• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Harta dalam Maqa>s}id al-Shari>’ah

BAB II : MAQA>S } ID AL-SHARI > ‘AH MENURUT ‘ABD AL-MAJI<D AL-

B. Perlindungan Harta dalam Maqa>s}id al-Shari>’ah

Awal kajian perlindungan harta dalam maqa>s}id al-shari>‘ah

sebenarnya telah dimulai oleh Ibn ‘A<shu>r. Salah satu kajian yang dibahas

oleh Ibn ‘A<shu>r ketika mendiskusikan al-maqa>s}id al-kha>s}s}ah adalah maqa>s}id

terkait dengan transaksi harta. Menurut Ibn ‘A<shu>r, harta memiliki peran

penting dalam kehidupan. Banyak nus}u>s} syariah yang memberikan perhatian

terhadap pentingnya harta dalam sistem kehidupan manusia.35 Selanjutnya,

Ibn ‘A<shu>r menjelaskan bahwa tujuan syariah (al-maqs}ad al-shar‘i>) yang harus dijaga dalam transaksi harta tercakup dalam lima unsur, yaitu sirkulasi

harta (al-rawa>j), kejelasan harta (al-wud}u>h}), perlindungan harta (al-h}ifz}), ketetapan harta (al-thaba>t), dan keadilan (al-‘adl).36 Konsep al-maqa>s}id al-kha>s}s}ah Ibn ‘A<shu>r terkait transaksi harta ini kemudian menjadi pijakan awal

bagi maqa>s}idiyyun berikutnya untuk mengembangkan al-maqa>s}id al-kha>s}s}ah

terkait dengan transaksi harta.

Secara umum, prinsip dasar perlindungan harta dalam maqa>s}id al-shari>‘ah terbagi menjadi dua, yaitu dimensi perlindungan dari kerusakan

harta (ja>nib al-‘adam) dan dimensi perlindungan terhadap

keberadaan/pelestarian harta (ja>nib al-wuju>d).37 Dimensi perlindungan dari

kerusakan harta sejalan dengan prinsip dar’ al-mafsadah, sementara dimensi

35

Ibn ‘A<shu>r, Maqa>s}id al-Shari>‘ah, 450.

36

Ibid., 464. 37

Isma>‘i>l H}abi>b juga membagi perlindungan terhadap harta menjadi dua dimensi tersebut. Namun, dia tidak membuat penjabaran yang terinci kedua dimensi tersebut. Lihat Muh}ammad Bakr Isma>‘i>l H}abi>b, Maqa>s}id al-Shari>‘ah Ta’s}i>lan wa Taf‘i>lan (t.t.: Ra>bit}ah al-‘A<lam al-Isla>mi>, 1427 H),

57

perlindungan terhadap keberadaan harta selaras dengan prinsip jalb

al-mas}lah}ah.

Menurut ‘Abd al-Lat}i>f dan ‘Abd al-Wadu>d, dimensi perlindungan

dari kerusakan harta dalam maqa>s}id al-shari>‘ah meliputi38:

1. Menjauhkan harta dari bahaya (ib‘a>d al-d}arar). Yang dimaksud dengan

menjauhkan harta dari bahaya adalah proteksi terhadap penggunaan harta yang tidak sesuai dengan syariah yang bisa berakibat pada timbulnya

persengketaan dan permusuhan. Di antara contohnya adalah Islam

memberikan perhatian dan mengatur transaksi harta yang dilakukan oleh

orang idiot ataupun orang gila. Islam juga melarang seseorang untuk

membeli sesuatu yang dibeli oleh saudaranya. Aturan dan ketentuan

tersebut ditetapkan dalam Islam agar tidak terjadi sengketa atau pertikaian

pasca terjadinya transaksi antar individu dengan lainnya.

2. Larangan penggunaan harta secara batil (man‘ akl al-amwa>l bi al-ba>t}il),39

yaitu pendapatan atau distribusi harta tidak sesuai syara’. seperti melalui penipuan, riba, tadlis, suap, judi. Islam melarang memakan harta

sesamanya dengan cara haram, seperti riba, judi, suap dan berbagai

aktivitas sejenis yang bersifat manipulatif serta berbagai macam aktivitas

yang mengarah kepada timbulnya permusuhan dan memakan uang

sesama dengan cara batil.

38

‘Abd Lat}i>f, “Maqa>s}id Shari>‘ah,” 9; ‘Abd Wadu>d Mus}t}afa> Mursi> Su‘u>di>, “Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Tat}bi>qa>tuha fi> al-Mu‘a>mala>t al-Mas}rafiyyah al-Mu‘a>s}irah,” Makalah dipresentasikan dalam International Conference on Islamic Banking & Finance: Cross Border Practices &

Litigations di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 15-16 Juni 2010, 7.

39

Larangan ini berpijak pada peringatan yang terdapat dalam Surat al-Nisa>’: 29 tentang larangan untuk memakan harta secara batil.

58

3. Larangan menyia-nyiakan harta (man‘ id}a>‘at al-ma>l), yaitu

berlebih-lebihan, pemborosan dan melampaui batas dalam menggunakan harta. Di

dunia modern, hal tersebut identik dengan konsumerisme, yaitu individu

atau kelompok yang melakukan dan menjalankan proses konsumsi atau

pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak

sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Dewasa ini, budaya konsumerisme telah menjadi gaya hidup (lifestyle) banyak orang.

Pemasaran yang agresif serta iklan-iklan yang persuasif di berbagai media

semakin memperkuat budaya konsumerisme tersebut. Dalam Islam,

budaya konsumerisme dilarang. Budaya konsumerisme tersebut disebut

dengan tabdhi>r dan isra>f.40 Al-Qur’an secara tegas melarang tabdhi>r dan isra>f.41

4. Proteksi terhadap keamanan harta (tah}qi>q amn al-amwa>l). Dalam Islam,

harta dan hak milik mendapatkan perlindungan yang jelas. Oleh karena

itu, Islam sangat melarang pelanggaran terhadap hak kepemilikan dan harta orang lain. Dalam Islam, setiap kejahatan terhadap harta (ta‘addi>

‘ala> al-amwa>l) diberikan balasan yang setimpal. Islam sangat melarang

tindakan pencurian, perampokan ataupun perampasan.

Sementara, dari dimensi keberadaan harta, unsur-unsur al-maqa>s}id dalam

penjagaan harta terdiri dari42:

40

Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid

al-Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2014), 69.

41

Beberapa ayat yang menegaskan larangan tabdhi>r dan isra>f adalah al-Qur’an, 17: 26-27; 6: 141;

dan 7: 31. 42

59

1. Kejelasan harta (wud}u>h} al-amwa>l), yaitu kejelasan posisi hak kepemilikan

harta untuk menghindari persengketaan. Manusia adalah makhluk sosial

yang pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Manusia saling melengkapi dan saling berinteraksi untuk

memenuhi kehidupan hidup tersebut. Proses saling melengkapi dan

berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut kemudian

memunculkan transaksi dan pertukaran harta antar individu. Dalam Islam,

transaksi tersebut dikenal dengan istilah akad. Islam menegaskan

pentingnya perikatan dalam transaksi. Setiap kesepakatan bisnis harus

jelas diketahui oleh para pihak yang terlibat dalam transaksi, agar tidak menimbulkan perselisihan. Pembahasan tentang akad banyak dikupas

dalam berbagai referensi fikih ataupun ushul fikih. Ketentuan terkait

dengan akad, mulai dari rukun, syarat, macam-macam akad, dan hal-hal

lain yang terkait dengan akad dikupas panjang lebar oleh banyak ulama’.

Dalam akad mu‘a>malah ma>liyyah, syariat Islam memberlakukan

ketentuan perikatan (tawthi>q). Hal ini menunjukkan bahwa kejelasan harta

dan kepemilikan harta sangat penting dalam Islam.

2. Sirkulasi dan peredaran harta (rawa>j al-amwa>l wa tada>wuluha). Islam

sangat menganjurkan harta beredar dan berputar secara meluas di seluruh

lapisan masyarakat dengan cara yang benar. Harta harus terdistribusi dan

bisa dinikmati oleh semua masyarakat, baik melalui konsumsi ataupun

distribusi. Oleh karena itu, Islam melarang iktina>z, yaitu menahan uang

60

dan beredar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat43 serta

ih}tika>r, yaitu menimbun barang yang dibutuhkan masyarakat sehingga

menimbulkan gejolak harga untuk menjualnya dengan harga yang lebih

tinggi. Praktik tersebut tentu bertentangan dengan kaidah supply dan

demand dan menimbulkan keresahan di masyarakat karena dihambatnya

ketersediaan barang di pasar.44

3. Ketetapan harta (thaba>t al-amwa>l), terkait dengan kepemilikan harta dan

kepastian hukum dengan posisi harta. Kepemilikan harta harus jelas

dalam Islam melalui cara yang sesuai dengan syariah. Oleh karena itu,

hukum terkait sahnya suatu akad/transaksi dikaji secara mendalam dalam

kitab-kitab fikih. Di samping itu, kerelaan kedua belah pihak dan

kebebasan dalam berkontrak juga menjadi perhatian penting menurut

Islam.

4. Keadilan dalam harta (al-‘adl fi al-amwa>l), keadilan distribusi serta

larangan melakukan penipuan dan bertransaksi riba. Salah satu prinsip

ekonomi dalam Islam terkait dengan harta adalah ekonomi dibangun

berdasarkan nilai moral yang berlandaskan pada keadilan dalam distribusi

harta. Adil berarti tidak ada yang mendzalimi orang lain dan tidak ada

yang didzalimi.45 Keadilan distribusi bukan berarti harus ada persamaan

antara individu dengan individu lainnya, karena hal itu bertentangan

43

Riya>d} Mans}u>r Khali>fi>, “Maqa>s}id Shar‘iyyah wa Atharuha> fi> Fiqh Mu‘a>mala>t al-Ma>liyyah,” Majallat Ja>mi‘ah al-Malik ‘Abd al-‘Azi>z: al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>, Vol. 17, No. 1 (2004),

34. 44

Al-Qur’an menegaskan bahwa harta harus beredar dan bisa dinikmati oleh mayoritas masyarakat. Lihat al-Qur’an, 59: 7.

45

Yu>suf al-Qard}a>wi>, Dawr al-Qiyam wa al-Akhla>q fi al-Iqtis}a>d al-Isla>mi> (Kairo: Maktabah

61

dengan kodrat manusia. Keadilan adalah keseimbangan antar individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya. Di antara prinsip

keadilan yang diberlakukan dalam transaksi bisnis adalah kewajiban

pelaku akad untuk menunaikan hak dan kewajibannya masing-masing.

Untuk mewujudkan distribusi harta yang adil, Islam menetapkan

tindakan-tindakan yang positif dan prohibitif. Tindakan positif seperti

zakat, infaq, sedekah, wakaf dan distribusi harta lainnya. Sementara

tindakan prohibitif seperti larangan riba, judi, penimbunan serta

tindakan-tindakan terlarang lainnya.