• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN

E. Perkembangan Variabel Yang Diamati

1. Ekspor Karet Alam Indonesia ke RRC (Republik Rakyat China)

Karet merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang jumlah produksinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dari keseluruhan total produksi karet Indonesia hampir lebih dari 90 persen ditujukan untuk ekspor. RRC (Republik Rakyat China) merupakan salah satu Negara tujuan utama ekspor karet Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya konsumsi karet alam di China beberapa tahun terakhir akibat berkembang pesatnya industri otomotif disana.

Ekspor karet Indonesia ke RRC tumbuh rata-rata mencapai 9.09% pertahun (table 4.). Meskipun begitu jika dilihat dari periode 1999-2009, ekspor karet Indonesia ke RRC selalu menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Misalnya pada tahun 2001 ekspor ke RRC sebesar 136.607 Ton, kemudian pada tahun 2002 turun ke level 46.221 Ton, kemudian pada tahun 2003 naik kembali menjadi 107.724 ton.

Tabel 4.3

Ekspor Karet Indonesia ke RRC Tahun 1999-2009

Tahun Berat Bersih (Ton)

Nilai (US $) Growth (%) 1999 27514 24.922.181 - 2000 35085 33.225.495 21.58 2001 136607 133.499.191 74.32 2002 46221 43.692.711 -195.55 2003 107724 99.310.756 57.09 2004 197598 229.213.680 45.48 2005 249791 170.157.629 20.89 2006 337223 322.250.299 25.93 2007 341021 354.286.717 1.11 2008 318841 835.044.579 -6.96 2009 457118.2 877.986.927 30.25 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Peningkatan volume ekspor karet tersebut membuktikan bahwa karet merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia dalam menghasilkan devisa Negara. Selain itu, keberadaan Indonesia sangat diperhitungkan sebagai produsen utama karet dunia sehingga Indonesia berpeluang untuk menguasai pasar global.

2. Harga Karet Alam Dunia

Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi dan pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme. Dalam mekanisme ini terdapat dua kekuatan pokok yang saling berinteraksi, yaitu penawaran dan permintaan dari barang tersebut. Apabila pada suatu tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang ditawarkan maka harga akan naik, sebaliknya bila

kuantitas barang yang ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak daripada kuantitas permintaan, maka harga cenderung turun. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari barang tersebut. Sampai pada tingkat harga tertinggi konsumen cenderung menggantikan barang tersebut dengan barang lain yang mempunyai hubungan dekat dan relative lebih murah. ( Budiono, 1996)

Karet merupakan komoditas perdagangan dunia yang penting, namun harganya seringkali berfluktuasi sehingga merugikan negara produsen. Perkembangan harga karet alam di pasar dunia sejak tahun 1999-2009 terlihat dalam tabel berikut :

Table 4.4

Harga karet alam dunia tahun 1999-2009 (US$ per Metrik Ton)

Tahun Harga karet alam dunia 1999 905.8 2000 947 2001 977.25 2002 945.3 2003 921.9 2004 1160 2005 681.2 2006 955.6 2007 1038.9 2008 2619 2009 1920.7

Sumber : IRSG dan Departemen Perdagangan

US$ 681.2/mt. kemudian harga karet dunia merambat naik kembali hingga pada tahun 2008 mencapai tingkat tertinggi US$ 2,619/mt.

3. Harga Karet Sintetis

Konsumsi karet alam disaingi oleh barang pengganti karet. Barang pengganti ini pengaruhnya sangat dominan terhadap perkembangan usaha perkembangan karet alam. Semakin banyak barang pengganti karet, salah satunya karet sintetis, akan semakin besar pengaruhnya apalagi diikuti oleh harga yang lebih rendah.

Untuk perkembangan harga karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya relatif stabil dibanding dengan karet alam. Selain itu, harga karet sintetis tergantung dengan harga bahan baku pembuatan karet sintetis (yaitu minyak mentah), kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen.

Perkembangan harga karet sintetis dunia, selama periode 1999-2009 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000 harga karet sintetis mencapai tingkat tertinggi US$ 45456.18 /mt. Hal ini mungkin disebabkan tingginya harga bahan baku karet sintetis, yaitu minyak mentah, pada tahun tersebut.

