• Tidak ada hasil yang ditemukan

Badan (kg) Tinggi badan (m) BMI (kg/m2) Berat Badan (kg) Tinggi badan (m) BMI (kg/m2) P1 50,0 1,550 20,8 51,0 1,550 21,2 P2 53,0 1,630 19,9 54,0 1,630 20,3 P3 56,0 1,580 22,4 56,0 1,580 22,4 P4 67,5 1,620 25,7 68,0 1,620 25,9 P5 70,0 1,610 27,0 71,5 1,620 27,2 P6 47,0 1,580 18,8 48,0 1,580 19,2 P7 62,0 1,625 23,5 62,0 1,625 23,5 P8 51,0 1,590 20,2 51,0 1,590 20,2 P9 53,0 1,640 19,7 53,5 1,640 19,9 Rata-rata 56,61 1,6028 22,000 57,22 1,6039 22,200 StDev 8,07 0,0295 2,866 8,15 0,0300 2,813 K1 46,0 1,560 18,9 47,0 1,560 19,3 K2 54,0 1,510 23,7 55,0 1,510 24,1 K3 43,0 1,550 17,9 43,5 1,550 18,1 K4 41,0 1,450 19,5 41,5 1,450 19,7 K5 50,0 1,530 21,4 52,5 1,530 22,4 K6 43,0 1,490 19,4 44,0 1,490 19,8 K7 54,0 1,555 22,3 54,0 1,555 22,3 K8 49,0 1,560 20,1 49,5 1,560 20,3 K9 45,0 1,450 21,4 44,0 1,460 20,6 Rata-rata 47,22 1,5172 20,511 47,89 1,5183 20,733 StDev 4,79 0,0449 1,830 5,04 0,0432 1,861

Dari tabel diatas, bisa dilihat bahwa setelah menjalani intervensi, sebagian besar responden mengalami kenaikan berat badan dengan persentasi yang sangat kecil dan tidak signifikan (p>0,05) yaitu sekitar 1,08 % pada kelompok perlakuan dan 1,42 % pada kelompok kontrol. Rata-rata berat badan responden kelompok perlakuan sebelum intervensi 56,61 ± 8,07 kg, setelah intervensi menjadi 57,22 ± 8,15 kg. Sedangkan rata-rata berat badan responden kelompok kontrol sebelum intervensi 47,22 ± 4,79 kg, setelah intervensi 47,89 ± 5,04 kg. Peningkatan berat badan ini diduga karena selama intervensi responden makan secara teratur setiap pagi dan malam hari dengan menu makanan yang bergizi karena disediakan oleh peneliti, tidak seperti biasanya, dimana kadang-kadang responden makan tidak teratur disebabkan oleh berbagai hal. Menu makanan yang disediakan umumnya terdiri dari makanan pokok, yaitu nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk pauk sebagai sumber protein dan lemak, sayur dan kadang-kadang ditambah buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Kenaikan berat badan responden tidak bisa dikatakan sebagai akibat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama intervensi, karena kenaikan berat badan tidak hanya dialami oleh responden pada kelompok perlakuan atau kelompok yang mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak saja, tetapi juga dialami oleh responden pada kelompok kontrol yang tidak mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.

Murphy et al (2003) telah membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan berat badan secara nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mengkonsumsi flavanol kakao dan oligomer prosianidin selama 28 hari oleh 32 responden. Menurut Heerden (2006) konsumsi kakao atau bubuk kakao bukanlah penyebab utama kegemukan, sehingga dapat dikatakan bahwa kenaikan berat badan yang dialami oleh responden bukanlah akibat mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak, tetapi mungkin karena konsumsi makanan dan minuman lainnya. Selain itu bubuk kakao yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis bubuk kakao yang sudah diambil lemaknya. Misnawi (2005) menjelaskan bahwa bubuk kakao bebas lemak adalah produk kakao yang berbentuk bubuk yang diperoleh dari pasta kakao setelah dihilangkan lemaknya.

Selama berlangsungnya intervensi, sarapan pagi dan makan malam responden disediakan oleh peneliti, dengan harapan asupan makanan semua responden selama penelitian seragam sehingga dapat mengurangi terjadinya bias karena perbedaan status gizi responden. Selain itu juga diharapkan selama intervensi, makanan yang dikonsumsi adalah makanan dengan menu seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi responden. Adapun menu yang disajikan terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Menu makan pagi dan makan malam responden yang disiapkan oleh peneliti selama intervensi berlangsung.

Hari ke- Makan pagi Makan Malam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Nasi, soto ayam

Nasi, ikan sambal, sayur Nasi, dadar telur, sayur Nasi, soto ayam, mangga Nasi, tempe sambal, sayur Nasi, telur dadar, sayur, melon Nasi, sambal udang, sayur Nasi, ikan teri sambal, sayur Nasi, ikan goreng, sayur

Nasi, orek tempe, sayur, pepaya Nasi, opor ayam, sayur

Nasi, telur sambal, sayur Nasi goreng telur

Nasi, ayam sambal, sayur Gado-gado, tempe

Nasi, pepes ikan teri, sayur Nasi uduk, telur

Nasi, ayam semur, sayur Nasi, telur sambal, sayur Nasi, goreng telur, pepaya Nasi, tongkol sambal, sayur Nasi, tahu tempe sambal, sayur Lontong sayur, jeruk

Nasi, ayam sambal Nasi, hati, ampela, sayur

Nasi, dendeng sapi, sayur Nasi, ayam bakar, lalap, pepaya Tumis jamur, semangka

Nasi, rendang daging, sayur Nasi, ayam geprek, sayur Nasi, sambal tongkol, sayur Capcai, pepaya

Nasi, ikan mas bakar, lalapan Nasi, sup daging, jeruk Nasi, rendang daging, sayur Tumis jamur, pepaya

Lontong, sate ayam, semangka Nasi, ayam geprek, sayur Nasi, pepes ikan mas, lalapan Nasi, sup daging, semanka Nasi, cumi gulai

Lontong, sate padang, melon Nasi, ikan baker, lalapan Nasi uduk, pecel ayam Puyunghai, jeruk

Nasi uduk, pecel ayam, melon Nasi, rendang daging, sayur Tumis jamur, papaya Nasi, ikan baker, lalapan Nasi, dendeng daging, pepaya

Selama penelitian ini berlangsung, menu makan siang responden tidak disediakan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan aktivitas responden berbeda-beda sehingga sangat sulit untuk mengatur makan siang dan jajanan yang dikonsumsi responden. Meskipun demikian kepada responden diberitahukan bahwa mereka untuk sementara waktu, selama intervensi berlangsung tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung senyawa polifenol tinggi seperti produk-produk coklat, kopi, teh dan minuman bersoda tinggi. Makanan atau minuman yang mengandung senyawa polifenol tinggi diduga mengandung senyawa polifenol yang sama dengan minuman bubuk kakao yang diuji, sehingga perlu dihindari selama penelitian berlangsung guna menghindari tercampurnya komponen flavonoid pada minuman bubuk kakao bebas lemak dengan komponen bioaktif lainnya ketika masuk ke dalam tubuh. Selain itu responden juga diminta untuk mencatat semua makanan yang mereka konsumsi pada kuisioner yang telah diberikan seperti yang tercantum pada lampiran. Selain mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi, di siang hari responden mengkonsumsi buah dan makanan jajanan yang dibeli di sekitar tempat tinggal dan kampus. Makan pagi dan makan malam yang disediakan oleh peneliti juga diperoleh dari warung-warung makanan yang ada di sekitar tempat tinggal responden, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan kebiasaan makanan harian responden (Kusumaningtyas 2007).

Selanjutnya pengambilan darah responden dilakukan dua kali yaitu hari pertama sebelum mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dan hari ke 25 setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Pengambilan darah dilakukan pagi hari pada jam 07.00 – 08.00 WIB dengan tujuan agar kondisi fisik responden masih prima karena belum melakukan aktivitas lain. Darah yang telah didapat dari masing-masing responden sesegera mungkin langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis. Pada saat pengambilan darah setelah 25 hari intervensi, seorang responden pada kelompok kontrol dengan kode K5 berhalangan hadir, sehingga darah responden tersebut tidak bisa dianalisis. Meskipun demikian, hilangnya data ini diharapkan tidak mempengaruhi hasil penelitian secara keseluruhan.

Aktivitas enzim antioksidan katalase pada eritrosit

Sistem pertahanan tubuh terhadap serangan radikal bebas meliputi dua yaitu sistem pertahanan nonenzimatik dan enzimatik. Sistem pertahanan tubuh nonenzimatik terhadap serangan radikal bebas melibatkan vitamin C, vitamin E dan komponen-komponen bioaktif. Sistem pertahanan tubuh enzimatik terhadap radikal bebas melibatkan: enzim superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase (Halliwell et al. 1992; Schmidl et al, 2000).

Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap salah satu aktivitas enzim antioksidan yaitu enzim katalase. Halliewell dan Gutteridge (1999) menyebutkan bahwa katalase merupakan enzim yang mengkatalis reaksi pemecahan senyawa hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air. Katalase ditemukan pada hewan dan tumbuhan tingkat tinggi. Katalase pada mamalia disusun oleh 4 sub unit protein. Tiap unit terdiri dari satu gugus hem dengan inti ion ferri sebagai active site. Aktivitas katalase dihambat oleh senyawa azida, sianida dan HOCl tapi meningkat dengan meningkatnya akumulasi H2O2.

Enzim katalase memberikan pertahanan terhadap serangan radikal bebas yang dapat merusak sel. Jadi semakin tinggi dan meningkat aktivitas enzim ini maka menunjukkan semakin meningkat pula pertahanan sel terhadap serangan radikal bebas. Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas dan fungsi essensial sel (Kehrer 1993). Menurut Zitouni et al (2005), radikal bebas juga dapat mengganggu endotelium dan memacu terjadinya kerusakan membran, sebagai contohnya akan meningkatkan ekresi albumin urin dan memacu diabetes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran rata-rata aktivitas enzim katalase pada eritrosit kelompok perlakuan sebelum intervensi adalah sebesar 999,64 U/ mg protein, sedangkan kelompok kontrol adalah sebesar 989,77 U/mg protein. Setelah menjalani intervensi selama 25 hari, rata-rata aktivitas enzim katalase pada eritrosit kelompok perlakuan menjadi 1020, 03 U/ mg protein, sedangkan kelompok kontrol menjadi 993,39 U/ mg protein. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa rata-rata aktivitas enzim katalase pada eritrosit baik

pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sama-sama mengalami peningkatan. Meskipun demikian, rata-rata peningkatan pada kelompok perlakuan lebih besar yaitu sebesar 20,387 U/ mg protein sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata peningkatannya hanya sebesar 3,62 U/ mg protein. Hal tersebut diperkuat dengan analisa statistik menggunakan uji t, dimana terjadi peningkatan aktivitas enzim katalase pada eritrosit secara nyata (p < 0,05) setelah kelompok perlakuan mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Sedangkan peningkatan aktivitas enzim katalase pada eritrosit yang terjadi pada kelompok kontrol tidak berbeda nyata (p > 0,05) setelah 25 hari.

Gambar 8 Grafik aktivitas enzim katalase pada eritrosit kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi

Gambar 9 Grafik aktivitas enzim katalase pada eritrosit kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi

Rata-rata peningkatan = 20,39 U/ mg protein Rata-rata peningkatan = 3,62 U/ mg protein 975 980 985 990 995 1000 K1 K2 K3 K4 K6 K7 K8 K9 Responden A kt ivi ta s K a ta lase (U /m g P ro tei n )

Sebelum Intervensi Setelah Intervensi

960 980 1000 1020 1040 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden A k ti v itas K a tal ase (U /m g pr ot e in )

Peningkatan ini menunjukkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak telah terbukti memberikan pengaruh yang positif bagi sistem pertahanan tubuh khususnya secara enzimatis dalam hal ini oleh enzim katalase dalam menangkal serangan radikal bebas yang berbahaya bagi sel. Hal tersebut diduga karena disebabkan oleh kandungan flavonoid pada minuman bubuk kakao bebas lemak yang memiliki kapasitas antioksidan dalam tubuh. Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Schuler 1990). Menurut Gutteridge dan Halliwell (1996), antioksidan adalah suatu substansi yang menghentikan atau menghambat kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target. Sementara itu menurut Cillard et al (1980) dan Schluler (1990) antioksidan adalah zat dengan kadar lebih rendah dari zat yang mudah teroksidasi, secara nyata mampu memperlambat oksidasi zat tersebut.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Amri (2007) yang menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak telah terbukti dapat menghambat laju hemolisis eritrosit. Menurut Zhu et al (2005), Eritrosit mengandung asam lemak tak jenuh ganda dengan konsentrasi yang tinggi, oksigen molekuler, dan ion besi sebagai ligan, oleh sebab itu eritrosit sangat mudah diserang sehingga terjadi stress oksidatif. Bagaimanapun, sel ini memiliki sistem antioksidan efisien yang menyumbangkan ketahanan yang luar biasa terhadap peroksidasi ketika radikal diproduksi di dalam sel. Lebih lanjut Amri (2007) menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak telah terbukti secara nyata mampu menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas anti radikal bebas pada sel eritrosit. Malonaldehida (C3H4O2) adalah senyawa aldehida

berkarbon tiga sebagai produk peroksidasi lipid, terutama asam arakhidonat dan pada biosintesa prostaglandin. Kadar MDA dapat digunakan sebagai indeks tidak langsung kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid (Pryor et al., 1976; Frankel & Neff, 1983; Bird & Draper, 1980; Auroma, 1997 dalam Tejasari, 2000).

Berbagai sumber antioksidan alami telah banyak dilaporkan berasal dari tanaman. Bubuk kakao bebas lemak yang digunakan dalam penelitian ini mengandung polifenol sebesar 4,43 gr/ 100 gr (Zairisman, 2006). Antioksidan

seperti vitamin C, flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin (Pratt & Hudson 1990), dan komponen fenolik pada umumnya merupakan antioksidan primer. Senyawa fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipida. Polifenol dalam bubuk kakao akan bereaksi langsung dengan senyawa peroksida radikal yang terdapat pada membran atau di dalam sel (Kochhar & Rossell 1990). Adanya radikal bebas dalam tubuh bisa menimbulkan penyakit degeneratif yang berbahaya misalnya kanker, serangan jantung, diabetes militus, penyempitan pembuluh darah dan lain-lain. Sztanske dan Pasternak (2005) telah meneliti bahwa pasien yang mengalami gangguan gastrointestinal telah terbukti memiliki aktivitas enzim atioksidan superoksida dismutase dan glutation peroksidase yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang normal. Selain itu Zitouni et al (2005) juga menyebutkan bahwa aktivitas enzim antioksidan GPx, SOD dan katalase pada penderita diabetes baik tipe I maupun tipe II terbukti lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat.

Berbagai penelitian yang mendukung hasil penelitian ini juga telah dilakukan. Salah satu komponen bioaktif pada pangan adalah karotenoid. Karotenoid memiliki potensi sebagai antioksidan bagi sistem pertahanan tubuh terhadap serangan radikal bebas. Hal tersebut telah dibuktikan oleh Bub (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa karotenoid pada jus tomat terbukti mampu menekan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) pada 23 orang pria dewasa sehat yang diberi konsumsi jus tomat sebanyak 330 ml/hari selama 2 minggu. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan pada aktivitas enzim antioksidan superoksida dismutase secara nyata (7,961±216 U/ g Hb) pada eritrosit. Dalam penelitian lainnya, Jung et al (2003) menyebutkan bahwa suplementasi naringin telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase, superoksida dismutase (SOD) dan glutation peroksidase pada eritrosit dan plasma darah subjek yang menderita hiperkolesterolemik. Naringin merupakan senyawa fenol golongan flavonoid. Selanjutnya Coscun et al (2004) juga telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa tikus percobaan yang diberi injeksi flavonoid quercetin selama 16 minggu dengan dosis 50 mg/ kg/ hari

mampu meningkatkan secara signifikan aktivitas enzim-enzim antioksidan seperti katalase, superoksida dismutase dan glutation peroksidase baik pada hati maupun pada darahnya. Quercetin merupakan senyawa polifenol golongan flavonoid yang berpotensi sebagai antioksidan. Lebih lanjut dalam penelitiannya Pasternak et al (2005) menyebutkan bahwa vitamin C yang ditambah dengan elemen Zinc dan Copper (Zn dan Co) telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan glutahion peroksidase dan superoksida dismutase pada jaringan tikus.

