• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEBERANIAN MENYAMPAIKAN PERSETUJUAN, SANGGAHAN, PENOLAKAN

PENDAPAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA KELAS VIII B

SMP PANGUDI LUHUR WEDI KLATEN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh : Theresia Indriastuti

141224025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)

ii

(3)
(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 05 Oktober 2018 Penulis

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan kegembiraan, saya persembahkan skripsi ini kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria

Kedua orang tuaku yang tersayang, Agustinus Heryprajoko dan Maria Margareta. Suparni,

Adik yang tersayang Cyrililus Icha Septian

Untuk kekasih tercinta yang selalu menemani saya dikala susah dan senang, Leonardo Dukung Wicaksono,

Serta semua orang yang selalu memberikan semangat dalam segala hal, Terima kasih untuk doa dan dukungannya.

(6)

vi MOTTO

Kunci kesuksesan adalah orang yang mau belajar dari kesalahan dengan tidak pantang menyerah walaupun banyak hambatan

Karena saya percaya rencana Tuhan untuk masa depan saya sungguh ada baik dan indah

Ketika kita menyerah maka ingatlah orang yang sudah berjuang membuang keringat demi kita

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Theresia Indriastuti

Nomor Mahsiswa : 141224025

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEBERANIAN MENYAMPAIKAN PERSETUJUAN, SANGGAHAN, PENOLAKAN

PENDAPAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA KELAS VIII B

SMP PANGUDI LUHUR WEDI KLATEN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya maupun memberikan royalti pada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarmya.

Yogyakarta, 05 Oktober 2018 Yang menyatakan,

(8)

viii ABSTRAK

Indriastuti, Theresia. 2018. Peningkatan Hasil Belajar Dan Keberanian

Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat Melalui Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Pada Siswa Kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa

Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing terdiri dari empat tahap, yakni 1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) refleksi. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten yang terdiri 10 laki-laki dan 16 perempuan.

Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat dengan menerapakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Analisis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif statistik deskriptif. Analisis data ini digunakan untuk mengetahui bagaimana peningkatan menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten yang didapat dari hasil belajar siswa dan keberanian siswa dalam berbicara pada siklus I, dan II.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray di kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten mampu meningkatkan hasil belajar dan keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat. Ketuntasan hasil belajar siswa pada prasiklus memperoleh hasil 16% dengan rata-rata kelas 55. Berkenaan dengan itu, untuk keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat mendapat persentase 43.52%. Setelah dilakukan pembelajaran, hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa sebesar 20% dengan rata-rata kelas 68.00. Sementara itu, keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat diperoleh angka sebesar 64.32%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat mencapai 84% dengan rata-rata kelas 82.00. Sehubungan dengan itu, keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat meningkat menjadi 82.64%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Keberanian, Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat, Two Stay Two Stray.

(9)

ix ABSTRACT

Indriastuti, Theresia. 2018. The Improvement of Expressing Agreement, Denial,

Disagreement Learning Outcomes and Bravery Through Two Stay Two Stray Learning Model For Grade VIII B Students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten. Thesis of Indonesian Literature Language

Study Program, Teaching and Education Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aims to improve of expressing agreement, denial, disagreement learning outcomes and bravery through Two Stay Two Stray learning model for grade VIII B students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten. This study uses a classroom action research model which is conducted in 2 cycles, each consisting of four stages, namely 1) action planning, (2) action implementation, (3) observation and interpretation, and (4) reflection. The samples taken in this study are grade VIII B students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten which are consisting of 10 male students and 16 female students.

The object of this research is the learning outcomes and bravery of expressing agreement, denial, disagreement through Two Stay Two Stray learning model. Data analysis in this study is quantitative descriptive statistic. This data analysis is used to find out how to improve of expressing agreement, denial, disagreement ability through Two Stay Two Stray learning model for grade VIII B students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten which is derived from the courage of students in speaking and learning outcomes of Cycle I, and II. The results of the analysis shows that the application of the Two Stay Two Stray learning model for grade VIII B students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten is able to increase students' learning outcomes and courage in expressing agreement, denial, disagreement. The completeness of student learning outcomes on pre-cycle get results 16% with class average 55. Therefore, student courage in expressing agreement, denial, disagreement get a percentage 43.25%. After learning, the results of the cycle I study show that student learning completeness is as big as 20% with class average 68.00. Meanwhile, the courage in expressing agreement, denial, disagreement obtained a number of 64.32%. In cycle II, student learning completeness increases 84% with class average 82.00. Therefore, student courage in expressing agreement, denial, disagreement increased to 82.64%. Therefore, it can be concluded that the application of two stay two stray learning models can improve of expressing agreement, denial, disagreement learning outcomes and bravery for grade VIII B students of Pangudi Luhur Wedi Junior High School in Klaten.

Keywords: Learning Outcomes, bravery, agreement, denial, disagreement, Two Stay Two Stray

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berkat bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat yang diterima penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

3. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

4. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Kaprodi PBSI yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi penulis; 5. Ibu Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik

yang telah penuh kesabaran, dan perhatian memberikan dukungannya, bimbingan, masukan, koreksi, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini; 6. Br. Yustinus Wahyu Bintarto FIC, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP

Pangudi Luhur Wedi, yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melaksanakan penelitian di SMP Pangudi Luhur Wedi;

7. Ibu Christiana Retno Prasetyaningsih, S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurilukum yang telah memberikan arahan dan dukungannya selama melaksanakan penelitian di SMP Pangudi Luhur Wedi.

(11)

xi

8. Ibu Saferine Yunanda, S.Pd. guru bahasa Indonesia di SMP Pangudi Luhur Wedi yang sudah membantu dalam pelaksanaan penelitian di sekolah.

9. Siswa-siswi kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi yang telah bekerja sama dalam membantu pelaksanaan penelitian;

10. Para dosen penguji yang telah berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini;

11. Kedua orang tua, Agustinus Heryprajoko, Maria Margareta Suparni dan adik saya Cyrililus Icha Septian serta sanak saudara peneliti yang selalu memberikan doa dan dukungannya baik selama penulis menyusun skripsi ini.