Tabel 4.5

Harga karet sintetis (US$ per Metrik Ton) Tahun 1999-2009

Tahun Harga karet sintetis 1999 19458.53 2000 45456.18 2001 9785.9 2002 7779.85 2003 4437.65 2004 4000.54 2005 4030.15 2006 3978.56 2007 3941.96 2008 3691.59 2009 3557.22

Sumber : IRSG dan Departemen Perdagangan

4. Nilai Tukar Yuan RRC terhadap Rupiah

Penurunan nilai rupiah terhadap Yuan RRC akan berakibat pada naiknya kemampuan Yuan untuk membeli karet yang lebih besar yang dihasilkan Indonesia dengan nilai tukar rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menguat terhadap Yuan RRC akan berakibat pada kemampuaan Yuan yang menurun dalam perolehan barang dengan nilai rupiah. Kurs valuta asing merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain “ lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang-barang-barang yang diproduksi di dalam negeri. Kurs dibedakan menjadi dua jenis yaitu kurs nominal dan kurs riil.

Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uangdua negara. Untuk menerangkan hal ini akan diperhatikan kurs mata uang

yen Jepang dan dolar Amerika Serikat. Apabila nilai mata uang dolar adalah tinggi, yaitu misalnya kurs adalah atau dolar AS = 200 yen, maka barang di Amerika Serikat adalah relatif mahal. Barang yang berharga satu dolar di Amerika Serikat memerlukan 200 yen, apabila penduduk Jepang ingin mengimpor barang Amerika Serikat ke Jepang. Sebaliknya apabila nilai mata uang dolar rendah, misal satu dolar AS = 100 yen, maka barang AS menjadi relatif lebih murah. Sesuatu barang yang berharga satu dolar hanya memerlukan 100 yen untuk memperolehnya. Harga-harga barang Amerika Serikat yang semakin murah akan menaikkan permintaan penduduk Jepang ke atas barang-barang Amerika Serikat (Sukirno,2002).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan apabila exchange rate

atau kurs valuta asing naik, berarti nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dinilai lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya sebaliknya apabila

exchange rate atau kurs valuta asing turun berarti mata uang domestik terhadap mata uang asing dinilai lebih rendah dari pada sebelumnya. Dengan demikian jika exchange rate naik, berarti pula harga barang impor lebih rendah dari pada sebelumnya, sehingga jumlah barang impor yang diminta akan naik, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa jumlah barang yang dibeli per unit waktu menjadi besar apabila harga cateris paribus, semakin rendah. Sebaliknya apabila exchange rate turun, berarti pula harga barang impor lebih tinggi dari pada sebelumnya, sehingga jumlah barang impor yang diminta akan turun, cateris paribus. Hal

ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa jumlah barang yang diminta akan turun jika harga, cateris paribus, semakin tinggi.

Sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita dapat memperdagangkan barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Jika kurs riil tinggi barang-barang-barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik lebih murah (Mankew, 2001). Berdasarkan tabel di bawah nilai tukar Yuan terhadap Rupiah menunjukkan perubahan yang relatif stabil.

Tabel 4.6

Nilai tukar Yuan terhadap Rupiah Tahun 1999-2009

Tahun Nilai tukar Yuan terhadap Rupiah (dalam Rupiah) 1999 950.5146411 2000 1013.692137 2001 1238.764557 2002 1125.767795 2003 1036.188877 2004 1078.713969 2005 1184.934166 2006 1149.62471 2007 1202.157584 2008 1396.406035 2009 1522.962706

5. GDP Riil RRC

Gross Domestic Bruto (GDP) adalah jumlah seluruh keluaran yang dihasilkan oleh suatu Negara selama satu tahun dengan dikecualikan dari keluaran yang dihasilkan oleh perusahaan domestik yang beroperasi di luar negeri (Curry, 2001). Pertumbuhan GDP merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. GDP dapat dibedakan menjadi dua, yaitu GDP atas dasar harga berlaku dan GDP atas dasar harga konstan. GDP atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai produksi yang dinilai sesuai dengan harga berlaku pendapatannya pada tahun yang bersangkutan (memperhatikan faktor inflasi). Sedangkan GDP atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi yang dinilai atas dasar harga tetap tahun tertentu. GDP atas dasar harga konstan dinamakan juga GDP Riil. Penggunaan GDP Riil biasanya lebih digunakan untuk melihat kenaikan umum dari harga-harga secara berkala.

Dalam periode penelitian pertumbuhan GDP terbesar terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 21.83%. GDP setiap tahunnya cenderung menunjukkan perubahan yang positif. Sampai pada akhir periode penelitian yaitu tahun 2009, GDP RRC sudah mencapai nominal US $ 4909,996 Milyar. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian RRC sampai dengan tahun 2009 mengalami pertumbuhan yang baik.

Di bawah ini disajikan data mengenai perkembangan GDP RRC selama tahun 1999-2009, dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang tercantum dalam tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7

Perkembangan Gross Domestic Bruto (GDP) Republik Rakyat China Tahun 1999-2008 Tahun GDP Riil (Milyar US $) Persentase Pertumbuhan 1999 1083,278 - 2000 1198,48 9.61 2001 1324,805 9.54 2002 1453,828 8.87 2003 1640,959 11.40 2004 1931,64 15.05 2005 2235,914 13.61 2006 2657,881 15.88 2007 3382,262 21.42 2008 4326,996 21.83 2009 4909,28 11.86

Sumber : tradingeconomics.com, The World Bank Group, 2010

F. Hasil dan Analisa Data 1. Pemilihan Model Regresi

Mengingat pentingnya spesifikasi model untuk menentukan bentuk suatu fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linier ataukah nonlinier dalam suatu penelitian, maka dalam penelitian ini juga dilakukan uji tersebut. Dalam penelitian kali ini, peneliti akan menggunakan uji

Hasil uji MWD dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 4.8

Hasil Uji MWD Variabel Nilai statistik t Nilai tabel t

(α=5%) Probability

Z1 -0.727865 1.943 0.4993 Z2 -0.496968 1.943 0.6403 Sumber : data primer diolah (lampiran)

Berdasarkan uji MWD di atas, dengan melihat tingkat signifikansi dari variabel Z1 dan Z2 yang sama-sama tidak signifikan. Dengan derajat

kepercayaan 95% (α = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa kedua bentuk

fungsi model baik linier maupun log linier bisa atau layak digunakan.

Untuk melihat model yang paling baik untuk penelitian ini, dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R2 dari kedua model. Karena dengan nilai R2 dapat dilihat bentuk fungsi model yang paling menjelaskan variabel dependen, semakin besar R2 semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen.

Tabel 4.9

Nilai R2 kedua bentuk fungsi model

Sumber : data primer olahan (lampiran)

Model koefisien determinasi R2 Linier 0.933386 Log Linier 0.896481

Hasil regresi kedua bentuk fungsi model menunjukkan model linier memiliki nilai R2 lebih besar dibandingkan model log linier, ini menunjukkan model linier lebih baik dalam menjelaskan variabel dependen.

2. Hasil Regresi

Sesuai dengan hasil Uji MWD diatas maka penelitian ini dapat menggunakan kedua bentuk fungsi model baik linier maupun log linier. Analisis hasil regresi ini menggunakan alat bantu yaitu program komputer

Eviews. Dari hasil regresi kedua model, model Analisis Regresi Linier Berganda memiliki nilai R2 lebih besar dibandingkan Analisis Regresi Log Linier Berganda, maka dalam penelitian menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Hasil Regresi Linier Berganda yang didapat adalah sebagai berikut : Tabel 4.10

Hasil Regresi Linear Variabel Koefisien Standar

eror t -statistik Probabilitas C -37998.86 186637.3 -0.203597 0.8454 HKA -113.3744 46.06550 -2.461157 0.0490 HKS -1.238360 1.458417 -0.849112 0.4284 NT 76.15985 199.2570 0.382219 0.7155 GDPriil 126.5526 28.21354 4.485529 0.0042

Sumber : data primer diolah

Dari hasil olahan tersebut apabila dimasukkan dalam persamaan regresi akan terlihat sebagai berikut :

Volume=-37998.86-113,3744HKA-1,238360HKS+76,15985NT+ 126,5526GDPriil

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa jika semua variabel independen sama dengan nol maka besarnya Volume adalah -37998.86. Dan jika HKA meningkat 1 satuan maka Volume akan turun 113,3744 atuan , jika HKS meningkat 1 satuan maka Volume akan turun sebesar 1,23836 satuan. Jika NT mengalami kenaikan sebesar 1 satuan maka Volume juga akan naik sebesar 76,15985 satuan. Jika GDPriil mengalami kenaikan sebesar 1 satuan maka Volume juga akan naik sebesar 126,5526 satuan.

Dokumen terkait