• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Galuh Pangesti NIM. 171114041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Galuh Pangesti NIM. 171114041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Galuh Pangesti NIM. 171114041

Yogyakarta, 26 April 2021

ii

- -

-- . .

----

--- -

(4)

.�

···�

Tanda tangan

4'$

Susunan Tim, •nguj;

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Galuh Pangesti NIM. 171114041

· D Gendon

: Dr. ohanes Heri 'idodo, M. Psi.

: Prias Hayu Purbnning I as, l'v . Pd.

Telah dipertanggungjawabkan di depan Tim Penguji Skripsi pada tanggal: 21 Mei 2021

dan dinyatak telah memenuhi syarat

HUBUNGAi.� POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KECERDASA.J� EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

iii Anggota III

Anggota II : Bernardinus Agus Arswimba, M. d.

Anggota I Sekretaris Ketua

Nam.a lengkap

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Yang senantiasa memberi saya kekuatan dan pertolongan, selalu menjadi sahabat dan penuntun yang baik bagi setiap perjalanan di dalam hidup saya.

Orang Tuaku

Ayah Yohanes Edy Sudarsono dan Ibu Sri Suyarti

Yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi serta kekuatan pada saya hingga saat ini. Terimakasih sudah memberikan kepercayaan, kasih sayang, dan

fasilitas yang mendukung pada saya hingga saya mampu berada di titik ini.

Saudara dan sahabatku

Mas Gilang, Mas Galih, Mbak Kristin, Mbak Intan, Steven, Devin, Millen, Dila, Yodha, Vinvin, Cicil, Elis, Arum yang senantiasa memberikan doa, motivasi, dan

dukungan serta menjadi pendengar yang baik untuk saya sampai saat ini.

Dosen Pembimbing Dr. Gendon Barus, M. Si.

Yang telah berkenan memberikan waktu dan pemikiran serta kesabaran dalam membimbing saya dalam proses pengerjaan skripsi hingga saat ini.

Seluruh Mahasiswa Bimbingan dan Konseling 2017

Bapak/Ibu Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma

(6)

v

HALAMAN MOTTO

“Anda tidak akan pernah belajar sabar dan berani jika di dunia ini hanya ada kebahagiaan.”

(Helen Keller)

“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tetapi satu-satunya hal yang dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”

(R. A. Kartini)

“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will spend its whole life believing that it’s stupid”

(Albert Einstein)

“Sometimes you think that you want to disappear but all you really want is to be found”

(Kid Cudi)

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Mei 2021 Penulis

Galuh Pangesti NIM. 171114041

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH MAHASISWA UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Galuh Pangesti Nomor Mahasiswa : 171114041

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk internet, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikiran surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 21 Mei 2021 Yang menyatakan,

Galuh Pangesti

(9)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA (Studi Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan

Kecerdasan Emosional Remaja pada Siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu)

Galuh Pangesti Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

2021

Penelitian ini bertujuan: 1) mengkategorisasi penerapan pola asuh demokratis orang tua siswa SMA Pangudi Luhur Sedayu, 2) mengidentifikasi butir pengukuran pola asuh demokratis orang tua yang capaian skornya rendah, 3) mengetahui tingkat kecerdasan emosional remaja pada siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu, 4) mengidentifikasi butir pengukuran kecerdasan emosional remaja yang capaian skornya rendah, 5) mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Pangudi Luhur Sedayu.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu berjumlah 71 orang siswa. Pengumpulan data menggunakan Kuesioner Pola Asuh Demokratis Orang Tua memuat 50 item dengan koefisien reliabilitas Alfa Cronbach 0,950 dan Kuesioner Kecerdasan Emosional Remaja berisi 43 item dengan koefisien reliabilitas 0,901. Kedua instrumen disebarkan melalui google form. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif kategori dan teknik korelasi Rho (Rank Order Spearman).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (63,3%) siswa mengakui adanya pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua dalam kategori sangat baik, sebanyak 19 siswa (26,8%) dalam kategori baik, dan 6 siswa (8,5%) berada pada kategori cukup baik, dan hanya satu siswa menilai penerapan pola asuh demokratis buruk. Teridentifikasi 40 item (80%) pengukuran pola asuh demokratis orang tua dengan capaian skor item pada kategori tinggi dan sisanya di kategori sedang. Sebagian besar (36 siswa; 50,8%) siswa memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, 30 siswa (42,2%) sangat tinggi, 4 siswa (5,6%) dalam kategori cukup dan hanya satu siswa (1,4%) di kategori rendah. Teridentifikasi 33 item (76,80%) pengukuran kecerdasan emosional remaja dengan capaian skor item pada kategori tinggi dan sisanya berada dalam kategori cukup. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja (rxy = 0.676).

Kata kunci: pola asuh demokratis, kecerdasan emosional, orang tua, remaja.

(10)

ix ABSTRACT

CORRELATION OF DEMOCRATIC PARENTING AND ADOLESCENT EMOTIONAL INTELLIGENCE

(A Correlation Study of Democratic Parenting and Adolescent Emotional Intelligence of Pangudi Luhur Sedayu High School Students)

Galuh Pangesti Guidance and Counseling Sanata Dharma University

2021

The aims of the study are: 1) to categorize the application of democratic parenting of Pangudi Luhur Sedayu High School students, 2) to identify the low score measure points of democratic parenting, 3) to understand the level of adolescent emotional intelligence of Pangudi Luhur Sedayu High School students, 4) to identify the emotional intelligence measurement items of adolescents with low scores, 5) to understand the relationship between democratic parenting and the adolescent emotional intelligence in Pangudi Luhur Sedayu High School.

The research is categorized as descriptive correlational with the subject on this research is 71 Pangudi Luhur Sedayu High School students who are under grade XI. The collection of data is using democratic parenting questionnaire, which consists of 50 items with a Cronbach’s Alpha reliability coefficient of 0.950. Also, adolescent emotional intelligence questionnaire that contains 43 items with a reliability coefficient about 0.901. Both instruments are delivered through google form. While descriptive statistics category and Rho correlation technique (Rank Order Spearman) is used to analyze the data.

As a result, 63.3% of the students admit about the democratic parenting has been implemented by their parents very well, 19 students are in a good category, and number of 6 students (8.5%) are under moderate category, and only one student is in bad category. The author has identified 40 measurement items (80%) of democratic parenting in the high category and the rest are in the moderate level.

Most of the students (36 students: 50.8%) have a high emotional intelligence, 30 students are in very high category, 4 students are categorized in moderate, and only one student (1.4%) is in low category. As identified of 33 measurement items (76.80%) of the adolescent emotional intelligence are under high category and the following items are in moderate category. Therefore, there is an indicatory relationship between democratic parenting and adolescent emotional intelligence (rxy=0.676).

Keywords: democratic parenting, emotional intelligence, parents, adolescent.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pernyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini.