12. Kekasih saya, Leonardo Dukung Wicaksono yang selalu memberikan semangat, perhatian dan selalu menemai saat suka dan duka.

13. Teman-teman Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membantu penulis dalam mengambil data di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

14. Semua pihak yang memberi dukungan, bimbingan, serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang membangun bagi pembaca dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 05 Oktober 2018 Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

(13)

xiii

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Batasan Istilah ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII ... 12

B. Keterampilan Berbicara ... 13 1. Hakikat Berbicara ... 13 2. Tujuan Berbicara ... 15 3. Keberanian Berbicara ... 17 C. Keterampilan Berdiskusi.. ... 18 1. Pengertian Diskusi ... 18 2. Bentuk-bentuk Diskusi ... 19 3. Manfaat Diskusi ... 22 D. Hasil Belajar ... 22 E. Menyampaikan Persetujuan ... 24 F. Menyampaikan Sanggahan ... 24

G. Menyampaikan Penolakan Pendapat ... 25

H. Model Pembelajaran Kooperatif ... ... 26

I. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray ... ... 28

1. Pengertian Model Pembelajaran Two Stay Two Stray ... 28

2. Tahapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray ... 30

(14)

xiv

K. Kerangka Berpikir ... ... 35

L. Hipotesis Penelitian ... ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Tempat Penelitian ... 40

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 41

D. Prosedur Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Instrumen Penelitian ... 48

G. Validasi dan Reliabilitas Data ... 52

1. Validasi ... 52

2. Reliabilitas ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 54

I. Target Capaian Pembelajaran ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal Sebelum Penelitian ... 56

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 61

1. Siklus I ... 62

a. Perencanaan Tindakan ... 62

b. Pelaksanaan Tindakan ... 65

(15)

xv d. Refleksi ... 76 2. Siklus II ... 77 a. Perencanaan Tindakan ... 77 b. Pelaksanaan Tindakan ... 78 c. Observasi ... 80 d. Refleksi ... 85

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 85

a Hasil Belajar Siswa ... 86

b. Proses Keberanian Siswa ... 89

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Keberanian Menyampaikan Persetujuan,

Sanggahan, Penolakan pendapat ... 48 Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Keberanian Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan pendapat ... 49 Tabel 3.3 Target Capaian Pembelajaran Proses dan Hasil ... 54 Tabel 4.1 Daftar Hasil Belajar Prasiklus Kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten ... ... 60 Tabel 4.2 Data Proses Pembelajaran Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat Prasiklus Kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten ... ... ... 61

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 37 Gambar 3.1 Skema Desain Penelitiana Tindakan Kelas Model Kemmis Mc Taggart ... 40 Gambar 4.1 Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Prasiklus dan Siklus I ... ... 74 Gambar 4.2 Peningkatan Keberanian Siswa dalam Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat pada Prasiklus dan Siklus I ... 75 Gambar 4.3 Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Prasiklus sampai Siklus II ... ... 82 Gambar 4.4 Peningkatan Keberanian Siswa dalam Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat pada Prasiklus sampai Siklus II ... ... 84 Gambar 4.5 Grafik Peningakatan Hasil Belajar Siswa pada Prasiklus sampai Siklus II ... ... 88 Gambar 4.6 Grafik Peningkatan Keberanian Siswa dalam Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan Pendapat pada Prasiklus sampai Siklus II ... ... 91

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Validasi Instrumen ... ... 98

Lampiran 2. Daftar Siswa ... ... 111

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... ... 112

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... ... 127

Lampiran 5. Catatan Lapangan Siklus I ... ... 141

Lampiran 6. Catatan Lapangan Siklus II ... ... 145

Lampiran 7. Pedoman Wawancara Siswa dan Guru ... ... 149

Lampiran 8. Hasil Wawancara Siswa dan Guru ... ... 150

Lampiran 9. Data Nilai Hasil Pengamatan Prasiklus ... ... 154

Lampiran 10. Data Nilai Hasil Pengamatan Siklus I ... ... 155

Lampiran 11. Data Nilai Hasil Pengamatan Siklus II ... ... 156

Lampiran 12. Hasil Nilai Siswa Pada Prasiklus ... ... 157

Lampiran 13. Hasil Nilai Siswa Pada Siklus I ... ... 158

Lampiran 14. Hasil Nilai Siswa Pada Siklus II ... ... 159

Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian ... ... 160

Lampiran 16. Dokumentasi Pembelajaran ... ... 164

Lampiran 17. Hasil Kerja Siswa Pada Siklus I ... ... 166

Lampiran 18. Hasil Kerja Siswa Pada Siklus II ... ... 172

(19)

xix

Lampiran 20. Lembar Pengamatan Siswa Pada Siklus II ... ... 181 Lampiran 21. Biodata Peneliti ... ... 184

(20)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dewasa ini berbicara diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Dengan kata lain berbicara dapat mendatangkan kedamaian, menumbuhkan cinta, dapat pula menimbulkan perang, menimbulkan kebencian tergantung pada kondisi dan situasi. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Seseorang dapat dikatakan terampil berbahasa apabila seseorang tersebut terampil dalam hal membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, keempat keterampilan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat karena keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan. Keterampilan berbicara sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peran penting di dalam kehidupan manusia. Dikatakan demikian karena keterampilan berbicara dipandang memiliki peranan yang penting dalam tujuan pembelajaran bahasa. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat secara lisan melalui diskusi.

Melalui pembelajaran berdiskusi juga siswa mampu menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasannya kepada orang lain.

(21)

Selain itu siswa berlatih bersikap menerima sanggahan orang lain dan merespon permasalahan yang dijadikan bahan diskusi. Dengan berdiskusi siswa juga berlatih berkomunikasi dengan baik dan benar serta siswa mempunyai rasa simpati terhadap orang lain.

