuatan skripsi ini. I miss u dad… I’m proud of u
10. Novi Nopek, Heru, Mitha (00) Boim (00) serta teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak menemani, memberikan penghiburan menjadi pendengar yang baik dan support untuk terselesaikannya skripsi ini.
11. Teman-teman angkatan 97, 98, 99, 00, 01, 02 yang telah banyak memberikan dorongan dan keceriaan sehingga lebih memacu terselesaikannya skripsi ini.
12. Teman-teman Lentera SAHAJA PKBI DIY.
13. Teman-teman Gayam 16 Community, Fresh + Production, BSP Organizer, Bacok SAS Advertising, Nana, Meika, Cahyo, Wisnu, Firman, Dedi, Reza, Mas Abri dan keluarga. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan.segala kritik dan saran untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini akan saya terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan di sekolah.
Penulis
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ...xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Manfaat Hasil Penelitian ... 9
E. Batasan Operasional ... 9
F. Hipotesis Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keadaan Siswa Sekolah Menengah Umum... 11
1. Rentang Usia Siswa Sekolah Menengah Umum ... 11
2. Ciri-ciri Siswa Sekolah Menengah Umum... 11
B. Perkembangan Perilaku Seksual dalam Tugas Perkembangan Siswa... 20
1. Tugas Perkembangan yang Berkaitan dengan Perilaku Seksual ... 20
2. Proses Perkembangan Perilaku Seksual ... 23
3. Perilaku Seksual Remaja ... 25
a. Pengertian Perilaku Seksual ... 25
b. Macam-macam Perilaku Seksual... 26
C. Bimbingan dan Perilaku Seksual... 42
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 42
2. Ragam Bimbingan ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46
B. Populasi Penelitian... 46
C. Alat Pengumpul Data... 47
1. Kuesioner Perilaku Seksual Remaja... 47
2. Skoring ... 48
3. Reliabilitas dan Validitas... 49
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 51
1. Tahap Persiapan... 51
2. Tahap Pelaksanaan ... 51
E. Teknik Analisis Data... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian... 54
1. Gambaran Umum Perilaku Seksual Siswa ... 54
2. Uji Hipotesis ... 57
B. Pembahasan ... 58
1. Mudahnya Pornografi diakses oleh Siswa... 59
2. Pengaruh Teman Sebaya ... 62
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Saran-saran... 66
DAFTAR PUSTAKA... 68
LAMPIRAN ... 70
TABEL 1.
Populasi penelitian para siswa dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari... 46
TABEL 2.
Isi Kuesioner Perilaku Seksual Remaja dan Sebaran item-item... 47
TABEL 3.
Koefisien Validitas dan Reliabilitas kuesioner perilaku seksual siswa dan
siswi SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006 ... 50
TABEL 4.
Klasifikasi koefisien menurut Garret... 50
TABEL 5.
Nilai Statistik untuk uji Hipotesis perilaku seksual kelompok siswa dan siswi... 57
Lampiran 1. Tabulasi Data Skor Kuesioner ... 70
Lampiran 2. Data Skor tiap Perilaku Seksual... 71
Lampiran 3. Skor Gasal (X) dan Genap (Y) Data Kuesioner... 72
Lampiran 4. Reliabilitas dan Validitas Data Kuesioner ... 73
Lampiran 5. Perhitungan Kesalahan Perbedaan Mean dan Perhitungan nilai-t ... 75
Lampiran 6. Penghitungan Perbedaan Mean... 76
Lampiran 7. Perhitungan nilai-t... 78
Lampiran 8. Kuesioner Perilaku Seksual ... 79
Lampiran 9. Prosentase Bentuk Perilaku Seksual Siswa dan Siswi ... 83
Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian... 87
1 A. Latar belakang masalah
Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia. Masa ini diawali ketika berakhirnya masa kanak -kanak dan diakhiri ketika memasuki masa dewasa. Sarwono (1989) berpendapat bahwa kisaran umur remaja antara 11-24 tahun dan belum menikah untuk ukuran di Indonesia. Masa remaja sering disebut juga sebagai masa peralihan, dari tahap perkembangan yang terjadi sebelumnya ke tahap berikutnya. Pada masa ini menurut Hurlock (1996) Remaja beralih meninggalka n masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa dan untuk itu ia harus mempelajari banyak hal baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ada.
2
kebebasan . Perubahan yang terjadi para minat adalah remaja mulai melihat hal-hal yang baru dan menarik dibandingkan dengan apa yang ditemui sebelumnya sementara itu perubahan peran yang terjadi adalah berubahnya harapan dari kelompok sosial disekitarnya terhadap pola perilakunya yang membuat individu menyesuaikan dengan harapan kelompo k sosialnya tersebut. Perubahanperubahan yang terjadi menimbulkan kesulitan -kesulitan, diantaranya yang dihadapi remaja adalah keinginan untuk melepaskan dorongan seksualnya sementara pelepasan dorongan tersebut belum saatnya dilakukan bagi seorang remaja karena dengan melepaskan dorongan seksualnya tersebut remaja belum siap untuk menerima konsekuensinya (misal: kehamilan).
3
dorongan seksual pada remaja. Melalui hormon inilah kemudian muncul ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dan sebagainya (Imran, Irawati. 2001). Masters dkk.(1992) berpendapat bahwa dorongan seksual muncul karena hormon akan membuat seseorang lebih sadar terhadap sensasi seksual, misalnya hormon testosterone akan membuat seorang anak laki-laki mengalami ereksi, akibatnya ia lebih sensitif terhadap stimulasi yang menimbulkan sensasi seksual. Selain itu, kadar testosterone dalam darah juga akan membuat otak mengaktifkan pikiran atau dorongan seks. Pengaruh hormon ini juga dapat dilihat pada meningkatnya dorongan seks pada perempuan yang sedang mengalami masa subur. Pada masa subur ini, hormon -hormon memang meningkat kadarnya untuk mengatur ovulasi dan memerintahkan rahim untuk menebalkan dinding luarnya (e ndometrium). Kondisi hormonal inilah yang menyebabkan remaja menjadi semakin peka terhadap stimulant seksual (visual, sentuhan, audio -visual, dsb)
4
5
tidak benar (Kompas, 13 Mei 2004). Selain itu penelitian perilaku seksual kawula muda di 4 kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada bulan September sampai Oktober 2004 yang dilakukan oleh Perusahaan Riset Internasional Synovate mengungkap kan 16% remaja telah berhubungan seksual dari 450 responden (Kedaulatan Rakyat , 30 Januari 2005).
Secara singkat dari hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penelitian yang terjadi beberapa tahun terakhir ini lebih melihat jumlah atau prosentase remaja yang telah berhubungan seks daripada pada penelitian tahun 1985 yang lebih melihat prosentase perilaku masturbasi sehingga tersirat pertanyaan “Apakah masturbasi sudah merupakan hal yang biasa sebagai sebuah perilaku seksual ?”. Kesimpulan lain adalah terjadinya peningkatan jumlah remaja yang melakukan hubungan seksual.