Penulis tidak akan mampu menyelesaikan karya tulis ini tanpa bimbingan dan berkat dariNya.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan karya ilmiah ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

2. Dr. Yohanes Heri Widodo, M. Psi, selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma,

3. Dr. Gendon Barus, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terimakasih atas waktu dan kesediaan bapak yang telah berkenan membimbing dan memberi masukan selama proses pengerjaan skripsi ini,

4. Juster Donal Sinaga, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

Terima kasih atas segala bimbingan selama proses perkuliahan penulis, 5. Segenap dosen Prodi BK Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas

segala bimbingan dan pelajaran yang telah diberikan,

6. Karyawan Prodi BK Universitas Sanata Dharma, Stefanus Priyatmoko.

Terima kasih atas bantuan dalam segala urusan administrasi,

7. Lisna Indrawati, S. Psi selaku Guru BK di SMA Pangudi Luhur Sedayu yang berkenan membantu pengumpulan data dalam penelitian ini, 8. Kepada orang tua dan kakak-kakak saya yang senantiasa mendoakan

dan memberikan motivasi serta dukungan dalam hidup saya sehingga saya dapat sampai di titik ini,

9. Sahabat-sahabatku: Steven, Devin, Millen, Dila, Yodha, Vinvin, Cicil, Arum, dan Elis. Terima kasih atas dukungan, bantuan, dan selalu

(12)

xi

menjadi pendengar yang baik untuk saya terutama dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10. Teman-teman BK angkatan 2017. Terima kasih untuk segala dinamika, canda tawa, pelajaran, dan kebersamaannya selama perkuliahan ini.

Semoga kita sukses di jalan kita masing-masing,

11. Siswa-siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu. Terima kasih sudah berpartisipasi dalam penelitian ini,

12. Terimakasih untuk kaki yang menemaniku melangkah sejauh ini.

Tangan yang selalu mau diajak bekerja keras, juga jantungku, hatiku, dan organ-organ lain yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu yang masih bersedia mendukungku menjalani hari. Aku akan senantiasa menjagamu,

13. Untuk semua pihak yang berperan dalam membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih banyak.

Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi orang yang membaca. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka pada kritik dan saran yang membangun demi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 21 Mei 2021

Peneliti,

Galuh Pengesti

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN MOTTO...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vii

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB I: PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Identifikasi Masalah...10

C. Pembatasan Masalah...11

D. Rumusan Masalah...11

E. Tujuan Penelitian...12

F. Manfaat Penelitian...12

BAB II: KAJIAN PUSTAKA...14

A. Hakikat Kecerdasan Emosional...14

1. Definisi Kecerdasan Emosional...14

2. Manfaat Kecerdasan Emosional...15

3. Aspek Kecerdasan Emosional...17

4. Karakteristik Orang dengan Kecerdasan Emosional Tinggi...18

5. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional...19

B. Hakikat Pola Asuh Demokratis Orang Tua...21

1. Definisi Pola Asuh Demokratis Orang Tua...21

(14)

xiii

2. Aspek Pola Asuh Demokratis Orang Tua...22

3. Karakteristik Pola Asuh Demokratis...24

4. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Demokratis Orang Tua...25

5. Efek Pola Asuh Demokratis Orang Tua...27

C. Kaitan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional Remaja...28

D. Hasil Penelitian Relevan...31

E. Kerangka Berpikir...32

F. Hipotesis...34

BAB III: METODE PENELITIAN...35

A. Jenis dan Desain Penelitian...35

B. Definisi Operasional...36

C. Sampel Penelitian...36

D. Tempat dan Waktu Penelitian...38

E. Teknik Pengumpulan Data...38

F. Validitas dan Reliabilitas...42

G. Teknik Analisis Data...48

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN...57

A. Hasil Penelitian...57

B. Pembahasan...64

C. Implikasi Penelitian...72

BAB V: PENUTUP...75

A. Kesimpulan...75

B. Keterbatasan Penelitian...76

C. Saran...76

1. Bagi Remaja...76

2. Bagi Orang Tua dan Guru BK...77

3. Bagi Peneliti Selanjutnya...77

DAFTAR PUSTAKA...79

LAMPIRAN...83

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Uraian Jumlah Sampel Penelitian...36

Tabel 3.2. Norma Skoring Pola Asuh Demokratis dan Kecerdasan Emosional...38

Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba...39

Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional Sebelum Uji Coba...40

Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Demokratis Orang Tua Setelah Uji Validitas Item...43

Tabel 3.6. Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional Remaja Setelah Uji Coba Validitas Item...44

Tabel 3.7. Kriteria Guilford...46

Tabel 3.8. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pola Asuh Demokratis...47

Tabel 3.9. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional...47

Tabel 3.10. Kategorisasi Skor Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Kecerdasan Emosional Remaja...50

Tabel 3.11. Kategorisasi Pola Asuh Demokratis...51

Tabel 3.12. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional Remaja...52

Tabel 3.13. Kategorisasi Capaian Skor Item Pengukuran Kedua Variabel...52

Tabel 3.14. Hasil Uji Normalitas...54

Tabel 3.15. Hasil Uji Linearitas...55

Tabel 4.1. Kategorisasi Penerapan Pola Asuh Demokratis...58

Tabel 4.2. Kategori Capaian Skor Item Pengukuran Penerapan Pola Asuh Demokratis...60

Tabel 4.3. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosional Remaja...61

(16)

xv

Tabel 4.4. Kategori Capaian Skor Item Pengukuran Kecerdasan

Emosional Remaja...62 Tabel 4.5. Hasil Uji Korelasi Kedua Variabel...64

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir...32 Gambar 4.1 Hasil Kategorisasi Penerapan Pola Asuh Demokratis...59 Gambar 4.2 Hasil Kategorisasi Kecerdasan Emosional Remaja...61

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian...84 Lampiran 2. Kuesioner Penerapan Pola Asuh Demokratis Orang Tua...85 Lampiran 3. Kuesioner Kecerdasan Emosional Remaja...88 Lampiran 4. Hasil Komputasi Validitas Butir Kuesioner Penerapan

Pola Asuh Demokratis...91 Lampiran 5. Hasil Komputasi Validitas Butir Kuesioner Kecerdasan

Emosional Remaja...95 Lampiran 6. Reliabilitas Skala...99 Lampiran 7. Tabulasi Data Penerapan Pola Asuh

Demokratis...100 Lampiran 8. Tabulasi Data Kecerdasan Emosional Remaja ...102

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Masa ini dikenal juga sebagai masa stres yaitu terjadinya pergolakan emosi yang dialami remaja yang diiringi dengan pertumbuhan fisik serta pertumbuhan psikis yang bervariasi.

Pergolakan emosi yang dialami remaja ini tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti yang disebutkan oleh Zamroni (2000), yaitu pengaruh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiganya memiliki peran penting dalam membentuk remaja sebagai generasi penerus bangsa yang berkarakter unggul dan berprestasi.