Hal yang sering menjadi hambatan pada saat berdiskusi adalah ketika siswa berbicara di kelas. Siswa yang biasa berbicara dengan orang lain belum tentu terampil berbicara di kelas. Pada pelaksanaan pembelajaran diskusi di sekolah pula kebanyakan siswa sering kali kurang mampu melakukan diskusi dengan baik dan benar. Siswa hanya sekadar diskusi saja, tanpa memperhatikan tujuan dan manfaat dari diskusi itu. Banyak siswa yang kurang mampu mengungkapkan pendapat di hadapan teman-temannya. Siswa lebih banyak yang tidak aktif dan hanya diam saja saat berdiskusi. Kalaupun ada yang aktif itu pun hanya beberapa siswa. Keterampilan diskusi pada anak tidaklah secara natural terbentuk sendiri. Kemampuan berdiskusi siswa perlu dilatih dan diasah semaksimal mungkin. Dari permasalahan di atas, diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan diskusi siswa. Model pembelajaran sangatlah banyak maka harus dipilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Seperti yang dikatakan Soekamto dan Nurulwati (dalam Shoimin, 2014: 23), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

(22)

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Oleh karena itu, di sekolah berdiskusi merupakan salah satu tujuan kompetensi dasar dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Standar Kompentensi (SK) 10. mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi. Kompetensi Dasar (KD) 10.1 menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai bukti atau alasan. Dengan begitu guru harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih berbicara dalam forum besar maupun forum kecil. Siswa juga diberi kesempatan untuk dapat menyanggah, menyetujui, dan menolak suatu pendapat dengan baik dan benar. Tentu saja ini didukung dengan adanya model pembelajaran yang menarik, mudah dipahami dan dapat menumbuhkan interaksi guru dan siswa sehingga pembelajaran menjadi aktif dan inovatif. Dalam menentukan model pembelajaran diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan disampaikan dan memilih model pembelajaran harus disesuaikan dengan keadaan kelas serta karakteristik siswa sendiri.

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara peneliti guru bahasa Indonesia kelas VIII, dan XI SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten yakni Ibu Saferine Yunanda, S.Pd., pada hari jumat tanggal 29 September 2017, secara umum ditemukan banyak kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembelajaran diskusi di kelas, seperti siswa banyak yang

(23)

pasif saat dilakukannya diskusi, siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata dan rendahnya kemampuan sosial masing-masing anak. Menurut Ibu Nanda kelemahan keterampilan berbahasa siswa ada pada berbicara. Pada saat Ibu Nanda bertanya kepada siswa dan saat melakukan diskusi pada waktu pembelajaran, siswa masih banyak yang belum lancar dan belum berani dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat atau menjawab pertanyaan guru. Metode yang sering digunakan oleh Ibu Nanda saat mengajar adalah ceramah dan diskusi. Peneliti juga melihat proses pembelajaran yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2017 pada jam 08 20- 09.00 istirahat 09.15- 09.55. Objek yang akan peneliti jadikan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B yang berjumlah 26 anak, 10 laki-laki dan 16 perempuan. Pada awal pembelajaran siswa sangat ramai dan belum kondusif dikarenakan kelas VIII B pada jam sebelumnya pembelajaran olahraga. Saat guru menjelaskan tentang materi siswa ada yang berbicara sendiri, ada yang kepalanya diletakkan di meja dan banyak siswa yang masih sibuk sendiri. Setelah guru membagi mereka ke dalam kelompok untuk beriskusi, siswa masih belum kondusif juga karena mereka ingin memilih kelompoknya sendiri-sendiri sesuai dengan kedekatan antar siswa. Waktu itu kelompok dibagi menjadi 5 kelompok. Ketika siswa masuk kedalam kelompoknya masing- masing dan berdiskusi hanya ada 1 kelompok yang langsung memulai berdiskusi tetapi kelompok yang lain banyak yang masih belum memulai berdiskusi. Mereka membicarakan topik yang lain dan juga ada

(24)

yang berpindah-pindah bahkan pergi berjalan-jalan ke kelompok yang lain. Ada juga kelompok yang berdiskusi dengan anggota lengkap tetapi hanya ada satu siswa yang mendominasi dalam berdiskusi dan yang lainnya pasif.

Peneliti juga memberikan angket sederhana yang berisi 8 pertanyaan yang jawabannya cukup ya atau tidak. Pengambilan angket dilaksanakan pada tanggal 2 November 2017 pada jam 07.00-08.20. Setelah melihat angket semua peserta didik peneliti menyimpulkan beberapa masalah. (a) Secara keseluruhan siswa sangat senang berdiskusi. (b) Guru juga sering memberikan perintah untuk berdiskusi. (c) Beberapa siswa sudah berani berpartisipasi, tetapi ada beberapa siswa belum berani, ragu dan malu. (d) Dalam proses berdiskusi di kelas belum semua peserta diskusi mengemukakan pendapat hanya beberapa orang saja yang mendominasi dalam berdiskusi. (e) Peserta didik memerlukan model pembelajaran yang bisa meningkatkan keterampilan diskusi mereka, terlebih dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan,penolakan pendapat karena dengan itu akan membuat mereka mudah dalam mengemukakan pendapat, gagasan , ide dan dapat bersosialisai dengan baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Oleh karena itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam pembelajaran diskusi. Model pembelajran Two Stay Two Stray (dua tinggal dua tamu) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kelompok

(25)

untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain menurut Lie (dalam Shoimin, 2014: 222). Model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap dikelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali kekelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok (Ngalimun, 2012: 170-171). Dalam model pembelajaran ini juga siswa dapat menghargai pendapat orang lain serta menyanggah pendapat orang lain dengan baik dan benar.

Pembelajaran dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat menggunakan model Two Stay Two Stray diharapkan mampu membuat siswa lebih aktif dan juga lebih berpikir kritis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai peningkatan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil wawancara dengan guru SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten, terdapat beberapa masalah yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(26)

2. Kemampuan menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat siswa rendah.

3. Siswa kurang aktif, kurang berani dan kurang percaya diri dalam menyampaikan gagasan, pendapat, ide dan sanggahan saat berdiskusi.