6
7
perlindungan orangtua begitu juga sebaliknya yang diingink an orangtua atau orang dewasa lainnya termasuk guru.
Remaja yang sedang mengalami kematangan seksual belum mengimbanginya dengan kematangan dalam memahami resiko perilaku seksualnya dan siap menerimanya. Aktivitas -aktivitas seksual yang terjadi pada remaja hanya didorong oleh rasa ingin tahu yang sangat kuat, keinginan bereksplorasi dan memenuhi dorongan seksual sehingga mengalahkan norma masyarakat, kontrol diri, pemikiran yang rasional; contohnya adalah perilaku mencoba -coba berhubungan seks karena banya k melihat atau mengkonsumsi majalah porno, akses website porno dan masih banyak lagi yang berujung ketagihan (Imran, 2001; Sarwono , 1989)
8
9 berikut:
1. Bagaimanakah kecenderungan bentuk -bentuk perilaku seksual para siswa-siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006?
2. Apakah ada perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari ?
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kecenderungan bentuk -bentuk perilaku seksual si swa-siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006.
2. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masuka n bagi pengembangan pelayanan bimbingan disekolah terutama pada bidang personal dan pada bidang sosial.
E. Batasan Operasional
10
2. Jenis kelamin siswa dan siswi mencakup putra dan putri F. Hipotesis penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keadaan Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum
1. Rentang Usia Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum
Siswa SMU adalah bagian remaja dan memiliki pula
karakteristik remaja pada umumnya. Istilah remaja berasal dari kata
adolescence yang dalam bahasa latin adolescere berarti tumbuh ke
arah kematangan fisik, kematangan sosial dan kematangan
psikologis (Hurlock,1996:206). Sarwono mengemukakan bahwa
kisaran umur remaja adalah antara 11–24 tahun dan belum menikah.
Berdasarkan kisaran umur tersebut dapat digolongkan menjadi
remaja awal (11-15 tahun); remaja tengah (16-18 tahun); dan remaja
akhir (19-24 tahun) (Sarwono, 2000:14-15). Melihat kisaran
tersebut, siswa dan siswi SMU dapat dikategorikan dalam remaja
tengah.
2. Keadaan Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum
Remaja berarti orang yang mengalami perkembangan diri
melalui berlangsungnya perubahan-perubahan dalam diri seseorang
yang membawa pernyempurnaan dalam kepribadiannya
(Winkel,1981). Menurut Hurlock, perkembangan berarti
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
Menurut Zulkifli perkembangan remaja memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat; lebih cepat dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan dewasa. b. Keadaan emosi yang masih labil, karena erat hubungannya
dengan kedadaan hormon di dalam tubuh.
c. Secara biologis mulai tertarik dengan lawan jenis dan merealisasikan ke dalam hubungan yang lebih erat.
d. Perkembangan seksual yang kadang-kadang menimbulkan keresahan dan masalah dengan pengendalian diri sendiri e. Mulai terikat dalam kegiatan-kegiatan sosial di mana
kelompok sebaya lebih mendapat perhatian utama ketimbang keluarga.
f. Mulai berpikir kritis dan kausalitas, yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat, (Zulkifli,1986)
Perubahan yang terjadi pada remaja adalah pertumbuhan fisik dan
perkembangan yang terjadi yaitu: perkembangan emosi,
perkembangan seksual, perkembangan sosial, perkembangan
intelektual dan perkembangan moral.
a. Pertumbuhan fisik
Setiap remaja mengalami perubahan fisik seperti
bertambahnya tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh,organ
seks dan ciri seks sekunder. Berikut ini urutan perubahan fisik
pada remaja perempuan dan remaja laki-laki.
1) Perubahan fisik yang terjadi pada remaja perempuan:
a) Matangnya alat reproduksi yang ditandai dengan
menstruasi
b) Diproduksinya hormon Progesteron dan esterogen
c) Perubahan bentuk tubuh dengan pertumbuhan tulang
payudara, tumbuh bulu halus disekitar kemaluan dan
ketiak, pinggang lebih membentuk, pinggul mulai
membesar dan kuat guna membantu proses kehamilan
dan melahirkan dan kulit menjadi lebih berminyak.
2). Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki:
a) Matangnya alat reproduksi yang ditandai dengan mimpi
basah
b) Diproduksinya hormon testosteron
c) Perubahan bentuk tubuh menjadi lebih besar, otot
bertambah kuat, kulit lebih berminyak dan berkeringat,
tumbuh bulu rambut pada ketiak dan kemaluan,
perubahan tinggi badan mencapai tingkat maksimal
setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di dada
dan wajah (kumis – jenggot) dan adanya perubahan suara
(pedoman PE SAHAJA-Lentera,1995)
Perubahan fisik remaja menurut Hurlock mengalami variasi
berdasarkan perbedaan jenis kelamin sangat jelas. Perempuan
secara umum lebih cepat dibandingkan remaja laki-laki sehingga
pada saat matang biasanya laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Karena otot anak laki-laki lebih besar daripada anak
perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki
melebihi kekuatan anak perempuan dan perbedaan ini terus
meningkat. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia
mempunyai bahu yang lebih lebar daripada anak yang matang
lebih awal. Tungkai kaki anak yang matang lebih awal
cenderung pendek; gemuk sedangkan yang matangnya terlambat
cenderung lebih ramping. Anak perempuan yang matang lebih
awal lebih berat lebih tinggi dan lebih gemuk dibandingkan
dengan anak perempuan yang matangnya terlambat.
(Hurlock,1996:210).
Pada masa pertumbuhan tidak semua remaja merasa puas
(kateksis-tubuh) dengan keadaan bentuk fisiknya. Ketidakpuasan
remaja pada fisik terjadi karena munculnya kesadaran akan
reaksi sosial terhadap bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan
standar budaya yang berlaku. Sheldon membagi tipe tubuh
menjadi tiga golongan, yaitu; endomorfic (pendek-gemuk),
mesomorphic (berotot dan bahu serta pinggang lebar), dan
ectomorphic (tinggi-kurus) (Sri Sulastri,1984:8). Bentuk tubuh
endomorfic cenderung tidak populer dan tidak dapat diterima
dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini membuat remaja yang
bertubuh endomorfic mengalami kegagalan menerima
karakteristik tubuhnya. Keadaan tubuh mendorong perubahan
perasaan dan pikiran
b. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi setiap remaja belum dapat dikatakan
remaja mengalami perasaan yang sangat peka: remaja
mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan
emosinya (storm and stress)(Sri Sulastri.1984:19).
