• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar 10 persen bersumber dari produk olahan kedelai. Begitu banyaknya permintaan kedelai menyebabkan pemenuhan kebutuhan kedelai nasional masih harus diimpor, sehingga sangat rentan dengan fluktuasi harga dipasar internasional. Kondisi ini sejalan dengan peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), bahwa akhir-akhir ini dunia terancam krisis pangan,

sebagai dampak dari perubahan iklim. Sejak tahun lalu, harga komoditas pangan meningkat tajam, akibat kurangnya pasokan dari seluruh dunia.

Perubahan harga yang begitu drastis, sangat memukul rakyat miskin di Indonesia. Sebab, kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe, di mana sebagian besar produsennya adalah kelompok usaha kecil dan

menengah. Selama ini para pengusaha tempe lebih suka menggunakan kedelai

impor untuk bahan baku pembuatan tempe daripada menggunakan kedelai lokal karena selain produksi kedelai lokal tidak bisa memenuhi stok dalam negeri, mutu dan kualitas kedelai impor yang jauh lebih bagus menjadi alasan kenapa kedelai impor ini lebih sering digunakan di pasaran dan kacang impor sudah biasa digunakan oleh pengrajin tempe sebagai bahan baku, sehingga kacang ini telah mempunyai kedudukan di hati pengrajin dan masyarakat penggemar tempe dan mengganggap bahwa kedelai impor ada ciri-cirinya, yakni lebih besar. Sedangkan kedelai lokal memiliki Kelemahan yaitu selain harga juga lebih tinggi, biji kedelai juga lebih kecil. Saat dibuat menjadi tempe, biji kedelai tidak mengembang. Selain itu, menurut sejumlah perajin menggunakan kedelai lokal hasil produksi menjadi cepat basi. Hal serupa juga terjadi kepada para pengusaha tempe di Desa Sepande Kabupaten Sidoarjo yang semua pangusaha tempenya menggunakan bahan baku kedelai impor karena dengan menggunakan kedelai impor dirasa lebih menguntungkan dan hasil olahannya lebih bagus jika dibandingkan dengan menggunakan kedelai lokal sehingga perlu adanya upaya dari pemerintah dalam melakukan perbaikan mutu dari varietas kedelai lokal agar mampu bersaing dengan kedelai impor yang cenderung lebih diminati para pengusaha tempe. Kedelai impor yang digunakan para pengusaha tempe di Desa Sepande terdiri dari berbagai macam jenis sehingga dalam pembagiaanya dibagi menjadi kedelai jenis pelangi dan kedelai jenis non pelangi.

Untuk mengetahui perkembangan rata-rata harga kedelai jenis pelangi dan non pelangi dapat dilihat pada gambar,garis trend berikut ini :

Gambar 5. Tren Perkembangan Permintaan Kedelai Jenis Pelangi di Tingkat Kopti Desa Sepande tahun 2010 – 2012

Berdasarkan lampiran diperoleh persamaan Y = 4,838 + 0,016 X. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien bertanda positif sebesar 0,016. Berdasarkan hipotesa dapat dikatakan bahwa hipotesa diterima karena kurva menunjukkan adanya hubungan yang positif permintaan kedelai jenis pelangi sehingga terjadi peningkatan. Rata- rata peningkatan harga kedelai sebesar 0,016 kg per bulannya dalam kurun waktu tahun 2010 sampai 2012 yang dapat dilihat pada gambar dengan adanya kedudukan garis trend yang meningkat. Total permintaan kedelai jenis pelangi selama kurun waktu 2010-2012 sebanyak 56312,94 kw. Peningkatan ini terus terjadi karena kedelai jenis pelangi merupakan kedelai yang paling banyak disukai dan digunakan oleh para pengusaha tempe di Desa Sepande dibandingkan dengan jenis kedelai Hal ini karena kedelai jenis pelangi memiliki mutu yang paling bagus diantara kedelai

pengusaha tempe dan ada juga pengusaha tempe yang fanatik terhdap satu jenis kedelai dan malas untuk mencona jenis kedelai lainnya termasuk fanatik terhadap kedelai jenis pelangi walaupun ada sebagian pengusaha tempe yang menggunakan kedelai jenis non pelangi sehingga berapapun harganya mereka tetap membelinya. Ada juga beberapa pengusaha yang menggunakan kedelai jenis pelangi dengan alasan karena turun menurun. Mereka merasa ada yang kurang jika tidak menggunakan kedelai jenis pelangi dan menjadi suatu kebiasaan bagi mereka dalam menggunakan kedelai jenis pelangi sebagai bahan baku pembuatan tempe sehingga berapapun harganya mereka tetap membelinya.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa jenis kedelai di Desa Sepande dibagi menjadi 2 jenis yaitu kedelai jenis pelangi dan kedelai jenis non pelangi. Tren perkembangan permintaan kedelai jenis pelangi telah dijelaskan pada paragraf di atas sedangkan untuk mengetahui perkembangan permintaan kedelai jenis non pelangi dapat dilihat pada gambar,garis trend berikut ini :