Goleman (2010) mengemukakan bahwa remaja perlu dipersiapkan sejak dini, baik secara mental maupun spiritual sebab anak yang dididik dengan baik sejak dini akan tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai tahap perkembangannya terutama pada aspek emosionalnya. Secara mental, remaja diharapkan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi yang mencakup:

pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri sesuai dengan tugas perkembangan yang dilaluinya. Remaja yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi akan terhindar dari kegiatan- kegiatan yang menyimpang seperti kenakalan, narkoba, miras, free-sex, tawuran dan aktivitas negatif lainnya karena mampu mengelola gejolak emosinya dengan

(20)

2

baik. Dengan adanya kecerdasan emosional, individu lebih mudah mengendalikan dirinya dalam melakukan suatu tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2010) mengenai keberhasilan seseorang di masyarakat 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional dan hanya 20% dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual sehingga individu dapat berinteraksi dan membangun relasi yang baik dengan lingkungannya apabila memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Menurut Salovey (dalam Goleman, 2010) kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya secara cerdas (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya

(the appropriatness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial. Dalam hal ini alasan untuk mendukung perlunya kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral karena sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan emosional. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati dan kurang mampu mengendalikan diri akan mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral. Kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati ini menjadi dasar kemauan (will) dan watak (character) seseorang.

Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak Remaja (SNPHAR) pada tahun 2018, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan pada remaja dilakukan oleh teman sebaya. Yohana Yembise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan bahwa sebanyak 5.383 remaja usia 13-17 tahun dan 4.461 remaja berusia 18-24 tahun melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya baik secara emosional, fisik, dan seksual.

(21)

3

Berdasarkan data BKKBN (2013) jumlah remaja di Indonesia sebanyak 64 juta jiwa atau 27,6% dari jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN, di DIY terdapat 78.966 remaja atau 54,57% dari keseluruhan penduduk di Yogyakarta.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2013) prevalensi kejadian stres pada remaja meningkat dari tahun ke tahun. Sebesar 6,0% masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami stres, kecemasan, dan depresi. Pada kelompok usia 15-24 tahun prevalensinya sebanyak 5,6% (Kemenkes RI, 2013).

Selain itu, kejadian tawuran banyak dialami oleh remaja. Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listiyarti (2018) mengatakan, berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), angka tawuran yang dilakukan oleh remaja di Indonesia kian meningkat dan naik 1,1%. Pada tahun 2017, angka tawuran sebanyak 12,9%. Namun, di sepanjang 2018 lalu naik menjadi 14%. Ketua KPAI Susanto (dalam Tempo.co, 2018) menambahkan bahwa selama tiga tahun terakhir ini, kembali ada empat tawuran yang terjadi sepanjang 23 Agustus 2018 hingga 8 September 2018 di Jakarta dan Tangerang Selatan.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan sebelum melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa beberapa siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu sering datang terlambat. Siswa yang datang terlambat diperbolehkan masuk setelah apel pagi akan tetapi dikenakan hukuman terlebih dahulu sebelum kembali ke kelasnya masing-masing. Hal tersebut mencerminkan kecerdasan emosional siswa yang rendah dalam hal pengendalian diri. Siswa yang sering datang terlambat menunjukkan ketidakmampuan menyadari dan mengendalikan dirinya sendiri.

(22)

4

Hasil wawancara dengan salah seorang siswa yang terlibat perseteruan dengan salah satu temannya. Siswa tersebut merasa tidak nyaman dengan cara bercanda temannya yang dinilai terlalu berlebihan karena menyinggung privasinya sehingga terjadi perselisihan dan pertengkaran diantara keduanya. Hal tersebut menunjukkan rendahnya kecerdasan emosional yakni dalam aspek mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan teman sebaya.

Siswa lain juga menyatakan kekurangnyamanannya berada di rumah terlalu lama sebab ia menilai bahwa orang tuanya menerapkan pola asuh yang tidak ideal sehingga ia menjadi mudah marah dan stres. Siswa tersebut merasa mendapatkan tekanan dan tuntutan dari orang tuanya untuk terus belajar meskipun ia sedang lelah supaya dapat masuk ke perguruan tinggi negeri. Hal tersebut menunjukkan pola asuh orang tua yang termasuk pola asuh otoriter dan membuat anaknya tidak nyaman berada bersama orang tuanya sehingga anak tersebut kurang mampu mengelola emosinya dengan baik.

Kejadian tawuran antar remaja, percobaan bunuh diri, kekerasan emosional/fisik, dan stres tinggi yang dialami remaja ini akan sangat merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kecerdasan emosional remaja. Remaja sulit mengendalikan diri, tidak memahami perasaan orang lain, tidak mampu menempatkan emosi sesuai situasi dan kondisinya, tidak dapat mengatasi kesedihan, serta tidak memiliki rasa empati dan simpati kepada orang lain (dalam alodokter.com, 2018). Untuk menetralisir aktivitas-aktivitas menyimpang yang dilakukan remaja ini, maka perlu peran serta

(23)

5

dari orang tua supaya remaja dapat menyalurkan emosinya pada aktivitas-aktivitas yang positif.

Peran orang tua dalam hal ini berupa bentuk pola asuh yang diterapkan.

Menurut Casmini (dalam Palupi, 2007) pola asuh merupakan cara orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Jika tidak dikelola dengan baik, maka akan membentuk kepribadian anak yang cenderung memiliki emosi negatif seperti pemarah, perusak, pendendam, dan sebagainya. Namun jika dikelola dengan baik, jika anak mendapatkan kasih sayang yang cukup serta pola asuh yang diterapkan orang tua tepat, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang hangat, ramah, serta emosi positif lain sebagaimana didapatkan dari pola asuh yang diberikan padanya (Hapsari, 2016). Pola asuh merupakan salah satu kegiatan yang menjadi kewajiban orang tua jika telah memiliki buah hati dalam asuhannya. Pengasuhan oleh orang tua kepada anak akan menjadi penentu kehidupan anak selanjutnya. Artinya, pola asuh akan menentukan kesiapan anak untuk dapat menjalani kehidupannya secara mandiri (Sutanto & Ari, 2019).

Hurlock (dalam Ayu, 2016) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis pola asuh orang tua, yaitu: 1) Pola asuh otoriter dimana orang tua mengasuh anak dengan aturan yang ketat dan kaku, seringkali kebebasan untuk bertindak dan menyampaikan pendapat dibatasi. 2) Pola asuh permisif dimana orang tua mengasuh anak dengan memberi kebebasan secara penuh pada anaknya untuk

(24)

6

bertindak, tidak ada bimbingan atau arahan dari orang tua untuk anaknya, serta kontrol dan perhatian dari orang tua sangat kurang. 3) Pola asuh demokratis dimana orang tua mengasuh anak dengan mendorong anak untuk berani berpendapat, adanya kerjasama yang harmonis antara orang tua dan anak, orang tua mengarahkan dan membimbing anaknya, serta ada kontrol yang terukur yang diterapkan orang tua pada anaknya. Menurut Santrock (2012), dalam perkembangan kecerdasan emosional, pola asuh yang paling efektif diterapkan adalah pola asuh demokratis sebab orang tua menghargai anaknya sebagai pribadi yang memiliki kelebihan dan potensi yang patut didukung serta dipupuk dengan baik. Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Syaiful (2014:61) bahwa pola asuh demokratis merupakan tipe pola asuh yang terbaik, sebab pola asuh demokratis memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya dengan tidak melewati aturan yang telah ditetapkan orang tua.

Erikson (dalam Joshi & Dutta, 2015) menyatakan bahwa masa peralihan dari remaja menuju dewasa akan berjalan dengan baik jika orang tua memberikan bimbingan, pengasuhan, rasa aman, serta perhatian dan pemahaman pada anaknya dalam lingkungan emosional yang mendukung karena orang tua sangat berperan dalam perkembangan emosional remaja. Goleman (2010) juga menyatakan bahwa keluarga merupakan sekolah pertama dan utama bagi anak dalam mempelajari serta mengembangkan kecerdasan emosionalnya meskipun kecerdasan emosional akan terus berkembang. Menurut Pratini, Latifah, Guhardja (2008), anak dapat mempelajari kecerdasan emosional melalui keluarga sebab keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak terutama ketika orang tua dan anak memiliki

(25)

7

interaksi yang baik dalam bentuk pengasuhan dan keberhasilan orang tua dalam mencerdaskan anak secara emosional tergantung dengan pola asuh yang diterapkannya.

Penelitian Abdollah, Talib, dan Montalebi (2013) menyimpulkan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mengembangkan kecerdasan emosional remaja melalui pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh dengan kontrol dan kasih sayang akan membentuk remaja menjadi anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, sedangkan pola asuh dengan kontrol tanpa kasih sayang bila diterapkan dapat membentuk remaja menjadi anak yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Penelitian yang dilakukan Amandeep (2017) menunjukkan bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua memiliki hubungan yang sangat erat dengan kecerdasan emosional anak dan jenis pola asuh demokratis menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan kecerdasan emosional. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan Soeloem (dalam Chandri, Mawarni, dan Yuniarni, 2014), yang menyatakan bahwa anak akan terlatih dalam mengembangkan sikap sosial yang baik serta berperilaku suai sebab dalam lingkungan keluarga, orang tua menerapkan pola asuh demokratis. Sikap sosial dan kebiasaan berperilaku suai merupakan kecerdasan emosional sehingga anak yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dan bersikap ramah dengan lingkungan, terutama dengan teman sebayanya.

Pentingnya penelitian ini dilakukan karena ketidakstabilan mengenai pola asuh demokratis ysng diterapkan orang tua siswa di kalangan anak SMA karena

(26)

8

mengalami kebimbangan pada hal tersebut sejalan dengan penilaian pola pikir remaja. Selain itu, melihat fenomena yang marak saat ini dimana remaja di Indonesia masih banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang menyimpang, seperti miras, narkoba, seks bebas, tawuran, serta banyak remaja juga mengalami stres, kecemasan, dan depresi karena kurangnya kemampuan dalam mengelola emosinya.

Dengan maraknya aktivitas-aktivitas menyimpang yang dilakukan remaja akibat tidak bisa mengontrol emosinya, dapat dikatakan bahwa remaja menunjukkan kurangnya tingkat kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan emosional dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Pola asuh yang diterapkan orang tua terutama orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis termasuk dalam faktor lingkungan keluarga sebab keluarga merupakan tempat yang memberikan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak sehingga pola asuh yang diterapkan menentukan perkembangan anaknya. Di antara jenis-jenis pola asuh, jenis pola asuh demokratis diduga dapat membentuk perilaku anak menjadi lebih baik sebab dalam pola asuh demokratis, anak diberikan kesempatan untuk bebas mengemukakan pendapat, anak memiliki pribadi yang ramah, anak memiliki kemampuan sosial yang baik, serta anak menjadi pribadi yang percaya diri dan bahagia.

Megawangi (dalam Saputri, 2014) menjelaskan bahwa kesalahan orang tua dalam menerapkan pola asuh (non-demokratis atau low demokratis) dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional anak. Kesalahan tersebut seperti: kurang memberikan waktu luang bersama anak, kurang memberikan kasih sayang, bersikap kasar baik secara verbal maupun fisik, misalnya menyindir,

(27)

9

memaki, memukul, mencubit, memaksakan kehendak pada anak, dan tidak pernah memberikan arahan pada anak untuk menanamkan hal-hal yang baik. Hal tersebut dapat membentuk anak yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah sehingga anak menjadi tidak peka dengan dirinya sendiri dan orang lain, tidak mampu menjalin relasi dengan orang lain sehingga tidak memiliki sahabat karena sejak kecil menyimpan amarah, dendam, minder, dan emosi negatif lainnya. Ketika beranjak dewasa, anak akan sulit menerima bahkan menolak support, kasih sayang, kehangatan, dan tanggapan positif lainnya dari orang lain. Anak yang kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, tidak mampu memberikan kasih sayang dan cinta pada orang lain dan cenderung berperilaku agresif, seperti ingin menyakiti diri sendiri maupun orang lain, merasa rendah diri, mudah tersinggung, pemarah, mudah stres, merasa tidak aman, ketidakstabilan emosi, dan memiliki mindset negatif pada lingkungan sekitarnya. Dampak lain dari kesalahan orang tua dalam pengasuhan terutama orang tua yang sering memberikan tekanan dan paksaan pada anak, dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, seks bebas, dan perilaku negatif lain. Selain itu, anak menjadi tidak dekat dengan orang tuanya sehingga kehilangan role model dan menjadi pembangkang serta lebih percaya pada “kelompok

sebayanya sehingga mudah terpengaruh dengan aktivitas yang menyimpang.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh pola asuh demokratis orang tua terhadap mereka. Kecerdasan emosional tercermin dari kepribadian yang hangat, ramah, serta energi yang positif merupakan dampak dari pola asuh yang tepat dari orang tuanya (Hapsari, 2016). Dengan demikian, penelitian ini ditujukan untuk

(28)

10

meneliti hubungan pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan permasalahannya yaitu:

1. Rendahnya kecerdasan emosional remaja mengakibatkan remaja melakukan aktivitas-aktivitas yang menyimpang.

2. Rendahnya kecerdasan emosional remaja menyebabkan remaja rentan mengalami gangguan mental emosional berupa stres, kecemasan, dan depresi.

3. Sebagian remaja masih berperilaku yang mencerminkan ketidakstabilan emosi seperti sulit mengendalikan diri, tidak memahami perasaan orang lain, tidak mampu menempatkan emosi sesuai situasi dan kondisinya, tidak dapat mengatasi kesedihan, serta tidak memiliki rasa empati dan simpati kepada orang lain.

4. Pola asuh orang tua yang kurang tepat mengakibatkan remaja memiliki emosi negatif seperti pemarah, perusak, dan pendendam.

5. Beberapa orang tua mempraktikkan pola asuh demokratis semu karena kurang menganggap penting kecerdasan emosional anaknya.

6. Remaja yang berperilaku kurang cerdas emosi menimbulkan keraguan orang tua dalam menerapkan pola asuh demokratis.

7. Anak kehilangan role model akibat kurangnya kedekatan dengan orang tua.

(29)

11

8. Anak yang menyimpan dendam, amarah, dan perasaan rendah diri akibat pola asuh yang salah mengakibatkan anak tidak memiliki empati terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

9. Remaja tidak memiliki sahabat atau teman dekat karena sejak kecil kurang mampu menjalin relasi yang harmonis dengan orang lain.

10. Remaja tidak mampu memberikan cinta dan kasih sayang pada orang lain karena sejak kecil kurang mendapatkan kasih sayang, cinta, dan perhatian dari orang tuanya.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini pembatasan masalah difokuskan untuk mengkaji butir masalah poin 3 dan 4 dengan meneliti hubungan penerapan pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Seberapa baik penerapan pola asuh demokratis orang tua pada siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu?

2. Dalam hal-hal apa pola asuh demokratis orang tua kurang terlaksana dengan baik yang teridentifikasi dari capaian skor pengukuran pola asuh demokratis rendah?

3. Seberapa tinggi kecerdasan emosional remaja pada siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu?

(30)

12

4. Dalam hal-hal apa kecerdasan emosional remaja kurang baik yang teridentifikasi dari capaian skor pengukuran kecerdasan emosional rendah?

5. Apakah ada hubungan antara penerapan pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Pangudi Luhur Sedayu?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengkategorisasi penerapan pola asuh demokratis yang diterapkan orang tua siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu

2. Mengidentifikasi butir pengukuran penerapan pola asuh demokratis orang tua yang capaian skornya rendah

3. Mengetahui tingkat kecerdasan emosional remaja pada siswa di SMA Pangudi Luhur Sedayu

4. Mengidentifikasi butir pengukuran kecerdasan emosional remaja yang capaian skornya rendah

5. Mengetahui hubungan antara penerapan pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Pangudi Luhur Sedayu.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif berupa sumber pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan pola asuh demokratis dengan kecerdasan emosional remaja khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

(31)

13 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru BK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kinerja guru Bimbingan dan Konseling dalam memetakan topik bimbingan pribadi sosial dan melaksanakan konseling individual maupun kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa dan menambah wawasan mengenai pola asuh demokratis orang tua.

b. Bagi Remaja

Penelitian ini bermanfaat sebagai upaya meningkatkan kecerdasan emosional sehingga remaja dapat mengelola emosinya dengan bijak.

c. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terkait kecerdasan emosional dan pola asuh demokratis orang tua.

d. Bagi Masyarakat dan Orang Tua

Memberikan informasi kepada masyarakat dan orang tua mengenai pentingnya meningkatkan kecerdasan emosional anak dan menambah wawasan mengenai pola asuh demokratis orang tua yang baik.

(32)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas mengenai kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Hakikat Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosi pertama kali dicetuskan pada tahun 1990 oleh psikolog Salovey dari Harvard University dan Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas itu antara lain: empati,

mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian dan kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Mereka mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan emosinya untuk mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti emosi untuk membantu berpikir, memahami emosi dan pengetahuan tentang emosi serta untuk merefleksikan emosi secara teratur seperti mengendalikan emosi dan perkembangan intelektual (dalam Shapiro, 2003).

Goleman (2010)— tokoh yang mempopulerkan kecerdasan emosional, berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,

(33)

15

berempati, dan berdoa. Tak beda jauh dengan Goleman, Salovey (1990) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu mengontrol fungsi emosinya dengan intelegensi, keselarasan emosi, dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, memotivasi diri sendiri, empati, dan keterampilan sosial.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, kecerdasan emosi sangat penting untuk memahami orang lain dan menuntun seseorang untuk bertindak bijaksana dalam relasi dengan masyarakat. Selain itu, kecerdasan emosi membantu menuntun kita dalam menentukan pilihan dan mengendalikan dorongan hati untuk melakukan hal yang diluar batas wajar.

2. Manfaat Kecerdasan Emosional

Ary Ginanjar Agustian (2017) mengemukakan manfaat kecerdasan emosional dalam bidang kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. Membuat seseorang lebih sehat secara spiritual.

Emosi adalah hal wajar dan pasti dimiliki oleh banyak orang. Meski demikian, kita tetap harus mengendalikannya dengan baik. Menuruti emosi yang berlebihan apalagi jenis emosi yang tidak baik justru bisa memunculkan masalah yang baru. Emosi yang berlebihan membuat seseorang mudah sekali terluka, tersinggung, dan tidak ada ketenangan batin. Ketika seseorang mampu mengendalikan emosi dengan baik, pikiran akan lebih stabil sehingga bisa lebih mudah melakukan komunikasi dengan orang lain.

(34)

16 b. Membuat seseorang lebih tenang

Jika seseorang memiliki emotional quotient yang cukup tinggi, kemampuan orang tersebut dalam mengendalikan diri akan meningkat.

Dengan pengendalian diri inilah seseorang tidak akan mudah mengalami bad mood. Meski hal buruk sedang terjadi, kemungkinan besar tetap bisa

berpikir dengan jernih.

c. Menerima keadaan dan bahagia

Menjadi bahagia adalah pilihan. Bahkan dengan keadaan yang biasa sekali pun seseorang tetap bisa bahagia dengan baik. Sebaliknya, jika tidak bisa menerima keadaan seseorang akan cenderung pemarah, hidup tidak akan menjadi tenang dan bahagia.

d. Menjadi lebih bijaksana

Terbiasa berpikir dahulu dan mengendalikan emosi dengan baik akan membuat seseorang menjadi bijaksana. Ketika ada masalah atau dihadapkan pada suatu hal, seseorang dapat menyikapinya dengan lebih bijak.

e. Kemampuan penyelesaian masalah

Mengendalikan emosi atau memiliki emotional quotient yang baik tidak hanya akan membuat seseorang menjadi tenang dan mudah mengendalikan diri. Namun, juga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik. Dengan pikiran yang tenang, seseorang tidak akan tergesa-gesa dalam bertindak. Semua akan dipikirkan matang-matang, agar bisa menyelesaikannya dengan sempurna.

(35)

17 3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Salovey (dalam Husada, 2013) mengidentifikasi lima aspek utama kecerdasan emosi, yaitu:

a. Mengenali diri sendiri

Kecerdasan diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.

Ketidakmampuan seseorang untuk mengenali perasaannya sendiri membuat orang tersebut berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang handal dalam kehidupan mereka karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan masalah pribadi.

b. Mengelola emosi

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri seseorang. Orang- orang yang belum matang dalam keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung dan rendah diri, sementara orang yang sudah matang akan bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari pengalaman kehidupannya yang kurang beruntung.

c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan melalui memberi perhatian untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri serta untuk berkreasi. Orang-orang yang dapat mengendalikan kesenangannya cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

(36)

18 d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan ini disebut dengan empati yang merupakan kemampuan dasar dalam membangun relasi sosial dengan orang lain. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

e. Membina hubungan

Seni membina hubungan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain;

mereka adalah bintang-bintang pergaulan (Goleman, 2010).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa kemampuan setiap orang itu berbeda-beda dalam aspek-aspek tersebut. Ada beberapa orang yang terampil mengatasi kecemasan dalam diri, tetapi agak kerepotan dalam meredam emosi orang lain. Kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki dengan upaya yang tepat.

