• Tidak ada hasil yang ditemukan

FLAVONOID Flavanon Flavon

B. Reaksi fase dua

Pada reaksi fase dua, senyawa yang terhidroksilasi atau senyawa lainnya yang diproduksi dalam fase satu, diubah oleh enzim yang spesifik menjadi berbagai metabolit polar lewat konjugasi dengan asam glukuronat, sulfat, asetat, glutation atau asam amino tertentu lewat metilasi. Reaksi konjugasi ini membuat molekul lebih bersifat dapat larut dalam air sehingga akhirnya dapat diekresikan ke dalam urin dan empedu (Murray et al. 1999).

Reaksi fase dua lebih dikenal dengan reaksi konjugasi, menyangkut penambahan gugus polar ke senyawa asing. Reaksi fase dua merupakan reaksi biosintetik, maka dibutuhkan energi sehingga reaksi dapat berlangsung. Reaksi penting pada fase II adalah reaksi konjugasi glutation karena sering terlibat dalam penghilangan zat atau metabolit perantara yang reaktif, yakni yang bersifat elektrofil. Berlangsungnya reaksi ini dikatalisir oleh enzim glutation S-transferase (Donatus 2001).

Glutation S-transferase merupakan suatu famili enzim yang mengkatalisir tahap awal pembentukan N-asetilsisteina (asam merkapturat) yang terutama terdapat dalam sitosol testis, hati, ginjal, usus, kelenjar adrenal (Donatus 2001). Enzim ini berperan dalam binding, transport dan detoksifikasi komponen endogenus maupun eksogenus. Glutation S-transferase ditemukan dalam jumlah yang besar pada hati, tetapi juga terdapat pada aliran darah terlebih lagi jika hati mengalami kerusakan (Mulder et al 1999).

Sejumlah xenobiotik elektrofilik yang berpotensi beracun akan terkonjugasi dengan glutation nukleofilik dalam reaksi berikut:

R + GSHO R – S - G

Dimana R adalah xenobiotik elektrofilik. Jika xenobiotik yang potensial beracun tidak terkonjugasi maka molekulnya akan berada dalam keadaan bebas yang membentuk ikatan kovalen dengan DNA, RNA atau protein sel dengan demikian dapat mengakibatkan kerusakan sel yang serius (Murray et al. 1999).

Induksi enzim detoksifikasi glutation S-transferase merupakan mekanisme pertahanan terhadap kanker. Prinsipnya peningkatan enzim glutation S-transferase

dapat mereduksi karsinogenesis melalui penguatan pembuangan elektrofil reaktif (Kirlin et al. 1999). Analisis yang digunakan dengan menggunakan prinsip bahwa GSH dapat berkonjugasi dengan 1-kloro-2,4-dinitrobenzene (CDNB) dengan adanya katalis enzim glutation S-transferase dan menghasilkan produk dapat diukur secara spektrofotometri (Habig et al. 1974).

Metabolisme Senyawa Bioaktif

Metabolisme senyawa bioaktif seperti senyawa flavonoid dalam tubuh dipengaruhi oleh struktur kimia dan perlunya molekul itu mengalami konjugasi. Meskipun bioavailabilitas flavonoid bervariasi antara flavonoid tipe satu dan yang lain, mulai dari antosianin yang sangat sedikit diserap dan isoflavon yang dengan mudah diserap, jalur dalam mekanisme absorbsi pada umumnya sama untuk semua flavonoid. Perubahan melalui jalur metabolisme ditentukan oleh spesifitas dan aktivitas transporter, spesifitas dan aktivitas metabolisme dan stabilitas flavonoid (Meskin et al, 2004).

Senyawa flavonoid dalam tanaman biasanya dalam bentuk glikosida. Glikosida flavonoid yang diasup tubuh mencapai usus halus melalui jalur pencernaan. Senyawa flavanol seperti katekin dan proanthosianin oligomer sebagian besar tidak terglikosolasi harus dideglikolasi. Deglikosilasi dapat terjadi pada beberapa tempat dalam duodenum dan jejenum dalam lumen intestinal, brush border atau hidrolase intraseluler setelah terjadinya transport flavonoid ke dalam enterosit. Deglikosilasi adalah perlakuan awal sebelum konjugasi oleh enzim yang terdapat dalam usus dan transport sampai serosol atau sisi mukosal. Hal yang sama juga berlaku untuk isoflavon, aglikonnya dapat diserap dalam usus halus. Tahap awal proses absorbsi untuk flavonoid terglikosilasi dan isoflavon adalah deglikosilasi oleh lactase phlorizin hydrolase (LPH) yang merupakan enzim yang terletak dalam bagian brush border dari usus halus yang bertanggung jawab dalam hidrolisis laktosa (Meskin et al 2004).

Hasil dari reaksi deglikosilasi adalah aglikon bebas yang dapat berdifusi ke dalam sel-sel epitel secara pasif atau secara difusi fasilitatif. Reaksi deglikosilasi ini adalah reaksi yang spesifik dan memiliki aktivitas yang besar. Reaksi

selanjutnya yang terjadinya adalah penyerapan atau absorbsi. Penyerapan glikosida flavonoid tidak dipengaruhi oleh perlakuan awal menggunakan β- glukosidase dari mikroba diduga karena enzim LPH dalam usus halus mengakatalis reaksi yang sama. Absorbsi aglikon dalam lumen tergantung pada keberadaan komponen-komponen lain dan juga karena kelarutan atau koefisien partisi dari flavonoid. Mekanisme absorbsi alternatif yang terjadi melibatkan transpor glikosida flavonoid ke dalam enterosit dalam bentuk serapan melalui fungsi transporter gula. Kedua jalur absorbsi menaikkan jumlah aglikon intaraseluler transient yang ditemukan dalam jaringan usus halus tikus setelah reaksi fusi in vitro dengan glukosida quarcetin atau isoflavon (Meskin et al, 2004).

Reaksi yang terjadi selanjutnya adalah konjugasi. Usus memiliki kapasitas konjugasi tertentu termasuk oleh glukoronosyl transferase atau UGTs dan glutation transferase. Absorbsi di usus halus menentukan transfer flavonoid dari mukosa usus sampai darah (Kuhnle et al 2000 dalam Setiawan 2006). Ditemukan bahwa quercetin, katekin dan genistein sebagian besar adalah dalam bentuk glukoronidase. Enzim-enzim yang mengkatalis reaksi konjugasi di dalam usus dan hati adalah UGT1A1 dan 1A8. Sebagian kecil flavonoid seperti katekin galloylasi dan isoflavon melewati konjugasi usus namun hanya dalam keadaan, dosis dan waktu tertentu (Meskin et al, 2004).

Pada reaksi glukoronidasi selama absorbsi, beberapa flavonoid mengalami metabolisme lebih lanjut. Pada tahap ini residu glukoronida dikeluarkan dan diganti dengan sulfat. Reaksi sulfitasi ini pada umumnya terjadi di liver. Hati menerima flavonoid dari darah termasuk darah dari usus halus pada awal metabolisme. Berdasarkan percobaan perfusi secara invitro dan invivo pada tikus, flavonoid dari usus halus terutama glukoronida yang mencapai liver secara keseluruhan terkonjugasi. Semua flavonoid yang telah terkonjugasi kemudian disalurkan ke dalam empedu dan kembali ke usus halus tanpa mengalami dekonjugasi lagi dan kemudian dikirim ke kolon serta diikuti deglukoronidasi atau sulfatasi oleh mikroba dalam ileum atau kolon dan terjadi reabsorbsi flavonoid dalam tikus enterohepatik (Meskin et al, 2004).

Darah menyalurkan flavonoid ke jaringan-jaringan tubuh. Apabila terdapat dalam plasma aglikon memasuki jaringan perifer dengan difusi pasif atau terfasilitasi. Konjugat glukoronida perlu disalurkan ke dalam jaringan perifer karena senyawa tersebut bersifat hidrofilik dan berdifusi melewati membran dengan lambat. Untuk dekonjugasi dalam jaringan, banyak sel memiliki aktivitas β-Glukoronidase dalam fraksi lisosom dan lumen dalam retikulum endoplasma. Dalam hati, enzim ini aktif terhadap quarcetin glukoronida. Tahap terakhir dari metabolisme senyawa flavonoid adalah ekresi yang merupakan ekresi di ginjal. Meskipun demikian kandungan flavonoid karena pembentukan deglikosilasi flavonoid juga terjadi di kolon oleh mikroba (Meskin et al, 2004).

Komponen darah

Menurut Koolman dan Rohm (1996), darah menyusun sekitar 8% dari masa tubuh manusia. Darah merupakan suatu jaringan bersifat cair yang terdiri atas sel-sel darah dan plasma sebagai mediumnya. Plasma darah bersifat homogen dan alkali lemah serta terdiri dari garam organik, protein, lemak, hormon, vitamin, enzim serta zat-zat nutrisi lainnya. Sel-sel darah mamalia terdiri dari sel darah merah atau eritrosit, keping darah atau trombosit, dan sel darah putih atau leukosit (Hartono 1989).

Darah mempunyai berbagai fungsi di dalam tubuh manusia. Darah merupakan alat transpor, mempertahankan lingkungan dalam tubuh agar terjaga konstan (homeostasis) dan berperan penting pada pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing.

Eritrosit

Eritrosit adalah suatu sel yang berisi hemoglobin dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh disebut juga sel darah merah (red blood cell/RBC). Di dalam tubuh manusia dalam keadaan diam sekitar 250 ml oksigen dikonsumsi dan 200 ml karbondioksida diproduksi setiap menit, selama latihan jumlah ini meningkat sepuluh kali lipat (Anonim 2006). Warna kemerah-merahan disebabkan oleh kandungan hemoglobin. Eritrosit berbentuk bikonkaf yang

meningkatkan area permukaan sel sehingga memudahkan difusi oksigen dan karbon dioksida. Bentuk ini dipertahankan oleh suatu sitoskeleton yang terdiri atas beberapa protein. Eritrosit sangat fleksibel dan dapat berubah bentuk saat mengalir di dalam kapiler. Eritrosit yang belum matang disebut retikulosit, secara normal terdapat 1-2% dari jumlah sel darah merah di dalam darah. Garis tengah eritrosit manusia adalah 6-8 µm, jauh lebih kecil dibanding hampir seluruh sel manusia. Eritrosit mengandung sekitar 270 juta molekul hemoglobin dengan masing-masing membawa empat kelompok heme (Anonim 2006). Dalam rangka mengikat oksigen, besi yang terdapat pada heme yang mengisi separuh jumlah hemoglobin harus dijaga dalam bentuk tereduksi disamping sebagai agen oksidasi endogen dan eksogen (Anonim 2006).

Plasma darah

Plasma adalah suatu larutan encer yang terdiri atas elektrolit, zat-zat makanan, metabolit, protein, vitamin, elemen pelacak dan hormon. Plasma mengandung banyak sekali ion, molekul anorganik, organik yang sedang diangkut ke berbagai bagian tubuh atau membantu transpor zat-zat lain. Volume plasma normal adalah sekitar 5 % berat badan atau secara kasar 3500 ml (berat badan 70 kg). Plasma akan menggumpal jika didiamkan dan hanya akan bertahan cair jika ditambah antikoagulan (Ganong 2000).

Protein membentuk bagian terbesar komponen yang tidak mudah menguap di dalam plasma darah. Konsentrasinya berkisar antara 60 dan 80 g/L. Dengan demikian sekitar 4 % dari seluruh protein tubuh adalah protein plasma. Di dalam plasma terdapat sekitar 100 protein yang berbeda (Koolman dan Rohm, 2001).

Dokumen terkait