• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SEKSUAL SISWA DAN SISWI KELAS I SMU DOMINIKUS WONOSARI TAHUN AJARAN 20052006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU SEKSUAL SISWA DAN SISWI KELAS I SMU DOMINIKUS WONOSARI TAHUN AJARAN 20052006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN AJARAN 2005/2006

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Leo Agung Warih Wijaya NIM: 97 111 4021 NIRM: 970051120303120020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

JOGJAKARTA 2006

(2)
(3)
(4)

dan . . .

Segala sesuatu

akan indah

pada waktunya

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

• Jesus dan Bunda Maria

• Almarhum Bapak dan Ibu tercinta

• Mama nunik dan Kiki tercinta

• Kakak-kakakku, Adikku dan keponakan-keponakanku

• Semua orang yang telah peduli dengan aku

(5)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 November 2006 Penulis

Leo Agung Warih Wijaya

(6)

Leo Agung Warih Wijaya 971114021

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2006

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah kecenderungan bentuk-bentuk perilaku seksual para siswa-siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006. (2) Apakah ada perbedaan perilaku seksual dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari.

Masalah penelitian adalah: (1) Bagaimanakah kecenderungan bentuk-bentuk perilaku seksual para siswa dan siswi kelas I SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006? (2) Apakah ada perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMU Dominikus Wonosari 2005/2006?

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian adalah 55 orang dengan perincian 15 orang siswa dan 40 orang siswi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner perilaku seksual yang disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan validitas konstruk sebesar 0,94 dan reliabilitas sebesar 0,88. Analisis data menggunakan perhitungan frekuensi dan nilai t dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran umum bahwa (1) Perilaku membahas mengenai seksualitas sering dilakukan siswa (45%) ; kadang-kadang dilakukan oleh siswi (44,69%). (2) Perilaku merayu atau menggoda lawan jenis sering dilakukan siswa (46,67%) ; kadang-kadang dilakukan oleh siswi (46,25%). (3) Perilaku menjaga kesehatan reproduksi sering dilakukan siswa (100%) begitu juga siswi (100%). (4) Perilaku mencari informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber kadang-kadang dilakukan siswa (60%) begitu juga siswi (70,50%). (5) Perilaku memandang tubuh lawan jenis sering dilakukan siswa (60%); tidak pernah dilakukan oleh siswi (47,50%). (6) Perilaku berpacaran sering dilakukan siswa (46,67%) begitu juga siswi (70%). (7) Perilaku berperan sebagai laki-laki dan perempuan sering dilakukan siswa (100%) begitu juga siswi (100%). (8) perilaku memegang tangan lawan jenis kadang-kadang dilakukan siswa (73,33%) begitu juga siswi (57,50%). (9) perilaku memeluk lawan jenis tidak pernah dilakukan siswa (67%) begitu juga siswi (60%). (10) Perilaku mencium lawan jenis kadang-kadang dilakukan siswa (41,67%) begitu juga siswi (43,13%). (11) Perilaku mengakses media pornografi kadang-kadang dilakukan siswa (48,89%) ; tidak pernah dilakukan oleh siswi (64,17%). (12) Perilaku masturbasi tidak pernah dilakukan siswa (46,67%) begitu juga siswi (85%). (13) Perilaku petting tidak pernah dilakukan siswa (66,67%) begitu juga siswi (95%). (14) Perilaku oral seks tidak pernah dilakukan siswa (93,33%) begitu juga siswi (95%). (15) perilaku sexual intercourse tidak pernah dilakukan siswa (80%) dan siswi (92,5%). (16) perilaku keinginan melakukan aktivitas seksual sering dilakukan siswa (49,33%); kadang-kadang dilakukan oleh siswi (50%). (17) perilaku merasa tertarik dengan lawan jenis

(7)

siswa (50%)dan siswi (55%). Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perilaku seksual siswa dan perilaku seksual siswi. Faktor yang kiranya berpengaruh dalam perilaku seksual adalah mudahnya pornografi diakses oleh siswa dan siswi serta kuatnya pengaruh teman sebaya.

(8)

AT DOMINIKUS HIGH SCHOOL WONOSARI ACADEMIC YEAR OF 2005/2006

This research was done to find out (1) What sexual behavior tendencies are among the first grade students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006; and (2) Whether there are any differences on sexual behavior between the first grade male and female students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006.

Therefore, the problems formulated in this research were: (1) What are the sexual behavior tendencies among the first grade students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006? and (2) Are there any differences in sexual behavior between the first grade male and female students at Dominikus High School Wonosari academic year of 2005/2006?

This research was a descriptive research implementing survey method. This study’s population was 55 students: 15 male students and 40 female. The questionnaire employed here was the sexual behior questionnaire develop by the writer by implementing construct validity of 0.94 and reliability of 0.88. furthermore, the data analysis was done by employing the frequency distribution and t-score in its significant level of 5%.

The result of this study provided a general picture that

(1) male students often had sexual discussions (45%) yet female students were only sometimes (44.69%). (2) Male students often flirted and teased their opposite sex (46.67%) yet female students only sometimes (46.25%). (3) All male and female students cared for their reproduction health (100%). (4) (60%) male and (70.5%) female often try to find information about sexuality from other sources. (5) Male students often stared at their opposite sex’s body (60%) yet female students were never (47.50%). (6) (46.67%) male and (70%) female students often made a date. (7) All (100%) male and (100%) female students often acted as male and female. (8) (73.33%) male and (57.50%) female students sometimes held their opposite sex’s hand. (9) (67%) male and (60%) female students never hugged their opposite sex’s body. (10) (41.67%) male and (43.13%) female students sometimes kissed their opposites sex. (11) Male students sometimes accessed pornography medias (48.89%) yet female students were never (64.17%). (12) (46.67%) male and (85%) female students never masturbated. (13) (66.67%) male and (95%) female never petted their opposite sex. (14) (93.33%) male and (95%) female never had oral sex. (15) (80%) male and (92.5%) female never had sexual intercourse. (16) Male students often had desire to do sexual activities (49.33%) yet female students were sometimes (50%). (17) (56.67%) male and (66.25%) female students were sometimes attracted to their opposite sex.

(18) (60%) male students sometimes loved their opposite sex yet (82.50%) female students were never. (19) (50%) male and (55%) female students were sometimes sexually arouse. The study’s hypothesis testing showed that there is no significant difference between male and female student’s sexual behavior. The influencing factor on the sexual behavior was they could easily accessed pornography and they were influenced strongly by their peers.

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatNya sehingga skripsi berjudul “Perilaku Seksual Siswa dan Siswi Kelas I SMU Dominikus Wonosari Tahun Ajaran 2005/2006” ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari segala pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, dosen pembimbing pertama yang dengan tulus dan teliti serta penuh kesabaran yang telah berkenan membimbing, memeriksa dan menyempurnakan skripsi ini.

2. Drs. Wens Tanlain, M.Pd, dosen pembimbing kedua yang telah membantu kelancaran dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

3. Dra. L. Dwi Haryati, kepala sekolah SMU Dominikus Wonosari yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian disekolah ini.

4. Drs. Jumakir, guru pembimbing SMU Dominikus Wonosari yang telah membantu pelaksanaan dan kelancaran penelitian di sekolah.

5. Romo, Suster, Bapak, dan Ibu dosen program studi bimbingan dan konseling yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan bimbingan.

6. Pak Sugiarto, tenaga administrasi Program Bimbingan dan Konseling yang telah banyak membantu dan melayani dengan penuh kesabaran.

7. Almarhum Bapak dan Ibu yang telah sabar memberikan waktu untuk terselesaikannya pembuatan skripsi ini. I miss u dad… I’m proud of u

(10)

10. Novi Nopek, Heru, Mitha (00) Boim (00) serta teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak menemani, memberikan penghiburan menjadi pendengar yang baik dan support untuk terselesaikannya skripsi ini.

11. Teman-teman angkatan 97, 98, 99, 00, 01, 02 yang telah banyak memberikan dorongan dan keceriaan sehingga lebih memacu terselesaikannya skripsi ini.

12. Teman-teman Lentera SAHAJA PKBI DIY.

13. Teman-teman Gayam 16 Community, Fresh + Production, BSP Organizer, Bacok SAS Advertising, Nana, Meika, Cahyo, Wisnu, Firman, Dedi, Reza, Mas Abri dan keluarga. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan.segala kritik dan saran untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini akan saya terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan di sekolah.

Penulis

(11)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 9

E. Batasan Operasional ... 9

F. Hipotesis Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keadaan Siswa Sekolah Menengah Umum... 11

1. Rentang Usia Siswa Sekolah Menengah Umum ... 11

2. Ciri-ciri Siswa Sekolah Menengah Umum... 11

B. Perkembangan Perilaku Seksual dalam Tugas Perkembangan Siswa... 20

1. Tugas Perkembangan yang Berkaitan dengan Perilaku Seksual ... 20

2. Proses Perkembangan Perilaku Seksual ... 23

3. Perilaku Seksual Remaja ... 25

a. Pengertian Perilaku Seksual ... 25

b. Macam-macam Perilaku Seksual... 26

(12)

C. Bimbingan dan Perilaku Seksual... 42

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 42

2. Ragam Bimbingan ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Populasi Penelitian... 46

C. Alat Pengumpul Data... 47

1. Kuesioner Perilaku Seksual Remaja... 47

2. Skoring ... 48

3. Reliabilitas dan Validitas... 49

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 51

1. Tahap Persiapan... 51

2. Tahap Pelaksanaan ... 51

E. Teknik Analisis Data... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian... 54

1. Gambaran Umum Perilaku Seksual Siswa ... 54

2. Uji Hipotesis ... 57

B. Pembahasan ... 58

1. Mudahnya Pornografi diakses oleh Siswa... 59

2. Pengaruh Teman Sebaya ... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran-saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN ... 70

(13)

TABEL 1.

Populasi penelitian para siswa dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari... 46

TABEL 2.

Isi Kuesioner Perilaku Seksual Remaja dan Sebaran item-item... 47

TABEL 3.

Koefisien Validitas dan Reliabilitas kuesioner perilaku seksual siswa dan

siswi SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006 ... 50

TABEL 4.

Klasifikasi koefisien menurut Garret... 50

TABEL 5.

Nilai Statistik untuk uji Hipotesis perilaku seksual kelompok siswa dan siswi... 57

(14)

Lampiran 1. Tabulasi Data Skor Kuesioner ... 70

Lampiran 2. Data Skor tiap Perilaku Seksual... 71

Lampiran 3. Skor Gasal (X) dan Genap (Y) Data Kuesioner... 72

Lampiran 4. Reliabilitas dan Validitas Data Kuesioner ... 73

Lampiran 5. Perhitungan Kesalahan Perbedaan Mean dan Perhitungan nilai-t ... 75

Lampiran 6. Penghitungan Perbedaan Mean... 76

Lampiran 7. Perhitungan nilai-t... 78

Lampiran 8. Kuesioner Perilaku Seksual ... 79

Lampiran 9. Prosentase Bentuk Perilaku Seksual Siswa dan Siswi ... 83

Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian... 87

(15)

1 A. Latar belakang masalah

Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia. Masa ini diawali ketika berakhirnya masa kanak -kanak dan diakhiri ketika memasuki masa dewasa. Sarwono (1989) berpendapat bahwa kisaran umur remaja antara 11-24 tahun dan belum menikah untuk ukuran di Indonesia. Masa remaja sering disebut juga sebagai masa peralihan, dari tahap perkembangan yang terjadi sebelumnya ke tahap berikutnya. Pada masa ini menurut Hurlock (1996) Remaja beralih meninggalka n masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa dan untuk itu ia harus mempelajari banyak hal baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ada.

(16)

2

kebebasan . Perubahan yang terjadi para minat adalah remaja mulai melihat hal-hal yang baru dan menarik dibandingkan dengan apa yang ditemui sebelumnya sementara itu perubahan peran yang terjadi adalah berubahnya harapan dari kelompok sosial disekitarnya terhadap pola perilakunya yang membuat individu menyesuaikan dengan harapan kelompo k sosialnya tersebut. Perubahanperubahan yang terjadi menimbulkan kesulitan -kesulitan, diantaranya yang dihadapi remaja adalah keinginan untuk melepaskan dorongan seksualnya sementara pelepasan dorongan tersebut belum saatnya dilakukan bagi seorang remaja karena dengan melepaskan dorongan seksualnya tersebut remaja belum siap untuk menerima konsekuensinya (misal: kehamilan).

(17)

3

dorongan seksual pada remaja. Melalui hormon inilah kemudian muncul ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dan sebagainya (Imran, Irawati. 2001). Masters dkk.(1992) berpendapat bahwa dorongan seksual muncul karena hormon akan membuat seseorang lebih sadar terhadap sensasi seksual, misalnya hormon testosterone akan membuat seorang anak laki-laki mengalami ereksi, akibatnya ia lebih sensitif terhadap stimulasi yang menimbulkan sensasi seksual. Selain itu, kadar testosterone dalam darah juga akan membuat otak mengaktifkan pikiran atau dorongan seks. Pengaruh hormon ini juga dapat dilihat pada meningkatnya dorongan seks pada perempuan yang sedang mengalami masa subur. Pada masa subur ini, hormon -hormon memang meningkat kadarnya untuk mengatur ovulasi dan memerintahkan rahim untuk menebalkan dinding luarnya (e ndometrium). Kondisi hormonal inilah yang menyebabkan remaja menjadi semakin peka terhadap stimulant seksual (visual, sentuhan, audio -visual, dsb)

(18)

4

(19)

5

tidak benar (Kompas, 13 Mei 2004). Selain itu penelitian perilaku seksual kawula muda di 4 kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada bulan September sampai Oktober 2004 yang dilakukan oleh Perusahaan Riset Internasional Synovate mengungkap kan 16% remaja telah berhubungan seksual dari 450 responden (Kedaulatan Rakyat , 30 Januari 2005).

Secara singkat dari hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penelitian yang terjadi beberapa tahun terakhir ini lebih melihat jumlah atau prosentase remaja yang telah berhubungan seks daripada pada penelitian tahun 1985 yang lebih melihat prosentase perilaku masturbasi sehingga tersirat pertanyaan “Apakah masturbasi sudah merupakan hal yang biasa sebagai sebuah perilaku seksual ?”. Kesimpulan lain adalah terjadinya peningkatan jumlah remaja yang melakukan hubungan seksual.

(20)

6

(21)

7

perlindungan orangtua begitu juga sebaliknya yang diingink an orangtua atau orang dewasa lainnya termasuk guru.

Remaja yang sedang mengalami kematangan seksual belum mengimbanginya dengan kematangan dalam memahami resiko perilaku seksualnya dan siap menerimanya. Aktivitas -aktivitas seksual yang terjadi pada remaja hanya didorong oleh rasa ingin tahu yang sangat kuat, keinginan bereksplorasi dan memenuhi dorongan seksual sehingga mengalahkan norma masyarakat, kontrol diri, pemikiran yang rasional; contohnya adalah perilaku mencoba -coba berhubungan seks karena banya k melihat atau mengkonsumsi majalah porno, akses website porno dan masih banyak lagi yang berujung ketagihan (Imran, 2001; Sarwono , 1989)

(22)

8

(23)

9 berikut:

1. Bagaimanakah kecenderungan bentuk -bentuk perilaku seksual para siswa-siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006?

2. Apakah ada perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari ?

C. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kecenderungan bentuk -bentuk perilaku seksual si swa-siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006.

2. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan perilaku seksual siswa dan siswi Kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masuka n bagi pengembangan pelayanan bimbingan disekolah terutama pada bidang personal dan pada bidang sosial.

E. Batasan Operasional

(24)

10

2. Jenis kelamin siswa dan siswi mencakup putra dan putri F. Hipotesis penelitian

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keadaan Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum

1. Rentang Usia Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum

Siswa SMU adalah bagian remaja dan memiliki pula

karakteristik remaja pada umumnya. Istilah remaja berasal dari kata

adolescence yang dalam bahasa latin adolescere berarti tumbuh ke

arah kematangan fisik, kematangan sosial dan kematangan

psikologis (Hurlock,1996:206). Sarwono mengemukakan bahwa

kisaran umur remaja adalah antara 11–24 tahun dan belum menikah.

Berdasarkan kisaran umur tersebut dapat digolongkan menjadi

remaja awal (11-15 tahun); remaja tengah (16-18 tahun); dan remaja

akhir (19-24 tahun) (Sarwono, 2000:14-15). Melihat kisaran

tersebut, siswa dan siswi SMU dapat dikategorikan dalam remaja

tengah.

2. Keadaan Siswa dan Siswi Sekolah Menengah Umum

Remaja berarti orang yang mengalami perkembangan diri

melalui berlangsungnya perubahan-perubahan dalam diri seseorang

yang membawa pernyempurnaan dalam kepribadiannya

(Winkel,1981). Menurut Hurlock, perkembangan berarti

serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari

(26)

Menurut Zulkifli perkembangan remaja memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat; lebih cepat dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan dewasa. b. Keadaan emosi yang masih labil, karena erat hubungannya

dengan kedadaan hormon di dalam tubuh.

c. Secara biologis mulai tertarik dengan lawan jenis dan merealisasikan ke dalam hubungan yang lebih erat.

d. Perkembangan seksual yang kadang-kadang menimbulkan keresahan dan masalah dengan pengendalian diri sendiri e. Mulai terikat dalam kegiatan-kegiatan sosial di mana

kelompok sebaya lebih mendapat perhatian utama ketimbang keluarga.

f. Mulai berpikir kritis dan kausalitas, yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat, (Zulkifli,1986)

Perubahan yang terjadi pada remaja adalah pertumbuhan fisik dan

perkembangan yang terjadi yaitu: perkembangan emosi,

perkembangan seksual, perkembangan sosial, perkembangan

intelektual dan perkembangan moral.

a. Pertumbuhan fisik

Setiap remaja mengalami perubahan fisik seperti

bertambahnya tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh,organ

seks dan ciri seks sekunder. Berikut ini urutan perubahan fisik

pada remaja perempuan dan remaja laki-laki.

1) Perubahan fisik yang terjadi pada remaja perempuan:

a) Matangnya alat reproduksi yang ditandai dengan

menstruasi

b) Diproduksinya hormon Progesteron dan esterogen

c) Perubahan bentuk tubuh dengan pertumbuhan tulang

(27)

payudara, tumbuh bulu halus disekitar kemaluan dan

ketiak, pinggang lebih membentuk, pinggul mulai

membesar dan kuat guna membantu proses kehamilan

dan melahirkan dan kulit menjadi lebih berminyak.

2). Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki:

a) Matangnya alat reproduksi yang ditandai dengan mimpi

basah

b) Diproduksinya hormon testosteron

c) Perubahan bentuk tubuh menjadi lebih besar, otot

bertambah kuat, kulit lebih berminyak dan berkeringat,

tumbuh bulu rambut pada ketiak dan kemaluan,

perubahan tinggi badan mencapai tingkat maksimal

setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di dada

dan wajah (kumis – jenggot) dan adanya perubahan suara

(pedoman PE SAHAJA-Lentera,1995)

Perubahan fisik remaja menurut Hurlock mengalami variasi

berdasarkan perbedaan jenis kelamin sangat jelas. Perempuan

secara umum lebih cepat dibandingkan remaja laki-laki sehingga

pada saat matang biasanya laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan. Karena otot anak laki-laki lebih besar daripada anak

perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki

melebihi kekuatan anak perempuan dan perbedaan ini terus

meningkat. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia

(28)

mempunyai bahu yang lebih lebar daripada anak yang matang

lebih awal. Tungkai kaki anak yang matang lebih awal

cenderung pendek; gemuk sedangkan yang matangnya terlambat

cenderung lebih ramping. Anak perempuan yang matang lebih

awal lebih berat lebih tinggi dan lebih gemuk dibandingkan

dengan anak perempuan yang matangnya terlambat.

(Hurlock,1996:210).

Pada masa pertumbuhan tidak semua remaja merasa puas

(kateksis-tubuh) dengan keadaan bentuk fisiknya. Ketidakpuasan

remaja pada fisik terjadi karena munculnya kesadaran akan

reaksi sosial terhadap bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan

standar budaya yang berlaku. Sheldon membagi tipe tubuh

menjadi tiga golongan, yaitu; endomorfic (pendek-gemuk),

mesomorphic (berotot dan bahu serta pinggang lebar), dan

ectomorphic (tinggi-kurus) (Sri Sulastri,1984:8). Bentuk tubuh

endomorfic cenderung tidak populer dan tidak dapat diterima

dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini membuat remaja yang

bertubuh endomorfic mengalami kegagalan menerima

karakteristik tubuhnya. Keadaan tubuh mendorong perubahan

perasaan dan pikiran

b. Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi setiap remaja belum dapat dikatakan

(29)

remaja mengalami perasaan yang sangat peka: remaja

mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan

emosinya (storm and stress)(Sri Sulastri.1984:19).

Hurlock(1996:213) mengemukakan kadangkala emosi remaja

terlihat sangat kuat, tidak terkendali, dan tampak irrasional,

tetapi pada masa perkembangan selanjutnya remaja akan

mengalami akan mengalami perbaikan perilaku emosional. Pada

masa ini remaja sering terlihat begitu bergairah dan bergembira

dalam melakukan segala aktivitas namun tiba-tiba menjadi lesu,

gelisah, dan tidak bersemangat dalam meneruskan aktivitasnya.

Remaja perlu belajar untuk mengendalikan diri dengan melihat

situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun cara

yang dapat digunakan untuk mencapai kematangan emosi adalah

dengan mengungkapkan masalah secara terbuka kepada orang

yang tepat dan dapat dipercaya (katarsis) atau dengan media

yang dapat digunakan untuk menyalurkan emosi. Remaja

dianggap sudah mencapai kematangan emosi apabila ia tidak

meledakkan emosinya dihadapan orang lain, namun menunggu

saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara

yang lebih dapat diterima oleh orang lain demi tujuan yang

benar.

c. Perkembangan Seksual

Perkembangan seksual pada masa ini menunjukkan peranan

(30)

menyangkut kematangan alat kelamin primer pada diri remaja

dan munculnya dorongan seks untuk berperilaku seksual. Pada

diri remaja terdapat dua kelenjar yaitu kelenjar bawah otak atau

pituitary dan kelenjar penghasil hormon atau endokrin. Kelenjar

pituitary berpengaruh pada pertumbuhan tubuh menjadi lebih

sempurna, sedangkan kelenjar endokrin berpengaruh terhadap

alat reproduksi remaja. Pada remaja perempuan, kelenjar

endokrin yang terdapat dalam kandung telur mulai berfungsi

penuh untuk mengeluarkan hormon esterogen dan hormon

progesteron. Hormon estrogen mempunyai tiga fungsi, yaitu (1)

mengembangkan penampilan fisik perempuan, (2) mematangkan

sel telur sehingga siap dibuahi oleh sperma, dan (3)

memudahkan sintesis protein untuk memfasilitasi penyaluran zat

kapur, dan fosfor ke tulang. Sedangkan hormon progesteron

bertugas untuk mempersiapkan dan mematangkan sel telur

(ovum) sehingga siap untuk dibuahi, mempersiapkan dinding

rahim menjadi tebal, dan mengatur kehangatan suhu dalam rahim

agar janin dapat berkembang menjadi bayi. Pada laki-laki,

kelenjar endokrin terdapat terdapat dalam dua buah kantong

zakar atau testis. Kelenjar ini bertugas untuk mengeluarkan

hormon testosteron. Hormon testosteron berfungsi untuk

memproduksi sel-sel sperma yang jumlahnya sampai jutaan

setiap harinya dan berperan menampilkan ciri-ciri kelaki-lakian

(31)

Kematangan organ reproduksi dan pertumbuhan fisik yang

pesat pada remaja menciptakan sikap dan peran sesuai dengan

jenis kelamin, keinginan memperluas pergaulan dengan sesama

jenis maupun lawan jenis, dan menaruh perhatian khusus kepada

orang yang disukai. Menurut Hurlock (1996:227)

“perkembangan seksual pada remaja mendorong minat mereka

untuk mengetahui konsep perilaku seksual remaja”.

Meningkatnya minat pada seks mendorong remaja berusaha

mencari lebih banyak informasi mengenai seks melalui berbagai

media (buku, video,vcd, internet dan teman-teman sepergaulan).

Akan tetapi, tidak semua informasi tentang seksualitas yang

disajikan dalam berbagai media tersebut benar, sehat dan

seimbang. Seksualitas di berbagai media itu sering digambarkan

sebagai simbol hubungan seksual antara lawan jenis atau sejenis.

Ketidak seimbangan informasi mengenai seksualitas dapat

menciptakan perilaku seksual yang tidak sehat pada remaja.

Remaja menjadi cenderung berlebihan dalam mengekspresikan

dorongan seksual yang muncul tanpa mencoba untuk mencari

bentuk penyaluran yang tepat. Untuk itu penting dipahami oleh

orangtua, pendidik ataupun pembimbing untuk secara aktif

mengadakan pendekatan dan secara terbuka membicarakan

tentang perkembangan seksualitas kepada remaja. Hal ini perlu

(32)

d. Perkembangan Sosial

Dalam pekembangan sosial, remaja cenderung memperluas

lingkungan pergaulan di luar lingkungan keluarga. Remaja

membentuk kelompok yang memiliki sikap, pembicaraan, minat,

penampilan, dan perilaku yang sama. Pada masa remaja,

pengaruh teman sebaya lebih kuat daripada pengaruh keluarga.

Hal ini sering menimbulkan konflik peran sosial dalam diri

mereka. Disatu pihak remaja sudah ingin mandiri, tetapi di pihak

lain remaja masih harus mengikuti peraturan yang diberikan oleh

orangtuanya. Disamping itu remaja juga memiliki permikiran,

cita-cita dan keinginan untuk melakukan serangkaian kegiatan

positif guna mencapai prestasi(Hurlock,1996:213-216). Sri

Sulastri menggambarkan proses perkembangan sosial sebagai

perkembangan dari taraf penemuan dan penyadaran yang

intoleran terhadap perbedaan-perbedaan individual yang luas

menuju taraf di mana perbedaan-perbedaan dan keragaman itu

dapat diterima dengan penuh kesabaran dengan penilaian yang

memberikan kepuasan. Secara nyata remaja mulai

mengembangkan potensi diri dengan memanfaatkan waktu luang

yang ada bersama teman-temannya dan melakukan serangkaian

penyesuaian diri guna menciptakan suasana pergaulan yang sehat

dan menyenangkan. Karakteristik remaja yang dianggap telah

berhasil mencapai perkembangan sosial yang dewasa menurut

(33)

1. Menerima diri sendiri baik secara jasmani maupun mental 2. Menerima diri sendiri dalam hubungannya dengan suatu

kelompok

3. Menerima orang lain dan mengembangkan toleransi sosial dengan orang lain

4. Menerima diri orang lain dalam hubungannya dengan diri sendiri

e. Perkembangan Intelegensi

Intelegensi menurut David Wechsler (Sarwono,1989:77)

adalah “keseluruhan kemampuan seorang individu untuk berpikir

dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai

lingkungan secara efektif”. Menurut Piaget (Gunarsa,1985)

intelegensi mengandung beberapa sifat, antara lain:

1. Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan.

2. Intelegensi meliputi struktur organisasi perbuatan dan pikiran dan interaksi yang bersangkutan antara individu dengan lingkungannya.

3. Struktur tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan kualitas.

4. Dengan bertambahnya usia, penyesuaian berlangsung lebih mudah dengan proses keseimbangan yang bertambah luas. 5. Perubahan kualitas pada intelegensi timbul dalam masa yang

mengikuti suatu rangkaian tertentu.

Perkembangan kemampuan berpikir menyebabkan remaja

sering mempermasahkan kejadian-kejadian yang tidak sesuai

dengan alam pikirannya sendiri (Gunarsa,1985). Pengayaan

kasus dan pelatihan secara berkesinambungan diperlukan sebagai

upaya dari penyelenggara pendidikan. Mappiare(1982)

menyatakan bahwa pengalaman dan latihan-latihan memecahkan

masalah akan membantu seseorang agar dapat berpikir

(34)

f. Perkembangan Moral

Moral merupakan bagian yang cukup penting dalam

perkembangan remaja. Hal ini disebabkan karena moral

merupakan suatu kebutuhan tersendiri yang diperlukan remaja

dalam rangka proses menyesuaikan diri dengan norma

masyarakat dan mencari nilai pribadi yang selaras dengan jati

diri. Menurut penulis, moral dapat mengendalikan tingkah laku

remaja dalam memilih perilaku yang sehat dan

bertanggungjawab. Kohlberg (Nasution,1987) dalam

penelitiannya membedakan perkembangan moral menjadi empat

tingkatan, yaitu:

1. Pra konvensional yaitu remaja memberikan reaksi atau

penilaian terhadap perbuatan orang lain yang dinilainya baik

atau buruk, dengan anggapan yang baik akan mendapat

ganjaran, pujian, dukungan atau hadiah sedangkan yang

buruk akan mendapatkan hukuman atau celaan.

2. Konvensional yaitu remaja berusaha memegang aturan yang

diperoleh sejak kecil, berbuat untuk menyenangkan orang

lain, mengharapkan pujian bila ia mematuhi aturan tersebut

dan berkelakuan manis untuk menyenangkan orang dewasa.

3. Post konvensional yaitu remaja menunjukkan sikap kritis

terhadap tata cara yang pernah diterimanya dan mulai

mengembangkan aturan atau hukum yang lebih sesuai

(35)

4. Universal yaitu remaja berpegang pada hati nurani atau kata

hati untuk memperjuangkan keadilan dan persamaan hak.

B. Perkembangan Perilaku Seksual dalam Tugas Perkembangan Siswa

dan Siswi

1. Tugas perkembangan yang berkaitan dengan perilaku seksual

Menurut Havighurst ada sepuluh tugas perkembangan

remaja yaitu: (a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang

dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. (b) Mencapai peran

sosial pria dan wanita. (c) Menerima tubuhnya sendiri dan

menggunakannya secara efektif. (d) Mencapai kebebasan emosional

dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. (e) Mencapai

jaminan kebebasan ekonomis. (f) Memilih dan menyiapkan lapangan

pekerjaaan. (g) Persiapan untuk memasuki perkawinanan dan

kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan ketrampilan intelektual

dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan. (i)

Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung

jawab. (j) Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika

sebagai pedoman tingkah laku (Achdiyat Maman,1981:24-33).

Dari antara tugas perkembangan itu ada tugas perkembangan

remaja yang langsung berkaitan dengan perkembangan perilaku

seksual remaja yaitu: (a) menerima tubuhnya sendiri dan

menggunakannya secara efektif. (b) mencapai hubungan baru dan

(36)

(c) mencapai peran sosial pria dan wanita. (d) mempersiapkan diri

untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.

a. Menerima tubuhnya sendiri dan menggunakannya secara efektif.

Hakekat tugas ini ialah penerimaan terhadap kelebihan dan

kekurangan tubuh dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Remaja

diharapkan mampu mencintai dan menjaga tubuhnya;

menggunakan dan melindungi tubuhnya sendiri secara efektif

disertai dengan kepuasan personal.

b. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman

sebaya dari kedua jenis kelamin. Hakekat tugas ini ialah remaja

memandang anak perempuan sebagai wanita dan laki-laki

sebagai pria. Pria dan wanita mampu bekerja bersama-sama,

berkedudukan yang seimbang dan mampu berinteraksi dengan

kelompok sosial lain.

c. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Hakekat tugas ini ialah

mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai

dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma masyarakat yang

berkembang. Peranan sosial sebagai laki-laki dan perempuan

misalnya, didalam pergaulan diantara remaja ada kesetaraan

anak laki-laki dan anak perempuan dalam melakukan segala

sesuatu.

d. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinanan dan

kehidupan keluarga. Hakekat tugas ini adalah mengembangkan

(37)

keturunan, memilih pasangan hidup, dan belajar menyesuaikan

diri dengan calon pasangannya.

Faktor pendukung dalam tugas melaksanakan tugas

perkembangan adalah pertumbuhan fisik yang normal, tingkat

kecerdasan yang tinggi, lingkungan yang sesuai untuk belajar,

adanya bimbingan dari orang lain, adanya motivasi yang kuat untuk

belajar dan tidak adanya rasa takut untuk berbeda dengan orang lain

(Hurlock, 1996). Berkaitan dengan hal ini, Sri Sulastri(1984),

mengemukakan bahwa orang dewasa dapat membantu remaja dalam

menguasai tugas perkembangannya diantara lain:

a. Remaja diberikan kesempatan yang luas untuk melakukan relasi

antar sesama. Hal ini akan lebih memberi hasil dalam

membimbing remaja dalam menuju kedewasaanya.

b. Melakukan diagnosa dan penyembuhan terhadap remaja dalam

menghadapi persoalan-persoalannya.

2. Proses Perkembangan Perilaku Seksual

Istilah seks dan seksualitas sering digunakan secara silih

berganti, namun tidak tegas konteks penggunaannya sehingga

seringkali menimbulkan kekeliruan. Sarwono (1989) mengartikan

seks sebagai kelamin sedangkan seksualitas adalah segala hal yang

terjadi sebagai akibat atau konsekuensi dari adanya perbedaan jenis

kelamin Jadi seks hanya merupakan sebagian dari keseluruhan

manusia. Lebih lanjut, Masters, Johnson dan Kolodny (Imran,2001)

(38)

yang sangat luas yaitu dimensi biologis, psikologis, sosial, dan

kultural moral.

Kualitas biologis berkaitan dengan anatomi dan fungsi alat

reproduksi. Dimensi ini melihat bahwa faktor biologis secara garis

besar mengendalikan perkembangan seksual dari lahir hingga

bereproduksi setelah mengalami pubertas. Sisi biologis, juga

mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual dan secara tidak

langsung mempengaruhi juga kepuasan seksual. Selain itu juga

mempengaruhi perbedaan jenis kelamin dalam berperilaku seksual.

Seperti laki-laki yang berperilaku lebih agresif daripada perempuan.

Kualitas psikologis berhubungan dengan bagaimana manusia

menjalani fungsi seksualnya, identitas jenis kelaminnya, dinamika

aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,motivasi,perilaku) terhadap

seksualitas itu sendiri.

Kualitas sosial berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul

dalam relasi antar manusia (beradaptasi atau menyesuaikan diri

dengan tuntutan peran dan lingkungan sosial).

Kualitas kultural moral berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai

budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Dari

tahun ke tahun terjadi fenomena pergeseran norma-norma dalam

masyarakat yang semakin permissif terhadap beberapa bentuk

perilaku seksual yang ada.

Seksualitas dalam budaya indonesia masih dianggap tabu, hal

(39)

diartikan sebagai hubungan seksual. Pemahaman yang demikian

membuat sikap negatif terhadap seksualitas. Hal yang demikian

membuat orangtua atau masyarakat tidak mau terbuka mengenai

seksualitas, kalaupun terbuka pada remaja informasi yang diberikan

belum tentu benar karena merekapun juga mempunyai pemahaman

yang tidak lengkap mengenai seksualitas sehingga menyebabkan

munculnya mitos-mitos yang salah mengenai seksualitas (misal:

berciuman mengakibatkan kehamilan). Tidak adanya atau kurangnya

keterbukaan orangtua dan masyarakat tersebut membuat remaja

mencari tahu dengan cara mereka sendiri melalui berbagai media

dan pergaulan diantara mereka. Berbekal informasi yang kurang

begitu dapat dipertanggungjawabkan dan diolah secara benar

membuat remaja juga mencari tahu dengan mencoba-coba perilaku

seks. Keingintahuan mengenai seksualitas pada remaja begitu terasa

seiring matangnya organ-organ seksual remaja yang menimbulkan

dorongan-dorongan seksual pada mereka.

Salah satu unsur dalam dimensi sosial dan budaya adalah

pendidikan. Melalui kegiatan pendidikan khususnya di sekolah

diharapkan dapat memberikan dan menjadi sumber informasi bagi

siswa melalui beberapa mata pelajaran yang berhubungan dan

khususnya secara khusus dapat dilayani dalam pelayanan bimbingan

(40)

3. Perilaku Seksual Siswa Remaja a. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu

terhadap stimulus yang diterima. Reaksi tersebut dapat berupa

pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan perbuatan. Azwar

(1988:6-7) menyatakan bahwa perilaku merupakan reaksi yang

dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya stimulus yang

sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan

sebaliknya reaksi yang sama belum tentu karena stimulus yang

sama. Perilaku seksual merupakan perbuatan yang didasari oleh

dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan

organ seksual melalui berbagai perbuatan (Imran,2001).

Menurut Sarwono (1989:137), perilaku seksual adalah segala

tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.

Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa perilaku seksual adalah segala

pikiran-pikiran, perasaan dan perbuatan-perbuatan siswa dan siswi

mengenai diri sebagai laki-laki atau perempuan dan terhadap

orang lain sebagai laki-laki atau perempuan Dalam penelitian

ini difokuskan pada perilaku heteroseksual remaja yakni

perilaku seksual yang dilakukan dengan pasangan lawan

(41)

b. Macam-macam Perilaku Seksual

Perilaku seksual mempunyai berbagai bentuk dan dapat

dilakukan dengan diri sendiri atau bersama orang lain. Sebagian

dari perilaku seksual tersebut memang tidak berdampak

apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik (misal: robeknya

selaput dara) atau sosial (misal: dilecehkan orang lain karena

sudah tidak perawan) yang dapat ditimbulkannya . Tetapi pada

beberapa perilaku mempunyai dampak yang cukup serius,

misal: tertular penyakit kelamin, kehamilan (Sarwono,1989).

Hurlock, (1996:227-230) ; Imran, (2001:45-50) ; Herdalena

(2003:3) memaparkan berbagai perbuatan atau kegiatan yang

termasuk dalam perilaku seksual yang kelihatan (perkataan dan

perbuatan) dan tidak kelihatan (perasaan-perasaan dan

pikiran-pikiran) di bawah ini, yaitu:

1. Perilaku yang kelihatan

a) Perkataan (verbal)

1) Membahas mengenai seksualitas

2) Berbicara dengan lawan jenis

3) Merayu atau menggoda lawan jenis

b) Perbuatan (non verbal)

1) Menjaga kesehatan reproduksi

Seiring berkembangnya hormon seksual, terjadi

(42)

seksual remaja. Organ-organ yang mempunyai

sensitivitas yang tinggi menuntut remaja

menjaganya supaya dapat berfungsi dengan baik.

Dengan perawatan (mis. dibersihkan) merupakan

perwujudan dari remaja menjaga kesehatan

reproduksinya.

2) Mencari informasi mengenai seksualitas berbagai

sumber

Perubahan dan dan perkembangan seksual yang

terjadi pada remaja muncul keingintahuan dan minat

yang besar pada seks. Untuk memenuhi

keingintahuannya, remaja mulai mencari dari

berbagai informasi yang ada disekitarnya

(mis.membahas bersama teman, buku-buku tentang

seks, sampai dengan mengadakan

percobaan-percobaan). Minat utama remaja tertuju pada

masalah hubungan seks, konteksnya dan akibatnya.

3) Memandang tubuh teman lawan jenis

Perasaan tertarik muncul pada remaja terhadap

teman laki-laki atau perempuan biasanya

diungkapkan dengan memandangi tubuh teman

laki-laki atau perempuan sebagai wujud ketertarikannya.

Ketertarikan yang terjadi dikarenakan, misal:

(43)

4) Berpacaran

Merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan

atas dasar ketertarikan atau jatuh cinta satu sama

lain. Dalam pola hubungan ini, mereka belajar untuk

berkomitmen, saling menyesuaikan diri dengan sifat

dan karakter, menyatakan perasaan-perasaan yang

dialami. Berkencan pada saat ini sangat penting.

Berkencan dilakukan remaja bersama lawan

jenisnya dengan meluangkan waktu ditempat-tempat

tertentu, misalnya: nonton film di bioskop, pergi ke

tempat wisata, jalan-jalan ke mall.

5) Berperan sebagai laki-laki dan perempuan

Ketika remaja sudah matang secara seksual, laki-laki

dan perempuan mulai mengembangkan sikap yang

baru pada lawan jenis atau teman laki-laki/

perempuan pada berbagai kegiatan yang melibatkan

keduanya. Dengan kegiatan ini, diharapkan laki-laki

dan perempuan dapat menunjukkan diri mereka

sesuai jenis kelamninya sehingga diharapkan pula

dapat memperoleh dukungan dari lawan jenisnya

6) Memegang tangan teman laki-laki atau perempuan

Memegang tangan adalah salah satu bentuk dari

(44)

stimulasi dalam mendapatkan kesenangan seksual

(misal: meremas dan membelai tangan lawan jenis).

Perilaku seksual ini memang tidak terlalu

menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun

biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas

seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat

tercapai). Pada umumnya jika berpegangan tangan,

maka muncul getaran romantis atau

perasaan-perasaan nyaman.

7) Memeluk teman lawan jenis

Aktivitas dimana seseorang melingkarkan lengan

kepada ke tubuh pasangannya untuk menunjukkan

rasa cinta maupun ketertarikan seksual. Dampak

yang ditimbulkan adalah: jantung menjadi berdegub

lebih kencang, menimbulkan perasaan aman,

nyaman dan tenang, dan menimbulkan rangsangan

seksual (terutama jika mengenai daerah erogenous)

8) Mencium teman lawan jenis

Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang

dapat berarti simbol afeksi dan dapat bersifat sangat

sensual. Ciuman dapat berupa ciuman ringan (cium

kening) dan ciuman yang bersifat sensual (cium

pipi, cium bibir dan cium leher/ necking). Dibawah

(45)

d) Cium pipi

Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan

pipi, pipi dengan bibir. Aktivitas ini

menimbulkan dampak yaitu: imanjinasi atau

fantasi seksual jadi berkembang, menimbulkan

perasaan sayang jika diberikan pada moment

tertentu, menimbulkan keinginan untuk

melanjutkan bentuk aktivitas seksual lainnya

yang lebih dapat dinikmati.

e) Cium basah

Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan

bibir. Seringkali dikenal dengan sebutan

French Kiss dimana lidah salah satu pasangan

memasuki mulut pasangannya

(Schofield,1967:26). Aktivitas ini

menimbulkan dampak yaitu: jantung menjadi

berdebar-debar, dapat menimbulkan sensasi

seksual yang kuat yang membangkitkan

dorongan seklsual hingga tak terkendali, orang

akan mudah melakukan aktivitas seksual

lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting

bahkan sampai hubungan seksual (intercourse),

(46)

ketagihan (perasaan ingin mengulangi

perbuatan tersebut terus-menerus)

f) Cium leher / necking

Aktivitas ciuman ini sering disebut necking.

Aktivitas seksual ini berupa mencium leher

teman laki-laki atau perempuan. Adapun

dampak yang ditimbulkan adalah: jantung

menjadi berdebar-debar, dapat menimbulkan

sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan

dorongan seksual hingga tak terkendali, orang

akan mudah melakukan aktivitas seksual

lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting

bahkan sampai hubungan seksual (intercourse),

ketagihan (perasaan ingin mengulangi

perbuatan tersebut terus-menerus)

9) Mengakses media pornografi

Keingintahuan yang besar pada remaja terhadap

kehidupan yang berkaitan dengan seksualitas

membuat remaja mencari tahu mengenai hal-hal

yang berbau seks. Media pornografi seperti majalah

porno, website porno, buku-buku stensilan,

VCD/DVD porno banyak diakses remaja sebagai

(47)

tubuh lawan jenisnya. Perilaku ini dapat beresiko

bila kemudian muncul perilaku yang menyertainya.

10)Masturbasi

Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk

mendapatkan kepuasan seksual. Masturbasi dapat

dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Aktivitas

ini dilakukan sendiri untuk mendapat kesenangan

organ seksualnya sendiri. Aktivitas yang demikian

menimbulkan dampak sebagai berikut: infeksi

terutama jika menggunakan alat-alat yang

membahayakan seperti: benda tajam, benda lain

yang tidak steril, energi fisik dan psikis terkuras,

biasanya orang menjadi mudah lelah, sulit

berkonsentrasi, malas melakukan aktivitas lain,

dapat merobek selaput dara, pikiran terus menenerus

kearah fantasi seksual, perasaan bersalah dan

berdosa, bisa lecet jika dilakukan dengan frekuensi

tinggi, kemungkinan mengalami ejakulasi dini,

kurang bisa memuaskan pasangannya jika menikah,

menimbulkan kepuasan diri/ eksplorasi diri,

menimbulkan ketagihan

11)Petting

a) Adalah kontak fisik antara pria dan wanita dalam

(48)

disertai coitus atau masuknya penis ke dalam

vagina dengan saling menyentuhkan alat

kelamin atau disebut Genital opposition

(Schofield: 1967)

Petting sering disebut sebagai hampir melakukan

hubungan seksual dengan demkian akibat yang

ditimbulkan tidak banyak berbeda dengan akibat

yang terjadi pada hubungan seksual. Adapun

akibatnya adalah: menimbulkan ketagihan,

kehamilan, terkena penyakit menular seksual atau

HIV, bisa berlanjut ke intercourse, sanksi moral atau

agama hingga menimbulkan perasaan cemas dan

perasaan bersalah, memuaskan kebutuhan seksual,

bisa menyebabkan robeknya selaput dara

12)Oral seks

Adalah perilaku seksual yang menekankan

pemberian stimulasi genital oleh mulut. Pemberian

stimulasi kegiatan memasukkan alat kelamin ke

dalam mulut pasangan. Aktivitas oral seks dapat

berdampak: bisa terkena bibit penyakit,

menimbulkan ketagihan, sanksi moral/ agama, bisa

berlanjut ke sexual intercourse, memuaskan

(49)

kondisi dimana oral seks lebih memenuhi kebutuhan

seksual dibandingkan intercourse).

13)Hubungan seks (sexual intercourse)

Adalah aktivitas seksual dengan memasukkan alat

kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita. Perilaku

seksual ini adalah perilaku yang paling beresiko bila

dilakukan dibandingkan dengan perilaku yang sudah

disebutkan sebelumnya. Adapun akibat yang muncul

dari terjadinya perilaku ini adalah: perasaan

bersalah dan berdosa, ketagihan, kehamilan, terkena

penyakit menular seksual atau HIV, infeksi saluran

reproduksi, gangguan fungsi seksual: impotensi,

ejakulasi dini, frigiditas, vaginismus, dispareunia,

sanksi sosial, agama dan moral, keperawanan dan

keperjakaan hilang, menguras energi, terpaksa

menikah, aborsi, kematian dan kemandulan,

merusak masa depan, mengalami konflik saat

menjelang pernikahan.

2. Perilaku yang tidak kelihatan

a. Pikiran-pikiran

Keinginan melakukan aktivitas seksual

b. Perasaan-perasaan

1) Merasa tertarik dengan teman laki-laki

(50)

2) Mencintai teman laki-laki atau perempuan

3) Terangsang secara seksual dari teman

laki-laki atau perempuan

Menurut Ahmad Taufik (Imran:2001) perilaku seksual

remaja di Indonesia melalui beberapa tahapan yaitu mulai

menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran berkencan,

lips kissing (berciuman bibir), deep kissing (ciuman basah atau

lebih diartikan sebagai french kiss), genital stimulation

(merangsang vagina atau penis), dan sexual intercourse

(berhubungan seksual).

Perilaku seksual remaja dapat dilakukan secara sendirian

atau tanpa ada keterlibatan orang lain misalnya masturbasi,

tetapi beberapa perilaku seksual dilakukan dengan pasangan

misalnya cium pipi, cium bibir, memegang tangan teman,

berpelukan, petting, necking dan berhubungan seksual atau

intercourse. Penelitian ini lebih memfokuskan pada perilaku

heteroseksual remaja yakni perilaku seksual remaja pada lawan

jenisnya dan bukan pada sesama jenis.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

Berikut ini adalah beberapa faktor internal dan eksternal yang

mempengaruhi perilaku seksualnya : (Imran, 2001:33-34; dan

(51)

a. Perspektif Biologis

Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas diakibatkan

mulai berfungsinya hormon-hormon seksual dapat

menimbulkan perilaku seksual pada remaja.

b. Pengalaman seksual

Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami

hubungan seksual, makin kuat stimulasi yang dapat mendorong

munculnya perilaku seksual.

c. Mudahnya pornografi diakses oleh remaja

Teknologi berkembang dengan begitu pesatnya dan tiap orang

dapat mengakses berbagai kemajuan teknologi tersebut dimana

saja dan kapan saja dengan biaya yang sangat terjangkau melalui

berbagai media (misal: vcd, internet, handphone,dll).

d. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

Dalam setiap agama, melarang adanya perilaku seksual

dilakukan sebelum melakukan pernikahan.

e. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan

remaja, informasi ini harus diberikan oleh orang yang

berkompeten dalam bidangnya untuk menjamin kebenaran

informasi yang diberikan. Dari beberapa hasil penelitian yang

dilakukan, dapat terungkap bahwa terjadi korelasi yang negatif

antara perilaku seksual dengan pengetahuan kesehatan

(52)

f. Penundaan usia pernikahan

Seiring dengan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat maka

mengakibatkan ditundanya usia pernikahan. Beberapa tahun

yang lalu, pendidikan kurang begitu dianggap hal yang penting

untuk masa depan seseorang tetapi kemudian yang terjadi

berangsur-angsur berubah.sekarang pendidikan dianggap hal

yang penting bagi tiap orang. Sesuai dengan tuntutan atas

pendidikan yang lebih tinggi maka tiap orang menunda

pernikahan sampai dapat tercapainya tingkat pendidikan tertentu

yang dicita-citakan dan kemudian untuk mendapatkan pekerjaan

yang sesuai dengan keinginannya serta penghasilan yang lebih

besar.

g. Pengaruh Orangtua

Orang tua dan anak mempunyai kekurangan komunikasi secara

terbuka dalam masalah seputar seksualitas dan kurang

berfungsinya keluarga dalam hal ini orang tua memberikan

kehangatan, penanaman nilai dan moral kepada anak-anaknya.

Hal ini memperkuat munculnya perilaku seksual. Orang tua

merupakan orang pertama yang ditemui oleh anak ketika lahir,

sehingga pemahaman mengenai seksualitas merupakan tugas

(53)

h. Pengaruh teman sebaya

Pada masa remaja, teman sebaya mempunyai pengaruh yang

sangat kuat sehingga munculnya perilaku seksual dikaitkan

dengan norma kelompok sebaya

i. Perspektif akademik

Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah

cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual

dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.

j. Perspektif Sosial Kognitif

Kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan

keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual di

kalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan

secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat lebih

menampilkan perilaku seksual yang sehat.

Remaja dalam melakukan perilaku seksual menurut Imran di

pengaruhi oleh motivasi individual yang berbeda-beda. Yaitu:

a. Dorongan seksual yang menggebu-gebu

b. Dorongan afeksi

c. Dorongan agresif

d. Terpaksa

e. Dorongan mendapat fasilitas melalui aktivitas seksual

f. Dorongan untuk membuktikan atau mencoba fungsi atau

(54)

Dari informasi diatas penting bagi remaja untuk mengetahui

perilaku motif dan faktor penyebabnya yang mempengaruhi

perilaku seksualnya agar remaja dapat lebih berupaya

mengendalikan dorongan seksualnya dengan lebih terarah

(Imran.2001:35)

5. Perilaku Seksual dan Jenis Kelamin

Perilaku seksual pada anak laki-laki maupun perempuan

terhadap dirinya sendiri maupun bersama orang lain. Dalam hasil

penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Herdalena pada 115

remaja laki-laki dan 114 remaja perempuan di usia 15 – 18 tahuun

pada 10 sekolah menengah di kotamadya Jogjakarta mengungkapkan

37,7% remaja laki-laki dan 9,5% telah melakukan perilaku seksual

secara aktif. Hal tersebut memperlihatkan adanya perbedaan

prosentase perilaku seksual yang aktif dilakukan antara laki-laki dan

perempuan. Laki-laki lebih mempunyai prosentase yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan. Menurut Fatchurrhman

(Herdalena,2003:1-3) adanya perbedaan prosentase tersebut diatas

dikarenakan adanya norma standar ganda di masyarakat sehingga

laki-laki lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan

mengkomunikasikan pengetahuan seksualnya pada lingkungan

sekitarnya. Akhirnya, secara tak langsung mendorong laki-laki lebih

permisif untuk berperilaku seksual. Bila ditilik dari segi hormonal,

(55)

perempuan sehingga laki-laki lebih mudah untuk terangsang pada

apa ditemuinya. Sementara itu, perempuan mudah terangsang pada

saat berada dalam masa subur.

Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa ada

perbedaan perilaku seksual antara para siswa putera dan para siswa

(56)

C. Bimbingan dan Perilaku seksual

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Sherter dan Stone(Winkel, 1997) mengartikan bimbingan

sebagai proses membantu orang perorangan untuk memahami

dirinya sendiri dan lingkungannya. Bantuan yang diberikan dapat

berupa layanan informasi dan layanan konseling bagi yang

membutuhkan. Kegiatan bimbingan dan konseling ditangani oleh

guru pembimbing, dalam hal ini mengenai perilaku seksual dapat

diupayakan dengan memberikan informasi-informasi mengenai

seksualitas sehingga siswa dapat memahami dan berperilaku seksual

yang sesuai.

b. Ragam Bimbingan

Program Bimbingan dan Konseling mempunyai ragam yang

menunjuk pada bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan

tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan bimbingan.

Menurut Winkel (1997) ada tiga ragam bimbingan yaitu akademik,

pribadi dan sosial. Dari ketiga ragam tersebut ada dua hal yang

berhubungan dengan apa yang menjadi topik penelitian yaitu :

1. Program bimbingan pribadi

Program bimbingan pribadi adalah bimbingan terhadap seorang

dalam membantu menghadapi keadaan batin dan pergumulan

diri. Pergulatan batin dalam diri siswa apabila tidak terselesaikan

dapat mengakibatkan masalah. Masalah masalah yang

(57)

seksualnya dapat menimbulkan masalah tersendiri sehingga

membuat situasi yang tidak kondusif untuk belajar. Bimbingan

ini diberikan untuk membantu siswa mengolah berbagai

informasi tentang dirinya sebagai laki-laki atau perempuan,

sehingga siswa memahami dirinya dan mengembangkan perilaku

yang sesuai.

Kegiatan bimbingan seksualitas remaja dapat dilayani

dengan memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang

seksualitas diantaranya mengenai perkembangan seksualitasnya.

Remaja yang sedang mengalami pubertas mempunyai dorongan

yang kuat seiring dengan perubahan-perubahan fisik dan

hormonal. Hal ini juga tidak terlepas dari tugas perkembangan

remaja,yaitu: mencapai hubungan baru yang lebih matang

dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita.

2. Program bimbingan sosial

Program bimbingan sosial adalah bimbingan terhadap

seseorang dalam membantu hubungan siswa dengan siswa lain

dalam berbagai lingkungannya, mencapai peran sosial pria dan

wanita, serta mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Seiring

berkembangnya hormon seksual yang menimbulkan ketertarikan

terhadap lawan jenis, siswa diharapkan dapat mempunyai

hubungan yang baik dengan individu lain khususnya lawan jenis

(58)

dan peran sosial laki-laki atau perempuan yang berlaku di

masyarakat.

Jadi ,Bimbingan yang mengenai masalah perilaku seksual di

sekolah termasuk adalah bidang bimbingan pribadi dan bidang

bimbingan sosial. Bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa

memahami diri dan mengembangkan pribadi dengan baik.

Bimbingan sosial bertujuan membantu siswa agar ia

berhubungan dengan lingkungan sekitar dan menyesuaikan

dengan kehidupan sehari-hari.

Perilaku seksual merupakan bagian dari seksualitas. Melihat

banyaknya data penelitian yang memperlihatkan tingginya perilaku

seksual remaja dari tahun ketahun di Indonesia menimbulkan

keprihatinan tersendiri bagi penulis dan sebagian besar masyarakat

pemerhati remaja. Keprihatinan tersebut didasarkan pada banyaknya

akibat atau dampak yang ditimbulkan dari perilaku seksual yang

dilakukan oleh remaja dimana akibat yang ada menambah

permasalahan-permasalahan yang nantinya akan dihadapi oleh remaja

selain masalah-masalah yang muncul seiring disandangnya predikat

remaja. Mengacu pada fakta-fakta tersebut, dirasa perlu adanya

bimbingan mengenai seksualitas dimana diharapkan dapat menekan

angka perilaku seksual remaja di indonesia. Hal ini sesuai dengan

(59)

negatif antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan

perilaku seksual remaja.

Kegiatan bimbingan mengenai seksualitas remaja dapat dilayani

dengan memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang

seksualitas diantaranya mengenai perkembangan seksualitasnya. Remaja

yang sedang mengalami pubertas mempunyai dorongan yang kuat

seiring dengan perubahan-perubahan fisik dan hormonal. Hal ini juga

tidak terlepas dari tugas perkembangan remaja, antara lain “mencapai

hubungan barau yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria

maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, serta

mempersiapkan perkawinan dan keluarga” (Hurlock,1996). Remaja

pada umumnya belum benar-benar memahami hal tersebut dengan baik.

Untuk itu remaja masih memerlukan banyak bimbingan agar tidak salah

langkah dalam memberikan keputusan atas perilaku seksualnya.

Bidang bimbingan yang mengenai masalah perilaku seksual di

sekolah adalah bidang pribadi-sosial. Bimbingan pribadi bertujuan

membantu siswa memahami diri dan mengembangkan pribadi dengan

baik. Bimbingan sosial bertujuan membantu siswa agar ia berhubungan

dengan lingkungan sekitar dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada

sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dalam membuat keputusan

(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survai. Penelitian deskriptif adalah usaha untuk melukiskan atau menafsirkan keadaan yang ada dalam diri siswa dan siswi pada saat sekarang ini (Furchan, 1982:50). Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena peneliti ingin memperoleh gambaran tentang kecenderungan bentuk perilaku seksual siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari.

B. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh siswa dan siswi kelas I SMUK DOMINIKUS Wonosari tahun ajaran 2005/2006. Menurut rencana semua anggota populasi akan diteliti, tetapi karena ada 8 orang siswa tidak masuk pada saat penelitian, maka hanya sebagian anggota populasi saja yang diteliti. Rincian populasi dan sampel penelitian sebagai berikut:

Tabel 1. Populasi penelitian para siswa dan siswi kelas 1 SMU Dominikus Wonosari

Jenis Kelamin

Populasi

Sampel

Siswa

23

15

Siswi

40

40

Total

63

55

(61)

C. Alat Pengumpul Data

1. Kuesioner Perilaku Seksual Remaja

Penelitian ini menggunakan kuesioner perilaku seksual remaja di Sekolah sebagai alat untuk mengumpulkan data. Kuesioner ini disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berisi identitas serta petunjuk pengisian dan bagian kedua berisi tentang pernyataan-pernyataan tentang perilaku seksual remaja. Rincian bentuk perilaku seksual remaja dan nomor-nomor item pernyataan sebagai berikut:

Tabel 2. Isi Kuesioner Perilaku seksual remaja dan sebaran item-item

1 Membahas mengenai

seksualitas 1,2,3,4,5,22,23,24

2 Merayu atau menggoda

lawan jenis 25,26

3 menjaga kesehatan

reproduksi 7

4

mencari informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber

8,26 9,27,28

5 Memandang tubuh

lawan jenis 10

6 Berpacaran 11

7 Berperan sebagai

laki-laki dan perempuan 12

8 Memegang tangan

lawan jenis 13,29

9 Memeluk teman lawan

jenis 14,30

10 Mencium lawan jenis 15,16,31,32

11 Mengakses media

pornografi 17,33,34

12 Masturbasi 18

13 Petting 19,35

14 Oral sex 20

15 Intercourse 21

Terhadap orang lain sebagai pria atau wanita

N on V er ba l K el ihat an

Terhadap diri sebagai pria atau wanita

(62)

K

ei

ngi

nan 16

Keinginan melakukan

aktivitas seksual 36,42,43,46,47

17 Merasa tertarik dengan

lawan jenis 37,41

18 Mencintai teman lawan

jenis 45

19

Terangsang secara seksual dari teman

lawan jenis 38,39,40,44

Terhadap orang lain sebagai pria atau wanita

per as aan -per as aan T idak k el ihat an

Terhadap diri sebagai pria atau wanita

Perilaku Seksual

2. Skoring

Kuesioner Perilaku Seksual disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan prinsip-prinsip Liker’t Summated Ratting.

Peneliti menyajikan pernyataan-pernyataan dalam bentuk item yang memungkinkan responden untuk menentukan apakah ia “Sering”, “Kadang-kadang” atau “Tidak Pernah” berperilaku seksual. Skoring item kuesioner adalah 0 sampai 2. Adapun skoring dilakukan sebagai berikut tidak pernah = 0 ; kadang-kadang = 1 dan selalu =2. Peneliti memberikan patokan frekuensi dalam menjawab pilihan jawaban tersebut sebagai berikut: “Tidak pernah = 0 kali ; Kadang-kadang = 1 – 3 kali per minggu ; dan Sering 4 – 6 kali per minggu. Hal tersebut dilakukan supaya peneliti mendapatkan data yang lebih detail. pertimbangan dalam mengambil patokan frekuensi adalah dari kenyataan bahwa pesatnya perkembangan yang terjadi pada remaja atau siswa. Tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap rangsang seksual yang muncul sehari-hari.

(63)

3. Reliabilitas dan Validitas a. Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan 1982:295). Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas. Metode yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas adalah Metode belah dua. Untuk menentukan koefisien reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Spearman Brown. gg gg tt r r r + = 1 2

Keterangan rumus : rtt = koefisien reliabilitas = koefisien ganjil genap gg

r

Skor-skor dari belahan item gasal dikorelasikan dengan skor-skor dari belahan item genap. Perhitungan koefisien korelasi dengan cara Product- Moment . Rumusnya:

(

)( )

(

Gambar

Tabel 2. Isi Kuesioner Perilaku seksual remaja dan sebaran
Tabel 3. Koefisien validitas dan reliabilitas kuesioner perilaku seksual siswa SMU Dominikus Wonosari tahun ajaran 2005/2006
Tabel 5. Nilai Statistik untuk uji hipotesis perilaku seksual

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan loyalitas pada teman sebaya akan sangat berperan penting jika tidak seimbang dengan kontrol diri yang baik maka dari itu untuk

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat memberi pendekatan dan ruang yang lebih kepada mahasiswa untuk menjaga serta

Efikasi diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri dalam konteks belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa SMP kelas IX dan yang

Pernyataan “Dalam berkomunikasi, saya termasuk orang yang sulit dalam merangkai kata” menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal mahasiswa Bimbingan dan

Seluruh guru BK SMA di Sleman sudah sepakat menggunakan Panduan Operasional Pelaksanaan BK (POP BK) sebagai arah penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di

Untuk itu diharapkan orang tua dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana orang tua diharapkan melakukan diskusi dengan anak, memberikan kasih sayang dan kehangatan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat kecenderungan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi