• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlakuan Diskriminatif

Dalam dokumen Barometer Sosial 2015 Persepsi Warga Ten (Halaman 67-83)

KETIMPANGAN SOSIAL

3. Ketimpangan Sosial

3.7 Perlakuan Diskriminatif

Menanggapi pertanyaan “Apakah anda mengalami perlakuan diskriminatif

di daerah tempat anda tinggal?” kebanyakan responden menjawab tidak.

Sebesar 15,5% responden mengaku mendapatkan perlakuan diskriminatif. Persentase jawaban ini relatif setara antara Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Timur.

Graik 33: Perlakuan diskriminatif yang dialami orang di lingkungan tempat tinggal

Ketika responden ditanya “Apakah warga di daerah tempat anda tinggal mengalami perlakuan diskriminatif?” lebih banyak responden yang menjawab “Ya”. Sebesar 30,6% responden menjawab “Ya”.

Graik 34: Perlakuan diskriminatif yang dialami orang di lingkungan tempat tinggal

N= 2500

Wilayah yang dipersepsi banyak terjadi perlakuan diskriminatif terhadap warga adalah Sumatera dan Indonesia Timur.

KESIMPULAN

4. Kesimpulan

1. Kebutuhan warga akan program sosial hingga awal tahun 2015 tergolong tinggi. Warga membutuhkan bantuan, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja dan bantuan usaha.

2. Masih ada deprivasi kebutuhan dasar dan kurangnya pemenuhan hak Ekosob pada warga Indonesia. Program sosial yang diselenggarakan di Indonesia belum didasari oleh hasil analisis kebutuhan program sosial. Alasan pemilihan program-program itu tidak jelas.

3. Secara keseluruhan, Indeks Barometer Sosial yang diperoleh Indonesia tahun 2015 adalah 5,6 (dari skala 1-10) yang masuk dalam kategori “agak mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial”. Indeks Barometer Sosial 2015 sedikit lebih tinggi dari Indeks Barometer 2014 tetapi kategorinya tidak berbeda, sama-sama “agak mengupayakan Pencapaian Keadilan Sosial”. Dalam penilaian warga ada peningkatan kualitas pelaksanaan program sosial pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013.

sesuai dengan semestinya, pelayanannya tidak memuaskan, serta pelaksanaannya masih banyak yang menyimpang dari aturan.

5. Penentuan program sosial apa yang diselenggarakan oleh pemerintah nasional, kementerian, provinsi, dan kabupaten/kota belum berdasarkan analisis kebutuhan yang memadai.

6. Hal yang paling berperan dalam menghasilkan ketimpangan sosial adalah perbedaan penghasilan, disusul dengan perbedaan kepemilikan harta benda, dan lingkungan tempat tinggal.

7. Warga mempersepsi masih ada ketimpangan dalam berbagai ranah yang berlangsung di sekitar mereka disertai dengan perlakuan diskriminatif. Hal ini menyumbang pada berlangsungnya ketimpangan sosial secara keseluruhan. 8. Indeks ketimpangan sosial tahun 2015 adalah 5,06. Artinya,seluruh responden menilai ada ketimpangan di 5 dari 10 ranah sumber ketimpangan. Secara keseluruhan, bisa dikatakan, 8 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan.

9. Warga mempersepsi penyebab ketimpangan sosial yang utama adalah pendidikan yang tidak merata, kesempatan kerja tidak merata, pemerintah tidak bekerja dengan baik, dan hukum yang tidak berfungsi dengan baik. Pihak yang harus bertanggungjawab mengatasi ketimpangan sosial mencakup pemerintah, setiap individu, kepala keluarga, orang berpendidikan tinggi, pemilik perusahaan, partai politik, orang kaya, dan lembaga keuangan internasional.

10. Cara untuk mengatasi ketimpangan menurut warga adalah pemberantasan korupsi, pemerintah bekerja dengan baik, penegakan hukum, pemerataan pendidikan, pemerataan kesempatan kerja, pemerataan penghasilan, dan jaminan keamanan bagi warga.

11. Berdasarkan penilaian warga, keadilan sosial sebagai perwujudan kesempatan dan peluang hidup yang setara belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah pusat, kementerian, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

12. Pemberdayaan setiap individu di Indonesia untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas

13. Masih ada banyak pengaruh latar belakang sosial dan ketidaksamaan titik awal terhadap kesempatan untuk mengejar arah kehidupan dan kesejahteraan warga Indonesia.

14. Masih banyak individu di Indonesia yang belum diberdayakan untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas.

REKOMENDASI

5. Rekomendasi

1. Perlu dilakukan analisis kebutuhan program sosial untuk menentukan program apa yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Analisis kebutuhan juga perlu dilakukan di sektor-sektor khusus, seperti pendidikan, pertanian, kesehatan, dan perdagangan. Selain itu perlu dikaji lebih jauh jenis bantuan apa yang sebaiknya diberikan, apakah bantuan yang berorientasi pada penguatan orang atau pemberian barang, atau apakah bantuan kepada komunitas atau kepada orang perorang.

2. Perlu dibuat standar pelaksanaan program sosial, mencakup di antaranya prosedur operasional, durasi, frekuensi, besaran bantuan, proses pemberian bantuan, target penerima bantuan, pelaksana program, serta aktivitas pemantauan dan evaluasi. Standar itu perlu diberlakukan di setiap kementerian terkait program sosial, provinsi, dan kabupaten/kota.

3. Perlu audit independen dari pihak di luar pemerintah untuk mengevaluasi dan menghasilkan usulan perbaikan pelaksanaan program sosial. Audit ini merupakan bagian dari sistem pengontrolan kualitas pelaksanaan program sosial,

provinsi, dan kabupaten/kota.

4. Diperlukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program sosial, dimulai dari perumusan konsep dan desain program, proses, serta hasil, manfaat dan efek program. Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap jalannya program sosial mencakup perencanaan, sosialisasi dan mobilisasi, penerapan, dan integrasi program sosial. Jadi evaluasi tidak hanya dilakukan pada akhir pelaksanaan program, melainkan perlu dilakukan dalam keseluruhan rentang pelaksanaan program, sejak awal, pertengahan hingga akhir program. Metode, teknik, dan prosedur evaluasi perlu dikembangkangkan agar bersifat komprehensif, mencakup rencana, evaluasi, seleksi instrumen, pengumpulan data, analisis data, dan pelaporan hasil. Hasil pemantauan dan evaluasi perlu ditindak-lanjuti dengan perbaikan program sedang berlangsung maupun perbaikan program berikutnya.

5. Perlu studi mengenai sumber, penyebab dan cara mengatasi ketimpangan sosial yang didukung oleh data yang kuat dan dilakukan secara berkelanjutan. 6. Agar usaha pemberdayaan warga di Indonesia untuk mengejar arah kehidupan yang ditentukannya sendiri, dan untuk terlibat dalam partisipasi sosial yang luas diperlukan revolusi birokrasi. Upaya itu membutuhkan perubahan kerangka pikir, mindset, bahkan paradigma yang mendasari pemerintahan dan

birokrasi. Reformasi birokrasi tidak dapat mengubah itu semua karena sekadar meningkatkan efektivitas dan eisiensi cara pikir dan cara kerja yang sudah ada. Perubahan prioritas pemerintahan dan pembangunan, serta pemahaman dan penghayatan pelaksanaan program sosial yang memadai tidak akan dapat berlangsung dengan hanya meningkatkan efektivitas dan eisiensi. Selama kerangka pikir dan mindset yang digunakan masih sama, perubahan substansial tidak akan berlangsung.

Justru persoalannya terletak pada kerangka pikir dan mindset yang digunakan, bahwa keadilan sosial dan program sosial untuk mencapainya bukan prioritas utama, sehingga pengadaan dan pelaksanaannya tidak menjadi perhatian penting. Revolusi birokrasi dengan paradigma yang menjadikan keadilan sosial sebagai sentral dari tujuan pembangunan akan mengubah kerangka pikir dan mindset yang ada sekarang, menjadikan usaha pencapaian keadilan sosial menjadi lebih komprehensif dan sungguh-sungguh.

7. Ketimpangan di ranah penghasilan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan kesejahteraan keluarga masih berada di urutan 5 besar ketimpangan yang

Keberadaan perangkat demokrasi sepertinya tidak diiringi kualitas pada saat pelaksaanan. Tingginya ketimpangan di ranah keterlibatan politik di wilayah Indonesia Timur menunjukkan perlu penanganan khusus di wilayah ini.

9. Ketimpangan di ranah pendidikan masih tinggi. Hal ini kontras dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dari APBN untuk pendidikan. Maka dibutuhkan evaluasi yang mendalam mengenai pelaksanaan pendidikan baik pada skala nasional, maupun spesiik per wilayah.

10. Dibutuhkan evaluasi terhadap ketimpangan di ranah kesehatan, karena walaupun dipersepsikan paling rendah diantara semua ranah ketimpangan, perlu dilakukan pengecekan kondisi ril oleh pemerintah.

11. Kepastian hukum juga perlu ditingkatkan karena hampir setengah responden mepersepsikan ketimpangan di ranah ini. Perlu dipikirkan cara untuk meningkatkan kepastian hukum secara efektif.

Dalam dokumen Barometer Sosial 2015 Persepsi Warga Ten (Halaman 67-83)

Dokumen terkait