1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk setelah perang dunia kedua sangat cepat meningkat, oleh karena penemuan dalam bidang kesehatan diantaranya usia harapan hidup makin panjang, angka kematian ibu makin menurun, perawatan dan pelayanan terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian, dan jumlah perkawinan serta kelahiran semakin meningkat (Manuaba, 2001). Masalah penduduk merupakan salah satu yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan yang cukup tinggi (BKKBN, 2008). Maka untuk menekan laju pertumbuhan penduduk tersebut pemerintah melaksanakan program keluarga berencana (KB), sebab jika tidak meningkatkan peserta KB, jumlah penduduk Indonesia akan mengalami ledakan yang luar biasa.
penduduk 2010, jumlah penduduk indonesia 237,6 juta jiwa. Pada 2020 diperkirakan tumbuh menjadi 271,1 juta jiwa. Pada 2035 diperkirakan bertambah menjadi 305,6 juta jiwa atau naik 28,6% (BKKBN, 2014).
Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa. Hal ini menjadikan negeri menjadi negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Dan menjadikan pulau jawa sebagai salah satu daerah terpadat di dunia. Apabila kebijakan tentang pembatasan kelahiran tidak diteruskan, di khawatirkan jumlah penduduk di Indonesia menjadi tidak terkendali. Padahal setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak (Sunaryo, 2013).
Program Kependudukan Keluarga Berencana (KKB) Nasional perlu didukung untuk meningkatkan pengendalian tingkat kelahiran penduduk melalui upaya dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin serta daerah terpencil dan daerah perbatasan (BKKBN, 2014). Dalam kondisi program KKB yang stagnasi inilah pimpinan BKKBN pusat telah menjalankan strategi untuk mengatasi berbagai masalah kependudukan dan KB. Dalam membangun masyarakat sejahtera, salah satu pilarnya adalah bagaimana mengelola anak dan menjadikan anak berkualitas baik dari sisi kesehatan dan pendidikan, serta mempunyai akses terhadap berbagai fasilitas publik yang lebih baik.
kontrasepsi adalah bagian dari hak-hak reproduksi. Atas hal tersebut tidak ada pemaksaan dalam penggunaan alat kontarsepsi. Pelaksanaan KB di Indonesia dipengaruhi oleh aspek agama, nilai, etika, latar belakang budaya sehingga aspek gender berkontribusi dalam KB dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2009).
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) expert committe 1970 adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Handayani, 2010). Dan menurut Pinem (2009) Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Alasan utama diperlukannya pelayanan program keluarga berencana adalah pencegahan kematian dan kesakitan ibu (BKKBN, 2010).
Alat kontrasepsi merupakan suatu cara untuk menunda kehamilan (Mulyani, 2013). Sampai saat ini, wanita adalah pihak pertama kali ditawarkan untuk menggunakan alat kontrasepsi, walaupun rencana penundaan kehamilan merupakan kesepakan sepasang suami istri. Padahal, saat ini banyak alternatif bantuan alat kontrasepsi untuk pria. Selain itu, alat kontrasepsi tidak selalu aman untuk wanita (Manuaba, 2001).
kontrasepsi Hormonal meliputi: pil, implant, suntikan, dan jenis kontasepsi mantap (steril) meliputi : (MOW) Tubektomi dan (MOP) Vasektomi (Pinem, 2009). Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Pelayanan kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan pelayanan AKDR, implant, dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten (Handayani, 2010).
Metode kontrasepsi yang paling diminati saat ini adalah metode suntikan karena aman, sederhana, efektif, mudah didapat, ekonomis dan tidak menimbulkan gangguan, karena alasan inilah sehingga banyak wanita memilih untuk menggunakan kontrasepsi suntik (BKKBN, 2008).
Sekalipun gerakan keluarga berencana nasional dianggap cukup berhasil, tetapi masih terdapat beberapa dilema pada pelaksanaan program keluarga berencana (Manuaba, 2001). Banyak wanita mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena banyaknya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua (BKKBN, 2009).
berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi. Namun demikian lebih tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesadaran untuk menggunakan alat kontrasepsi semakin meningkat pula. Sumber informasi dan dukungan suami dan keluarga terdekat juga memberikan peranan yang cukup besar dalam pemilihan alat kontrasepsi.
Saat ini seluruh pemakaian alat kontrasepsi didominasi jangka pendek, terutama jenis suntikan yang mencapai 31.9%. Tingkat pemakaian metode KB jangka panjang, yaitu IUD, Implant, MOW dan MOP hanya sebesar 10.6% (BKKBN, 2014). Dan termasuk data di Sumatera Utara sendiri untuk tahun 2013 akseptor suntik sebanyak 39-53% (BKKBN, 2013), dan data di Kabupaten Labuhanbatu Selatan untuk periode januari s/d desember 2014 akseptor suntik mencapai 41,2% (Rekapitulasi BKKBN kabupaten, 2014).
Setelah peneliti melakukan survey awal di wilayah kerja Puskesmas Aek Goti Kabupaten Labuhanbatu Selatan, didapatkan data akseptor KB antara lain : suntikan satu bulan 25%, suntikan 3 bulan 65%, AKDR/IUD 4%, implant/susuk 1%, pil 5%. Oleh karena itu, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pemakaian alat kontarsepsi jenis suntik.
1.2 Rumusan Masalah
kontrasepsi suntik di wilayah kerja Puskesmas Aek Goti Kabupaten Labuhanbatu Selatan?
1.1. Tujuan Penelitian
1.1.1.Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pemakaian alat kontrasepsi suntik di wilayah kerja Puskesmas Aek Goti Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor Sikap ibu yang memakai KB suntik b. Untuk mengetahui faktor Pendidikanibu yang memakai KB suntik c. Untuk mengetahui faktor Ekonomi ibu yang memakai KB suntik d. Untuk mengetahui faktor Umur ibu yang memakaiKB suntik
e. Untuk mengetahui faktor Sosial budaya ibu yang memakai KB suntik
1.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/informasi kepada berbagai pihak terkait tentang” faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pemakaian alat kontrasepsi suntik”.
Sebagai informasi tambahan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pemakaian alat kontrasepsi suntik.
1.2.2.Praktek Keperawatan
Meningkatkan pengetahuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan atau konseling tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pemakaian alat kontrasepsi Suntik kepada akseptor KB.
1.2.3.Penelitian Keperawatan