Namun demikian dalam penelitian ini, adanya peningkatan aktivitas enzim antioksidan katalase ini tidaklah bisa semata-mata disimpulkan hanya karena flavonoid pada bubuk kakao semata. Hal ini disebabkan karena pada kelompok kontrol yang tidak diberi konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada waktu yang sama, aktivitas enzim katalasenya juga mengalami peningkatan meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan ini bisa saja disebabkan oleh pengaruh konsumsi makanan atau minuman lainnya yang dikonsumsi reponden selama intervensi berlangsung. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa selama penelitian ini berlangsung, makan pagi dan makan malam responden disediakan oleh peneliti. Adapun menu yang disajikan selalu terdiri dari karbohidrat, lemak, protein juga komponen serat, vitamin dan mineral. Hal ini tentunya memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan para responden. Sistem pertahanan tubuh terhadap serangan radikal bebas juga melibatkan seperti vitamin C, vitamin E dan berbagai komponen bioaktif (Nabet, 1996). Asupan makanan yang bergizi tentunya akan sangat mempengaruhi kerja enzim-enzim antioksidan dalam tubuh. Dalam penelitiannya Rasal et al (2006) menyebutkan bahwa tikus percobaan yang menderita diabetes ketika diberi ekstrak daun kubis (Brassica oleracea var. gongylodes) dengan dosis 10mg/ kg/ hari secara ad libitum terbukti secara nyata mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase, SOD dan glutation peroksidase pada eritrositnya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kubis merupakan sejenis sayuran yang mengandung vitamin C, vitamin E dan karoten. Komponen bioaktif yang penting dari tanaman ini adalah sulphoraphanes dan isothiocyanates lainnya, karena mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan adalam tubuh. Selain itu

kebiasaan buruk seperti merokok telah dibuktikan ternyata mempengaruhi kerja enzim-enzim antioksidan pada tubuh. Peltola et al (1994) menyebutkan bahwa Merokok terbukti dapat menurunkan aktivitas katalase sebesar 16% setelah 12 jam menghisap rokok selama 5 hari.

Aktivitas enzim antioksidan katalase pada plasma

Antioksidan merupakan molekul yang dapat mengendalikan reaksi berantai radikal bebas di dalam tubuh. Untuk menangkal reaksi radikal bebas, tubuh mempunyai sistem pertahanan enzimatik dan nonenzimatik. Beberapa enzim yang terlibat dalam pertahanan tubuh terhadap serangan radikal bebas adalah katalase, superoksida dismutase dan glutation peroksidase (Gutteridge dan Halliewell, 1994).

Seperti disebutkan di atas bahwa katalase merupakan salah satu enzim yang berperan dalam pertahanan tubuh secara enzimatis terhadap radikal bebas. Katalase merupakan enzim yang mengakatalis reaksi pemecahan senyawa hidrogen peroksida menjadi air.

2H2O2 Katalase H2O + O2

Katalase ditemukan pada hewan dan tumbuhan tingkat tinggi. Pada manusia, enzim ini ditemukan dalam darah, ginjal, limfa, pankreas, otak, paru-paru, adiposa, kelenjar adrenal dan konsentrasi tertinggi ada pada hati (± 1400 U/mg protein) (Gutteridge & Halliewell, 1994) bersama dengan glutation peroksidase (GPx) dan enzim antioksidan lainnya (Greenwald 1985).

Enzim ini sangat berperan dalam pertahanan tubuh terhadap serangan radikal bebas yang dapat merusak sel. Radikal bebas merupakan suatu molekul atau ion yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada kulit terluar. Molekul atau ion ini berusaha mencapai titik kestabilan dengan jalan menarik elektron atau molekul lain sehingga terbentuk radikal baru. Reaksi radikal bebas dapat berlangsung secara berantai (Gutteridge & Halliewell, 1994). Disamping radikal bebas dikenal pula istilah Reaktif Oxygen Species (ROS) yaitu molekul yang mengandung oksigen dan bersifat reaktif (Oberley 2001 dalam Chalid 2000).

Gambar 10 Grafik aktivitas enzim katalase pada plasma kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi

Gambar 11 Grafik aktivitas enzim katalase pada plasma kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran rata-rata aktivitas enzim katalase pada plasma darah kelompok perlakuan sebelum intervensi adalah sebesar 539, 228 U/ mg protein, sedangkan kelompok kontrol adalah sebesar 547,905 U/mg protein. Setelah menjalani intervensi selama 25 hari, rata-rata aktivitas enzim katalase pada plasma darah kelompok perlakuan menjadi 584,177 U/ mg protein, sedangkan kelompok kontrol menjadi 559,487 U/ mg protein. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa rata-rata aktivitas enzim katalase pada plasma baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sama-sama mengalami peningkatan. Meskipun demikian, rata-rata peningkatan pada kelompok perlakuan lebih besar yaitu sebesar 44,949 U/ mg protein sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata peningkatannya hanya sebesar 11,582 U/ mg