4. Siswa yang kemampuaannya di bawah rata-rata. 5. Model pembelajaran yang konvesional

6. Model pembelajaran Two Stay Two Stray belum pernah digunakan di kelas.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas akar masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya keterampilan berbicara siswa, siswa kurang berani dan kurang percaya diri dalam berbicara, rendahnya kemampuan menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat, kemampuan siswa yang masih di bawah rata-rata, dan kurangnya model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat. Dari akar masalah yang telah disebutkan, diidentifikasi diduga persoalaannya berakar dari metode pembelajaran. Dari hasil observasi dan wawancara terungkap bahwa guru pada umumnya menggunakan metode diskusi dan ceramah. Metode ini mungkin tidak memberi kesempatan anak untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat siswa. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah ini dipilih model pembelajaran Two Stay Two Stray, untuk meningkatkan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat.

(27)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat bahasa Indonesia yang baik dan benar melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Peneliti ini berfokus pada upaya peningkatan hasil belajar dan keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat yang disertai dengan bukti dan alasan pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray?

2. Bagaimanakah peningkatan keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat yang disertai bukti dan alasan secara lisan pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray?

(28)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. meningkatkan hasil belajar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat yang disertai bukti dan alasan dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

2. meningkatkan keberanian dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat yang disertai dengan bukti dan alasan secara lisan dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat yang disertai dengan bukti dan alasan dalam diskusi kelompok. Selain itu proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten menjadi lebih menyenangkan dan menarik serta hasil pembelajaran bahasa Indonesia terutama kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten menjadi lebih meningkat.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan Guru Bahasa Indonesia kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten

(29)

tentang model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat siswa dengan menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray. 3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pembelajaran bahasa sastra Indonesia khususnya tentang keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat. Peneliti juga mendapatkan fakta bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat.

G. Batasan Istilah

Agar diperoleh pemahaman yang sama antara peneliti dengan pembaca, diperlukan adanya pembatasan istilah. Berikut ini batasan istilah penelitian ini: 1. Hasil Belajar menurut Sudjana dalam Sriwahyuni (2013:9) adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

2. Keberanian adalah mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya, tidak takut (gentar, kecut) (Kemdik, 2016).

3. Persetujuan mempunyai arti pernyataan setuju atau pernyataan menyetujui (Kemdik, 2016).

(30)

untuk menguji, (d) memprotes, (e) tidak mau menerima (Kemdik, 2016). 5. Penolakan yaitu (a) proses, (b) cara, (c) perbuatan menolak (Kemdik, 2016). 6. Model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah dua orang siswa tinggal di

kelompok dan dua orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya. Dalam model ini setiap anak mempunyai tugas dan tanggung jawab masing- masing untuk memberikan informasi kepada orang lain dan bertanya informasi pada orang lain (Shoimin, 2014:222).

(31)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan penjelasan teori-teori yang relevan dengan fokus penelitian. Kajian pustaka yang dipaparkan dalam bab ini, yaitu pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII, hakikat berbicara, tujuan berbicara, keberanian berbicara, pengertian berdiskusi, bentuk berdiskusi, manfaat berdiskusi, hasil belajar, menyampaikan persetujuan, menyampaikan sanggahan, menyampaikan penolakan pendapat, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran Two Stay Two Stray, dan tahapan pembelajaran Two Stay Two Stray.

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII

Pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006 masih membagi setiap keterampilan berbahasa. Dalam silabus setiap keterampilan mempunyai peran dalam satu Standar Kompetensi (SK). Peneliti melakukan penelitian di kelas VIII SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ini masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal ini ditunjukkan dalam standar kompetensi berbicara nomor 10 yang berbunyi “Mengemukakan pikiran, perasan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler, dengan kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat

(32)

dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan”. B. Keterampilan Berbicara

1. Hakikat Berbicara

Berbicara pada dasarnya kemampuan seseorang untuk mengeluarkan ide, gagasan, ataupun pikirannya kepada orang lain melalui bahasa lisan. Berbicara sangat erat kaitannya dengan kegiatan memproduksi ide. Ide yang dimaksudkan adalah buah pikiran yang dihasilkan pembicara berdasarkan berbagai sumber yang telah ia ketahui. Ide berasal dari pengamatan, pengalaman, dan imajinasi. Selanjutnya, rangsangan yang berasal dari berbagai sumber tersebut diolah secara cermat oleh otak pembicara dengan melibatkan seluruh komponen kemampuannya berpikir dan bahkan berimajinasi. Hasil pengelolahan ini kemudian disampaikan secara lisan kepada orang lain (Abidin, 2012: 125).

Ngalimun (2012:55) menjelaskan “berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai mediannya”. Menurut Tarigan (2008:16) “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi

(33)

maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan”.

Arsjad (1988:17) menjelaskan “kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara”.

Sesuai dengan uraian di atas, dijelaskan “berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan. Disamping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara” (Nurgiyantoro, 2001:276).

Berdasarkan uraian di atas berbicara merupakan suatu kegiatan atau aktivitas berbahasa yang dihasilkan dari suatu gagasan, pikiran dan perasaan melalui kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata- kata secara lisan guna untuk berkomunikasi.

(34)

2. Tujuan Berbicara

Menurut Arsjad (1988: 17) “tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaran, disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya”. Abidin (2012:129) menjelaskan “tujuan berbicara merupakan pedoman bagi pembicara untuk membangun, mengemas, dan menyampaikan idenya untuk sebuah pembicaraan tertentu”.

Abidin (2012:129) menyebutkan ada empat tujuan berbicara yaitu sebagai berikut:

a. Informatif

“Tujuan informatif merupakan tujuan berbicara yang dipilih pembicara ketika ia bermaksud menyampaikan gagasan untuk membangun pengetahuan pendengar. Tujuan ini selanjutnya akan lebih sempurna jika bukan hanya bersifat informatif melainkan komunikatif yakni terjadinya timbal balik atas pendengar. Tujuan berbicara jenis ini merupakan tujuan yang paling dominan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menerangkan sesuatu, menjelaskan proses, konsep, data, mendeskripsikan benda, dan berbagai kegiatan informasional lainnya”.