Hurlock(1996:213) mengemukakan kadangkala emosi remaja
terlihat sangat kuat, tidak terkendali, dan tampak irrasional,
tetapi pada masa perkembangan selanjutnya remaja akan
mengalami akan mengalami perbaikan perilaku emosional. Pada
masa ini remaja sering terlihat begitu bergairah dan bergembira
dalam melakukan segala aktivitas namun tiba-tiba menjadi lesu,
gelisah, dan tidak bersemangat dalam meneruskan aktivitasnya.
Remaja perlu belajar untuk mengendalikan diri dengan melihat
situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun cara
yang dapat digunakan untuk mencapai kematangan emosi adalah
dengan mengungkapkan masalah secara terbuka kepada orang
yang tepat dan dapat dipercaya (katarsis) atau dengan media
yang dapat digunakan untuk menyalurkan emosi. Remaja
dianggap sudah mencapai kematangan emosi apabila ia tidak
meledakkan emosinya dihadapan orang lain, namun menunggu
saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara
yang lebih dapat diterima oleh orang lain demi tujuan yang
benar.
c. Perkembangan Seksual
Perkembangan seksual pada masa ini menunjukkan peranan
menyangkut kematangan alat kelamin primer pada diri remaja
dan munculnya dorongan seks untuk berperilaku seksual. Pada
diri remaja terdapat dua kelenjar yaitu kelenjar bawah otak atau
pituitary dan kelenjar penghasil hormon atau endokrin. Kelenjar
pituitary berpengaruh pada pertumbuhan tubuh menjadi lebih
sempurna, sedangkan kelenjar endokrin berpengaruh terhadap
alat reproduksi remaja. Pada remaja perempuan, kelenjar
endokrin yang terdapat dalam kandung telur mulai berfungsi
penuh untuk mengeluarkan hormon esterogen dan hormon
progesteron. Hormon estrogen mempunyai tiga fungsi, yaitu (1)
mengembangkan penampilan fisik perempuan, (2) mematangkan
sel telur sehingga siap dibuahi oleh sperma, dan (3)
memudahkan sintesis protein untuk memfasilitasi penyaluran zat
kapur, dan fosfor ke tulang. Sedangkan hormon progesteron
bertugas untuk mempersiapkan dan mematangkan sel telur
(ovum) sehingga siap untuk dibuahi, mempersiapkan dinding
rahim menjadi tebal, dan mengatur kehangatan suhu dalam rahim
agar janin dapat berkembang menjadi bayi. Pada laki-laki,
kelenjar endokrin terdapat terdapat dalam dua buah kantong
zakar atau testis. Kelenjar ini bertugas untuk mengeluarkan
hormon testosteron. Hormon testosteron berfungsi untuk
memproduksi sel-sel sperma yang jumlahnya sampai jutaan
setiap harinya dan berperan menampilkan ciri-ciri kelaki-lakian
Kematangan organ reproduksi dan pertumbuhan fisik yang
pesat pada remaja menciptakan sikap dan peran sesuai dengan
jenis kelamin, keinginan memperluas pergaulan dengan sesama
jenis maupun lawan jenis, dan menaruh perhatian khusus kepada
orang yang disukai. Menurut Hurlock (1996:227)
“perkembangan seksual pada remaja mendorong minat mereka
untuk mengetahui konsep perilaku seksual remaja”.
Meningkatnya minat pada seks mendorong remaja berusaha
mencari lebih banyak informasi mengenai seks melalui berbagai
media (buku, video,vcd, internet dan teman-teman sepergaulan).
Akan tetapi, tidak semua informasi tentang seksualitas yang
disajikan dalam berbagai media tersebut benar, sehat dan
seimbang. Seksualitas di berbagai media itu sering digambarkan
sebagai simbol hubungan seksual antara lawan jenis atau sejenis.
Ketidak seimbangan informasi mengenai seksualitas dapat
menciptakan perilaku seksual yang tidak sehat pada remaja.
Remaja menjadi cenderung berlebihan dalam mengekspresikan
dorongan seksual yang muncul tanpa mencoba untuk mencari
bentuk penyaluran yang tepat. Untuk itu penting dipahami oleh
orangtua, pendidik ataupun pembimbing untuk secara aktif
mengadakan pendekatan dan secara terbuka membicarakan
tentang perkembangan seksualitas kepada remaja. Hal ini perlu
d. Perkembangan Sosial
Dalam pekembangan sosial, remaja cenderung memperluas
lingkungan pergaulan di luar lingkungan keluarga. Remaja
membentuk kelompok yang memiliki sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku yang sama. Pada masa remaja,
pengaruh teman sebaya lebih kuat daripada pengaruh keluarga.
Hal ini sering menimbulkan konflik peran sosial dalam diri
mereka. Disatu pihak remaja sudah ingin mandiri, tetapi di pihak
lain remaja masih harus mengikuti peraturan yang diberikan oleh
orangtuanya. Disamping itu remaja juga memiliki permikiran,
cita-cita dan keinginan untuk melakukan serangkaian kegiatan
positif guna mencapai prestasi(Hurlock,1996:213-216). Sri
Sulastri menggambarkan proses perkembangan sosial sebagai
perkembangan dari taraf penemuan dan penyadaran yang
intoleran terhadap perbedaan-perbedaan individual yang luas
menuju taraf di mana perbedaan-perbedaan dan keragaman itu
dapat diterima dengan penuh kesabaran dengan penilaian yang
memberikan kepuasan. Secara nyata remaja mulai
mengembangkan potensi diri dengan memanfaatkan waktu luang
yang ada bersama teman-temannya dan melakukan serangkaian
penyesuaian diri guna menciptakan suasana pergaulan yang sehat
dan menyenangkan. Karakteristik remaja yang dianggap telah
berhasil mencapai perkembangan sosial yang dewasa menurut
1. Menerima diri sendiri baik secara jasmani maupun mental 2. Menerima diri sendiri dalam hubungannya dengan suatu
kelompok
3. Menerima orang lain dan mengembangkan toleransi sosial dengan orang lain
4. Menerima diri orang lain dalam hubungannya dengan diri sendiri
e. Perkembangan Intelegensi
Intelegensi menurut David Wechsler (Sarwono,1989:77)
adalah “keseluruhan kemampuan seorang individu untuk berpikir
dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif”. Menurut Piaget (Gunarsa,1985)
intelegensi mengandung beberapa sifat, antara lain:
1. Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan.
2. Intelegensi meliputi struktur organisasi perbuatan dan pikiran dan interaksi yang bersangkutan antara individu dengan lingkungannya.