Rata-rata peningkatan = 44,95 U/ mg protein Rata-rata peningkatan = 11,58 U/ mg protein 450 500 550 600 650 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Responden A k ti v ita s K a ta la s e ( U /m g p rot e in )

Sebelum Intervensi Setelah Intervensi

450 500 550 600 650 K1 K2 K3 K4 K6 K7 K8 K9 Responden A kt ivi ta s K a ta la se (U /m g pr ot e in)

protein. Hal tersebut diperkuat dengan analisa statistik menggunakan uji t, dimana terjadi peningkatan aktivitas enzim katalase pada plasma secara nyata (p < 0,05) setelah kelompok perlakuan mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Sedangkan peningkatan aktivitas enzim katalase pada plasma yang terjadi pada kelompok kontrol tidak berbeda nyata (p > 0,05) setelah 25 hari.

Kakao mengandung flavanol dan prosianidin yang potensial sebagai agen perlindungan terhadap kardiovaskuler, berpengaruh pada fungsi platelet, mengatur tekanan darah, produksi nitrik oksida, menghambat oksidasi dan sebagai sistem imun (Heiss et al. 2003 dalam Yan Zhu et al. 2005). Flavonoid pada kakao dan cokelat dikenal dengan istilah flavanol. Flavanol dapat juga ditemukan pada teh hijau, apel, dan anggur merah. Flavanol umumnya terdapat dalam bentuk senyawa tunggal seperti catechin dan epicatechin dan juga berbentuk senyawa oligomer seperti procyanidin (CIC 2001). Senyawa polifenol pada kakao bersifat sebagai antioksidan primer dalam menangakal radikal bebas. Suatu molekul akan dapat bereaksi sebagai antioksidan primer jika dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipida dan jika radikal yang diturunkan dari antioksidan lebih stabil dibandingkan radikal lipida, atau dikonversi menjadi produk stabil. Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi senyawa fenol dengan radikal lemak selalu distabilkan oleh delokalisasi elektron tidak berpasangan disekitar cincin aromatik dari fenol tersebut. Menurut Hudson (1990), stabilisasi radikal fenoksil akan mengurangi laju propagasi autooksidasi.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Yuliatmoko (2007) yang menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari telah terbukti mampu menekan jumlah MDA dan diena terkonjugasi pada plasma darah responden. Reaksi tidak terkendali radikal bebas terhadap komponen sel seperti asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA), heksosa, pentosa, asam amino dan komponen DNA menghasilkan beberapa produk seperti: Malonaldehida atau MDA, diena terkonjugasi, dikarbonil dan asam 15- hidroperoksi-5,8,4,13 eikosatetraenoik (15-HPETE). Selain itu hasil penelitian Yuliatmoko (2007) juga menyebutkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada responden selama 25 hari telah terbukti mampu meningkatkan

atktivitas antiradikal bebas pada plasma darah. Untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat maka jumlah antioksidan tidak boleh rendah daripada jumlah radikal bebas. Penurunan kadar MDA sel oleh senyawa bioaktif dalam bahan pangan lain telah diteliti. Zakaria et al (2003) melaporkan bahwa komponen bioaktif dalam jahe dapat menurunkan kadar MDA sel limfosit baik secara in vitro maupun secara in vivo dengan menggunakan responden manusia. Dalam penelitian lain juga telah diteliti bahwa konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang tinggi kandungan vitamin C dan E dapat menurunkan MDA sel pada populasi buruh industri di Bogor (Wijaya 1997).

Penelitian yang serupa juga telah dilakukan oleh Jung et al (2003) yang menyebutkan bahwa pemberian suplemen yang mengandung komponen bioaktif flavonoid jenis naringin telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan glutation peroksidase, superoksida dismutase dan juga katalase pada plasma darah subjek manusia yang menderita hiperkolesterolemik. Fraga et al (2005) juga telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa konsumsi flavanol yang terkandung dalam coklat susu telah terbukti mampu mengurangi kolesterol plasma, LDL, MDA dan meningkatkan vitamin E dan plasma darah responden yang berprofesi sebagai pemain sepakbola.

Aktivitas radikal bebas yang tidak terkendali dalam tubuh bisa

Dokumen terkait