Berdasarkan lampiran diperoleh persamaan Y=5,189 – 0,007 X. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien bertanda negatif sebesar 0,007. Berdasarkan hipotesa dapat dikatakan bahwa hipotesa ditolak karena kurva menunjukkan adanya hubungan yang negatif pada permintaan kedelai jenis non pelangi sehingga terjadi penurunan. Rata- rata penurunan permintaan sebesar 0,007 kg per bulannya dalam kurun waktu tahun 2010 sampai 2012 yang dapat dilihat pada gambar dengan adanya kedudukan garis trend yang menurun

Penurunan ini terjadi karena minat para pengusaha tempe terhadap penggunaan kedelai jenis kedelai non pelangi tidak sebesar minat para pengusaha tempe dalam menggunakan kedelai jenis pelangi sehingga dapat dikatakan bahwa kedelai jenis pelangi merupakan kedelai favorit dalam hal permintaan kedelai oleh pengusaha tempe di Desa Seppande Kabupaten Sidoarjo. Selain itu dari segi mutu kedelai jenis pelangi lebih unggul dibandingkan kedelai jenis non pelangi sehingga banyak pengusaha tempe yang cenderung beralih ke kedelai pelangi. Diketahui jumlah permintaan kedelai jenis non pelangi sebesar 57064,37 kg dalam kurun waktu tahun 2010-2012. Sedikitnya minat pengusaha tempe terhadap penggunaan kedelai jenis non pelangi disebabkan karena harga kedelai jenis non pelangi rata- rata memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan kedelai jenis pelangi. Sehingga sebagian besar pengusaha tempe dengan skala menengah ke bawah cenderung lebih memilih kedelai jenis pelangi yang harganya lebih terjangkau karena menyesuaikan dengan daya beli mereka. Selain itu disebabkan pula karena faktor turun menurun dan kebiasaan para pengusaha dalam mengunakan kedelai jenis pelangi sehingga mereka cenderung malas untuk mencoba jenis kedelai lainnya yang harga nya lebih mahal walaupun kedelai jenis non pelangi memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan kedelai jenis pelangi sehingga dapat

cenderung menurun. Beda hal nya dengan perkembangan permintaan kedelai jenis pelangi yang cenderung meningkat per bulannya dalam kurun waktu tahun 2010-2012. Sedangkan untuk mengetahui perkembangan total permintaan kedelai jenis pelangi dan non pelangi dapat dilihat pada gambar,garis trend berikut ini :

Gambar 7. Tren Perkembangan Total Permintaan Kedelai di Tingkat Kopti Desa Sepande tahun 2010 – 2012

Berdasarkan lampiran diperoleh persamaan Y = 5.518 – 0,000 X. Hal ini

menunjukkan bahwa koefisien bertanda negatif sebesar 0,000. Berdasarkan hipotesa dapat dikatakan bahwa hipotesa ditolak karena kurva menunjukkan adanya hubungan yang negatif pada total permintaan kedelai jenis pelangi dan non pelangi sehingga terjadi penurunan namun dengan nilai sebesar 0,00 menunjukkan bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan dengan adanya perubahan harga kedelai.

Total permintaan ini merupakan jumlah antara permintaan kedelai jenis pelangi dan kedelai jenis non pelangi. Diketahui bahwa perkembangan permintaan kedelai jenis pelangi mengalami peningkatan dengan jumlah

permintaan sebesar 54811,80 kw pada kurun waktu tahun 2010-2012. Sedangkan perkembangan permintaan kedelai jenis non pelangi mengalami

penurunan dengan jumlah permintaan sebesar 57064,37 kw pada kurun waktu

tahun 2010-2012 sehingga jelas dari perpaduan antara permintaan kedelai jenis pelangi dan jenis non pelangi memperlihatkan grafik dengan keadaan stabil atau tidak ada perubahan. Jadi sesuai dengan teori permintaan jika harga naik maka permintaan terhadap suatu barang cenderung menurun dan juga sebaliknya. Hal ini tidak terjadi di Desa Sepande yang merupakan sentra pembuatan tempe yang dapat dilihat pada grafik tren perkembangan permintaan kedelai terlihat stabil ketika harga kedelai melambung naik karena kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tempe yang permintaannya tidak mengalami perubahan walau harganya berubah-ubah dan berapapun harga tempe konsumen tetap membelinya karena tempe merupakan lauk pauk yang harganya paling murah serta kaya akan gizi sehingga berapapun harga tempe tidak mengurangi permintaan tempe di pasaran. Adapun itu membuat permintaan kedelai oleh para pengusaha tempe menjadi tetap dan biasanya para pengusaha tempe memberi solusi dengan cara memperkecil ukuran dan menurunkan mutu tempe ketika harga kedelai naik.

E. Pengaruh Harga Terhadap Permintaan Kedelai Oleh Pengusaha Tempe di

Dokumen terkait