• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan HAM melalui Asas Kesamaan Kedudukan Dihadapan Hukum ( Equality Before the Law)

C. Pembaharuan Hukum melalui Asas Praduga Tidak Bersalah ( Presumption Of Innocent ) dan Asas Kesamaan Kedudukan Dihadapan Hukum (Equality

2. Perlindungan HAM melalui Asas Kesamaan Kedudukan Dihadapan Hukum ( Equality Before the Law)

Di dalam Mukadimah Piagam HAM PBB tersebut menyebutkan bahwa penga dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejalan dengan piagam HAM PBB tersebut, dalam konteks penegakan hukum juga tetap menghormati hak asasi manusia khususnya terhadap para tersangka, sehingga harkat dan martabatnya sebagai seorang manusia tetap terjaga meskipun tengah menjalani proses hukum.90

Seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa Satjipto Rahardjo secara tegas menyampaikan bahwa Hukum progresif merupakan koreksi terhadap kelemahan sistem hukum modern yang sarat dengan birokrasi serta ingin membebaskan diri dari dominasi suatu tipe hukum liberal.91 Konsep dari hukum

progresif tersebut menurut Penulis selain sejalan dengan konsep perlindungan HAM dalam asas Presumption Of Innocent juga sejalan dengan tujuan asas kesamaan kedudukan dihadapan hukum atau equality before the law.

Ada beberapa asas yang harus diperhatikan dan merupakan pedoman dalam proses pelaksanaan sistem peradilan pidana demi terwujudnya suatu keadilan yaitu :92

a. The rule of law,

b. Equality before the law,

90 Soetandyo WignyoSoebroto, Hak-hak Asasi Manusia : Konsep Dasar dan Pengembangan Pengertiannya dari Masa ke Masa, (Makalah disampaikan pada kursus Hak Asasi Manusia untuk

Pengacara, Bogor, 21 Juni-4 Juli 2003) hlm. 10.

91 Satjipto Rahardjo, 2006, Op.Cit.

92 Heri Tahir, 2010, Proses Hukum Yang Adil dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hlm. 38.

c. Asas praduga tidak bersalah.

Isyarat senada ditemukan pula baik didalam konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 maupun didalam Undang-Undang Dasar Sementra (UUDS) 1950, melalui ketentuan Pasal 7 sebagai berikut:

(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang

(2) Segala orang berhak menuntut perlakuan dan lindungan yang sama oleh undang-undang.

Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa setiap orang sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah sama kedudukannya dihadapan hukum. Ketentuan dalam UUD 1945 diatas, dapat ditemukan ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:93

a) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, khususnya Pasal 5.

b) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tersirat didalam bagian menimbang huruf a dan penjelasan umum butir 3 huruf a. c) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3

ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1).

d) Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, tersirat didalam Pasal 10.

Didalam KUHAP terdapat 10 asas yang terbagi atas 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus yaitu sebagai berikut:94

- Asas umum

a) Perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa diskriminasi apapun; b) Praduga tidak bersalah;

c) Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehahabilitasi; d) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum;

e) Hak kehadiran Terdakwa dimuka pengadilan;

f) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana; g) Peradilan yang terbuka untuk umum;

- Asas-asas khusus

93 Mien Rukmini, Op.Cit, hlm. 64.

a) Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah tertulis;

b) Hak seorang Tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwan terhdapnya; dan

c) Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan- putusannya.

Melihat asas-asas tersebut diatas, sudah jelas bahwa (seharusnya) hak- hak Tersangka dan Terdakwa tidak tercederai mengingat bahwa asas-asas secara umum dan khusus telah dijabarkan didalam KUHAP. Namun, sampai saat ini masih saja banyak yang melanggar asas tersebut, dalam hal ini asas kesamaan kedudukan dihadapan hukum. Sejatinya, setiap orang yang berhadapan dengan hukum diperlakukan dengan adil, tidak diintimidasi, dihargai hak-haknya dan diperlakukan meredeka sesuai dengan asas praduga tidak bersalah. Setiap orang berhak memperoleh putusan yang adil dan tidak membeda-bedakan, dengan berdasrkan fakta-fakta yang terbukti dihadapan persidangan.

Menurut Mardjono Reksodiputro, perlakuan yang sama dihadapan hukum tidak harus ditafsirkan terhadap Terdakwa yang berbeda kedudukan atau kekayaannya tetapi harus lebih dari itu. Asas ini serupa dengan Pasal 6 dan 7

Universal Declaration of Human Rights dan Pasal 16 International Covenant on Civil and Political Rights. Oleh karena itu, pemahaman kita akan istilah yang “sama” disini adalah wajib dihindarinya diskriminasi berdasarkan: “race, sex,

language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status”.95

Contoh manifestasi terhadap asas perlakuan yang sama dihadapan hukum terdapat dalam Pasal 54 KUHAP dimana ketentuannya mengatur tentang mengenai bantuan hukum terhadap Tersangka atau Terdakwa. Namun, lagi-lagi dalam Pasal 54 KUHAP tersebut masih cenderung membeda-bedakan dan tidak adil karena terkandung syarat khusus bagi seorang Tersangka atau Terdakwa yang tidak mampu menyediakan penasehat hukum sendiri dalam memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) yang ditunjuk oleh pejabat dalam lingkup peradilan pidana yaitu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, artinya, Tersangka atau Terdakwa yang diancam dibawah lima tahun tidak berhak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma. Walaupun sudha diatur dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 namun yang menunjukkan kita betapa pentingnya asas persamaan kedudukan dihadapan hukum namun pada prakteknya masih belum dijalankan.

KUHAP melihat peradilan dalam konteks hukum yang adil melalui asas praduga tak bersalah dan asas kesamaan kedudukan dihadapan hukum, dalam ketentuan didalamnya telah temaktub tujuan menuju sistem hukum berbasis due process of law, namun nampaknya masih saja banyak penyelewengan terhadap kedua asas tersebut. Menurut Peenulis, Sebagai warga negara yang tunduk pada undang-undang, penghargaan terhadap hak-hak sesama (Tersangka dan Terdakwa) sepatutnya direalisasikan dalam aksi nyata dalam suatu sistem peradilan pidana yang meliputi polisi, kejaksaan, pengadilan dan penasihat hukum. Hanya dngan demikianlah kita dapat menghargai dan mengamini bahwa

Indonesia benar adalah negara hukum yang menjungjung tinggi hak-hak manusia sesuai dengan pertimbangan pertama dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1981 yang berbunyi:

“ bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjungjung tinggi hak-hak asasi manusia serta yang menjamin semua warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum...

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum represif, otonom dan responsif menuru Nonet dapat diartikan sebagai tiga tipe hukum yang saling melengkapi sebagai tahap-tahap evolusi didalam hukum dengan tata politik dan tata sosial, dalam pandangan Satjipto Rahardjo, dalam tipe hukum progresif ke-tiga tipe hukum tadi dapat disempurnakan. Kualitas kesempurnaan disini bisa diverifikasikan kedalam faktor-faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakekat hukum yang selalu dalam proses menjadi (law as process, law in the making). Hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri.

2. Tujuan dari hukum progresif sebagai penyempurnaan dari hukum represif, otonom dan responsif, jika dilihat secara keseluruhan mengandung konsepsi

HAM. Keadilan substantif inilah yang menjadi orientasi penegakan hukum, sehingga hukum tidak diartikan apa yang tertulis dalam undang-undang semata melainkan dapat lebih kearah kemanfaatan dan keadilan dari setiap proses hukum guna sebagai perwujudan HAM..

3. Konsep dari hukum progresif tersebut menurut Penulis sejalan dengan konsep perlindungan HAM dalam Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Of Innocent) dan Asas Kesamaan Kedudukan Dihadapan Hukum (Equality Before the Law) dimana ide utama hukum progresif adalah membebaskan manusia dari belenggu hukum. Hukum berfungsi memberi panduan bukan justru membelenggu, manusia-manusialah yang berperan lebih penting. Hukum progresif merupakan koreksi terhadap kelemahan sistem hukum modern yang sarat dengan birokrasi serta ingin membebaskan diri dari dominasi suatu tipe hukum liberal.

B. Saran

Saran dari Penulis adalah hendaknya penegakan hukum di Indonesia dapat dilihat dari kebutuhan zaman, dimana perlu diberlakukan pembaharuan hukum yang bukan semata berlandaskan kepastian hukum, akan tetapi keadilan subtantif dan kemanfaatan perlu juga diperjuangkan. Hal ini dapat dicapai dengan putusan-putusan hakim yang berkeadilan dan berkemanfaatan, bukan hanya sebagai robot undang-undang semata sehingga perlindungan HAM di Indonesia dapat lebih ditegakkan.

Dokumen terkait