3. Struktur tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan kualitas.
4. Dengan bertambahnya usia, penyesuaian berlangsung lebih mudah dengan proses keseimbangan yang bertambah luas. 5. Perubahan kualitas pada intelegensi timbul dalam masa yang
mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Perkembangan kemampuan berpikir menyebabkan remaja
sering mempermasahkan kejadian-kejadian yang tidak sesuai
dengan alam pikirannya sendiri (Gunarsa,1985). Pengayaan
kasus dan pelatihan secara berkesinambungan diperlukan sebagai
upaya dari penyelenggara pendidikan. Mappiare(1982)
menyatakan bahwa pengalaman dan latihan-latihan memecahkan
masalah akan membantu seseorang agar dapat berpikir
f. Perkembangan Moral
Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam
perkembangan remaja. Hal ini disebabkan karena moral
merupakan suatu kebutuhan tersendiri yang diperlukan remaja
dalam rangka proses menyesuaikan diri dengan norma
masyarakat dan mencari nilai pribadi yang selaras dengan jati
diri. Menurut penulis, moral dapat mengendalikan tingkah laku
remaja dalam memilih perilaku yang sehat dan
bertanggungjawab. Kohlberg (Nasution,1987) dalam
penelitiannya membedakan perkembangan moral menjadi empat
tingkatan, yaitu:
1. Pra konvensional yaitu remaja memberikan reaksi atau
penilaian terhadap perbuatan orang lain yang dinilainya baik
atau buruk, dengan anggapan yang baik akan mendapat
ganjaran, pujian, dukungan atau hadiah sedangkan yang
buruk akan mendapatkan hukuman atau celaan.
2. Konvensional yaitu remaja berusaha memegang aturan yang
diperoleh sejak kecil, berbuat untuk menyenangkan orang
lain, mengharapkan pujian bila ia mematuhi aturan tersebut
dan berkelakuan manis untuk menyenangkan orang dewasa.
3. Post konvensional yaitu remaja menunjukkan sikap kritis
terhadap tata cara yang pernah diterimanya dan mulai
mengembangkan aturan atau hukum yang lebih sesuai
4. Universal yaitu remaja berpegang pada hati nurani atau kata
hati untuk memperjuangkan keadilan dan persamaan hak.
B. Perkembangan Perilaku Seksual dalam Tugas Perkembangan Siswa
dan Siswi
1. Tugas perkembangan yang berkaitan dengan perilaku seksual
Menurut Havighurst ada sepuluh tugas perkembangan
remaja yaitu: (a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang
dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. (b) Mencapai peran
sosial pria dan wanita. (c) Menerima tubuhnya sendiri dan
menggunakannya secara efektif. (d) Mencapai kebebasan emosional
dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. (e) Mencapai
jaminan kebebasan ekonomis. (f) Memilih dan menyiapkan lapangan
pekerjaaan. (g) Persiapan untuk memasuki perkawinanan dan
kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan ketrampilan intelektual
dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan. (i)
Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung
jawab. (j) Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika
sebagai pedoman tingkah laku (Achdiyat Maman,1981:24-33).
Dari antara tugas perkembangan itu ada tugas perkembangan
remaja yang langsung berkaitan dengan perkembangan perilaku
seksual remaja yaitu: (a) menerima tubuhnya sendiri dan
menggunakannya secara efektif. (b) mencapai hubungan baru dan
(c) mencapai peran sosial pria dan wanita. (d) mempersiapkan diri
untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.
a. Menerima tubuhnya sendiri dan menggunakannya secara efektif.
Hakekat tugas ini ialah penerimaan terhadap kelebihan dan
kekurangan tubuh dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Remaja
diharapkan mampu mencintai dan menjaga tubuhnya;
menggunakan dan melindungi tubuhnya sendiri secara efektif
disertai dengan kepuasan personal.
b. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman
sebaya dari kedua jenis kelamin. Hakekat tugas ini ialah remaja
memandang anak perempuan sebagai wanita dan laki-laki
sebagai pria. Pria dan wanita mampu bekerja bersama-sama,
berkedudukan yang seimbang dan mampu berinteraksi dengan
kelompok sosial lain.
c. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Hakekat tugas ini ialah
mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma masyarakat yang
berkembang. Peranan sosial sebagai laki-laki dan perempuan
misalnya, didalam pergaulan diantara remaja ada kesetaraan
anak laki-laki dan anak perempuan dalam melakukan segala
sesuatu.
d. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinanan dan
kehidupan keluarga. Hakekat tugas ini adalah mengembangkan
keturunan, memilih pasangan hidup, dan belajar menyesuaikan
diri dengan calon pasangannya.
Faktor pendukung dalam tugas melaksanakan tugas
perkembangan adalah pertumbuhan fisik yang normal, tingkat
kecerdasan yang tinggi, lingkungan yang sesuai untuk belajar,
adanya bimbingan dari orang lain, adanya motivasi yang kuat untuk
belajar dan tidak adanya rasa takut untuk berbeda dengan orang lain
(Hurlock, 1996). Berkaitan dengan hal ini, Sri Sulastri(1984),
mengemukakan bahwa orang dewasa dapat membantu remaja dalam
menguasai tugas perkembangannya diantara lain:
a. Remaja diberikan kesempatan yang luas untuk melakukan relasi
antar sesama. Hal ini akan lebih memberi hasil dalam
membimbing remaja dalam menuju kedewasaanya.
b. Melakukan diagnosa dan penyembuhan terhadap remaja dalam
menghadapi persoalan-persoalannya.
2. Proses Perkembangan Perilaku Seksual
Istilah seks dan seksualitas sering digunakan secara silih
berganti, namun tidak tegas konteks penggunaannya sehingga
seringkali menimbulkan kekeliruan. Sarwono (1989) mengartikan
seks sebagai kelamin sedangkan seksualitas adalah segala hal yang
terjadi sebagai akibat atau konsekuensi dari adanya perbedaan jenis
kelamin Jadi seks hanya merupakan sebagian dari keseluruhan
manusia. Lebih lanjut, Masters, Johnson dan Kolodny (Imran,2001)
yang sangat luas yaitu dimensi biologis, psikologis, sosial, dan
kultural moral.
Kualitas biologis berkaitan dengan anatomi dan fungsi alat
reproduksi. Dimensi ini melihat bahwa faktor biologis secara garis
besar mengendalikan perkembangan seksual dari lahir hingga
bereproduksi setelah mengalami pubertas. Sisi biologis, juga
mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual dan secara tidak
langsung mempengaruhi juga kepuasan seksual. Selain itu juga
mempengaruhi perbedaan jenis kelamin dalam berperilaku seksual.
Seperti laki-laki yang berperilaku lebih agresif daripada perempuan.
Kualitas psikologis berhubungan dengan bagaimana manusia
menjalani fungsi seksualnya, identitas jenis kelaminnya, dinamika
aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,motivasi,perilaku) terhadap
seksualitas itu sendiri.
Kualitas sosial berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul
dalam relasi antar manusia (beradaptasi atau menyesuaikan diri
dengan tuntutan peran dan lingkungan sosial).
Kualitas kultural moral berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai
budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Dari
tahun ke tahun terjadi fenomena pergeseran norma-norma dalam
masyarakat yang semakin permissif terhadap beberapa bentuk
perilaku seksual yang ada.
Seksualitas dalam budaya indonesia masih dianggap tabu, hal
diartikan sebagai hubungan seksual. Pemahaman yang demikian
membuat sikap negatif terhadap seksualitas. Hal yang demikian
membuat orangtua atau masyarakat tidak mau terbuka mengenai
seksualitas, kalaupun terbuka pada remaja informasi yang diberikan
belum tentu benar karena merekapun juga mempunyai pemahaman
yang tidak lengkap mengenai seksualitas sehingga menyebabkan
munculnya mitos-mitos yang salah mengenai seksualitas (misal:
berciuman mengakibatkan kehamilan). Tidak adanya atau kurangnya
keterbukaan orangtua dan masyarakat tersebut membuat remaja
mencari tahu dengan cara mereka sendiri melalui berbagai media
dan pergaulan diantara mereka. Berbekal informasi yang kurang
begitu dapat dipertanggungjawabkan dan diolah secara benar
membuat remaja juga mencari tahu dengan mencoba-coba perilaku
seks. Keingintahuan mengenai seksualitas pada remaja begitu terasa
seiring matangnya organ-organ seksual remaja yang menimbulkan
dorongan-dorongan seksual pada mereka.
Salah satu unsur dalam dimensi sosial dan budaya adalah
pendidikan. Melalui kegiatan pendidikan khususnya di sekolah
diharapkan dapat memberikan dan menjadi sumber informasi bagi
siswa melalui beberapa mata pelajaran yang berhubungan dan
khususnya secara khusus dapat dilayani dalam pelayanan bimbingan
3. Perilaku Seksual Siswa Remaja a. Pengertian Perilaku Seksual
Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu
terhadap stimulus yang diterima. Reaksi tersebut dapat berupa
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan perbuatan. Azwar
(1988:6-7) menyatakan bahwa perilaku merupakan reaksi yang
dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya stimulus yang
sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan
sebaliknya reaksi yang sama belum tentu karena stimulus yang
sama. Perilaku seksual merupakan perbuatan yang didasari oleh
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan
organ seksual melalui berbagai perbuatan (Imran,2001).
Menurut Sarwono (1989:137), perilaku seksual adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa perilaku seksual adalah segala
pikiran-pikiran, perasaan dan perbuatan-perbuatan siswa dan siswi
mengenai diri sebagai laki-laki atau perempuan dan terhadap
orang lain sebagai laki-laki atau perempuan Dalam penelitian
ini difokuskan pada perilaku heteroseksual remaja yakni
perilaku seksual yang dilakukan dengan pasangan lawan
b. Macam-macam Perilaku Seksual
Perilaku seksual mempunyai berbagai bentuk dan dapat
dilakukan dengan diri sendiri atau bersama orang lain. Sebagian
dari perilaku seksual tersebut memang tidak berdampak
apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik (misal: robeknya
selaput dara) atau sosial (misal: dilecehkan orang lain karena
sudah tidak perawan) yang dapat ditimbulkannya . Tetapi pada
beberapa perilaku mempunyai dampak yang cukup serius,
misal: tertular penyakit kelamin, kehamilan (Sarwono,1989).
Hurlock, (1996:227-230) ; Imran, (2001:45-50) ; Herdalena
(2003:3) memaparkan berbagai perbuatan atau kegiatan yang
termasuk dalam perilaku seksual yang kelihatan (perkataan dan
perbuatan) dan tidak kelihatan (perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran) di bawah ini, yaitu:
1. Perilaku yang kelihatan
a) Perkataan (verbal)
1) Membahas mengenai seksualitas
2) Berbicara dengan lawan jenis
3) Merayu atau menggoda lawan jenis
b) Perbuatan (non verbal)
1) Menjaga kesehatan reproduksi
Seiring berkembangnya hormon seksual, terjadi
seksual remaja. Organ-organ yang mempunyai
sensitivitas yang tinggi menuntut remaja
menjaganya supaya dapat berfungsi dengan baik.
Dengan perawatan (mis. dibersihkan) merupakan
perwujudan dari remaja menjaga kesehatan
reproduksinya.
2) Mencari informasi mengenai seksualitas berbagai
sumber
Perubahan dan dan perkembangan seksual yang
terjadi pada remaja muncul keingintahuan dan minat
yang besar pada seks. Untuk memenuhi
keingintahuannya, remaja mulai mencari dari
berbagai informasi yang ada disekitarnya
(mis.membahas bersama teman, buku-buku tentang
seks, sampai dengan mengadakan
percobaan-percobaan). Minat utama remaja tertuju pada
masalah hubungan seks, konteksnya dan akibatnya.
3) Memandang tubuh teman lawan jenis
Perasaan tertarik muncul pada remaja terhadap
teman laki-laki atau perempuan biasanya
diungkapkan dengan memandangi tubuh teman
laki-laki atau perempuan sebagai wujud ketertarikannya.
Ketertarikan yang terjadi dikarenakan, misal:
4) Berpacaran
Merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan
atas dasar ketertarikan atau jatuh cinta satu sama
lain. Dalam pola hubungan ini, mereka belajar untuk
berkomitmen, saling menyesuaikan diri dengan sifat
dan karakter, menyatakan perasaan-perasaan yang
dialami. Berkencan pada saat ini sangat penting.
Berkencan dilakukan remaja bersama lawan
jenisnya dengan meluangkan waktu ditempat-tempat
tertentu, misalnya: nonton film di bioskop, pergi ke
tempat wisata, jalan-jalan ke mall.
5) Berperan sebagai laki-laki dan perempuan
Ketika remaja sudah matang secara seksual, laki-laki
dan perempuan mulai mengembangkan sikap yang
baru pada lawan jenis atau teman laki-laki/
perempuan pada berbagai kegiatan yang melibatkan
keduanya. Dengan kegiatan ini, diharapkan laki-laki
dan perempuan dapat menunjukkan diri mereka
sesuai jenis kelamninya sehingga diharapkan pula
dapat memperoleh dukungan dari lawan jenisnya
6) Memegang tangan teman laki-laki atau perempuan
Memegang tangan adalah salah satu bentuk dari
stimulasi dalam mendapatkan kesenangan seksual
(misal: meremas dan membelai tangan lawan jenis).
Perilaku seksual ini memang tidak terlalu
menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun
biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas
seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat
tercapai). Pada umumnya jika berpegangan tangan,
maka muncul getaran romantis atau
perasaan-perasaan nyaman.
7) Memeluk teman lawan jenis
Aktivitas dimana seseorang melingkarkan lengan
kepada ke tubuh pasangannya untuk menunjukkan
rasa cinta maupun ketertarikan seksual. Dampak
yang ditimbulkan adalah: jantung menjadi berdegub
lebih kencang, menimbulkan perasaan aman,
nyaman dan tenang, dan menimbulkan rangsangan
seksual (terutama jika mengenai daerah erogenous)
8) Mencium teman lawan jenis
Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang
dapat berarti simbol afeksi dan dapat bersifat sangat
sensual. Ciuman dapat berupa ciuman ringan (cium
kening) dan ciuman yang bersifat sensual (cium
pipi, cium bibir dan cium leher/ necking). Dibawah
d) Cium pipi
Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan
pipi, pipi dengan bibir. Aktivitas ini
menimbulkan dampak yaitu: imanjinasi atau
fantasi seksual jadi berkembang, menimbulkan
perasaan sayang jika diberikan pada moment
tertentu, menimbulkan keinginan untuk
melanjutkan bentuk aktivitas seksual lainnya
yang lebih dapat dinikmati.
e) Cium basah
Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan
bibir. Seringkali dikenal dengan sebutan
French Kiss dimana lidah salah satu pasangan
memasuki mulut pasangannya
(Schofield,1967:26). Aktivitas ini
menimbulkan dampak yaitu: jantung menjadi
berdebar-debar, dapat menimbulkan sensasi
seksual yang kuat yang membangkitkan
dorongan seklsual hingga tak terkendali, orang
akan mudah melakukan aktivitas seksual
lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting
bahkan sampai hubungan seksual (intercourse),
ketagihan (perasaan ingin mengulangi
perbuatan tersebut terus-menerus)
f) Cium leher / necking
Aktivitas ciuman ini sering disebut necking.
Aktivitas seksual ini berupa mencium leher
teman laki-laki atau perempuan. Adapun
dampak yang ditimbulkan adalah: jantung
menjadi berdebar-debar, dapat menimbulkan
sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan
dorongan seksual hingga tak terkendali, orang
akan mudah melakukan aktivitas seksual
lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting
bahkan sampai hubungan seksual (intercourse),
ketagihan (perasaan ingin mengulangi
perbuatan tersebut terus-menerus)
9) Mengakses media pornografi
Keingintahuan yang besar pada remaja terhadap
kehidupan yang berkaitan dengan seksualitas
membuat remaja mencari tahu mengenai hal-hal
yang berbau seks. Media pornografi seperti majalah
porno, website porno, buku-buku stensilan,
VCD/DVD porno banyak diakses remaja sebagai
tubuh lawan jenisnya. Perilaku ini dapat beresiko
bila kemudian muncul perilaku yang menyertainya.
10)Masturbasi
Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Masturbasi dapat
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Aktivitas
ini dilakukan sendiri untuk mendapat kesenangan
organ seksualnya sendiri. Aktivitas yang demikian
menimbulkan dampak sebagai berikut: infeksi
terutama jika menggunakan alat-alat yang
membahayakan seperti: benda tajam, benda lain
yang tidak steril, energi fisik dan psikis terkuras,
biasanya orang menjadi mudah lelah, sulit
berkonsentrasi, malas melakukan aktivitas lain,
dapat merobek selaput dara, pikiran terus menenerus
kearah fantasi seksual, perasaan bersalah dan
berdosa, bisa lecet jika dilakukan dengan frekuensi
tinggi, kemungkinan mengalami ejakulasi dini,
kurang bisa memuaskan pasangannya jika menikah,
menimbulkan kepuasan diri/ eksplorasi diri,
menimbulkan ketagihan
11)Petting
a) Adalah kontak fisik antara pria dan wanita dalam
disertai coitus atau masuknya penis ke dalam
vagina dengan saling menyentuhkan alat
kelamin atau disebut Genital opposition
(Schofield: 1967)
Petting sering disebut sebagai hampir melakukan
hubungan seksual dengan demkian akibat yang
ditimbulkan tidak banyak berbeda dengan akibat
yang terjadi pada hubungan seksual. Adapun
akibatnya adalah: menimbulkan ketagihan,
kehamilan, terkena penyakit menular seksual atau
HIV, bisa berlanjut ke intercourse, sanksi moral atau
agama hingga menimbulkan perasaan cemas dan
perasaan bersalah, memuaskan kebutuhan seksual,
bisa menyebabkan robeknya selaput dara
12)Oral seks
Adalah perilaku seksual yang menekankan
pemberian stimulasi genital oleh mulut. Pemberian
stimulasi kegiatan memasukkan alat kelamin ke
dalam mulut pasangan. Aktivitas oral seks dapat
berdampak: bisa terkena bibit penyakit,
menimbulkan ketagihan, sanksi moral/ agama, bisa
berlanjut ke sexual intercourse, memuaskan
kondisi dimana oral seks lebih memenuhi kebutuhan
seksual dibandingkan intercourse).
13)Hubungan seks (sexual intercourse)
Adalah aktivitas seksual dengan memasukkan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita. Perilaku
seksual ini adalah perilaku yang paling beresiko bila
dilakukan dibandingkan dengan perilaku yang sudah
disebutkan sebelumnya. Adapun akibat yang muncul
dari terjadinya perilaku ini adalah: perasaan
bersalah dan berdosa, ketagihan, kehamilan, terkena
penyakit menular seksual atau HIV, infeksi saluran
reproduksi, gangguan fungsi seksual: impotensi,
ejakulasi dini, frigiditas, vaginismus, dispareunia,
sanksi sosial, agama dan moral, keperawanan dan
keperjakaan hilang, menguras energi, terpaksa
menikah, aborsi, kematian dan kemandulan,
merusak masa depan, mengalami konflik saat
menjelang pernikahan.
2. Perilaku yang tidak kelihatan
a. Pikiran-pikiran
Keinginan melakukan aktivitas seksual
b. Perasaan-perasaan
1) Merasa tertarik dengan teman laki-laki
2) Mencintai teman laki-laki atau perempuan
3) Terangsang secara seksual dari teman
laki-laki atau perempuan
Menurut Ahmad Taufik (Imran:2001) perilaku seksual
remaja di Indonesia melalui beberapa tahapan yaitu mulai
menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran berkencan,
lips kissing (berciuman bibir), deep kissing (ciuman basah atau
lebih diartikan sebagai french kiss), genital stimulation
(merangsang vagina atau penis), dan sexual intercourse
(berhubungan seksual).
Perilaku seksual remaja dapat dilakukan secara sendirian
atau tanpa ada keterlibatan orang lain misalnya masturbasi,
tetapi beberapa perilaku seksual dilakukan dengan pasangan
misalnya cium pipi, cium bibir, memegang tangan teman,
berpelukan, petting, necking dan berhubungan seksual atau
intercourse. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perilaku
heteroseksual remaja yakni perilaku seksual remaja pada lawan
jenisnya dan bukan pada sesama jenis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja
Berikut ini adalah beberapa faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi perilaku seksualnya : (Imran, 2001:33-34; dan
a. Perspektif Biologis
Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas diakibatkan
mulai berfungsinya hormon-hormon seksual dapat
menimbulkan perilaku seksual pada remaja.
b. Pengalaman seksual
Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami
hubungan seksual, makin kuat stimulasi yang dapat mendorong
munculnya perilaku seksual.
c. Mudahnya pornografi diakses oleh remaja
Teknologi berkembang dengan begitu pesatnya dan tiap orang
dapat mengakses berbagai kemajuan teknologi tersebut dimana
saja dan kapan saja dengan biaya yang sangat terjangkau melalui
berbagai media (misal: vcd, internet, handphone,dll).
d. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan
Dalam setiap agama, melarang adanya perilaku seksual
dilakukan sebelum melakukan pernikahan.
e. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan
remaja, informasi ini harus diberikan oleh orang yang
berkompeten dalam bidangnya untuk menjamin kebenaran
informasi yang diberikan. Dari beberapa hasil penelitian yang
dilakukan, dapat terungkap bahwa terjadi korelasi yang negatif
antara perilaku seksual dengan pengetahuan kesehatan
f. Penundaan usia pernikahan
Seiring dengan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat maka
mengakibatkan ditundanya usia pernikahan. Beberapa tahun
yang lalu, pendidikan kurang begitu dianggap hal yang penting
untuk masa depan seseorang tetapi kemudian yang terjadi
berangsur-angsur berubah.sekarang pendidikan dianggap hal
yang penting bagi tiap orang. Sesuai dengan tuntutan atas
pendidikan yang lebih tinggi maka tiap orang menunda
pernikahan sampai dapat tercapainya tingkat pendidikan tertentu
yang dicita-citakan dan kemudian untuk mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan keinginannya serta penghasilan yang lebih
besar.
g. Pengaruh Orangtua
Orang tua dan anak mempunyai kekurangan komunikasi secara
terbuka dalam masalah seputar seksualitas dan kurang
berfungsinya keluarga dalam hal ini orang tua memberikan
kehangatan, penanaman nilai dan moral kepada anak-anaknya.
Hal ini memperkuat munculnya perilaku seksual. Orang tua
merupakan orang pertama yang ditemui oleh anak ketika lahir,
sehingga pemahaman mengenai seksualitas merupakan tugas
h. Pengaruh teman sebaya
Pada masa remaja, teman sebaya mempunyai pengaruh yang
sangat kuat sehingga munculnya perilaku seksual dikaitkan
dengan norma kelompok sebaya
i. Perspektif akademik
Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah
cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual
dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.
j. Perspektif Sosial Kognitif
Kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan
keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual di
kalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan
secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat lebih
menampilkan perilaku seksual yang sehat.
Remaja dalam melakukan perilaku seksual menurut Imran di
pengaruhi oleh motivasi individual yang berbeda-beda. Yaitu:
a. Dorongan seksual yang menggebu-gebu
b. Dorongan afeksi
c. Dorongan agresif
d. Terpaksa
e. Dorongan mendapat fasilitas melalui aktivitas seksual
f. Dorongan untuk membuktikan atau mencoba fungsi atau
Dari informasi diatas penting bagi remaja untuk mengetahui
perilaku motif dan faktor penyebabnya yang mempengaruhi
perilaku seksualnya agar remaja dapat lebih berupaya
mengendalikan dorongan seksualnya dengan lebih terarah
(Imran.2001:35)
5. Perilaku Seksual dan Jenis Kelamin
Perilaku seksual pada anak laki-laki maupun perempuan
terhadap dirinya sendiri maupun bersama orang lain. Dalam hasil
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Herdalena pada 115
remaja laki-laki dan 114 remaja perempuan di usia 15 – 18 tahuun
pada 10 sekolah menengah di kotamadya Jogjakarta mengungkapkan
37,7% remaja laki-laki dan 9,5% telah melakukan perilaku seksual
secara aktif. Hal tersebut memperlihatkan adanya perbedaan
prosentase perilaku seksual yang aktif dilakukan antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki lebih mempunyai prosentase yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Menurut Fatchurrhman
(Herdalena,2003:1-3) adanya perbedaan prosentase tersebut diatas
dikarenakan adanya norma standar ganda di masyarakat sehingga
laki-laki lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan
mengkomunikasikan pengetahuan seksualnya pada lingkungan
sekitarnya. Akhirnya, secara tak langsung mendorong laki-laki lebih
permisif untuk berperilaku seksual. Bila ditilik dari segi hormonal,
perempuan sehingga laki-laki lebih mudah untuk terangsang pada
apa ditemuinya. Sementara itu, perempuan mudah terangsang pada
saat berada dalam masa subur.
Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa ada
perbedaan perilaku seksual antara para siswa putera dan para siswa
C. Bimbingan dan Perilaku seksual
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Sherter dan Stone(Winkel, 1997) mengartikan bimbingan
sebagai proses membantu orang perorangan untuk memahami
dirinya sendiri dan lingkungannya. Bantuan yang diberikan dapat
berupa layanan informasi dan layanan konseling bagi yang
membutuhkan. Kegiatan bimbingan dan konseling ditangani oleh
guru pembimbing, dalam hal ini mengenai perilaku seksual dapat
diupayakan dengan memberikan informasi-informasi mengenai
seksualitas sehingga siswa dapat memahami dan berperilaku seksual
yang sesuai.
b. Ragam Bimbingan
Program Bimbingan dan Konseling mempunyai ragam yang
menunjuk pada bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan
tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan bimbingan.
Menurut Winkel (1997) ada tiga ragam bimbingan yaitu akademik,
pribadi dan sosial. Dari ketiga ragam tersebut ada dua hal yang
berhubungan dengan apa yang menjadi topik penelitian yaitu :
1. Program bimbingan pribadi
Program bimbingan pribadi adalah bimbingan terhadap seorang
dalam membantu menghadapi keadaan batin dan pergumulan
diri. Pergulatan batin dalam diri siswa apabila tidak terselesaikan
dapat mengakibatkan masalah. Masalah masalah yang
seksualnya dapat menimbulkan masalah tersendiri sehingga
membuat situasi yang tidak kondusif untuk belajar. Bimbingan
ini diberikan untuk membantu siswa mengolah berbagai
informasi tentang dirinya sebagai laki-laki atau perempuan,
sehingga siswa memahami dirinya dan mengembangkan perilaku
yang sesuai.
Kegiatan bimbingan seksualitas remaja dapat dilayani
dengan memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang
seksualitas diantaranya mengenai perkembangan seksualitasnya.
Remaja yang sedang mengalami pubertas mempunyai dorongan
yang kuat seiring dengan perubahan-perubahan fisik dan
hormonal. Hal ini juga tidak terlepas dari tugas perkembangan
remaja,yaitu: mencapai hubungan baru yang lebih matang
dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita.
2. Program bimbingan sosial
Program bimbingan sosial adalah bimbingan terhadap
seseorang dalam membantu hubungan siswa dengan siswa lain
dalam berbagai lingkungannya, mencapai peran sosial pria dan
wanita, serta mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Seiring
berkembangnya hormon seksual yang menimbulkan ketertarikan
terhadap lawan jenis, siswa diharapkan dapat mempunyai
hubungan yang baik dengan individu lain khususnya lawan jenis
dan peran sosial laki-laki atau perempuan yang berlaku di
masyarakat.
Jadi ,Bimbingan yang mengenai masalah perilaku seksual di
sekolah termasuk adalah bidang bimbingan pribadi dan bidang
bimbingan sosial. Bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa
memahami diri dan mengembangkan pribadi dengan baik.
Bimbingan sosial bertujuan membantu siswa agar ia
berhubungan dengan lingkungan sekitar dan menyesuaikan
dengan kehidupan sehari-hari.
Perilaku seksual merupakan bagian dari seksualitas. Melihat
banyaknya data penelitian yang memperlihatkan tingginya perilaku
seksual remaja dari tahun ketahun di Indonesia menimbulkan
keprihatinan tersendiri bagi penulis dan sebagian besar masyarakat
pemerhati remaja. Keprihatinan tersebut didasarkan pada banyaknya
akibat atau dampak yang ditimbulkan dari perilaku seksual yang
dilakukan oleh remaja dimana akibat yang ada menambah
permasalahan-permasalahan yang nantinya akan dihadapi oleh remaja
selain masalah-masalah yang muncul seiring disandangnya predikat
remaja. Mengacu pada fakta-fakta tersebut, dirasa perlu adanya
bimbingan mengenai seksualitas dimana diharapkan dapat menekan
angka perilaku seksual remaja di indonesia. Hal ini sesuai dengan
negatif antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan
perilaku seksual remaja.
Kegiatan bimbingan mengenai seksualitas remaja dapat dilayani
dengan memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang
seksualitas diantaranya mengenai perkembangan seksualitasnya. Remaja
yang sedang mengalami pubertas mempunyai dorongan yang kuat
seiring dengan perubahan-perubahan fisik dan hormonal. Hal ini juga
tidak terlepas dari tugas perkembangan remaja, antara lain “mencapai
hubungan barau yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria
maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, serta
mempersiapkan perkawinan dan keluarga” (Hurlock,1996). Remaja
pada umumnya belum benar-benar memahami hal tersebut dengan baik.
Untuk itu remaja masih memerlukan banyak bimbingan agar tidak salah
langkah dalam memberikan keputusan atas perilaku seksualnya.
Bidang bimbingan yang mengenai masalah perilaku seksual di
sekolah adalah bidang pribadi-sosial. Bimbingan pribadi bertujuan
membantu siswa memahami diri dan mengembangkan pribadi dengan
baik. Bimbingan sosial bertujuan membantu siswa agar ia berhubungan
dengan lingkungan sekitar dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada
sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dalam membuat keputusan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survai. Penelitian deskriptif adalah usaha untuk melukiskan atau menafsirkan keadaan yang ada dalam diri siswa dan siswi pada saat sekarang ini (Furchan, 1982:50). Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena peneliti ingin memperoleh gambaran tentang kecenderungan bentuk perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari.
B. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006. Menurut rencana semua anggota populasi akan diteliti, tetapi karena ada 8 orang siswa tidak masuk pada saat penelitian, maka hanya sebagian anggota populasi saja yang diteliti. Rincian populasi dan sampel penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Populasi penelitian para siswa dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari
Jenis Kelamin
Populasi
Sampel
Siswa
23
15
Siswi
40
40
Total
63
55
C. Alat Pengumpul Data
1. Kuesioner Perilaku Seksual Remaja
Penelitian ini menggunakan kuesioner perilaku seksual remaja di Sekolah sebagai alat untuk mengumpulkan data. Kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berisi identitas serta petunjuk pengisian dan bagian kedua berisi tentang pernyataan-pernyataan tentang perilaku seksual remaja. Rincian bentuk perilaku seksual remaja dan nomor-nomor item pernyataan sebagai berikut:
Tabel 2. Isi Kuesioner Perilaku seksual remaja dan sebaran item-item
1 Membahas mengenai
seksualitas 1,2,3,4,5,22,23,24
2 Merayu atau menggoda
lawan jenis 25,26
3 menjaga kesehatan
reproduksi 7
4
mencari informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber
8,26 9,27,28
5 Memandang tubuh
lawan jenis 10
6 Berpacaran 11
7 Berperan sebagai
laki-laki dan perempuan 12
8 Memegang tangan
lawan jenis 13,29
9 Memeluk teman lawan
jenis 14,30
10 Mencium lawan jenis 15,16,31,32
11 Mengakses media
pornografi 17,33,34
12 Masturbasi 18
13 Petting 19,35
14 Oral sex 20
15 Intercourse 21
Terhadap orang lain sebagai pria atau wanita
N on V er ba l K el ihat an
Terhadap diri sebagai pria atau wanita
K
ei
ngi
nan 16
Keinginan melakukan
aktivitas seksual 36,42,43,46,47
17 Merasa tertarik dengan
lawan jenis 37,41
18 Mencintai teman lawan
jenis 45
19
Terangsang secara seksual dari teman
lawan jenis 38,39,40,44
Terhadap orang lain sebagai pria atau wanita
per as aan -per as aan T idak k el ihat an
Terhadap diri sebagai pria atau wanita
Perilaku Seksual
2. Skoring
Kuesioner Perilaku Seksual disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan prinsip-prinsip Liker’t Summated Ratting.
Peneliti menyajikan pernyataan-pernyataan dalam bentuk item yang memungkinkan responden untuk menentukan apakah ia “Sering”, “Kadang-kadang” atau “Tidak Pernah” berperilaku seksual. Skoring item kuesioner adalah 0 sampai 2. Adapun skoring dilakukan sebagai berikut tidak pernah = 0 ; kadang-kadang = 1 dan selalu =2. Peneliti memberikan patokan frekuensi dalam menjawab pilihan jawaban tersebut sebagai berikut: “Tidak pernah = 0 kali ; Kadang-kadang = 1 – 3 kali per minggu ; dan Sering 4 – 6 kali per minggu. Hal tersebut dilakukan supaya peneliti mendapatkan data yang lebih detail. pertimbangan dalam mengambil patokan frekuensi adalah dari kenyataan bahwa pesatnya perkembangan yang terjadi pada remaja atau siswa. Tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap rangsang seksual yang muncul sehari-hari.
3. Reliabilitas dan Validitas a. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan 1982:295). Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas. Metode yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas adalah Metode belah dua. Untuk menentukan koefisien reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Spearman Brown. gg gg tt r r r + = 1 2
Keterangan rumus : rtt = koefisien reliabilitas = koefisien ganjil genap gg
r
Skor-skor dari belahan item gasal dikorelasikan dengan skor-skor dari belahan item genap. Perhitungan koefisien korelasi dengan cara Product- Moment . Rumusnya:
(
)( )
(