• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t)

5.3. Budidaya Padi Organik Metode SR

5.3.2.2. Perlakuan Benih Sebelum Sebar

Benih yang ditanam di persemaian diharapkan tumbuh semuanya dengan baik dan optimal. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cianjur dalam mempersiapkan benih sebelum ditebar di persemaian adalah proses seleksi dan perendaman, dapat dilihat pada lampiran 3. Seleksi benih ini dapat berguna untuk memisahkan benih yang baik dengan benih yang hampa dan kotoran benih lainnya. Setelah itu dilakukan perendaman benih. Pada umumnya petani SRI lebih kreatif dari pada petani konvensional. Benih dapat dibuat sendiri dari benih sebelumnya yaitu benih yang sudah masak ditarik untuk dijadikan benih persemaian. Ini dapat menghemat dalam pembelian benih di toko secara berkelanjutan.

Perendaman benih adalah suatu perlakuan yang berguna untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh optimal di lahan persemaian. Setelah direndam selama dua hari benih

51

ditiriskan selama dua hari, sampai benih mengeluarkan kecambah maka benih siap untuk ditanam.

5.3.3. Penanaman (Tandur)

Petani padi metode SRI umumnya menanam bibit relatif muda (7-14 hari). Bibit pada umur ini telah memiliki dua helai daun atau lebih tinggi  10-15 cm sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati-hati terutama pada bagian akar agar tidak rusak dicabut dari persemaian.

Benih muda pada metode SRI ini diharapkan dapat menumbuhkan tunas lebih awal dan akan banyaknya pertumbuhan tunas primer sebagai tunas yang lebih produktif serta lebih cepat pembentukannya. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit yang telah berumur relatif tua yaitu 20-22 hari setelah tanam.

Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan. Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur menggunakan jarak 28 x 28 cm2 sampai 35 x 35 cm2. Jarak tanam tersebut relatif lebih luas dibandingkan jarak tanam padi konvensional (25 x 25 cm2 sampai 30 x 30 cm2). Jarak tanam yang lebar pada SRI dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman dalam pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan masuknya sinar matahari kedalam perakaran didalam tanah. Terdapat pula penanaman padi yang bertujuan untuk menanggulangi jika ada tanaman padi yang tidak tumbuh, yaitu dengan menanam

52

bibit di salah satu sudut secara bergerombol, penanaman ini dinamakan penyulaman.

Penanaman padi metode SRI berbeda dengan penanaman padi konvensional. Bibit yang ditanam pada padi konvensional paling sedikit empat per rumpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah. Berbeda dengan cara penanaman padi SRI, pada metode ini banyaknya bibit per rumpun yaitu satu bibit per rumpun (benih tunggal), namun sebagian petani SRI di Kabupaten Cianjur menanam bibitnya sebanyak dua sampai tiga bibit per rumpun. Alasan petani padi SRI tersebut adalah masih takut dan ragu jika hanya menanam satu bibit disaat cuaca buruk yaitu hujan atau terkena serangan hama dan penyakit. Pada proses penanaman ini kegiatan pencabutan bibit dari tempat persemaian harus secara hati-hati dengan jarak waktu dari cabut ke tanam tidak lebih dari 15 menit dan bulir padi tetap dijaga serta kondisi akar horizontal sehingga membentuk huruf L. Kenudian benih ditanam dangkal 0,5-1 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari kematian akibat busuk akar.

Kendala pada usahatani padi SRI adalah jika faktor cuaca tidak mendukung biasanya terjadi pada musim hujan, ketika musim tanam dan hujan cukup besar maka bibit padi yang baru saja ditanam terlepas karena areal sawah terendam air, hal ini dapat terjadi karena pada metode SRI padi ditanam dangkal, sehingga bibit padi tidak kuat menahan genangan air yang membanjiri sawah. Selain cuaca, faktor hama juga merupakan salah satu kendala pada pertanian organik SRI maupun konvensional. Petani konvensional hanya menanam bibit pada umur tua dan ditanam dalam sehingga tidak takut jika bibit yang baru ditanamnya mengalami kerusakan.

53 5.3.4. Penyulaman

Penyulaman dengan metode SRI maupun konvensional di Kabupaten Cianjur dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada yang roboh atau bila ada kerusakan akibat adanya gangguan hama seperti keong atau serangga. Ini perlu dilakukan penyulaman dengan cara menanaminya kembali, pada umumnya penyulaman dilakukan maksimal pada umur tujuh hari setelah tanam. Penyulaman pada metode SRI lebih sering dilakukan oleh petaninya, jika bibit yang baru ditanam lepas dari lubang tanam karena air hujan yang terlalu menggenang atau karena serangan hama dan penyakit.

5.3.5. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman lain selain tanaman pokok yaitu padi atau sering disebut dengan tanaman gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara sekaligus dapat memberi dukungan terhadap kondisi pertukaran dan perputaran udara (aerasi), selain itu penyiangan juga dapat mencegah serangan hama.

Penyiangan yang dilakukan oleh petani dengan metode SRI tidak jauh berbeda dengan padi konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah frekuensi kegiatan penyiangan yang dilakukan. Kegiatan penyiangan pertama pada metode SRI dilakukan pada umumnya ketika tanaman berumur 7-14 hari, penyiangan kedua dan seterusnya dilakukan setiap 10 hari sekali. Rata-rata penyiangan dilakukan selama 3-4 kali dalam satu kali musim tanam sedangkan kegiatan penyiangan padi konvensional dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam.

54 5.3.6. Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan hara tanah yang sangat terbatas terkandung didalam tanah, sehingga dengan pemupukan kebutuhan hara tersebut dapat ditambah dari luar dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia). Kegiatan pemupukan metode SRI sepenuhnya berupa pupuk organik mulai dari pemupukan dasar hingga pemupukan dasar hingga pemupukan susulan yang berbentuk padat ataupun cair yaitu MOL (Mikro Organisme Lokal). Pupuk organik yang diberikan petani padi metode SRI berupa pupuk kompos. Pupuk kompos terdiri dari bahan-bahan organik yang berasal dari alam, seperti jerami, rerumputan, limbah sayuran, limbah buah-buahan dan kotoran hewan. Bahan-bahan tersebut dikompos melalui proses penguraian dengan bantuan mikro organisme.

Pemberian MOL pada metode SRI adalah pemberian cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai oleh media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang bertujuan untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik dan sebagai aktivator atau tambahan nutrisi bagi tanaman padi. Petani padi SRI di Kabupaten Cianjur mengaplikasikan MOL sebagai campuran dalam pembuatan kompos (aktivator) dan juga dalam bentuk cairan yang pengaplikasiannya dilakukan penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. MOL tidak memiliki efek samping yang menyebabkan overdosis pada tanaman terutama padi, sehingga dalam pemberiannya terhadap tanaman padi dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan petani sendiri.

Pemupukan yang diberikan kepada padi metode konvensional di Kabupaten Cianjur biasanya sampai dua kali pemupukan dalam satu musim

55

tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buatan pabrik yaitu urea, TSP, dan KCL namun terdapat pula petani yang menggunakan pupuk Ponska, Decis, Buldog, Fiodan, Furadan.

Dokumen terkait