4. Karakteristik Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi

Dapsari (Casmini, 2007) mengemukakan ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi sebagai berikut:

a. Optimal dan selalu positif dalam menangani situasi-situasi yang terjadi dalam hidupnya dan dalam menangani tekanan masalah yang dihadapi.

b. Terampil dalam mengelola emosinya, dimana orang tersebut terampil dalam menangani kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi.

(37)

19

c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi yang meliputi intensionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antarpribadi, dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.

e. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient, dan kinerja optimal.

Eric Schaps (dalam Goleman, 2010) mengemukakan ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, yaitu 1) lebih tegas dan bertanggungjawab, 2) lebih populer dan mudah bergaul, 3) suka menolong dan bersifat sosial, 4) lebih memahami orang lain, 5) lebih tenggang rasa, perhatian, 6) lebih pintar menerapkan strategi yang lebih peduli lingkungan untuk menyelesaikan konflik antarpribadi, 7) lebih demokratis, 8) lebih harmonis, 9) lebih terampil dalam menyelesaikan konflik.

5. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Hurlock (2003) terdapat beberapa faktor utama yang memiliki andil besar dalam peningkatan kecerdasan emosional, yakni:

a. Lingkungan Keluarga

Keharmonisan yang tercermin dalam keluarga pun menjadi salah satu stimulasi dalam perkembangan emosi masing-masing personil keluarga karena keluarga memiliki fungsi dasar sebagai wadah untuk dapat saling memberikan rasa memiliki, aman, cinta dan mengembangkan relasi yang baik antar sesama anggotanya. Keharmonisan keluarga dan suasana rumah yang

(38)

20

berisi kebahagiaan, sedikit kemarahan, kecemburuan, dan dendam akan membuat anak lebih banyak memiliki kesempatan untuk hidup bahagia.

b. Lingkungan Sekolah

Menurut Hurlock (2003), sekolah memiliki peran dalam perkembangan kepribadian anak. Ia mengatakan bahwa sekolah adalah penentu dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku. Oleh karenanya, seorang guru disini memiliki peran krusial dalam kontrol perilaku anak nantinya ketika dirumah.

c. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial yang kondusif akan mampu mencerdaskan aspek emosi anak karena hal tersebut mampu memunculkan perasaan berharga di dalam dirinya sehingga ia selalu berusaha melakukan perbaikan diri menuju kedewasaan.

Goleman (2010) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh dua faktor pembentuk, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak yaitu jasmani dan psikologi anak, sedangkan faktor eksternalnya adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung, termasuk di dalamnya adalah pola asuh orang tua. Pola asuh yang diterapkan orang tua sangat berpengaruh bagi perkembangan emosi anak. Pola asuh sangat mempengaruhi kendali diri anak, empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat sehingga dapat dikatakan

(39)

21

bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kecerdasan emosional anak.

B. Hakikat Pola Asuh Demokratis Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis merupakan sebuah pola asuh yang menjadikan orang tua sebagai penentu aturan. Orang tua berhak untuk membuat sejumlah peraturan yang diberlakukan bagi anggota keluarganya, termasuk untuk dipatuhi sang anak. Dalam pola asuh demokratis ini, meskipun peraturan sepenuhnya dibuat oleh orang tua, anak masih diberi kesempatan untuk bertanya mengenai alasan pembuatan aturan itu. Artinya, anak memiliki hak untuk mengetahui dan memahami mengapa orang tua memberikan aturan tersebut. Dalam pola asuh ini, anak juga dapat ikut andil untuk mengajukan keberatan, memberikan alasan terkait peraturan yang ada (Shochib, 2010).

Kehangatan dan kasih sayang tetap diberikan pada pola asuh demokratis.

Namun, di sisi lain orang tua juga mendidik anak dengan tegas perihal aturan dan kedisiplinan. Orang tua akan menuntut tanggungjawab dan kemandirian meski memberikan anak kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Selain itu, pemberian apresiasi atau pujian saat anak melakukan perilaku sosial yang baik, dan hukuman akibat perilaku yang salah.

Hurlock (2003) mengatakan bahwa pola asuh demokratis menekankan pada aspek edukatif atau pendidikan dalam membimbing anak sehingga orangtua lebih sering memberikan pengertian, penjelasan, dan pengarahan untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tersebut diharapkan.

(40)

22

Selanjutnya menurut Bahri (2014), pola asuh demokratis dapat membentuk anak memiliki tanggungjawab, kepedulian antar sesama, dan mengembangkan kompetensi kepemimpinan yang dimilikinya.

Pradani (2017) menyebutkan bahwa semestinya orang tua menerapkan pola asuh yang positif. Pola asuh yang positif akan menumbuhkan konsep diri dan pemikiran yang positif pada anak. Sementara pola asuh bisa dikatakan negatif apabila orang tua sering melakukan tindakan-tindakan negatif pada anak dalam pengasuhan. Misalnya, suka memukul anak, mengabaikan, merendahkan diri anak, tidak adil, sering marah, menghina, dan lain sebagainya.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis merupakan suatu bentuk pengasuhan yang dilakukan orang tua kepada anaknya dengan memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan tersebut tidak mutlak, dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan anak. Dengan demikian, pola asuh demokratis ini memberikan ruang terbuka kepada anak untuk mengemukakan pendapat dan mengeksplorasi dunianya secara luas namun tidak melewati batas atau aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Pola asuh demokratis memiliki peran penting dalam perkembangan, kualitas pendidikan, kepribadian anak serta kecerdasan emosional anak. Oleh karena itu, pola asuh demokratis yang diterapkan orang tua perlu mendapatkan perhatian.

2. Aspek Pola Asuh Demokratis

Keluarga adalah lingkungan sosial pertama dan utama bagi anak. Hal inilah yang menjadikan pola asuh pada anak sangatlah penting, khususnya pola

(41)

23

asuh demokratis yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh demokratis dimaksudkan untuk mewujudkan kedewasaan mental bagi anak. Secara prinsip, menurut Waruan (dalam Utami 2009) aspek utama pola asuh demokratis orangtua diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan pola hubungan yang unik di antara dua orang manusia atau lebih. Pola hubungan ini ditandai oleh adanya perasaan saling menghormati, saling memperhatikan, saling mengasihi, dan saling memberi. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa kasih sayang merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga dapat mempengaruhi kehidupannya. Anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orang tuanya akan menjadi anak-anak yang memiliki ketajaman nurani sehingga mampu memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian atau pertukaran informasi (gagasan, ide, pesan) dari satu pihak ke pihak yang lain baik secara verbal maupun non-verbal. Dalam komunikasi tidak hanya terjadi pertukaran informasi, namun juga terjadi kesepahaman antar kedua belah pihak.

Dalam hubungan orang tua dengan anak, penting bagi orang tua untuk menciptakan komunikasi yang terbuka dan efektif dengan anak-anaknya sehingga anak dapat merasa didengarkan dan dipahami yang akhirnya menumbuhkan penilaian positif dan penghargaan dalam diri sang anak.