(35)

b. Rekreatif

“Tujuan reaktif merupakan tujuan berbicara untuk memberikan kesan menyenangkan bagi diri pembicara dan pendengar. Jenis tujuan ini adalah unuk menghibur pendengar sehingga pendengar menjadi merasa terhibur oleh adanya pembicara. Pembicaraan semacam ini biasanya berbentuk lawakan, guyonan, dan candaan. Namun demikian, bergosip juga merupakan salah satu bentuk pembicaraan yang bertujuan untuk hiburan, dengan syarat tidak dilakukan dengan tendensi penghinaan, penghakiman, dan berbagai bentuk penekanan psikologis serius yang lain”.

c. Persuasif

“Tujuan persuasif merupakan tujuan pembicaraan yang menekankan daya bujuk sebagai kekuatannya. Hal ini berarti tujuan pembicaraan ini lebih menekankan pada usaha mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan pembicara melalui penggunaan bahasa yang halus dan penuh daya pikat. Tujuan berbicara jenis ini banyak digunakan oleh seseorang dalam kegiatan kampanye, propaganda, penjualan, dan lain-lain”.

d. Argumentatif

“Tujuan argumentatif merupakan tujuan berbicara untuk meyakinkan pendengar atas gagasan yang disampaikan oleh pembicara. Ciri khas tujuan ini adalah penggunaan alasan-alasan

(36)

rasional di dalam bahan pembicaraan yang digunakan pembicara. Berbicara jenis ini banyak digunakan dalam kegiatan diskusi ilmiah, keilmuan, dan debat politik”.

Sesuai dengan uraian di atas, dijelaskan tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin di komunikasikan. Berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu (a) memberitahukan, melaporkan (to inform); (b) menjamu, menghibur (to entertain); dan (c) membujuk, mengajak, mendesak, menyakinkan (to persuade) Tarigan, (2008: 16-17).

Dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara itu tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi tetapi juga dapat digunakan untuk memberitahukan, melaporkan, membujuk, menyakinkan, mendesak, mengajak dan menghibur lawan bicara. Dalam berbicara diharapkan antara pendengar dan pembicara saling memahami topik pembicaraan dan dapat mengungkapkan pembicaraan dengan baik.

3. Keberanian Berbicara

Keberanian berbicara tidak semua orang memilikinya. Keberanian ini didasarkan pada sikap seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Berani menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yakni mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya, tidak takut (gentar, kecut). Jadi, berani adalah sikap percaya diri dalam menghadapi bahaya atau

(37)

kesulitan. Menurut Kuntarto (2007:208) “percaya diri adalah dapat menyampaikan pesan-pesan dengan lancar. Tanda-tanda ketidakpercayadirian adalah gemetar, bicara putus-putus, nafas tersengal-sengal. Bukti bahwa seseorang berbicara dengan percaya diri adalah berani membuka mata, tersenyum, mulai berbicara dengan perlahan-lahan dan menaikan kecepatan berbicara secara bertahap”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberanian berbicara adalah suatu sikap yang dimiliki setiap individu untuk berani mengutarakan pendapat dengan didasarkan rasa percaya diri yang kuat untuk berbicara di depan umum dalam bentuk situasi apa pun.

C. Keterampilan Berdiskusi 1. Pengertian Diskusi

“Diskusi berasal dari kata bahasa Latin: discutere, yang berarti membeberkan masalah. Dalam arti luas, diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif. Dalam proses ini orang mengemukakan titik tolak pendapatnya, menjelaskan alasan dan hubungan antar masalah. Dalam arti sempit, diskusi berarti tukar menukar pikiran yang terjadi diantara kelompok kecil atau kelompok besar” (Hendrikus, 1991:96).

Tarigan (2008:40) menjelaskan bahwa “diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan suatu

(38)

kerjasama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok”.

Selaras dengan pernyataan Brilhart (dalam Dipodjojo,1982: 63) Brilhart menjelaskan bahwa “diskusi adalah pembicaraan antara dua atau beberapa orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, atau keputusan bersama mengenai sesuatu masalah”. Arsjad (1988:37) mengatakan pula “diskusi pada dasarnya merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa diskusi adalah bentuk pertukaran pikiran yang teratur dan terstruktur juga digunakan untuk memecahkan masalah atau membahas topik tertentu baik dalam kelompok besar maupun kecil dengan tujuan mendapatkan suatu pengertian, hasil, kesepakatan, dan keputusan mengenai suatu masalah secara bekerjasama.

2. Bentuk- bentuk Diskusi

Bentuk- bentuk dialog sebenarnya ditentukan secara lebih tepat oleh tujuan dan isi diskusi. Selanjutnya bentuk itu juga menentukan fungsi dari pemimpin diskusi dan para peserta yang mengambil bagian dalam diskusi. Pembagian bentuk diskusi dalam uraian ini berdasarkan

(39)

tujuan, isi, dan para peserta (Hendrikus, 1991: 97-99).

Hendrikus, (1991: 97-99) membagi bentuk-bentuk diskusi sebagai berikut:

a. Diskusi Fak

Diskusi fak adalah bentuk diskusi yang bertujuan mengolah suatu bahan atau masalah secara bersama-sama di bawah bimbingan seorang ahli. Pada dasarnya diskusi ini adalah proses saling menukar pikiran dan pendapat untuk mencapai suatu pengetahuan yang lebih tinggi. Diskusi ini memberikan manfaat kepada peserta untuk berpikir secara jelas. Waktu untuk berbicara biasanya sudah ditetapkan atau diatur sebelumnya. Ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan penyimpangan terhadap tema yang sudah ditentukan.

b. Diskusi Podium

Diskusi podium adalah diskusi yang diadakan untuk memecahkan jalan keluar suatu masalah yang dilakukan oleh wakil-wakil terpilih secara bersama. Dalam diskusi podium, masalah-masalah yang bersifat umum dijelaskan secara terbuka. Berikut ini contoh yang menggunakan diskusi podium:

Masalah tentang demo kenaikan harga BBM. Hal ini menyangkut para elemen masyarakat yaitu, tukang ojek, sopir, dll. Masalah ini dapat diselesaikan lewat diskusi podium. Prosesnya sebagai berikut:

(40)

Carilah seorang moderator, sebaiknya seorang yang netral, yang bukan anggota dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam masalah. Yang perlu diundang untuk menjadi pembicara dalam diskusi ini adalah perwakilan dari setiap elemen masyarakat dan pemerintah.

c. Forum Diskusi

Forum diskusi adalah salah satu bentuk dialog yang sering dipergunakan dalam bidang politik. Dalam bidang politik yang sering menggunakan atau melakukan forum diskusi adalah para pemimpin partai. Diskusi ini biasanya dilakukan secara terbuka oleh para pemimpin partai politik kepada masyarakat lewat radio, televisi. Untuk isi dalam forum diskusi ini berisi tentang penjelasan program, sikap dan tujuan partai politik.

Yang perlu diperhatikan dalam forum diskusi ini adalah bahwa orang-orang harus tetap berpegang pada tema yang sedang didiskusikan. Di samping itu orang juga harus dapat membedakan mana masalah pribadi dan mana masalah yang sedang dibicarakan. Masalah pribadi tidak boleh dimasukkan dalam forum dikusi. d. Diskusi Kasualis

Diskusi kasualis adalah diskusi bersama yang dilakukan untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah dengan tepat. Dalam diskusi ini biasanya mengundang seorang ahli yang mengetahui tentang masalah yang sedang dipecahkan untuk menjadi pengarah

(41)

atau pendamping jalannya diskusi kasualis. 3. Manfaat Diskusi

Tarigan (1981:47) menjelaskan “salah satu manfaat yang paling besar dari diskusi kelompok ialah kemampuan memberikan sumber-sumber yang lebih banyak bagi pemecahan masalah tinimbang yang tersedia atau yang mungkin diperoleh apabila seseorang pribadi membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi atau merusak suatu kelompok. Diskusi kelompok ini juga sangat berguna apabila dua pandangan yang bertentangan harus diajukan dan suatu hasil yang bersifat memilih “salah satu dari dua” yang segera akan dilaksanakan. Pengenalan terhadap beberapa pandangan baru mungkin dapat menerobos jalan buntu”. Jadi bisa disimpulkan bahwa manfaat dari berdiskusi adalah sebagai sarana memecahan masalah secara sama agar terciptanya suatu keputusan yang telah diputuskan bersama- bersama-sama.

D. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sudjana dalam Sriwahyuni (2013:9) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

(42)

bila dibandingkan pada saat sebelum pra-belajar” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999: 250-251). Berdasarkan Oemar dalam Sriwahyuni (2013: 9) “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”(Suprijono, 2009:5).

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian atau pencapaian akhir dari proses pembelajaran yang dilakukan untuk melihat apakah siswa sudah tahu dan mengerti tentang materi yang diajarkan. Hasil belajar juga dapat mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

Untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk perubahan maka siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan faktor dari luar individu. Menurut Rohmah (2012: 194-199) ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain:

a. Faktor luar yang mencangkup tentang lingkungan dan instrumental. Faktor lingkungan meliputi alam dan sosial. Sedangkan faktor instrumental meliputi, kurikulum/bahan pengajaran, guru/pengajar, saran dan fasilitas, administrasi/ manajemen.

(43)

b. Faktor dalam mencangkup 2 bagian yaitu faktor fisiologi dan psikologi. Faktor fisiologi mencangkup kondisi fisik dan kondisi panca indera. Sementara itu faktor psikologi terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.

E. Menyampaikan Persetujuan

Pernyataan persetujuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti (a) pernyataan setuju atau pernyataan menyetujui. Selaras dengan KBBI persetujuan berarti mempunyai arti yang sama dengan menyatakan kesamaan atau persamaan. Menurut Keraf (2007: 111) persamaan adalah pernyataan mengenai persamaan antara dua barang. Berdasarkan pengertian di atas dalam penelitan ini, menyampaikan persetujuan adalah kegiatan melatih keterampilan berbicara yang didasarkan pada pernyataan yang menunjukkan kesetujuan atau persamaan dalam suatu masalah atau peristiwa. Agar menyampaikan persetujuan dapat berjalan dengan baik harus disampaikan dengan singkat, padat, dan jelas serta menggunakan bahasa yang sopan didukung dan dikuatkan dengan opini.

F. Menyampaikan Sanggahan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyanggah yaitu (a) membantah, (b) melawan, (c) mengajukan pertanyaan untuk menguji, (d) memprotes, (e) tidak mau menerima. Selaras dengan pernyataan Keraf

(44)

(2007:113) pertentangan adalah argumentasi yang didasarkan pada relasi antar pelbagai fakta dan peristiwa. Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini, menyampaikan sanggahan adalah mengajukan pertanyaan untuk menguji suatu bahan atau masalah yang akan didiskusikan. Agar dalam menyampaikan sanggahan dapat berjalan dengan baik maka harus memperhatikan penggunaan bahasa yang sopan sehingga tidak menyinggung pihak manapun. Dalam menyampaikan sanggahan suatu masalah atau peristiwa harus disampaikan dengan logis dan menggunakan fakta dan opini yang kuat.

G. Menyampaikan Penolakan Pendapat

Penolakan adalah (a) proses, (b) cara, (c) perbuatan menolak (KBBI). Menurut Keraf (2007: 80) menyampaikan penolakan adalah kemampuan untuk menilai pendapat-pendapat orang, sanggup menunjukkan kelemahan pada lawannya, dan kemudian dapat menunjukkan jalan keluar sebaik-baiknya. Berdasarkan pengertian KBBI dan ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa menyampaikan penolakan adalah suatu kegiatan yang menunjukkan ketidaksetujuan atau kurang sependapat dengan hal yang sedang didiskusikan.

Menyampaikan penolakan berjalan dengan baik apabila menggunakan bahasa yang sopan dan santun, menyampaikan penolakan dengan alasan yang kuat, tidak menyinggung perasaan orang lain, baik yang ditolak pendapatnya atau pun orang-orang di dalam forum dan yang

(45)

terakhir tidak hanya menyampaikan dengan sopan dan santun tetapi isi dari penolakan tersebut tidak mengandung unsur SARA.

H. Model Pembelajaran Kooperatif

“Model pemebelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebaya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain” (Daryanto, 2014: 35). Menurut Johnson (dalam Isjoni, 2013: 21) Johnson mengatakan “pembelajaran kooperatif sebagai suatu kaidah pengajaran. Kaidah ini merupakan satu proses pembelajaran yang melibatkan siswa yang belajar dalam kumpulan yang kecil. Setiap siswa dalam kelompok ini dikehendaki bekerja sama untuk memperlengkapkan dan meluaskan pembelajaran diri sendiri dan juga ahli lain. Dalam kaidah ini, siswa-siswa akan dipecahkan kepada kelompok-kelompok kecil dan menerima arahan dari guru untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Mereka dalam kelompok seterusnya diminta bekerjasama untuk menyelesaikan tugas sehingga menghasilkan kerja yang memuaskan”.

Suprijono (2016:196) menjelaskan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik

(46)

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran”. Menurut Lie dalam Isjoni (2013:23) menjelaskan “pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan oleh Lie, pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan”.

Selaras dengan pernyataan Nur dalam Isjoni (2013:27) “pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Menurut Huda (2012:27) “pembelajaran kooperatif diyakini sebagi praktik pedagogis untuk meningkatkan proses pembelajaran, gaya berpikir tingkat tinggi, perilaku sosial, sekaligus kepedulian terhadap siswa-siswa yang memiliki latar belakang kemampuan, penyesuaian, dan kebutuhan yang berbeda-beda”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah proses, sistem pembelajaran yang dilakukan dengan cara

(47)

membentuk kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman setiap anggota kelompok. Setelah peserta didik membentuk kelompok-kelompok kecil, guru memberi arahan untuk menyelesaikan dan memecahakan tugas, masalah secara bekerja sama melalui interaksi sosial teman sebaya agar tercapainya tujuan tertentu dan peserta didik mampu memahami materi. Model pembelajaran kooperatif juga dikatakan sebagai pembelajaran gotong-royong.

I. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

1. Pengertian Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Dalam penjelasannya, Huda (2013:207) menjelaskan “Metode Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok yang bertujuan agar siswa saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berpresentasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik”. Metode pembelajaran ini bisa digunakan pada semua mata pembelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik.

Menurut Shoimin (2014:222) “Model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah dua orang siswa tinggal di kelompok dan dua orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok

(48)

yang dikunjunginya. Dalam model ini setiap anak mempunyai tugas dan tanggung jawab masing- masing untuk memberikan informasi kepada orang lain dan bertanya informasi pada orang lain”.

“Pembelajaran model Two Stay Two Stray adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap dikelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok” (Ngalimun, 2012: 170-171).

Menurut Suprijono (2009: 93-94) “pembelajaran Two Stay Two Stray ini diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intra kelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan

(49)

membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan”.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tentang model pembelajaran Two Stay Two Stray maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran ini bertujuan untuk melatih tanggung jawab siswa, melatih keterampilan berbicara siswa, siswa dapat mengemukakan pendapat secara bebas serta siswa dapat menghargai pendapat orang lain. Semuanya itu di tunjukkan mulai dari siswa berkerjasama berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Setelah itu 2 orang dari kelompok asal pergi bertamu kekelompok yang lain untuk mencari pendapat kelompok lain dan 2 orang yang lain tetap tinggal di kelompok bertugas untuk menjelaskan jawaban yang telah didiskusikan oleh kelompok. Setelah selesai, 2 orang yang pergi bertamu kembali ke kelompok untuk mencocokkan jawaban. Setelah semua kelompok selesai maka mereka akan mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

2. Tahapan- Tahapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray dalam Pembelajaran Berdiskusi

Pembelajaran model Two Stay Two Stray terdiri dari beberapa tahapan. Shoimin, (2014: 223-224) menjelaskan tahapan-tahapan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Tahapannya sebagai berikut:

a. Persiapan

(50)

merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran. Mencari bahan diskusi yaitu sebuah berita terhangat atau artikel. Setelah itu peneliti masuk ke dalam kelas dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa.

b. Presentasi Guru

Setelah guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Guru menyampaikan indikator pembelajaran yang akan dilaksanakan, guru juga menjelaskan tentang materi tentang mengemukakan pikiran, perasaan dan informasi melalui kegiatan diskusi dan juga menjelaskan tahapan pembelajaranyang akan dilakukan.

c. Kegiatan Kelompok

Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang diberikan oleh peneliti yang isinya tugas-tugas yang harus dipelajari dan dikerjakan oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi yang sudah dijelaskan, siswa mendiskusikan ke dalam kelompok kecil (4 siswa). Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian, setelah selesai bediskusi, 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam

(51)

kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri untuk kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mencocokkan dan menbahas hasil-hasil kerja mereka.

d. Formalitas

Setelah semua kelompok sudah selesai berdiskusi maka salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.

e. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Tahap evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray. Masing-masing siswa pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

J. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini berjudul Peningkatan Hasil Belajar dan Keberanian Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, Penolakan pendapat dengan

(52)

Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray pada Siswa Kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rusiyono (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Berdiskusi dengan Model Pembelajaran Project Citizen pada Siswa Kelas X2 SMA Widya Kutoarjo”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran Project Citizen dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi. Peningkatan keterampilan berdiskusi siswa tampak pada kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan dan antusias siswa ketikaa melakukan diskusi menggunakan model pembelajaran Project Citizen sehingga dapat menciptakan suasana diskusi yang aktif dan menyenangkan bagi siswa.

Penelitian tersebut membahas tentang menciptakan diskusi yang aktif dan meningkatkan keterampilan berbicara siswa sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang juga membahas tentang meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas meningkatkan keterampilan berdiskusi secara umum saja tetapi penelitian ini lebih mendalam tentang menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat dalam diskusi, model pembelajaran yang diambil adalah model pembelajaran kooperatif tipe Project Citizen sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajran Two Stay Two Stray. Selain itu, penelitian ini dilakukan di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten,

(53)

sedangkan dalam penelitian tersebut dilakukan di SMA Widya Kutoarjo. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan berbeda dengan hasil penelitian tersebut.

Penelitian relevan yang kedua dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Berdiskusi dengan Metode Jigsaw pada Siswa Kelas X F SMA Negeri 1 Seyegan Sleman” menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa kelas X F SMA Negeri I Seyegan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Peningkatan keterampilan berdiskusi siswa tampak pada proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh keaktifan, keberanian siswa, pemerataan kesempatan berbicara, dan antusias siswaa ketika melakukan diskusi sehingga dapat menciptakan suasana diskusi yang aktif.

Penelitian tersebut membahas tentang keberanian siswa berbicara sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini yang juga membahas tentang keberanian siswa berbicara. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah jika penelitian di di atas meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam berdiskusi secara umum untuk penelitian ini meningkatkan keberanian siswa berbicara menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat dalam diskusi, model pembelajaran yang diambil adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sedangkan penelitian ini

(54)

menggunakan model pembelajran Two Stay Two Stray. Selain itu, penelitian ini dilakukan di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten, sedangkan dalam penelitian tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Seyegan. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan berbeda dengan hasil penelitian tersebut.

Dari penelitian relevan yang telah diungkapkan di atas, dapat ditegaskan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan. Dengan demikian, peneliti berkeiinginan melaksanakan penelitian tersebut. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui peningkatan hasil belajar dan keberanian menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat melalui penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

K. Kerangka Berpikir

Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa pada pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk saat ini berbicara dianggap momok bagi kebanyakan siswa. Siswa takut untuk berbicara dan mereka tidak percaya diri untuk berbicara. Siswa yang bisa berbicara belum tentu berani menyampaikan pendapat di depan umum. Siswa juga kurang bisa menyampaikan ide, pendapat dan gagasan khususnya dalam berdiskusi. Pada saat berdiskusi siswa diharapkan mampu menyampaikan, persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat, menghargai pendapat orang lain dan juga menyanggah pendapat dengan baik.

(55)

Kendala yang masih ada pada siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten adalah kemampuan siswa yang masih dibawah rata-rata, rendahnya keterampilan berbicara siswa dan banyaknya siswa yang pasif atau belum berani menyampaikan pesetujuan, sanggahan, penolakan pendapat. Kalaupun ada yang aktif dan berani berbicara itu hanya beberapa anak saja. Siswa juga belum memahami secara jelas apa itu diskusi. Pada saat berdiskusi siswa masih banyak yang berjalan kesana- kemari.

Two Stay Two Stray adalah salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong semua siswa untuk bebas berpendapat dan juga bisa menghargai pendapat orang lain dengan baik dan benar. Selain itu model pembelajaran ini juga melatih anak untuk mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi dan juga memberi kesempatan siswa untuk melatih keterampilan berbicara anak secara lebih terarah. Jadi, dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray, siswa lebih berani dalam berbicara dan juga meningkatkan hasil belajar dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(56)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kondisi Awal:

1. Hasil belajar siswa rendah

2. Keterampilan berbicara siswa rendah 3. Guru masih menggunakan model

pembelajaran ceramah

Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Siklus I

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray dengan bahan diskusi “Dampak Game Online Bagi Pelajar”

Siklus II

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray dengan bahan diskusi “Apakah Pacaran Itu Perlu?”

Evaluasi:

1. Hasil belajar siswa

2. Keberanian siswa

Hasil belajar dan keberanian siswa meningkat

(57)

L. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, hipotesis penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar meyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat dan meningkatkan keberanian siswa dalam menyampaikan persetujuan, sanggahan, penolakan pendapat.

(58)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas (classroomaction research). Penelitian tindakan kelas yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisifatif dengan tujuan memperbaiki kinerja sebagi guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wijaya dan Dedi, 2009:9). Model penelitian yang digunakan adalah model yang diskemukakan oleh Kemmis Mc Taggart.

Dalam penelitian tindakan kelas model Kemmis Mc Taggart terdiri dari perangkat-perangkat yaitu, perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Pada gambar di bawah, tampak bahwa di dalamnya terdiri dari dua perangkat komponen yang dapat dikatakan sebagai siklus kedua (Wijaya dan Dedi, 2009:21).

Gambar

Tabel 3.1  Pedoman Penilaian Keberanian Menyampaikan Persetujuan,
Gambar 2.1  Skema Kerangka Berpikir   ...................................................
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Pembelajaran Bahasa Indonesia
Gambar 3.1 Skema Desain Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis Mc Taggart  (Wijaya dan Dedi, 2009: 21)
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan prioritas masalah Gangguan Nutrisi Kurang Dari kebutuhan. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan

Yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja (Pokja) Pemagaran Gedung Kantor Pengadilan Agama Tanjung Selor, pada hari ini RABU , tanggal TIGA bulan JUNI¸ tahun DUA

O total das despesas durante o período de transição foi de US$ 104,87 milhões, contra estimativas de US$ 116,41 milhões, o que significa que a taxa de execução orçamental global

Engage the private sector and civil society to work towards the public good: (a) improve nutrition through healthy fortified products; (b) increased awareness by civil society

IMPLEMENTASI METODE DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA INTERNET UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN PENGEMBANGAN SIKAP POSITIF PADA TEMA PENIPISAN LAPISAN OZON..

Pengaruh Pemberian Pupuk Kalium dari Berbagai Tanah Bekas Rotasi Tembakau Pada Tanaman Terhadap Bakteri Penyait Layu ( Pseudomonas solanacearum E.F. Smith ) Pada Tanaman Tembakau

Analisis Penggunaan Huruf Lam dalam Al-Qur`an serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Tarjamah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Judul Skripsi : Sintesis Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot utilissima P.) Dengan Metode Basah (Adebiyi). Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan