• Tidak ada hasil yang ditemukan

yang menggiurkan, ternyata minat masyarakat atas buku bajakan masih besar, mengaku pernah membeli buku bajakan di Titi Gantung Medan. Masyarakat tidak peduli mengenai kualitas buku bajakan, yang penting isi dari buku.89

C. Perlindungan Hukum yang Diberikan Pemerintah Atas Hak Cipta dalam Penggandaan Buku

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 memberikan perlindungan terhadap pencipta atas hasil karya ciptaannya. Perlindungan hukum terhadap hak cipta dirasa sebagai tuntutan yang tidak lagi dapat diabaikan untuk memelihara gairah penciptaan baru terwujudnya sumber ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih sejahtera.

Perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya

88

Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 89

Wawancara dengan Dian Maha Sari Siregar, Mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ada di Medan, tanggal 21 Mei 2017

71

pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen Kehakiman90

Hak moral merupakan hak yang meliputi kepentingan pribadi/ individu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan/integritas ceritanya.91

Pelanggaran hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pembajakan ini semakin meluas dan telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat serta mengurangi kreativitas mencipta, ini dikarenakan berbagai penyebab, misalnya rendahnya tingkat pemahaman terhadap arti dan fungsi hak cipta, serta adanya sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang mudah yaitu membajak hak cipta milik orang lain. kurangnya pemahaman tentang adanya Undang-Undang Hak Cipta, hak-hak pencipta atas hasil karya ciptanya serta adanya perlindungan terhadap hasil karya cipta tersebut merupakan faktor penyebab yang paling mendasar mengapa pelanggaran hak cipta kian marak di dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa keengganan untuk memahami dan mengikuti perkembangan hukum yang berlaku menyebabkan hak-hak yang melekat pada diri si pencipta terhadap hasil karya ciptaannya terabaikan.

90

Jumhana, Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek, Bandung, Citra Aditya Bakti,1999,hlm 25

91

Rahmadi Usman. Hukum Atas Kekayaan Intlektual Perlindungan Dan Dimensi Hukumnya, Bandung, Alumni2003, hlm 86

Maraknya kejahatan pelanggaran hak cipta tersebut juga tidak terlepas dari kemauan masyarakat untuk mendapatkan barang yang sama dengan harga yang murah, maka mereka pasti akan mencari barang-barang bajakan yang otomatis mempunyai harga jual yang lebih murah apabila dibandingkan dengan produk aslinya. Banyaknya pelanggaran KI di Indonesia merupakan konsekwensi logis dari strategi kebijakan pemerintah yang hanya memfokuskan proses penegakan hukum pada pembaharuan undang – undang.

Pertumbuhan jumlah buku yang pesat ini telah membuka peluang ekonomi baru bagi orang-orang untuk dapat menikmati hasil perbanyakan karya tulis. Dalam hal ini timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mendapat keuntungan materiil dari hasil penjualan suatu karya tulis yang dicetak dalam jumlah banyak.92

Prinsip hukum perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automatic protection), yaitu perlindungan harus diberikan tanpa perlu memenuhi formalitas tertentu dan pelaksanaannya bersifat mandiri (independence of protection) dari eksistensi perlindungan negara asal.93 Karena sistem perlindungan hak cipta bersifat otomatis, maka untuk pencatatan tidak merupakan suatu keharusan bagi penciptanya, dijelaskan dalam Pasal 62 ayat (2) Undang-Undnag No. 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta yang menyatakan bahwa “pencatatan ciptaan dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan merupakan

syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait”. Sistem perlindungan otomatis ini dilandasi oleh Bern Convention yang kemudian diadopsi oleh menganut prinsip deklaratif sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UUHC, tidak seperti KI lainnya yang

92

Eddy Damian, Op. Cit, hlm. 48 93

Rahmi Jened, Hukum Hak Cipta (Copyright‟s Law), Bandung, Citra Aditya Bakti , 2014, hlm 103

73

menganut prinsip sistem pendaftaran konstitutif, yaitu suatu sistem pendaftaran yang akan menimbulkan suatu hak sebagai pemakai pertama pada karya cipta tersebut.

Pelanggaran yang bersifat keperdataan yaitu pelanggaran hak moral dan pelanggaran hak ekonomi. Pelanggaran hak moral yaitu pelanggaran dalam hal tanpa persetujuan pencipta atau ahli warisnya meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan dan mengubah isi ciptaan. Pelanggaran hak ekonomi yaitu pelanggaran karena mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan tanpa ijin pencipta atau pemegang hak cipta.

Prinsip deklaratif tersebut mengisyaratkan tentang konsep pendaftaran ciptaan yang disebut dengan Stelsel Negatif Deklaratif. Negatif berarti semua permohonan pendaftaran ciptaan akan diterima tanpa penelitian keabsahan hak si pemohon, kecuali jelas terlihat indikasi pelanggaran. Deklaratif berarti bahwa pendaftaran tidak mutlak, pendaftaran adalah berkaitan dengan kekuatan bukti.94

Perlindungan hukum secara represif juga dapat ditempuh, apabila ada suatu tindakan ketika sebuah karya cipta telah dilanggar. Upaya hukum reprensif ini dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Dari segi hukum perdata, penegakan hukum terhadap terjadinya pelanggaran hak cipta dapat dilihat melalui penerapan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain,

94

Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata et al, Refika Aditama, Bandung, hlm. 18

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.95

Apabila pelanggaran hak cipta yang terjadi, maka sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, harus ada sanksi yang dapat diterapkan, antara lain :

1. Penentuan ganti rugi kepada pihak yang dianggap telah melanggar;

2. Penghentian kegiatn perbuatan, perbanyakan, pengedaran, dan penjualan ciptaan illegal (bajakan) yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta; 3. Perampasan dan pemusnahan barang illegal yang merupakan hasil

pelanggaran hak cipta.96

Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah merupakan salah satu aturan yang memiliki kekuatan mengikat paling kuat pada masyarakat. Undang-undang dapat mengatur dan memberi sanksi bagi pelanggarnya. Sanksi-sanksi dibuat untuk mencegah pelanggaran hak cipta dan dapat memberi efek jera bagi para pelakunya.

Bentuk perlindungan penggandaan buku yang diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian penggandaan buku dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian penggandaan buku tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun. Pemberlakuan dari Pasal ini memberi jaminan perlindungan bagi pencipta yang menjual ciptaannya melalui perjanjian jual putus untuk memperoleh kembali hak ciptanya secara otomatis setelah 25 tahun. Akan tetapi dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat tempat penerbitkan yang belum menerapkan perjanjian jual putus yang tertera dalam Pasal 18 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada saat ini para penerbit belum sepenuhnya menerapkan Pasal 18 UndangUndang Nomor 28

95

Ade Hendra Yasa, Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Karya Cipta Musik, Artikel, Fakultas Hukum Universitas Udayana,2016,hlm 3

96

75

Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karena penerbit merasa saat ini belum terlalu memerlukan perubahan tersebut. Penulis yang bekerjasamapun belum keberatan dalam hal ini karena menurut penulis waktu 25 tahun dirasa terlalu lama dan menurut mereka tidak semua hasil karyanya akan diminati oleh para pembaca, maka dari itu pasal tersebut dirasa belum terlalu mengganggu jika belum diterapkan dan yang terpenting di luar semua itu para pihak yaitu penerbit maupun penulis tidak keberatan dan terjalin kesepakatan antara keduanya. Dan juga masih perlunya peninjauan kembali dari pihak penerbit sebelum menerapkan UUHC khususnya Pasal 18 dalam perjanjian jual putus.

Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara khusus menempatkan buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi. Hal tersebut selain bertujuan untuk memenuhi keinginan kuat dari bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,97juga karena terkait dengan empat fungsi positif yang terkandung dalam buku tersebut, yaitu:

a. Buku sebagai media (perantara), sebuah buku dapat menjadi latar belakang atas suatu tindakan atau perkataan. Buku juga berfungsi sebagai pendorong atau memotivasi seseorang.

b. Buku sebagai milik, sebuah buku merupakan kekayaan yang berharga, tidak ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.

c. Buku sebagai penciptaan suasana, buku setiap saat dapat menjadi teman dalam situasi apapun. Buku dapat menciptakan suasana akrab hingga mempengaruhi karakter seseorang menjadi lebih baik.

97

http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/uud1945,pdf, diakses tanggal 1 April 2017.

d. Buku sebagai sumber kreativitas, banyak buku dapat mendorong kreativitas yang kaya gagasan.98

Lemahnya penerapan sistem di bidang Hak Kekayaan Intelektual diakibatkan tidak tegasnya aparat penegak hukum menuntaskan setiap praktik pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Jika hal itu dibiarkan, Hak Kekayaan Intelektual Indonesia akan hancur dan para pemegang Hak Kekayaan Intelektual merasa pesimis dengan perlindungan dan kinerja aparat penegak hukum khususnya kepolisian99

Perlindungan hukum preventif, perlindungan hukum preventif ini, subjek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa, perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi di Indonesia belum maksimal dalam pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.100

Perlindungan hak cipta adalah salah satu tujuan dari diterbitkannya seluruh peraturan hukum tentang hak cipta, termasuk konvensi internasional.Oleh karenanya adalah wajar perlindungan yang diberikan terhadap pengolahan dari ciptaan asli kepada sipengelola, dengan memperhatikan hak si pencipta asli.Oleh karenanya sipengelola diharuskan pula memprioritaskan kepentingan hukum

98

http://www.academia.edu/10322507/Perbanyakan_Buku_untuk_Kepentingan_Pendidik an_Dalam_Perspektif_Hak_Cipta_Analisis_Terhadap_Penyedia_Jasa_Fotokopi-Versi_Full, diakses tanggal 1 April 2017.

99

Hasil wawancara dengan Hasan, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 100

77

pemegang hak cipta asli atau sipenerima haknya. Demikian halnya dengan menerjemahkan karya lain si penerjemah harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari si pemegang hak aslinya.101

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penggandaan buku dengan cara penggandaan ditinjau dari aspek hak ekonomi pemegang hak cipta, yaitu 1) Perjanjian lisensi sebagai suatu upaya mencegah pelanggaran hak cipta dalam

hal penggandaan buku. Melalui lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak untuk membuat produk tersebut diberikan dengan cuma-cuma, sebagai imbalan dari pembuatan produk dan biasanya juga meliputi izin penjualan produk yang dihasilkan tersebut, perusahaan yang memberikan izin, memperoleh pembayaran yang disebut royalti. Dengan penjelasan di atas terlihat pihak yang dapat menjadi pemegang hak cipta pada dasarnya hanya ada dua yaitu pencipta dan pihak lain secara sah. Apabila pencipta sebagai pemegang hak cipta tidak perlu ada proses hukum karena terjadi secara otomatis atau demi hukum. Sedangkan untuk pihak lain sebagai pemegang hak cipta harus ada proses hukumnya yaitu dengan perjanjian lisensi. Pencipta selaku pemberi lisensi meminta izin memperbanyak ciptaan pencipta kepada pihak lain sebagai penerima lisensi. Demikian pula penerima lisensi tersebut juga dapat memberikan lisensi kepada pihak yang lain lagi. Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya apabila pemegang hak cipta atau hak terkait memberikan lisensi.

2) Peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Dalam Mengelola Hak Ekonomi Pencipta. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan

101

hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.102

Pemerintah sebenarnya memiliki peran dalam menekan angka pembajakan dengan mengeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirannya baik di bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra. Walaupun sudah merebaknya jasa fotocopy untuk menyediakan jasa memperbanyak buku secara utuh di kalangan mahasiswa, tetapi belum ada tindakan yang tegas dari pihak terkait untuk mengurangi kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut, baik dari pemerintah yang mempunyai alat berupa Undang-Undang Hak Cipta maupun dari pihak universitas sendiri. Adanya anggapan sebagian kecil masyarakat bahwa harga buku asli yang lebih mahal daripada buku bajakan, hal ini tentu berpengaruh pada semakin beredarnya buku bajakan dan akan semakin diminati oleh masyarakat. Mayoritas pembeli di Titi Gantung Medan adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, sehingga cenderung lebih memilih harga yang lebih murah untuk menyesuaikan dengan kemampuan kantongnya. Anggapan para masyarakat

tentang “ jika ada yang lebih murah, kenapa harus pilih yang mahal “, membuat masyarakat cenderung memilih barang yang lebih murah, tanpa mementingkan kualitasnya.

102

Agung Kurnia Rahman, Tinjauan Yuridis Penggandaan Buku Dengan Fotocopy Di Tinjau Dari Aspek Hak Ekonomi Pencipta, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Maret 2016, hlm 16

79

Kendala dalam pemberian perlindungan hak ekonomi pencipta dan atau pemegang hak cipta ini juga didukung oleh faktor penegak hukumnya itu sendiri. Bahkan bisa dikatakan faktor dari peraturan yang ada. Di mana ketika pembajakan adalah hanya sebagai delik aduan, maka ketika tidak ada aduan dari pihak-pihak terkait, namun jelas tindakan itu melawan hukum, tidak ada tindakan yang tegas dan sanksi yang mengikat.103

Upaya perlindungan terhadap hak ekonomi pencipta, yaitu berupa tuntutan akan keadaan dan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, mengharuskan mereka untuk membajak karya cipta milik oaring lain dan menikmati hasil bajakan karya cipta orang lain dalm bentuk buku bajakan. 104

103

Wawancara dengan Dian Maha Sari Siregar, Mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ada di Medan, tanggal 21 Mei 2017

104

BAB V

Dokumen terkait