(42)

24 c. Kontrol

Artinya, orang tua melindungi dan mengawasi anak sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang orang tua pada anaknya untuk meminimalisir aktivitas-aktivitas negatif yang dilakukan anaknya, seperti kenakalan remaja, kriminalitas, dan penyalahgunaan narkotika.

d. Tuntutan Kedewasaan

Tuntutan kedewasaan adalah sikap, artinya kondisi diri seseorang yang dibentuk supaya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada saat anak-anak dewasa, maka ia dituntut untuk mampu memutuskan segala sesuatu secara mandiri, tidak bergantung dengan orang lain, umur, dan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.

3. Karakteristik Pola Asuh Demokratis

Menurut Diana Baumrind (dalam Sutanto, 2019) terdapat empat karakteristik pola asuh demokratis sebagai berikut:

a. Orang tua menghargai pendapat, keputusan, minat, dan kepribadian anak b. Orang tua memberikan kehangatan dan kasih sayang yang dibutuhkan anak,

tetapi tetap memberikan batasan yang tegas dalam mendisiplinkan anak c. Orang tua dan anak saling memberikan dukungan dan menghargai setiap

keberhasilan yang dicapai anak

d. Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan dan memaksakan kehendak melampaui kemampuan anak

Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pola asuh demokratis adalah memberikan anak kesempatan untuk

(43)

25

mandiri dalam menentukan keputusan, minat, dan pendapatnya serta menjalin relasi yang hangat antara orang tua dengan anak.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Demokratis Orang tua

Setiap orang tua akan merasa bahwa pengasuhan pada anak telah tepat dan sempurna. Adapun sejumlah faktor yang mempengaruhi perbedaan pola asuh pada anak antara lain sebagai berikut:

a. Pendidikan Orang Tua

Riset Sir Godfrey Thomson (1957) menunjukkan bahwa pendidikan disebut sebagai elemen yang memiliki pengaruh utama atas individu dalam menghasilkan perubahan-perubahan, baik dalam tingkah laku, pikiran, maupun dalam bersikap (Pradani, 2017). Latar belakang pendidikan orang tua akan mempengaruhi bagaimana cara orang tua mengasuh anak, bagaimana menyikapi perkembangan mental anak, dan berbagai hal yang berkaitan dengan pengasuhan anak.

b. Pengalaman

Pengalaman di masa lalu memiliki hubungan yang sangat erat dengan pola asuh maupun sikap orang tua kepada anaknya. Orang tua akan mengasuh berdasarkan nilai-nilai dan prinsip yang dianut, tipe kepribadian orang tua, kehidupan perkawinan orang tua, dan alasan memiliki anak (Afthoni, 2013). Cara merawat, mengasuh, dan mendidik orang tua tersebut akan membentuk pola dan sikap anak di kemudian hari.

(44)

26 c. Lingkungan

Lingkungan yang ada di sekitar anak juga sangat mempengaruhi perkembangan anak. Misalnya, bagaimana nilai moral dan aturan yang ada di masyarakat atau bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal anak tersebut. Pradani (2017) menyebutkan bahwa saat lingkungan memengaruhi perkembangan anak, maka sudah dapat dipastikan pola asuh orang tua juga akan terpengaruh. Lingkungan akan mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya.

d. Kepribadian Orang Tua

Sadar atau tidak, orang tua biasanya akan melibatkan kepribadiannya saat berhadapan dengan anak. Jika orang tua tersebut otoriter, maka pola asuh yang diterapkan biasanya kaku, tidak membebaskan anak dan sangat tergantung pada orang tua. Berbeda halnya jika orang tua memiliki kepribadian yang terbuka, orang tua tersebut biasanya menerapkan pentingnya komunikasi dan pendapat anak.

e. Status Sosial Ekonomi

Pola asuh yang diterapkan orang tua juga bergantung pada bagaimana status soial ekonomi. Orang tua dengan sosial ekonomi menengah ke atas biasanya lebih concern terhadap perkembangan anak sehingga orang tua akan terus memantau perkembangan diri, sosial, dan intelektual anak.

Bertentangan dengan hal tersebut, orang tua dengan sosial ekonomi ke bawah biasanya lebih membebaskan anak mereka.

(45)

27 f. Keyakinan

Keyakinan yang dianut orang tua biasanya memiliki cara atau panduan bagaimana membesarkan anak dengan benar. Setiap keyakinan mungkin memiliki cara yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya semua keyakinan memiliki esensi yang sama, yaitu menuju kebaikan.

g. Budaya

Budaya setempat juga mempengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua pada anak. Seringkali orang tua mengikuti cara yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam mengasuh anak. Orang tua biasanya akan mengikuti adat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini dikarenakan pola-pola berdasarkan budaya dinilai berhasil dalam mendidik anak menuju ke arah kematangan anak.

5. Efek Pola Asuh Orang Tua yang Demokratis

Lie dan Prasasti (2004) mengemukakan beberapa efek positif pola asuh orang tua yang demokratis sebagai berikut:

a. Kemandirian

Apabila orang tua dapat membimbing anak dengan baik, anak akan belajar dengan rajin dan bersemangat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif bagi kemajuannya sendiri.

b. Terjalin Hubungan yang Harmonis

Pola pengasuhan positif yang diterapkan orang tua pada anaknya dapat menciptakan hubungan yang harmonis karena interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak terjaga.

(46)

28

c. Mengembangkan Rasa Percaya Diri Anak

Apabila anak memiliki banyak kegiatan lalu orang tuanya mendukung, tentu si anak akan memiliki rasa percaya diri yang cukup. Bila anak salah, tentu ada orang tua yang meluruskannya. Bila ada anak sedang down, juga ada orang tua yang memotivasinya.

d. Mengasah Kemampuan Kognitif Anak

Orang tua dengan pengasuhan positif akan selalu memperhatikan anak, apalagi dalam pendidikannya. Orang tua akan mengajarkan hal-hal baru.

Hal tersebut dapat mengasah kemampuan kognitif anak.

Santrock (2012) menyatakan bahwa anak dengan orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan memiliki kontrol dan mampu mengendalikan dirinya dengan baik, memiliki orientasi pada pencapaian prestasi, mampu berinteraksi dengan baik dengan teman sebaya, mampu bekerja sama serta mampu mengelola emosinya dengan baik. Selain itu, anak dengan pola asuh demokratis yang diterapkan orang tuanya cenderung lebih mandiri, bahagia, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

C. Kaitan Pola Asuh Demokratis dengan Kecerdasan Emosional

Pada masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Pada masa pencarian jati diri ini, remaja akan mengalami proses pendewasaan secara fisiologis dan secara psikologis. Dalam Aprilianto (2013), disebutkan bahwa dewasa dimulai sejak seseorang berusia 17 tahun. Sementara secara fisiologis, dewasa dimulai sejak seseorang memiliki kesiapan untuk melakukan fungsi reproduksinya. Kedewasaan seseorang secara psikologis tidak dapat disamakan

(47)

29

dengan kedewasaan secara fisik karena kedewasaan fisik akan tumbuh secara otomatis, namun kedewasaan psikologis tidak. Hal tersebut yang membuat peran orang tua menjadi sangat penting bagi anak, yaitu keterlibatan orang tua dalam pengasuhan. Maka dari itu, proses interaksi, perlakuan, dan kegiatan untuk membentuk kedewasaan mental seorang anak disebut dengan pola asuh/pengasuhan.

