• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Usulan Topik-Topik Bimbingan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Gabriela Yullian Hemas NIM: 141114061

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)

iv

Jika kamu gagal mendapatkan sesuatu, hanya satu hal yang harus kamu lalukan, coba lagi!”

(5)

v

Saya persembahkan karya ini bagi

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberkati dan selalu menguatkan saya selama menjalani studi.

2. Kedua Orang tua Tercinta Joko Purwoko & Sri Munjiah yang selalu mendoakan dan memberikan semangat dalam menyelesaikan studi saya

3. Kakak saya Agnes Erna Decyansita dan adik saya Nabil Bisma Indratmatma, keluarga besar saya, Rizal Subarkah Hadiyanto yang selalu mendoakan.

4. Sahabat-sahabat terbaik, Lina Rahmawati, Cristian Ade Prasetia, Dinda Tiara Putri Rasadi, Ana Rosminarti, Monica Wuluh Gandasuli, Yohanes Billy Cahyadi, Konstantius Dwi Putra Sanjaya dan teman-teman BK Angkatan 2014 yang selalu memberi dukungan dan motivasi selama proses studi.

5. Dosen pembimbing tercinta Bapak Juster Donal Sinaga,M.Pd yang selalu mendorong dan memberi banyak masukan dalam mengerjakan skripsi.

(6)
(7)
(8)

viii

(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, dan Implikasinya Terhadap Penyusunan

Usulan Topik-Topik Bimbingan)

Gabriela Yullian Hemas Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2018

Penelitian ini bertujuan:(1) mendeskripsikan tingkat kemampuan berempati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018; (2) Membuat usulan topik-topik bimbingan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berempati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018. Subjek penelitian berjumlah 68 mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Kuesioner Tingkat Kemampuan Berempati. Kuesioner yang disusun terdiri dari 34 item berdasarkan aspek empati, yaitu: (1) Perpective tacking (Pengambilan Perspektif), (2) Fantasy (Imajinasi), (3) Empatic Concern (Perhatian Empatik), (4) Personal Distress (Distres Pribadi). Nilai koefisien reliabilitas instrumen 0,905. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif yang mengacu pada norma kategorisasi dengan jenjang sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Angkatan 2016 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 memiliki empati yang rata-rata tergolong tinggi, yakni 0 atau 0% responden menunjukkan empati sangat rendah, 0 atau 0% menunjukkan responden yang mempunyai empati rendah, 15 atau 22% mahasiswa memiliki empati sangat tinggi, 49 atau 72% mahasiswa memiliki empati yang tinggi, dan 4 atau 6% mahasiswa memiliki empati rendah. Dari hasil perhitungan skor item ditemukan tiga item terendah. Diusulkan topik-topik bimbingan berdasarkan ketiga butir item tersebut sebagai berikut : 1) Aku pendengar yang baik, 2) Tingkatkan kepedulianmu terhadap sesama, 3) Redam emosimu! Kata Kunci : Empati, topik bimbingan, mahasiswa

(9)

ix

THE STUDENTS EMPHATY LEVEL

(A Descriptive Study on Guidance and Counseling Study Program 2016’s Students of Sanata Dharma University, and The Implication on The Arrangement of

Proposed Guidance Topics)

Gabriela YullianHemas Sanata Dharma University

Yogyakarta 2018

This study was aimed to: (1) describe the empathy level of Guidance and Counseling Study Program 2016’sstudent of Sanata Dharma University Yogyakarta Year 2017/2018; (2) make suggestions of appropriate guidance topics to improve empathy levelof 2016’s students of Guidance and Counseling Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta Year 2017/2018. The subjects of the study were 68 students of 2016 of Guidance and Counseling Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta Year 2017/2018.

This type of research was descriptive quantitative research. The data collection in this study was using the Empathy Level Questionnaire. The questionnaire consisted of 34 items based on empathy aspects, namely: (1) Perspective tacking, (2) Fantasy (Imagination), (3) Empathic Concern, (4) Personal Distress. The instrument reliability coefficient value was 0.905. Data analysis technique used in this research was descriptive analysis which refers to norm of categorization with very high, high, medium, low, and very low level.

The results of this study indicate that most of the students of the 2016 Class of Guidance and Counseling Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta in the year 2017/2018 considered have a high empathy level in general that in detail are as follows; 0 or 0% of respondents show very low empathy, 0 or 0% have low empathy, 15 or 22% of students have very high empathy, 49 or 72% of students have high empathy, and 4 or 6% of students have low empathy. From the calculation of item scores found lowest three items. Proposed guiding topics based on these three items are as follows: 1) I am a good listener, 2) Increase your concern for others, 3) Lighten your emotions!

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-Nya yang mengagumkan sehingga tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan. Peneliti menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi peneliti. Oleh karena itu, secara khusus peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd,M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Prodi Bimbingan dan Konseling.

3. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing yang selalu mendampingi proses penulisan skripsi dengan penuh kesabaran, telaten, selalu memberikan waktu, saran, motivasi kepada penulis dalam perjalanan menyesaikan skripsi.

4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dan membagi ilmunya selama masa studi.

5. Bapak Stefanus Priyatmoko yang dengan sabar membantu bidang administrasi selama peneliti menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

6. Mahasiswa-mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2016 Tahun Ajaran 2017/2018 atas kerjasama dan kesediaannya untuk mengisi kuesioner penelitian ini.

(11)
(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4 C. Pembatasan Masalah ... 4 D. Rumusan Masalah ... 5 E. Tujuan Penelitian ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 6 G. Definisi Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Hakikat Empati ... 8

1. Pengertian Empati ... 8

2. Aspek Empati ... 10

3. Komponen-komponen Empati ... 11

4. Ciri-ciri Individu Berempati ... 13

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati ... 15

B. Hakikat Mahasiswa ... 16

1. Pengertian Mahasiswa ... 16

(13)

xiii

2. Fungsi-fungsi Layanan Bimbingan ... 22

3. Penyusunan Teori Layanan Bimbingan ... 23

D. Kajian Penelitian yang Relevan ... 25

E. Kerangka Berpikir ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

C. Subyek Penelitian ... 29

D. Variabel Penelitian ... 29

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 30

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44 B. Pembahasan ... 46 BAB V PENUTUP ... 53 A. Kesimpulan ... 53 B. Keterbatasan Penelitian ... 54 C. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ... 58

(14)

xiv

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir………..………...25

Tabel 3.1 Jumlah Subyek Penelitian ... 28

Tabel 3.2 Norma Skoring Kuesioner Kemampuan Berempati ... 30

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Kemampuan Berempati ... 31

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Validitas ... 34

Tabel 3.5 Kisi-kisi Kemampuan Berempati dengan 29 Item Valid ... 35

Tabel3.6 Reliabilitas Item ... 36

Tabel 3.7 Kriteria Guilford ... 37

Tabel 3.8 Penentuan Kriteria Secara keseluruhan ... 38

Tabel 3.9 Norma Kategorisasi Kemampuan Berempati ... 40

Tabel 3.10 Norma Kategori Skor Item Kemampuan Berempati Mahasiswa ... 41

Tabel 4.1 Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa ... 42

Tabel 4.2 Kategorisasi Skor Item Kemampuan Berempati Mahasiswa ... 44

Tabel 4.3 Tiga Skor Terendah Item Kemampuan Berempati ... 45

Tabel 4.4 Usulan Topik-topik Pendampingan ... 50

DAFTAR DIAGRAM Diagram 4.2 Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa …...43

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional dari istilah-istilah pokok yang digunakan.

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial dimana manusia tidak bisa hidup tanpa adanya kehadiran orang lain dilingkungan sekitarnya. Sebagai makhluk sosial hendaknya manusia saling tolong menolong satu sama lain dan mengadakan interaksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam perkembangannya manusia mempunyai kebutuhan yang kuat untuk berkomunikasi dan keinginan untuk mempunyai banyak teman, namun kadang-kadang untuk membangun hubungan antar teman itu sendiri tidak mudah, seseorang harus memiliki penerimaan diri yang baik agar tercipta suatu hubungan yang baik dan sehat.

Mahasiswa sebagai calon intelektual muda yang sedang mengalami proses belajar dituntut untuk memiliki tanggung jawab dalam bertingkah laku sesuai dengan norma masyarakat, berintelektual tinggi, dan dapat memberikan contoh yang baik pada masyarakat. Mahasiswa dianggap mampu merasakan, memahami, dan peduli terhadap sesama maupun bagi orang lain. Dengan kata lain masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap mahasiswa. Selain di masyarakat, lingkungan di mana mahasiswa tersebut belajar juga mengharapkan

(16)

hal serupa dengan yang diharapkan pada masyarakat. Salah satu perilaku/sikap mahasiswa yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang optimal adalah empati. Sikap empati sangatlah diperlukan dalam membangun hubungan baik dengan masyarakat atau teman sebaya. Sikap empati dapat mengajarkan bagaimana cara memahami lingkungan, teman sebaya maupun membantu ketika teman sedang menghadapi masalah. Tanpa empati, individu tidak bisa menyelami pikiran dan perasaan orang lain, serta tidak bisa saling memahami apa yang sedang dialami oleh orang-orang disekitar.

Faktor terpenting yang mendorong seseorang dalam memberikan pertolongan salah satunya adalah empati. Menurut Sutardi (2007) Empati dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain oleh seorang individu atau suatu kelompok masyarakat.

Dalam memahami seorang lain Individu seolah- olah masuk dalam diri orang lain sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana yang dirasakan dan dialami oleh orang lain itu, tetapi tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.

Manfaat yang dapat kita temukan apabila kita mempunyai kemampuan berempati adalah menghilangkan sikap egois, menghilangkan kesombongan dan mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri.Dengan begitu empati sangat bermanfaat bagi seseorang untuk hidup ditengah-tengah masyarakat.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, kepedulian mahasiswa terhadap orang lain dan lingkungan disekitar semakin menurun. Dapat dikatakan bahwa

(17)

mahasiswa lebih menggunakan konsep hidup menyenangkan diri sendiri dahulu baru orang lain. Hal ini mengakibatkan mahasiswa menjadi makhluk yang individual dan tidak memperdulikan keadaan orang-orang di sekitar mereka.Hal ini dapat dilihat dari situasi sehari-hari yang dialami, ketika seseorang membutuhkan bantuan, seseorang cinderung tidak mau membantu dan membiarkan begitu saja.Hanya beberapa dari mereka yang tergerak hatinya untuk mau membentu tanpa memikirkan dirinya sendiri.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, mahasiswa atau anak-anak muda lebih mementingkan gaya (fashion) dimana mereka secara terang-terangan berlomba agar terlihat modern dan tidak ketinggalan jaman. Hal tersebut membuat mereka tidak memperdulikan keadaan beberapa teman mereka yang tidak bisa mengikuti gaya (fashion) yang sedang menjadi trend lantaran kondisi ekonomi mereka yang pas-pasan.

Fokus penelitian ini adalah mengukur seberapa tinggi tingkat empati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(18)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Tingkat empati mahasiswa di masyarakat dan di sekitar tempat kuliah rendah

2. Kepekaan yang dimiliki mahasiswa terhadap apa yang sedang dialami oleh orang-orang di sekitar kurang.

3. Mahasiswa cenderung acuh tak acuh terhadap situasi dan kondisi yang dialami oleh orang-orang disekitar mereka.

4. Kepedulian mahasiswa terhadap orang lain dan lingkungan disekitar semakin rendah.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini mempunyai batasan-batasan yang perlu diketahui agar dalam membahas penelitian ini, peneliti tidak meluas dan tidak menimbulkan terjadinya penyimpangan permasalahan yang ada, maka peneliti membatasi permasalahan yaitu memfokuskan pada tingkatempati.Subyek penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi angkatan 2016 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

(19)

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seberapa tinggi tingkat empati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

2. Berdasarkan item-item yang perolehan skornya rendah, topik-topik bimbingan apa saja yang relevan diusulkan untuk meningkatkan empati mahasiswa Angkatan 2016 Progam Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan seberapa tinggi kemampuan empati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan KonselingUniversitas Sanata Dharma.

2. Mengidentifikasi item-item yang perolehan skornya rendah, sebagai dasar penyusunan topik-topik yang relevan untuk meningkatkan empati mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

(20)

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperkaya wawasan tentang konsep empati dalam ilmu Bimbingan dan Konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dosen/ Program Studi Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat dan pengetahuan mengenai tingkat berempati mahasiswa angkatan 2016 program studi Bimbingan dan Konseling.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk mengembangkan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan mengembangkan sikap-sikap ilmiah sebagai mahasiswa, serta menambah wawasan peneliti mengenai empati.

c. Bagi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Penelitian berguna bagi mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling untuk menambah wawasan serta dapat meningkatkan empati terhadap orang-oraang disekitar.

(21)

G. Definisi Operasional 1. Empati

Empati adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk merasakan apa yang sedang dirasakan dan dialami oleh orang lain tetapi tidak terlarut dalam suasana.

2. Topik-topik Bimbingan

Topik Bimbingan adalah topik yang di berikan pada saat pemberian bantuan baik kepada individu maupun kelompok yang sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dialaminya, sehingga mereka mendapatkan manfaat langsung dari layanan yang diberikan.

3. Topik bimbingan pribadi sosial merupakan materi yang disampaikan kepada siswa yang disusun berdasarkan kebutuhan atau masalah siswa, yang teridentifikasi melalui capaian skor instrumen kemampuan berempati. 4. Mahasiswa

Mahasiswa merupakan individu dalam tahap dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Dewasa awal mempunyai salah satu tugas perkembangan yaitu menemukan identitas diri yang sesungguhnya.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dijelaskan hakikat empati, komponen-komponen empati, ciri-ciri empati, faktor yang mempengaruhi empati, hakikat mahasiswa, mahasiswa sebagai remaja akhir, ciri-ciri remaja akhir atau dewasa Awal.

A. Hakikat Empati 1. Pengertian Empati

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati adalah kemampuan seseorang ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain, seseorang tersebut tidak hanyut dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang lain.

Menurut Howe(2015:15) pakar psikologi Edward Titchener, pada 1909, pertama kali menggunakan istilah empathy sebagai penerjemahan bahasa Inggris dari kata JermanEinfuhlung .etimologinya berasal dari kata Yunani empatheia, artinya memasuki perasaan orang lain atau ikut merasakan keinginan atau kesedihan seseorang. Empati dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi apa yang sedang

(23)

dipikirkan atau dirasakan oleh orang lain dalam rangka untuk merespon pikiran dan perasaan mereka dengan sikap yang tepat .

Taufik (Ulfiatum, 2016) berpendapat bahwa empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan terhadap kondisi yang dialami orang lain, tanpa kehilangan kontrol dirinya. Terlepas dari aktivitas untuk memahami orang lain tersebut setiap individu juga harus tetap mempertimbangkan kontrol dirinya, sehingga individu secara sadar bisa malakukan empati dengan tidak hanyut dalam suasana orang lain melainkan memahami apa yang dirasakan orang lain.

Menurut Rosita (Ulfiatum, 2016) empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi dan merasakan perasaan orang lain. Pendapat yang hampir sama menurut Farida Harahap (Ulfiatum, 2016) menyatakan bahwa empati adalah kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain untuk melihat dari perspektif atau cara pandang orang lain. Rasa empati akan memudahkan seseorang untuk dapat menyampaikan pesan (massage) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Hal tersebut akan meminimalisir kemungkinan konflik dengan orang lain. Konflik yang sering terjadi biasanya karena maksud dari orang yang menyampaikan pesan itu tidak tersampaikan dengan baik kepada penerima pesan tersebut

(24)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian empati ialah kemampuan untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain dengan memusatkan perasaannya pada kondisi orang lain dengan tanpa kehilangan kontrol diri

2. Aspek Empati

Davis (Andromeda, 2014) menjelaskan aspek-aspek empati, antara lain:

a. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif)

Merupakan kecenderungan individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang lain. Pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku yang non-egosentrik, yaitu perilaku yang tidak berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi perilaku yang berorientasi pada kepentingan orang lain. Disini individu mulai merasakan dan mengambil alih perasaan yang sedang dialami oleh orang lain.

b. Fantasy (Imajinasi)

Merupakan kecenderungan seseorang untuk mengubah diri ke dalam perasaan dan tindakan karakter-karakter khayalan yang terdapat pada buku-buku, layar kaca, bioskop, maupun dalam

(25)

permainan-permainan. Seorang individu membayangkan bahwa dirinya sedang berada dalam masalah yang sedang dihadapi oleh orang lain.

c. Empathic concern (Perhatian Empatik)

Merupakan orientasi seseorang terhadap orang lain berupa simpati, kasihan, dan peduli terhadap orang lain yang mengalami kesulitan. Aspek ini berhubungan secara positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang lain. Pada aspek ini seorang individu mulai merasa kasihan dan ingin membantu orang lain yang sedang mempunyai masalah.

d. Personal distress (Distress Pribadi)

Merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan gelisah pada situasi interpersonal. Pada aspek ini seseorang individu merasa cemas dengan persoalan atau masalah yang sedang dialami oleh orang lain.

3. Komponen-komponen Empati a. Komponen Kognitif

Taufik (2012:44) menjelaskan komponen kognitif sebagai kemempuan untuk memperoleh kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dari memori dan kemampuan untuk memproses informasi semantik melalui pengalaman-pengalaman. Taufik juga menyimpulkan definisi komponen

(26)

kognitif empati berdasarkan pernyataan para ahli yakni kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu perilaku, kemampuan untuk menginat jejak-jejak intelektual dan verbal tentang orang lain, dan kemampuan untuk membedakan atau menyelraskan kondisi emosional dirinya dengan orang lain.

Howe (2015:23) melihat empati yang terdiri dari tiga proses: kemampuan kognitif untuk melihat, memahami dan mendiskripsikan keadaan-keadaan emosional orang lain; keterampilan kognitif yang lebih matang untuk melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain; dan sebuah respon emosional terhadap keadaan emosional orang lain.

b. Komponen Afektif

Menurut Taufik (2012: 51) empati sebagai aspek efektif merujuk pada kemampuan menyelaraskan pengalaman emosional pada orang lain. Aspek empati ini terdiri atas simpati, sensitivitas, dan sharing penderitaan yang dialami orang lain seperti perasaan dekat dengan kesulitan-kesulitas orang lain yang diimajinasikan seakan-akan dialami oleh diri sendiri. c. Komponen Kognitif dan Afektif

Howe (2015:23) mengatakan bahwa sensasi-sensasi fisik dapat dirasakan sebagai perasaan subjektif, dan perasaan-perasaan subjektif dapat dipikirkan, baik perasaan subjektif kita sendiri maupun orang lain. Empati merupakan hasil dari pikiran maupun perasaan. Ia terdiri dari

(27)

respons-respons afektif dan kognitif, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memahami mengapa orang lain tersebut mengatakanya.

d. Komponen Komunikatif

Munculnya komunikatif ini didasarkan pada asumsi awal bahwa komponen kognitif dan komponen afektif akan tetap terpisah bila antara keduanya tidak terjalin komunikasi. Empati bukan hanya mengetahui apa yang diraskan oleh orang lain dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, tetapi juga mengkomunikasikan dengan cara dan sikap yang baik, pengetahuan dan pemahaman kita tentang pengalaman emosional orang lain (Howe, 2015:25).

e. Ciri-ciri Individu Berempati

Menurut Goleman (Astuti, 2014) ciri-ciri orang yang berempati adalah sebagai berikut

a. Ikut merasakan (sharing feeling), yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, hal ini berarti individu mampu merasakan suatu emosi dan mampu mengidentifikasi perasaan orang lain.

b. Dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin seseorang mengetahui emosi diri sendiri, semakin terampil pula ia membaca emosi orang lain. Dengan hal ini. Ia berarti mampu membedakan antara apa yang

(28)

dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan meningkatkan kemampuan kognitif, khususnya kemampuan menerima perspektif orang lain dan mengambil alih perannya, seseorang akan memperoleh pemahaman terhadap perasaan orang lain dan emosi orang lain yang lebih lengkap, sehingga mereka lebih menaruh belas kasihan kemudian lebih banyak membantu orang lain dengan cara yang tepat.

c. Peka terhadap bahasa isyarat. Karena emosi lebih sering diungkapkan melalui bahasa isyarat (non verbal). Hal ini berarti bahwa individu mampu membaca perasaan orang lain dalam bahasa non verbal seperti wajah, bahasa tubuh, dan gerak-geriknya.

d. Mengambil peran (role taking), empati melahirkan perilaku konkrit. Jika individu menyadari apa yang dirasakan setiap saat, maka empati akan datang dengan sendirinya, dan lebih lanjut individu tersebut akan bereaksi terhadap isyarat-isyarat orang lain dengan sensasi fisiknya sendiri tidak hanya dengan pengakuan kognitif terhadap perasaan mereka, akan tetapi empati juga akan membuka mata individu tersebut terhadap penderitaan orang lain, dengan artian ketika seseorang merasakan penderitaan orang lain orang tersebut akan peduli dan ingin bertindak.

(29)

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati

Hoffman (Astuti, 2014) mengemukakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menerima dan memberi empati adalah sebagai berikut:

a. Sosialisasi

Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui permainan-permainan yang memberikan peluang kepada anak untuk mengalami sejumlah emosi, membantu untuk lebih berpikir dan memberikan perhatian kepada orang lain, serta lebih terbuka terhadap kebutuhan orang lain sehingga akan meningkatkan kemampuan berempatinya.

b. Mood and Feeling

Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik, maka dalam berinteraksi dan menghadapi orang lain ia akan lebih baik dalam menerima keadaan orang lain.

c. Situasi dan Tempat

Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandaingkan dengan situasi yang lain. Hal ini disebabkan situasi dan tempat yang berbeda dapat memberikan suasana yang berbeda pula.

(30)

Nah, suasana yang berbeda inilah yang dapat meninggi-rendahkan empati seseorang .

d. Komunikasi dan Bahasa

Komunikasi dan bahasa sangat mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dan menerima empati.Ini terbukti dalam penyampaian atau penerimaan bahasa yang disampaikan dan diterima olehnya.Bahasa yang baik memunculkan empati yang baik. Sedangkan komunikasi dan bahasa yang buruk akan menyebabkan lahirnya empati yang buruk.

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi empati adalah faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu, berupa cara ia menyikapi serta menghadapi orang lain, sedangkan faktor eksternal atau faktor yang mempengaruhi diluar individu salah satunya adalah komunikasi dan sosialisasi lingkungan sekitarnya.

B. Hakikat Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa merupakan individu dalam tahap dewasa awal.Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja.Dewasa awal mempunyai salah satu tugas perkembangan yaitu menemukan identitas diri yang

(31)

sesungguhnya. Hurlock (1980) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologi yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Santrock (1995) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya.Santrock juga mengemukakan bahwa masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial.

Mahasiswa sudah memasuki tahap dewasa awal, yang saat ini berusia 18-40 tahun. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.

Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak.Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip saling melengkapi.Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah seorang peserta didik yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di

(32)

perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.

2. Ciri-Ciri Mahasiswa sebagai Dewasa Awal

Hurlock (1980), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang menonjol dalam masa-masa dewasa awal sebagai berikut:

a. Masa dewasa awal sebagai masa pengaturan

Pada masa ini individu menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa, yang berarti seorang pria memulai bidang pekerjaan yang ditangani sebagai karirnya dan wanita diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

b. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah

Dalam tahun-tahun awal masa dewasa, banyak masalah yang harus dihadapi individu.Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan masalah yang dialami sebelumnya.

c. Masa dewasa awal sebagai masalah ketegangan emosional

Pada masa ini banyak individual sudah mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga lebih stabil dan lebih tenang.

(33)

d. Masa dewasa awal sebagai masa terasingan sosial

Keterasingan diintensikan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan masyarakat dewasa.

e. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen

Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan memiliki bertanggung jawab sendiri dan komitmen-komitmen sendiri.

f. Masa dewasa awal sering merupakan masa ketergantungan

Meskipun telah mecapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda.Ketergantungan ini mungkin pada orang yang membiayai pendidikan.

g. Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai

Perubahan individu karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dari kacamata orang dewasa.Perubahan nilai ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu; individu ingin diterima oleh anggota kelompok orang dewasa, individu

(34)

menyadari bahwa kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.

h. Masa dewasa awal masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

Masa di saat individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru. Dewasa awal yang menjalankan perkuliahan biasanya mengalami perubahan dalam bidang akademik yang ditempuh oleh individu tersebut.

i. Masa dewasa awal sebagai masa kreatif

Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orang tua maupun guru-gurunya, sehingga mereka bebas berbuat sesuatu sesuai dengan minat dan kemampuan individual.

C. Hakikat Layanan Bimbingan 1. Definisi Layanan Bimbingan

Menurut Moegiadi (Winkel dan Hastuti, 2006), bimbingan dapat berarti (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang dirinya sendiri; (2) suatu cara pemberian bantuan untu memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala sesuatu yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya; (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu, agar mereka dapat menentukan pilihan,

(35)

menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam lingkungan di mana mereka hidup; (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal: memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.

Surya (1988, dalam Sukardi dan Kusmawati, 2008) menegaskan bimbingan juga merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus yang sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diridalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Natawidjaja (dalam Winkel dan Hastuti, 2006) menegaskan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat memberikan sumbangan yang berarti.

(36)

2. Fungsi-fungsi Layanan Bimbingan

Menurut Nurishan (2006, dalam Sinaga, 2017) fungsi layanan bimbingan minimal ada tiga, yaitu:

a. Fungsi pengembangan yaitu fungsi bimbingan dalam pengembangan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki individu.

b. Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memiliki dan menetapkan penguasaan karir dan jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. c. Fungsi adaptasi yaitu fungsi bimbingan untuk membantu individu

menemukan adaptasi dan pengembangan diri secara optimal

3. Penyusunan Topik Bimbingan

Penyusunan program bimbingan dan konseling umumnya mengikuti empat langkah pokok, yaitu identifikasi kebutuhan, penyusunan rencana kerja, pelaksanaan kegiatan dan penilaian kegiatan (Winkel dan Hastuti, 2006).

a. Identinfikasi kebutuhan. Program yang baik adalah program yang sesuai (match) kebutuhan konseli seperti: Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self actualization needs) seperti pengembangan potensi diri. Kebutuhan harga diri (esteem needs) seperti status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi, kehormatan diri dan penghargaan.Kebutuhan social (social needs) seperti cinta,

(37)

persahabatan, perasaan memiliki, kekeluargaan dan asosiasi. Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs) seperti perlindungan dan stabilitas.Penyusunan rencana kegiatan. Rencana kegiatan bimbingan disusun atas dasar jenis-jenis dan prioritas kebutuhan konseli. Selain itu, rencana kegiatan bimbingan juga harus disesuaikan dan diintegrasikan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya serta disusun secara spesifik dan realistis. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)seperti makan, minum, perumahan, seks, dan istiratah. Semua kebutuhan di atas perlu dianalisis untuk ditetapkan kebutuhan mana yang akan diprioritaskan untuk diberikan layanan bimbingan

b. Pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan merupakan realisasi rencana program bimbingan yang telah disusun. Dalam kaitannya, buat format monitoring dan kembangkan dalam rangka pencatatan proses kegiatan (proses bimbingan).

c. Penilaian kegiatan. Penilaian dilakukan mencakup semua kegiatan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan. Penilaian dilakukan pada setiap tahap kegiatan dalam keseluruhan program. Hasil penilaian merupakan gambaran tentang proses seluruh hsil yang dicapai disertai dengan rekomendasi tentang kegiatan berikutnya (follow up)

(38)

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang empati sudah pernah dilakukan oleh Fidyaningrum, A (2005) Universitas Negeri Semarang dengan judul “Upaya Mengembangkan Empati Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Bimbingan”. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa tingkat kemampuan mahasiswa cenderung tinggi. Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu meneliti empati mahasiswa. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu penelitian ini tidak meneliti secara menyeluruh tentang media bimbingan.

Penelitian tentang empati sudah pernah dilakukan oleh Manalu , L. W (2015) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul “Pengaruh Cerita Terhadap Empati Siswa Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa siswa memahami cerita-cerita yang telah dibaca, didengar, ditonton, maupun cerita yang menginspirasi mereka, dan hal tersebut memiliki pengaruh terhadap empati siswa. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini yaitu mengenai empati.Perbedaan penelitian terdapat pada subjek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP sedangakn penelitian ini menggunakan subjek mahasiswa.

(39)

E. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Variabel pada penelitian ini yaitu kemampuan berempati. Seseorang yang berempati memiliki aspek yaitu perspective tacking (pengambilan perspektif),fantasy (imajinasi),Empathic concern (perhatian empatik),personal distress (distress pribadi). Faktor-faktor berempati terdiri dari sosialisasi, mood and feeling, situasi dan tempat, sertakomunikasi dan bahasa.

Kemampuan Berempati Aspek-aspek Empati:  perspective tacking (pengambilan perspektif)  fantasy (imajinasi)Empathic concern (perhatian empatik)  personal distress (distress pribadi) Factor-faktor Empati:  Sosialisasi

 Mood and feeling  Situasi dan tempat  Komunikasi dan bahasa mahasiswa

(40)

Peneliti ingin mengetahui apakah mahasiswa Angkatan 2016 Universitas Sanata Dharma memiliki rasa empati terhadap sesama. Manfaat seseorang yang memiliki empati adalah akan memiliki banyak teman dan mudah bergaul serta bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar mereka.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, yaitu tempat dan waktu penelitian, subjek dan sampel penelitian, defiisi variable penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrument dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif. Menurut (Sugiyono,2010) statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data yang telah terkumpul untuk membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan berempati mahasiswa angkatan 2016 Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian berada di kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.Penelitian ini dilaksakan pada bulan Maret 2017 sampai bulan Juli 2018.Pengumpulan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan April 2018.

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma. Populasi

(42)

penelitian mencangkup semua mahasiswa angkatan 2016 yang berjumlah 68 orang. Sugiyono (2012) mengatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan

Tabel 3.1

Jumlah Subyek Penelitian

Kelas Jumlah Mahasiswa

Kelas A 36

Kelas B 32

Total 68 rang

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012).Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti yaitu “Empati Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2016 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati adalah kemampuan seseorang ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain, seseorang tersebut tidak hanyut dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang lain. Adapun beberapa aspek empati yaitu, perspective tacking (pengambilan

(43)

perspektif), fantasy (imajinasi), Empathic concern (perhatian empatik), personal distress (distress pribadi)

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu kuesioner atau angket. Menurut Sugiyono (2012) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner Tingkat Kemampuan Berempati angkatan 2016 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 dengan bentuk tertutup. Kuesioner bentuk tertutup ini berisi pernyataan-pernyataan yang disertai pilihan jawaban untuk pernyataan tersebut.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Likert. Menurut Sugiyono (2012)dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likertmempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup.Kuesioner bentuk tertutup berisi

(44)

pertanyaan-pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban tersebut.Item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner terdiri dari pertanyaan favorable dan pertanyaan unfavorable.Dalam instrumen ini disediakan empat opsi atau satu alternative jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Tabel 3.2

Norma Skoring Kuesioner Kemampuan Berempati Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

Sangat Tidak Sesuai 1 4

Responden diminta untuk menjawab penyataan yang terdapat dalam angket kemampuan berempati dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan dengan cara memberi tanda centang (√). Skoring dilakukan dengan menjumlahkan jawaban responden pada masing-masing item.Kisi-kisi kuesioner kemampuan berempati mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018, sebelum dilakukan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

(45)

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Kuesioner Kemampuan Berempati

No. Aspek Indikator Nomor Butir Jumlah

Favorable Unfavorable Item

1. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif)

Membaca emosi orang lain dengan melihat gerak gerik dan ekspresi wajahnya

1, 17, 24 9 4

10 Memposisikan diri

pada posisi orang lain 2, 3,10, 18, 25, 34 6 2. Fantasy (Imajinasi) Membayangkan diri sendiri masuk dalam perasaan, pikiran dan perilaku orang lain. 11, 19, 26, 31, 32 5 5 3. Empathic concern (Perhatian Empatik) Peduli dengan orang lain 4, 12, 20 29 4 12 Prihatin terhadap kemalangan orang lain 5, 13, 21 27 4 Mengenali dan merasakan yang dialami orang lain.

6, 28, 30 14 4 4. Personal distress (Distress Pribadi) Merasakan kecemasan terhadap penderitaan orang lain 7, 15, 22 3 7 Ketegangan emosional yang dirasakan akan penderitaan orang lain. 8, 16, 23 33 4 Total 29 5 34

(46)

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas

Menurut Sugiyono (2012) instrumen yang valid berarti yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Bila peneliti membuat laporan tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada obyek, maka data tersebut dapat dinyatakan tidak valid.

Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara profesional judgement (Anzwar, 2009). Instrumen penelitian ini dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing).

Setelah melakukan uji validitas melalui profesional judgdment, dilakukan uji validitas empiris. Penghitungan uji validitas empiris dilakukan dengan cara menghitung korelasi antara masing-masing skor item pernyataan dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi Pearson ProductMomentdengan menggunakan program IBM SPSS Statistics Versi 20. Rumus korelasi Pearson product moment adalah sebagai berikut:

(47)

Keterangan :

r : Korelasi produk momen

X : Nilai setiap butir

Y : Nilai dari jumlah butir

N : Jumlah responden

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa terdapat 29 item yang valid dan 5 item yang gugur dengan menggunakan standar koefisien 0,30. Pada tabel 3.4 akan ditunjukkan hasil rekapitulasi uji validitas item, item yang valid akan dibedakan dengan item yang tidak valid dengan menggunakan simbol (*).

(48)

Tabel 3.4

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas

No. Aspek Indikator Nomor Butir

Valid Tidak Valid

1. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif)

Membaca emosi orang lain dengan melihat gerak gerik dan ekspresi wajahnya

1, 9, 17, 24 Memposisikan diri

pada posisi orang lain

2, 3,10, 18, 25, 34 2. Fantasy

(Imajinasi)

Membayangkan diri sendiri masuk dalam perasaan, pikiran dan perilaku orang lain.

11, 26, 31, 32 19 3. Empathic concern (Perhatian Empatik)

Peduli dengan orang

lain 4, 12, 20 29

Prihatin terhadap

kemalangan orang lain 5, 13, 27 21 Mengenali dan

merasakan yang dialami orang lain.

6, 14, 28, 30 4. Personal distress (Distress Pribadi) Merasakan kecemasan terhadap penderitaan orang lain 7, 15, 22 Ketegangan emosional

yang dirasakan akan penderitaan orang lain.

16, 23 8, 33

Total 29 5

Pada bulan Mei 2018 dilakukan uji coba terpakai terhadap instrumen kepada mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 yang berjumlah 68 mahasiswa. Dari hasil uji validitas terhadap 34 item, diperoleh 5

(49)

item yang tidak valid dari 34 item, sehingga terdapat 29 item yang dinyatakan valid. Kisi-kisi item analisis validitas terdapat pada tabel 3.5

Tabel 3.5

Kisi-kisi Kemampuan Berempati ( final )

No. Aspek Indikator Nomor Butir Jumlah

Favorable Unfavorable Item

1. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif)

Membaca emosi orang lain dengan melihat gerak gerik dan ekspresi wajahnya

1, 16, 21 8 4

10 Memposisikan diri

pada posisi orang lain

2, 3, 9, 17, 22, 29 6 2. Fantasy (Imajinasi) Membayangkan diri sendiri masuk dalam perasaan, pikiran dan perilaku orang lain.

10, 23, 27, 28 4 4 3. Empathic concern (Perhatian Empatik)

Peduli dengan orang

lain 4, 11, 18 3 10 Prihatin terhadap kemalangan orang lain 5, 13 24 3 Mengenali dan merasakan yang dialami orang lain.

6, 25, 26 13 4 4. Personal distress (Distress Pribadi) Merasakan kecemasan terhadap penderitaan orang lain 7, 14, 19 3 5 Ketegangan emosional yang dirasakan akan penderitaan orang lain. 15, 20 2 Total 26 3 29

(50)

2. Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2012) instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan indeks reliabilitas angket penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpa Cronbach (α).Adapun perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien reliabilitas Alpa Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS Statistics Versi 20.Dari hasil perhitungan didapatkan skor sebagai berikut.

Tabel 3.6 Reliabilitas Item

Cronbach's Alpha N of Items

(51)

Hasil pengujian reliabilitas tersebut dikonfirmasi dengan menggunakan kriteria Guilford.Kriteria Guilford dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.7 Kriteria Guilford

Berdasarkan kriteria Guilford dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas terhadap 29 butir item instrumen yang valid, dengan jumlah Cronbach’s Alpasebesar ,905 termasuk dalam kriteria Tinggi. Artinya kuesioner ini memiliki tingkat keajegan yang tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012) pada penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal.Teknik analisis data menggunakan metode stastistik yang sudah tersedia.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data, yaitu:

a. Menentukan skor dari masing-masing item angket yang dilakukan dengan cara memnerikan nilai angka 1sampai 4 berdasarkan norma scoring yang berlaku dengan melihat sifat pernyataan favourable atau unfavourable.

No. Koefisien Korelasi Kualifikasi

1. 0,91-1,00 Sangat Tinggi

2. 0,71-0,90 Tinggi

3. 0,41-0,70 Cukup

4. 0,21-0,40 Rendah

(52)

b. tabulasi skor dari item-item kuesioner dan menghitung skor masing-masing subjek serta jumlah skor item. Setelah itu menganalisis data secara statistik menggunakan topik-topik aplikasi IBM SPSS Statistica Versi 20.

c. Kategorisasi disusun berdasarkan distribusi normal dengan metode kategorisasi jenjang atau ordinal. Azwar (2013) mengatakan bahwa kategori jenjang bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Adapun norma ketegori yang berpedoman pada norma kategorisasi Azwar dengan tiga ketegori yaitu sebagai berikut:

Table 3.8

Penentuan Kriteria Secara Keseluruhan

Keterangan :

Skor Rata-Rata Maksimum Teoritik : Skor tertinggi yang didapat Skor Rata-Rata Minimum Teoritik : Skor terendah yang didapat

Perhitungan Skor Item Kategori X ≤ μ-1,5σ Sangat Rendah μ-1,5σ< X ≤μ-0,5σ Rendah μ-0,5σ < X ≤ μ+0,5σ Sedang μ+0,5σ <X≤ μ+1,5σ Tinggi μ+1,5σ < X Sangat Tinggi

(53)

Rata-Rata Teoritik (µ) : Rata-Rata teoritis skor

maksimum dan skor minimum Standar Deviasi (α) : Luas jarak rentangan dibagi 6

Kategori di atas kemudian diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan tingkat kemampuan berempati mahasiswa berdasarkan skala penilaian dengan jumlah 29 item yang valid diperoleh unsur perhitungan capaian skor subjek sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 29 = 116 Skor minimum teoritik : 1 x 29 = 29 Luas jarak : 116 - 29 = 87 α (standar deviasi) : 87/6 =14,5

(54)

Tabel 3.9

Norma Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan KonselingUniversitas Sanata

Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018

Kategorisasi di atas kemudian diterapkan sebagai patokan dalam melihat butir-butir item kemampuan berempati berdasarkan skala penilaian dengan jumlah subjek 68 diperoleh unsur perhitungan capaian skor subjek sebagai berikut:

Skormaksimum teoritik : 68 × 4 = 272 Skor minimum teoritik : 68 × 1 = 68

Luas jarak : 272–68= 204 σ (standar deviasi) : 204 : 6 = 34 µ (mean teoritik) : (272+68) : 2 = 170

Skor-skor tersebut kemudia dimasukkan dalam formula sehingga menghasilkan katagori sebagai berikut :

Formula Kategori Rentang Nilai Skoring Kategori

X ≤ μ-1,5σ 29-51 Sangat Rendah

μ-1,5σ< X ≤μ-0,5σ 52-65 Rendah μ-0,5σ < X ≤ μ+0,5σ 66-80 Sedang μ+0,5σ <X≤ μ+1,5σ 81-94 Tinggi μ+1,5σ < X 94-116 Sangat Tinggi

(55)

Tabel 3.10

Norma Kategorisasi Skor Item Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatam 2016 Program Studi Bimbingan dan KonselingUniversitas

Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 Formula Kategori Rentang Nilai

Skoring Kategori X ≤ μ-1,5σ 68 – 119 Sangat Rendah μ-1,5σ< X ≤μ-0,5σ 120 – 153 Rendah μ-0,5σ < X ≤ μ+0,5σ 153 – 187 Sedang μ+0,5σ <X≤ μ+1,5σ 188 – 221 Tinggi μ+1,5σ < X 222 – 272 Sangat Tinggi

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan uraian tentang hasil penelitian, pembahasan, dan implikasi hasil penelitian.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu:

1. Tingkat Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Berdasarkan perolehan data penelitian yang diperoleh melalui Kuesioner Kemampuan Berempati, dapat dilihat gambaran empati mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018

Kategori Interval Frekuensi Persentase

Sangat Rendah 29-51 0 0% Rendah 52-65 0 0% Sedang 66-80 4 6% Tinggi 81-94 49 72% Sangat Tinggi 94-116 15 22% Jumlah 68 100% 42

(57)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 0% atau 0 responden yang menunjukkan hasil empati yang sangat rendah, 0% atau 0 responden yang menunjukkan hasil empati rendah, 6%atau 4 responden yang menunjukkan empati sedang, 72% atau 49 responden yang menunjukkan empati tinggi, 22% atau 15 responden yang menunjukkan hasil empati yang sangat tinggi.

Kategorisasi kemampuan Empati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 digambarkan dalam diagram, dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Diagram 4.1Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

(58)

2. Identifikasi Butir Item yang Perolehan Skornya Rendah.

Berdasarkan perolehan data penelitian yang diperoleh dan diolah menggunakan Azwar (2013) akan menjadi skor item yang nantinya akan masuk dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Item-item yang memiliki skor dalam kategori sebagai berikut:

Tabel 4.2

Distribusi Perolehan Skor Item Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.

Berdasarkan daftar di atas ditemukan 1 item yang perolehan skornya berada pada katagori rendah dan 2 item yang perolehan skornya berada pada katagori sedang. Berikut ini adalah data-data item yang perolehan skornya berada pada kategori rendah dan sedang :

Kategori Interval Frekuensi Persentase Nomor Item

Sangat Rendah 68 – 119 0 0% - Rendah 120 – 153 1 3% 18 Sedang 153 – 187 2 7% 19, 20 Tinggi 188 – 221 17 59% Sangat Tinggi 222 - 272 9 31% Jumlah 29 100%

(59)

Tabel 4.3

Distribusi Tiga Perolehan Skor Terendah Item Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018

No. No. Item

Aspek Indikator Rumusan

Pertanyaan Skor 1. 18 Empathic concern (Perhatian Empatik) Peduli dengan orang lain Saya mendengarkan dengan baik apa yang orang lain sampaikan. 122 2. 19 Personal distress (Distress Pribadi) kecemasan terhadap penderitaan orang lain

Ketika teman saya melamun saya akan menegurnya 183 3. 20 Ketegangan emosional yang dirasakan akan penderitaan orang lain.

Saya ikut emosi ketika teman saya menceritakan

permasalahanya

186

Item yang tergolong sedang pada tabel di atas akan digunakan sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik pendamping dalam meningkatkan empati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018.

B. Pembahasan

Kemampuan berempati tinggi karena mahasiswa mampu bersosialisasi dengan baik dengan orang-orang di sekitar mereka, selain itu faktor tempat dan situasi juga dapat mendukung mahasiswa berempati.Pada situasi tertentu

(60)

seseorang dapat berempati lebih baik dibandaingkan dengan situasi yang lain. Hal ini disebabkan situasi dan tempat yang berbeda dapat memberikan suasana yang berbeda pula. Suasana yang berbeda inilah yang dapat meninggi-rendahkan empati seseorang . Sementara ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya empati mahasiswa yaitu ketika mahasiswa tersebut sedang dalam situasi yang buruk maka dalam berinteraksi dengan seseorang tidak bisa menerima keadaan orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Angkatan 2016 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 memiliki empati yang rata-rata tergolong tinggi, yakni 72% atau49 mahasiswa. Artinya sebagian mahasiswa memiliki empati yang baik.Mahasiswa memiliki rasa empati yang tinggi terhadap sesama. Mahasiswa meiliki keinginan untuk berinteraksi dengan teman atau orang lain dengan mencoba melihat dan memahami apa yang sedang dirasakan oleh orang lain di sekitarnya. Selain itu mahasiswa yang memiliki empati tinggi dapat bersosialisasi dengan baik dan memiliki banyak relasi dengan banyak orang.

Hasil selajutnya dari penelitian ini adalah adanya6% atau 4 mahasiswa Angakatan 2016 memiliki empati rendah. Beberapa mahasiswa tersebut tidak menunjukkan sikap empati kepada orang-orang sekitar. Beberapa mahasiswa tersebut cenderung cuek dengan apa yang sedang dialami oleh

(61)

orang-orang sekitar mereka. Mahasiswa ingin memliki banyak teman, akan tetapi beberapa mahasiswa tersebut tidak peduli dengan apa yang sedang dialami orang lain. Terkadang mahasiswa mengetahui bahwa teman atau seseorang yang berada di dekatnya sedang mengalami suatu masalah bahkan terlihat sedih, tetapi mahasiswa tersebut enggan untuk sekedar menanyakan permasalahan yang sedang dialami oleh orang sekitar mereka.

Hasil selanjutnya dari penelitian ini adalah adanya 22% atau 15 mahasiswa Angkatan 2016 yang memiliki empati sangat tinggi. Artinya beberapa mahasiswa memiliki tingkat empati yang sangat baik.Beberapa mahasiswa tersebut sangat menunjukkan empati mereka pada orang-orang di sekitar. Mahasiswa yang memiliki empati sangat tinggi adalah mereka yang ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Hal ini berarti mahasiswa tersebut mampu merasakan suatu emosi dan mampu mengidentifikasi peraasaan orang lain.Jika individu menyadari apa yang dirasakan setiap saat, maka empati akan datang dengan sendirinya, dan lebih lanjut individu tersebut akan bereaksi terhadap isyarat-isyarat orang lain dengan sensasi fisiknya sendiri tidak hanya dengan pengakuan kognitif terhadap perasaan mereka, akan tetapi empati juga akan membuka mata individu tersebut terhadap penderitaan orang lain, dengan artian ketika seseorang merasakan penderitaan orang lain orang tersebut akan peduli dan ingin bertindak.

(62)

C. Topik-Topik Usulan Pendampingan yang Sesuai untuk Meningkatkan Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018

Berdasarkan hasil penelitian butir item menunjukkan kemampuan berempati mahasiswa Angkatan 2016 Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018peneliti mendapatkan hasil 3 item dengan skor terendah. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.3 dengan nomor item 18, 19, 20.

Terdapat tiga item kemampuan berempati dengan skor item terendah yaitu: Pertama, dengan pernyataan “Saya mendengarkan dengan baik apa yang orang lain sampaikan”. Rendahnya item tersebut karena mahasiswa belum mendengarkan dengan baik apa yang orang lain sampaikan atau ceritakan. Mahasiswa hanya mendengarkan tanpa memahami isi dari cerita yang sesungguhnya. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa masih memikirkan sesuatu hal lain diluar masalah yang diceritakan.

Kadua, dengan pernyataan item “Ketika teman saya melamun saya akan menegurnya”.Rendahnya item tersebut karena mahasiswa cenderung cuek dan tidak menghiraukan jika ada beberapa teman yang sedang melamun.Hal itu disebabkan karena mahasiswa terlalu sibuk melakukan hal-hal yang disukai sehingga tidak memperdulikan keadaan sekitar.

(63)

Ketiga, dengan pernyataan item “Saya ikut emosi ketika teman saya menceritakan permasalahanya” rendahnya item tersebut karena mahasiswa terlalu hanyut dalam cerita atau masalah orang lain sehingga merasakan emosi yang dalam.

Usulan topik-topik peningkatan empati mahasiswa angkatan 2016 ini dimaksudkan agar mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 memiliki rasa empati yang baik bagi lingkungan sekitar mereka. Hal itu karena dengan empati yang tinggi sesorang dapat merasakan dan mengetahui bagaimana perasaan orang lain, hal ini berarti individu mampu merasakan suatu emosi dan mampu mengidentifikasi perasaan orang lain. Usulan topik-topik pendampingan ini di harapkan dapat membantu para mahasiswa dalam meningkatkan empati. Usulan topik-topik pendampingan adalah sebagai berikut:

(64)

No. Item Indiaator Aspek Topic Tujuan Metode 1. Saya

mendengarkan dengan baik apa yang orang lain sampaikan.

Peduli dengan apa yang dikatakan orang lain Empathic concern (Perhatian Empatik) Belajar mendengarkan itu baik! Mahasiswa mampu mendengarkan dengan baik apa yang orang lain katakana.

Presentasi, Video, sharing, dinamika kelompok.

2. Ketika teman saya melamun saya akan menegurnya Menegurteman yang sedang melamun. Tingkatkan kepedulianmu terhadap sesama! Mahasiswa mampu meningkatkan rasa peduli terhadap orang lain

Video, sharing,

dinamika

kelompok.

3. Saya ikut emosi ketika teman saya menceritakan permasalahanya Tidak mudah emosi Personal distress (Distress Pribadi)

Redam emosimu! Mahasiswa mampu menahan dan mengatur emosinya

Video, presentasi, dinamika kelompok

(65)

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat simpulan, keterbatasan penelitian, dan saran berdasarkan hasil penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut sebagai jawaban atas pokok pembahasan dalam penelitian ini:

1. Kemampuan berempati Mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 sebagian besar masuk pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Sedangkan yang lain masuk pada kategori rendah.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat tiga item kemampuan berempati yang skornya terendah. Ketiga aspek tersebut berada pada aspek Empathic concern (Perhatian Empatik) dan Personal distress (Distress Pribadi). Melihat hasil ini, maka disusunlah topik-topik pendampingan berdasarkan aspek tersebut. Topik-topik pendampingan tersebut adalah „”Belajar mendengarkan itu bauk!”, “Tingkatkan kepedulianmu terhadap sesama!”, dan “Redam emosimu!”. Usulan topik-topik pendampingan yang telah peneliti susun kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan untuk tindak lanjut atas penelitian ini.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Tabel 3.6  Reliabilitas Item
Tabel 3.7   Kriteria Guilford
Diagram 4.1Kategorisasi Kemampuan Berempati Mahasiswa Angkatan  2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Referensi

Dokumen terkait

aspek kompetensi profesional konselor yang terdiri dari kemampuan konselor dalam mengusai konsep prilaku dan perkembangan individu, kemampuan konselor dalam konsep dan praksis

Berdasarkan hasil penelitian butir item menunjukkan kreativitas mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Koperasi “CU Dharma Hatiku” Yogyakarta dalam kinerja keuangan koperasi berdasarkan rasio likiuditas, solvabilitas, dan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi

Efikasi diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri dalam konteks belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa SMP kelas IX dan yang

Seluruh guru BK SMA di Sleman sudah sepakat menggunakan Panduan Operasional Pelaksanaan BK (POP BK) sebagai arah penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENGEMBANGAN PLATFORM LEARNING MANAGEMENT SYSTEM

Perkenalkan saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Program Studi Manajemen yang sedang melakukan penelitian tentang &#34;PENGARUH ELECTRONIC WORD OF