Peran orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak sangat penting.

Dalam Setyawati (2015), pola asuh merupakan proses mempromosikan dan memberikan dukungan secara fisik, emosi, sosial, dan intelektual anak dari bayi hingga dewasa. Seperti diketahui bahwa keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran penting dalam memberi dukungan, kasih sayang, arahan, dan pengawasan pada anak. Dalam keluarga, orang pertama yang dikenal anak adalah orang tua sehingga pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak sangatlah penting.

Dalam pola asuh sendiri terdapat beberapa macam pola asuh seperti otoriter, permisif, dan demokratis. Pradani (2017) menyebutkan bahwa semestinya orang tua menerapkan pola asuh yang positif. Pola asuh dikatakan positif apabila orang tua mampu berpikir positif pada anak sehingga anak memiliki konsep diri dan pemikiran yang positif. Sedangkan pola asuh dikatakan negatif apabila orang tua sering melakukan tindakan-tindakan negatif seperti memukul anak, mengabaikan, merendahkan diri anak, tidak adil, sering marah, menghina, dan lain sebagainya. Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang ideal untuk diterapkan guna mengembangkan kecerdasan emosional anak

(48)

30

adalah pola asuh demokratis sebab orang tua memberikan kasih sayang dan kehangatan, memberikan apresiasi saat anak menunjukkan perilaku yang baik, memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, namun tetap menuntut kemandirian dan tanggungjawab pada anak serta memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan. Orang tua membimbing dan mengarahkan anak serta memiliki pandangan terhadap masa depan anak.

Anak dengan pola asuh demokratis akan tumbuh menjadi pribadi yang hangat, ramah, bahagia, dan memiliki pengendalian diri yang baik karena dapat mengekspresikan emosinya secara tepat dan wajar. Sejalan dengan pendapat Salovey dan Mayer (dalam Husada, 2013) bahwa kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengidentifikasi dan mengendalikan perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain. Pengendalian diri merupakan kemampuan dalam mempertahankan dorongan emosi serta memahami emosi untuk diarahkan pada tindakan-tindakan yang positif dan ketika seseorang memiliki kecerdasan emosi yang baik, dia akan semakin dapat mengendalikan emosinya.

Kecerdasan emosional menurut Salovey (dalam Husada, 2013) merupakan kemampuan individu mengontrol fungsi emosinya dengan intelegensi, keselarasan emosi, dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, memotivasi diri sendiri, empati, dan keterampilan sosial. Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosional jika mampu mengenali emosi diri sendiri, dapat mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan dapat membina hubungan yang baik.

Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yakni faktor

(49)

31

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Dalam faktor lingkungan keluarga, pola asuh sangat berpengaruh pada kepribadian dan perilaku anak. Maka dari itu, pola asuh orang tua yang demokratis merupakan salah satu faktor pembentuk kecerdasan emosional anak sehingga dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional pertama kali dibentuk dan dimulai dari lingkungan keluarga terutama orang tua.

D. Hasil Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Melda (2018) dengan judul “Hubungan Antara Pola Asuh Authoritative Dengan Kecerdasan Emosional Pada Remaja” di Kota Malang dengan jumlah responden sebanyak 272 menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara pola asuh authoritative dengan kecerdasan emosional remaja (r = 0,390).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yunus (2015) dengan judul “Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Kecerdasan Emosional Pada Remaja di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo” dengan jumlah sampel sebanyak 79 siswa menunjukkan bahwa terdapat siswa yang mendapatkan pola asuh demokratis baik dengan kecerdasan emosional tinggi sebanyak 39,2% dan kecerdasan emosional sedang sebanyak 12,7%. Berdasarkan hasil uji Chi- Square, diketahui terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmansyah (2017) dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Kecerdasan Emosional Siswa-Siswi MAN 1

(50)

32

Sidoharjo” menunjukkan bahwa pola asuh demokratis orang tua memiliki pengaruh terhadap kecerdasan emosional siswa-siswi MAN 1 Sidoharjo.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Sisrazeni (2018) dengan judul “Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional dan Sikap Keberagaman Mahasiswa Batusangkar” dengan sampel sebanyak 45 orang mahasiswa menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kecerdasan emosional.

Berdasarkan hasil keempat penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh demokratis yang diterapkan orang tua dengan baik dapat meningkatkan kecerdasan emosional remaja. Relevansi pada penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah peneliti meneliti mengenai variabel pola asuh demokratis orang tua dan variabel kecerdasan emosional remaja serta menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

E. Kerangka Berpikir

Penelitian ini mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional remaja mencakup variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis orang tua, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional. Sehingga kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(51)

33 Pola asuh

demokratis

Gambar 2.1

untuk merasakan emosinya, merasa dihargai, dan diperhatikan.

Dampak positif yang ditimbulkan oleh remaja karena pola asuh domkratis orangtuanya:

1. Mengenali diri sendiri 2. Mampu mengelola

emosinya

3. Memotivasi diri sendiri 4. Mampu mengenali emosi

orang lain

5. Membina hubungan yang harmonis

Remaja memiliki kecerdasan emosional yang tinggi karena pola asuh demokratis yang diterapkan dalam mendidik dan membimbing anaknya.

sayang, komunikasi, kontrol, dan tuntutan kedewasaan pada anaknya.

(52)

34 F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka dapat diajukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Hipotesis Kerja (Ha)

Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Pangudi Luhur Sedayu.

2. Hipotesis Null (Ho)

Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Pangudi Luhur Sedayu.

Gambar

Tabel 4.4. Kategori Capaian Skor Item Pengukuran Kecerdasan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir...............................................................................32  Gambar 4.1 Hasil Kategorisasi Penerapan Pola Asuh Demokratis........................59  Gambar 4.2 Hasil Kategorisasi Kecerdasan Emosional Remaja
Tabel 3.7  Kriteria Guilford
Tabel 3.8  Hasil Uji Reliabilitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh guru BK SMA di Sleman sudah sepakat menggunakan Panduan Operasional Pelaksanaan BK (POP BK) sebagai arah penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di

1) Siswa tersebut memilih karier atas bakat, minat, cita-cita, kekuatan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Siswa yang mengetahui kemampuan/ potensinya, mengetahui

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan loyalitas pada teman sebaya akan sangat berperan penting jika tidak seimbang dengan kontrol diri yang baik maka dari itu untuk

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat memberi pendekatan dan ruang yang lebih kepada mahasiswa untuk menjaga serta

Efikasi diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri dalam konteks belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa SMP kelas IX dan yang

Pernyataan “Dalam berkomunikasi, saya termasuk orang yang sulit dalam merangkai kata” menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal mahasiswa Bimbingan dan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat kecenderungan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi