• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan) Chapter III V"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

44

A. Perlindungan Ciptaan Buku

Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku merupakan

sumber segala informasi ilmu pengetahuan yang kita inginkan serta mudah

disimpan dan dibawa-bawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan

dalam sehelai kertas atau dalam bentuk material lain yang dijadikan satu

pinggiran/dijilid sehingga bisa dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan

buku-buku mempunyai sampul pelindung untuk melindungi bagian dalamnya.54 Buku

merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku yang diterbitkan perlu

mendapat perlindungan sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap penciptanya

sekalipun dalam praktiknya apresiasi dalam bentuk finasial lebih menonjol daripada

apresiasi moral. Buku merupakan salah satu sarana penting bagi kemajuan bangsa.

Namun, hingga saat ini dunia perbukuan di Indonesia belum menunjukkan iklim

yang menggembirakan. Hal ini disebabkan budaya membaca dikalangan

masyarakat Indonesia masih rendah di samping tentunya perlindungan hukum yang

diberikan pada para pencipta/penulis buku masih banyak menghadapi kendala.

Selama ini, usaha pengadaan buku untuk kelancaran proses kegiatan belajar

mengajar dilakukan oleh penerbit pemerintah maupun penerbit swasta. Namun,

upaya tersebut sering terhambat oleh maraknya pembajakan buku-buku pelajaran di

berbagai tingkatan. Akibatnya, muncul keengganan dari para pengarang dan

penerbit buku untuk menghasilkan buku-buku yang baru dengan kualitas yang baik.

54

(2)

45

Buku merupakan salah satu karya yang dilindungi hak ciptanya,

perbanyakan atau penggandaan buku diatur oleh undang-undang. Perbanyakan atau

penggandaan buku selain oleh pemegang hak cipta maupun pemilik lisensi

merupakan tindakan pelanggaran hak cipta. Pengumuman maupun perbanyakan

suatu karya tidak dapat dilakukan begitu saja oleh semua orang karena terdapat

undang-undang hak cipta yang bertujuan untuk melindungi hak moral dan hak

ekonomi dari karya tersebut bagi pemegang hak cipta. Penggandaan buku dapat

dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta karena melanggar hak cipta dengan

menggandakan buku tanpa izin dari pemegang hak cipta.

Buku sebagai objek dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang, yang

perlindungannya diatur dalam perundang-undangan. Perundang-undangan terhadap

KI paling terbaru adalah Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Dalam

menentukan terjadinya pelanggaran, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun

2014 menetapkan pelanggaran jika terjadi perbuatan yang dilakukan seseorang

terhadap karya cipta yang hak ciptanya secara eksklusif dimiliki oleh orang lain

tanpa sepengetahuan atau seizin orang lain pemilik hak tersebut. Bentuk

pelanggaran hak cipta buku dapat dikategorikan antara lain: pemfotokopian buku

yang kemudian diperjualbelikan; pencetakan buku secara illegal yang kemudian

dijual dengan harga jauh di bawah buku asli; dan penjualan electronic file buku

secara illegal.55

Hak ekonomi dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dalam Pasal 45, 46

dan 47 mengenai lisensi. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 butir 14 UUHC dijelaskan

yang dimaksud lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau

55

(3)

pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau

memperbanyak ciptaannya dengan persyaratan tertentu. Selain itu pada Pasal 45

ayat (3) dan (4) Undang-Undnag Hak Cipta juga dijelaskan bahwa pelaksanaan

perbuatan perjanjian perlisensian tersebut, disertai dengan pemberian royalti

sebagai hak ekonomis kepada pencipta atau pemegang hak cipta dari penerima

lisensi terhadap suatu karya cipta.

Ketentuan mengenai lisensi ini dimaksudkan untuk memberikan landasan

bagi pengaturan praktek perlisensian yang berlangsung di bidang hak cipta, Pada

dasamya perjanjian lisensi hanya “bersifat pemberian izin atau hak yang dituangkan

dalam akte perjanjian untuk jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu

menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Penentuan

syarat-syarat perjanjian pada, dasarnya juga tetap diserahkan kepada kesepakatan

kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan demikian asas kebebasan

berkontrak tetap dijunjung tinggi.

Ditempatkannya buku sebagai ciptaan dilindungi, terutama karena selain

untuk memenuhi keinginan kuat bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa seperti dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 juga karena terkaitnya

dengan empat fungsi positif yang terdapat pada buku, yaitu:

1. Buku sebagai media atau perantara, maksudnya buku dapat menjadi latar

belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.

2. Buku sebagai milik. dimaksudkan, bahwa buku adalah kekayaan sangat

(4)

47

3. Buku sebagai pencipta suasana. Berarti, buku setiap saat dapat menjadi

teman dalam situasi apapun, buku dapat menciptakan suasana akrab hingga

mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.

4. Buku sebagai sumber kreativitas. Dengan banyak membaca buku, dapat

mendorong kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas, biasanya

memiliki wawasan luas. Sudah umum diketahui bahwa salah satu faktor

sumber daya manusia berkualitas adalah wawasan luas dan sesungguhnya

wawasan luas dapat dicapai dengan banyak membaca. Selain keempat

fungsi ini, buku bagi bangsa Indonesia juga merupakan sarana

mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli

yang termasuk dalam perlindungan hak cipta seperti diatur dalam berbagai

perundang-undangan nasional dan konvensi-konvensi intenasional utama.56

Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta, menentukan bahwa

jangka waktu perlindungan hukum bagi penulis atau pemegang hak cipta atas buku

berlaku selama hidup pencipta (penulis atau pemegang hak cipta atas buku) dan

terus berlangsung hingga 50 (lima) puluh tahun sejak diumumkan setelah pencipta

meninggal dunia. Dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta yang

menyebutkan bahwa jika hak cipta atas buku dimiliki atau dipegang oleh badan

hukum, maka jangka waktu perlindungan menjadi 50 (lima puluh) tahun sejak

diumumkan dan tetap berlaku sama dalam Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang Hak

Cipta yakni 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Dalam ketentuan yang baru yakni pada Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Hak

Cipta masa perlindungan hak ekonomi yakni berlaku seumur hidup selama hidup

56

(5)

pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta

meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya, dan

perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Menurut analisis penulis, penambahan masa berlaku perlindungan hak ekonomi

Undang-Undang Hak Cipta 2014 sangat baik, karena pemerintah mengapresiasi dan

menghargai pencipta atau pemegang hak cipta secara lebih lama, dan memberikan

manfaat bagi ahli waris ciptaan tersebut57

B. Penggandaan Buku

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah

demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan

kepastian hukum bagi pencipta dan/atau pemegang hak cipta. Jenis karya yang

mendapat perlindungan ini antara lain adalah buku.

Buku sebagai karya cipta juga harus dilindungi secara hukum agar terhindar

dari pelanggaran. Perlindungan ini telah diatur dalam Pasal 40 ayat (1)

Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian maka setiap orang yang menggunakan

ciptaan orang lain yang telah diakui hak ciptanya secara tidak sah adalah

pelanggaran. Pelanggaran hak cipta buku di Indonesia menempati urutan ke-3

setelah perangkat lunak (software) dan musik. Bentuk pelanggaran hak cipta

buku bisa beraneka ragam, di antaranya dengan penggandaan melalui

sarana fotocopy.Pelanggaran demikian lazimnya disebut dengan

pembajakan. Pembajakan buku secara keseluruhannya tanpa izin dari pemegang

57

(6)

49

hak cipta, memang bisa dilakukan oleh siapa saja yang membutuhkan buku tersebut

sebagai literatur, baik dalam jumlah yang sangat terbatas (untuk kalangan sendiri)

maupun dalam jumlah yang besar (untuk dibisniskan) seperti yang dipraktikkan

oleh sekolah-sekolah dari berbagai tingkatan, bahkan oleh perpustakaan, copy

center, institusi keagamaan, dan institusi kebudayaan.58

Dalam praktik, masih sering terjadi penggandaan karya cipta (khususnya

buku) secara ilegal dilakukan oleh masyarakat luas, termasuk oleh mahasiswa,

dosen, dan/atau peneliti, yang berkepentingan untuk mendapatkan akses

memanfaatkan karya cipta tersebut. Fenomena ini dapat dengan mudah dijumpai

dari tumbuhnya usaha-usaha fotokopi di sekitar perguruan tinggi. Usaha jasa

fotokopi ini biasanya sekaligus menyediakan buku-buku teks hasil penggandaan.

Ironisnya, usaha jasa fotokopi secara terang-terangan berani memajangkan

buku-buku hasil penggandaan itu, tanpa peduli apakah penulis buku-buku-buku-buku dimaksud

adalah juga dosen-dosen di perguruan tinggi di lokasi itu.59

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tepatnya

pada Pasal 9 ayat (3) dinyatakan: “Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau

pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara

komersial ciptaan”. Pasal 10 dari undang-undang yang sama berbunyi “pengelola

tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang

hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang

dikelolanya”60

58

http://business-law.binus.ac.id/2016/02/29/perlindungan-hak-cipta-buku-dan-peranan-lmk-yayasan-reproduksi-cipta-indonesia/diakses tanggal 1 April 2017.

59

http://business-law.binus.ac.id/2016/04/30/penggandaan-buku-menurut-uu-hak-cipta-dan-permasalahannya/diakses tanggal 1 April 2017.

60

(7)

Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 4

dinyatakan bahwa pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi, di mana hak

moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta Pasal 5 ayat (1) dan pada Pasal 8

dijelaskan hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta

untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki

hak ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan,

pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian,

pengumuman, pertunjukan, komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian

sejauh menyangkut hak ekonomi penulisnya berhak untuk mengeksploitasi karya

tulisnya.61

Bentuk-bentuk pembajakan yang diatur dalam Undang-Undang No 28

Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berkaitan dengan pelanggaran terhadap:

1. Penerbitan ciptaan ( Pasal 9 ayat (1) huruf a);

2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya (Pasal 9 ayat (1) huruf b ); 3. Pendistribusian ciptaan atau salinannya (Pasal 9 ayat (1) huruf e);

4. Pengumuman ciptaan (Pasal 9 ayat (1) huruf g);

5. Penggandaan dan fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun ( Pasal 23 ayat (2) huruf c);

6. Pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya (Pasal 23 ayat (2) huruf d);

7. Penggandaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun (Pasal 24 ayat (2) huruf a).

8. Pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya (Pasal 24 ayat (2) huruf b);

9. Penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik (Pasal 24 ayat (2) huruf d); dan

10.Penggandaan fiksasi siaran oleh lembaga penyiaran yang memiliki hak melaksanakan sendiri ,memberikan izin dan melarang pihak lain( Pasal 25 ayat (2) huruf d).62

61

Qoidah Mustaqimah, Penggandaan Buku Melalui E-Book Perspektif Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang, dikutip Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahimmalang 2016, hlm 60

(8)

51

Penggandaan yang dimaksud adalah proses, perbuatan, atau cara

menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan

dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara. Sedangkan pendistribusian

adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran ciptaan dan/atau produk hak

terkait63

Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tercantum dalam Pasal 4 bahwa

pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi, dimana hak moral adalah hak yang

melekat pada diri pencipta Pasal 5 ayat (1) dan pada Pasal 8 dijelaskan hak

ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mendapatkan manfaat ekonomi. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak

ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan,

pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian,

pengumuman, pertunjukan, komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian

sejauh menyangkut hak ekonomi penulisnya berhak untuk mengeksploitasi karya

tulisnya.

Baik melalui penerbitan dalam buku maupun pemuatannya dalam media

publikasi ilmiah maupun majalah populer lainnya pencipta dapat memperoleh

royalti dari penerbitan bukunya atau mendapatkan honorarium bagi pemuatan

artikelnya di media. Bila dikumpulkan dalam jumlah yang memadai tentunya

tulisan-tulisan tersebut dapat dibukukan, penerbitan seperti ini akan memberikan

tambahan income bagi penciptanya.64

Apabila suatu ciptaan buku, karya tulis, lagu, musik tanpa atau dengan teks

dialihkan tanpa batas waktu atau dengan perjanjian jual putus, maka hak ciptanya

63

Ibid, hlm 43 64

(9)

beralih kepada penciptanya pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25

tahun, hal ini tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Cipta. Yang mana

buku merupakan ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra (terdapat dalam Pasal 40 ayat 1 huruf a). Penggunaan, pengambilan,

penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait

secara keseluruhan atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai

pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan dan dicantumkan secara lengkap

untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan

kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta Pasal 44 ayat (1)

huruf a, keamanan serta penyelenggaraan pemerintah, legislatif, dan peradilan huruf

b, ceramah untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan huruf c,

pertunjukan/pementasan yang tidak dipungut bayaran apapun sepanjang tidak

merugikan pencipta (huruf d). Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan

yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan

dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta Pasal 46 ayat (1)

tetapi penggandaan untuk kepentingan pribadi tidak mencakup seluruh atau

sebagian yang substansial dari buku atau notasi musik Pasal 46 ayat (2) huruf b.

Masa berlaku hak ekonomi dalam suatu hak cipta atas ciptaan buku adalah berlaku

seumur hidup ditambah 70 tahun setelah meninggal dunia, hal ini tercantum dalam

Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta.

Hak moral memberikan jaminan perlindungan terhadap pencipta untuk

dicantumkan namanya dalam ciptaan dan dihargai karyanya dengan tidak

(10)

53

perlindungan akan menjadi nyata dan berwujud jika ada pelanggaran terhadap

kedua esensi hak moral yang tidak dapat dipisahkan yakni right of paternity (hak

paterniti) right of integrity (hak integritas). Ketika pelanggaran terjadi pencipta

dapat melaksanakan haknya, yakni menuntut pelanggarnya untuk memulihkan

hak-haknya dan kepentingannya. Pelaksanaan hak tersebut difasilitasi dengan

mekanisme penuntutan sebagaimana layaknya bila terjadi pelanggaran hak yang

merugikan.

C. Perlindungan Terhadap Hak Cipta

Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang

guna mencegah terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual oleh orang yang

tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses

secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran, dia akan dijatuhi hukuman

sesuai dengan ketentuan undang-undang bidang hak kekayaan intelektual yang

dilanggar itu. Undang-undang bidang hak kekayaan intelektual mengatur jenis

perbuatan pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun

secara pidana.

Indonesia sebagai penganut Civil Law System, maka UndangUndang No. 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam pembentukannya bertitik tolak dari pencipta.

Di Indonesia perlindungan hak cipta hanya diberikan pada suatu karya cipta yang

telah memiliki bentuk yang khas (material form), bersifat pribadi, menunjukan

keasliannya yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian (mental

effort) sehingga berwujud sebagai ciptaan yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Perlindungan hak cipta terhadap ciptaan di Indonesia berdasarkan

(11)

diumumkan, hal ini tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) yang berbunyi: berlaku

selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Perlindungan hukum yang diberikan terhadap karya cipta dimaksudkan

untuk merangsang kreativitas dari pencipta agar selalu menciptakan suatu karya

yang bermanfaat dan dapat dikomersilkan. Selama karya cipta ini belum

dieksploitasi atau belum terjadi interaksi yang bersifat mengikat antara pencipta

dengan pengguna maka karya tersebut belum dapat menghasilkan nilai ekonomi

yang maksimal. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman yang benar tentang

bagaimana cara memperlakukan karya cipta agar tetap terjaga dan terlindungi.

Perlindungan atas ciptaan dapat dilakukan pencatatan ciptaan, hal ini tercantum

dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berbunyi:

Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak

terkait.

Buku merupakan karya cipta yang dilindungi. Empat fungsi positif yang terdapat pada buku, yaitu:

1. Buku sebagai media atau perantara artinya, buku dapat menjadi latar belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.

2. Buku sebagai milik maksudnya, bahwa buku adalah kekayaan yang sangat berharga, tidak ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.

3. Buku sebagai pencipta suasana berarti, buku setiap saat dapat menjadi teman dalam situasi apapun: buku dapat menciptakan suasana akrab hingga mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.

4. Buku sebagai sumber kreativitas, dengan banyak membaca buku, dapat mendorong kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas biasanya memiliki wawasan yang luas. Sudah umum diketahui bahwa salah satu faktor sumber daya manusia berkualitas adalah wawasan yang luas dan sesungguhnya wawasan luas dapat dicapai dengan banyak membaca.65

Selain keempat fungsi ini, buku bagi bangsa Indonesia merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli yang termasuk dalam perlindungan hak cipta seperti diatur dalam pelbagai perundang-undangan dan konvensi-konvensi internasional utama. Dengan

65

(12)

55

diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh pelbagai perundang-undangan nasional dan dua konvensi utama hak cipta, tidak dapat disangkal lagi bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan karena buku merupakan kekayaan intelektual seorang pencipta selain mempunyai arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga mempunyai arti penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa.66

Perlindungan atas ciptaan dapat dilakukan melaui pencatatan ciptaan, hal

ini tercantum dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yang berbunyi:

Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak

terkait. ”Nilai” dari suatu karya cipta maka faktor nilai ekonomis yang perlu

diperhatikan. Usia hak cipta untuk sebuah karya lagu adalah 50 tahun, sedangkan

usia ekonomisnya tergantung dari kualitas dari lagu tersebut. Misalnya lagu-lagu

klasik yang sudah berumur lebih dari satu abad hingga saat ini masih memiliki

nilai ekonomis.67

Ada beberapa pendekatan dalam menentukan nilai karya cipta yaitu :

a. Pendekatan biaya.

Disini total biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan karya cipta

dijadikan patokan sebagai nilai karya cipta tersebut.

b. Pendekatan pasar.

Disini nilai pasar yang dapat diprediksi berdasarkan data permintaan dalam

jangka waktu tertentu dipakai sebagai patokan untuk menentukan nilai dari

karya cipta tersebut. Prediksi tentunya akan meleset bila tidak semua

permintaan pasar dapat dipenuhi atau ada karya cipta lain yang sejenis yang

menjadi kompetitor.

66

Eddy Damaian, Op.Cit, hlm. 155 67

(13)

c. Pendekatan penerimaan.

Disini data penerimaan yang telah diperoleh selama kurun waktu tertentu

dijadikan sebagai patokan untuk memberikan nilai dari suatu karya cipta.68

Pasal 58 ayat (1) Undang 2014 masa perlindungan hak ekonomi yakni

berlaku seumur hidup selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70

(tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1

Januari tahun berikutnya, dan perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki

atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak

pertama kali dilakukan pengumuman.

Penambahan masa berlaku perlindungan hak ekonomi UUHC 2014 sangat

baik, karena pemerintah mengapresiasi dan menghargai pencipta atau pemegang

hak cipta secara lebih lama, dan memberikan manfaat bagi ahli waris ciptaan

tersebut.69

68

Ibid

69

(14)

57

BAB IV

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGANDAAN BUKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014

TENTANG HAK CIPTA

A. Pengaturan Hak Cipta dalam Penggandaan Buku

Di era reformasi para penulis buku dapat kreativitas dengan seluruh ide

cemerlangnya untuk menghasilkan suatu karya sastra yang dapat dinikmati oleh

setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, namun seiring terjadi di dalam

kehidupan sehari-hari, karena keterbatasan faktor ekonomi dan kurangnya

pemahaman kesadaran akan hukum oleh masyarakat dalam menikmati dan

menghargai suatu karya seni sehingga menimbulkan kecenderungan untuk

menikmati karya seni dengan cara yang salah. 70

Buku merupakan salah satu karya yang dilindungi hak ciptanya,

perbanyakan atau penggandaan buku diatur oleh undang-undang. Perbanyakan atau

penggandaan buku selain oleh pemegang hak cipta maupun pemilik lisensi

merupakan tindakan pelanggaran hak cipta. Pengumuman maupun perbanyakan

suatu karya tidak dapat dilakukan begitu saja oleh semua orang karena terdapat

undang-undang hak cipta yang bertujuan untuk melindungi hak moral dan hak

ekonomi dari karya tersebut bagi pemegang hak cipta. Penggandaan buku dapat

dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta karena melanggar hak cipta dengan

menggandakan buku tanpa izin dari pemegang hak cipta.

Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku sumber segala

informasi ilmu pengetahuan yang diinginkan dan mudah disimpan serta

dibawa-bawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan dalam sehelai kertas atau

70

(15)

dalam bentuk material lain yang dijadikan satu pinggiran/dijilid sehingga dapat

dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan buku-buku mempunyai sampul

pelindung untuk melindungi bagian dalamnya.71

Buku merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku yang

diterbitkan perlu mendapat perlindungan sebagai salah satu bentuk apresiasi

terhadap penciptanya sekalipun dalam praktiknya apresiasi dalam bentuk finasial

lebih menonjol daripada apresiasi moral. Buku merupakan salah satu sarana penting

bagi kemajuan bangsa. Namun, hingga saat ini dunia perbukuan di Indonesia belum

menunjukkan iklim yang menggembirakan. Hal ini disebabkan budaya membaca

dikalangan masyarakat Indonesia masih rendah di samping tentunya perlindungan

hukum yang diberikan pada para pencipta/penulis buku masih banyak menghadapi

kendala.

Diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh berbagai

peraturan perundang-undangan nasional, dan konvensi internasional hak cipta, hal

tersebut menandakan bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi

sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan buku yang merupakan kekayaan intelektual

seorang pencipta selain memiliki arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga

memiliki arti penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa.72

Hak Cipta dalam undang-undang hak cipta adalah hak eksklusif pencipta

yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.Ciptaan yang dimaksud merupakan hasil

71

The World Book Encyclopedia, Volume 2, diakses tanggal 1 April 2017.

(16)

59

karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas

inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian

yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Pemegang hak cipta adalah pencipta

sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari

pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima

hak tersebut secara sah.

Menyepakati suatu perjanjian antara pengarang dan penerbit buku adalah

proses pertama dalam suatu penerbitan buku. Perjanjian penerbitan buku tidak

boleh bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

yakni adanya kesepakatan antara pengarang dengan penerbit, adanya kecakapan

hukum dari pengarang ataupun penerbit, adanya objek tertentu, dan klausula yang

halal ataupun suatu sebab yang tidak terlarang. Isi suatu perjanjian penerbitan buku

harus jelas mengatur tentang pengalihan hak ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi

hak cipta dari pengarang kepada penerbit buku yang akan mengeksploitasinya.

Upaya pengalihan dengan tujuan mengeksploitasi ciptaan karya tulis harus diatur

secara jelas dan transparan dalam isi perjanjian penerbitan buku yang bersangkutan.

Pasal 46 ayat (1) dijelaskan bahwa penggandaan untuk kepentingan

pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat

sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang

hak cipta. Lebih lanjut dalam ayat (2) penggandaan untuk kepentingan pribadi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencakup:

1. karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain;

2. seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik;

(17)

4. program komputer, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);

dan

5. penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan

dengan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta telah

diatur tentang pelanggaran hak cipta terkait dengan penggandaan buku,

dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomis.73

Penggunaan suatu karya cipta oleh pihak lain harus didahului oleh

pemberian lisensi. Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta didefinisikan, bahwa Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan

oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk

melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat

tertentu. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi lisensi memperoleh imbalan

dalam bentuk royalti yang dibayarkan oleh penerima lisensi, yang besarnya

bergantung pada negosiasi para pihak.74Royalti itu sendiri dapat diartikan sebagai

imbalan bagi pencipta atau pemegang hak cipta atas penggunaan karya ciptanya.

Pengertian royalti menurut kamus bahasa inggris oxford adalah “a sum of money

that is paid who has written a book, piece of music, etc.”, yang berarti pembayaran

kepada penulis buku, pencipta musik.

Penggandaan buku diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yaitu Pasal 47 huruf a yang dinyatakan bahwa, setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dengan cara:

1. Penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan pengumuman, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat:

73

http://business-law.binus.ac.id/2016/04/30/penggandaan-buku-menurut-uu-hak-cipta-dan-permasalahannya/diakses tanggal 21 April 2017

74

(18)

61

a. Perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian;

b. Penggandaan tersebut dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, penggandaan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan

c. Tidak ada lisensi yang ditawarkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif kepada perpustakaan atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan.

2. Pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang diperlukan, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari koleksi permanen di perpustakaan atau lembaga arsip lain dengan syarat:

a. Perpustakaan atau lembaga arsip tidak mungkin memperoleh salinan dalam kondisi wajar; atau

b. Pembuatan salinan tersebut dilakukan secara terpisah atau jika dilakukan secara berulang, pembuatan salinan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan.

3. Pembuatan salinanan dimaksudkan untuk komunikasi atau pertukaran informasi antar perpustakaan, antar lembaga arsip, serta antara perpustakaan dan lembaga arsip.75

Dewasa ini, perjanjian lisensi dalam lapangan hukum hak kekayaan

intelektual seperti hak cipta sangat berpengaruh dalam perdagangan di dunia saat

ini, khusunya Indonesia karena mempunyai peranan penting dalam pembangunan

nasionalnya76

Penggandaan buku kian mudah akibat kemajuan teknologi di bidang photo

copy. Penggandaan buku awalnya hanya dapat dilakukan oleh penerbit sesuai

perjanjian antara penerbit dengan penulis, tetapi saat ini dapat dilakukan oleh

pelaku usaha photo copy. Pelaku usaha photo copy dapat menggandakan karya cipta

berupa buku sama asli tapi palsu (aspal), dengan atau tanpa izin dari penerbit selaku

pemegang hak cipta.

Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian

royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi (Pasal 45 ayat (3)

(19)

Undang-Undang Hak Cipta). Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada

pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua

belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi (Pasal 45

ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta). Agar dapat mempunyai akibat hukum

terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Pasal 47 ayat (2)

Undang-Undang Hak Cipta). Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku

asing, maka penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan

menjual hasil terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak

melarang perbanyakan buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya

(Pasal 45 jo Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta serta penjelasannya).

Salah satu syarat untuk mengadakan pengumuman, penggandaan ataupun

perbanyakan adalah harus memiliki lisensi. Lisensi merupakan izin yang diberikan

oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak cipta terkait kepada pihak lain untuk

mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya

dengan peryaratan tertentu. Ketentuan mengenai lisensi diatur oleh

Undang-Undang Hak Cipta Pasal 45 yaitu:

(1) Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia

(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi

(20)

63

Pasal 45 di atas menjelaskan bahwa pemegang hak cipta berhak untuk

memberikan lisensi atau izin bagi orang lain untuk mengadakan pengumuman

maupun perbanyakan pada karyanya. Lisensi atau izin memiliki jangka waktu

sesuai dengan perjanjian antara pemegang hak cipta dan penerima lisensi, serta

penerima lisensi perkewajiban untuk membayar royalti sejumlah dengan

kesepakatan dengan pemegang hak cipta.

Perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak lain dalam

hubungan dinas atau hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk melaksanakan

penerjemahan buku tersebut Pasal 8 Undang-Undang Hak Cipta77

Lisensi menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta adalah izin

tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada

pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak

terkait dengan syarat tertentu. Pasal tersebut dapat dipahami bahwa sesungguhnya

lisensi adalah suatu izin tertulis yang dapat diberikan satu pihak ke pihak lain untuk

melaksanakan suatu hak ekonomi atas ciptaan atau produk hak terkait dengan

syarat tertentu. Syarat tertentu mengenai lisensi diatur dalam undang-undang

maupun diatur dalam perjanjian lisensi antara licensor (pencipta) dengan license

(penerima/ hak cipta)

Pemberian lisensi dari pemegang hak cipta kepada pihak lain harus disertai

dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah di muka hukum.78 Sejalan

dengan hak cipta sebagai hak ekslusif dan hak ekonomi, pihak pencipta/pemegang

hak cipta mempunyai hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk

77

Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 78

(21)

mengumumkan atau mengadakan ciptaan dan pemberian izin tersebut tidak dapat

dilepaskan dari masalah keuntungan dari penggunaan hak cipta. Pemberian izin dari

pencipta/pemegang hak cipta kepada orang lain itulah yang disebut lisensi.79

Kualitas buku bajakan memang jauh dari harapan, di samping rentan

rusak, halamannya juga kerap terbalik, bahkan kosong. Di sisi lain membeli buku

asli bukan sekedar mencari kualitas, tetapi juga menghargai kerja keras sang

penulis buku. Buku bajakan menguntungkan dirinya sebagai mahasiswa,

contohnya, bila berkeinginan membeli buku hukum, dia akan membandingkan

harga buku versi asli dan bajakan. Jika membeli buku asli, dia harus mengeluarkan

dana Rp.50.000. Sementara itu, versi bajakan dari buku itu dapat diperolehnya

dengan harga hanya Rp20.000.80

Seorang pencipta memiliki hak-hak tertentu atas hasil karyanya. Hak-hak

tersebut antara lain hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi menurut Pasal 8

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yakni hak eksklusif

pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas

Ciptaan. Beberapa hal yang termasuk hak ekonomi berdasarkan Pasal 9 ayat (1)

yakni:

(a) Penerbitan ciptaan;

(b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; (c) Penerjemahan ciptaan;

(d) pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; (e) Pendistribusian ciptaan atau salinannya;

(f) Pertunjukan ciptaan; (g) Pengumuman ciptaan; (h) Komunikasi ciptaan; dan (i) Penyewaan ciptaan.

79

Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta. 2010. hal. 47.

80

(22)

65

Hak yang dimiliki oleh pencipta selain hak ekonomi adalah hak moral.

Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta.

Konsep hak moral ini berasal dari sistem hukum kontinental yaitu dari Perancis.

Menurut konsep hukum kontinental, hak pengarang (droit d‟aueteur, author rights)

terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai

ekonomi, seperti uang, dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi

si pencipta. Hak moral mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak ekonomi

yang dimiliki pencipta atas ciptaannya. Kepemilikan atas hak cipta dapat

dipindahkan kepada pihak lain, tetapi hak moralnya tetap tidak terpisahkan dari

penciptanya.

Hak moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki si

pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya. Hak

moral ini mempunyai tiga dasar, yaitu hak untuk mengumumkan (the right of

publication); hak paterniti (the right of paternity); dan hak integritas (the right of

integrity). Komen dan Verkade menyatakan bahwa hak moral yang dimiliki

seorang pencipta itu meliputi: larangan dalam mengadakan perubahan dalam

ciptaan, larangan mengubah judul, larangan merubah penentuan pencipta, dan hak

untuk mengadakan perubahan.81

Alasan maraknya pembajakan buku terletak pada masalah harga dan

terbatasnya buku dipasaran. Buku-buku yang dibajak, buku yang banyak dicari,

seperti buku-buku yang digunakan oleh para perguruan tinggi. Tak dapat dipungkiri

harga buku yang dicetak penerbit resmi jauh lebih mahal dibandingkan buku

bajakan yang ada di pasaran, hal ini terkait dengan rantai produksi yang cukup

81

(23)

panjang dan membutuhkan ongkos yang tidak murah, mulai dari penerbit, produsen

kertas, percetakan, distributor, ekspeditur hingga toko buku atau agen. Di luar itu,

untuk setiap eksemplar buku yang terjual, penerbit wajib membayar royalti kepada

penulis buku. Hal itu masih ditambah dengan banyaknya pajak yang harus

ditanggung oleh penerbit dan percetakan seperti pajak atas kertas, pajak ongkos

cetak, pajak buku, pajak penghasilan penulis dan lain-lain. Keseluruhan biaya

tersebut yang kemudian diakumulasi menjadi harga pada sebuah buku.82

Pasal 4 UndangUndang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

menyebutkan jika hak cipta itu terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, yaitu

a) Hak moral

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yaitu hak untuk selalu

dicantumkan nama pencipta dalam setiap ciptaannya dan hak atas keutuhan

ciptaannya, tidak dapat dihilangkan atau dihapus, meskipun hak cipta atau hak

terkait telah dialihkan83

b) Hak ekonomi

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk

mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.Hak ekonomi ini dalam tiap

undang-undang tentang hak cipta selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang

diliputinya dan ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Dalam

Pasal 8 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mendefinisikan

hak ekonomi sebagai hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

82

Hasil wawancara dengan Doni, selaku Pemilik Toko Buku, 21 April 2017.

83

(24)

67

B. Kedudukan Hukum Pelaku Usaha Penggandaan Buku dalam Penjualan

Buku

Pelanggaran terhadap hak cipta atas buku tidak hanya dilakukan oleh oknum

yang ingin mendapatkan keuntungan besar secara ekonomis saja, akan tetapi

pelanggaran tersebut juga dilakukan oleh kalangan mahasiswa dengan berbagai

alasannya. Pelanggaran terhadap hak cipta atas buku oleh kalangan mahasiswa

dapat berupa pengutipan buku sebagai sumber penulisan dan juga memperbanyak

buku atau menggandakan buku tanpa izin. Pelanggaran terhadap hak cipta atas

buku yang dilakukan oleh mahasiswa tidak mencari keuntungan yang besar seperti

halnya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang memang melakukan

pelanggaran hak cipta untuk mencari penghasilan

Ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 9

ayat (2) dan (3) dinyatakan bahwa setiap orang atas suatu ciptaan wajib

mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dan setiap orang tanpa izin

pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan

penggunaan secara komersial suatu ciptaan. Hal ini juga berlaku terhadap pengelola

tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil

pelanggaran hak cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya Pasal 10.84

Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya

apabila pemegang hak cipta atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan

perjanjian tertulis sesuai Pasal 80 ayat (1) dan hanya berlaku pada jangka waktu

tertentu serta tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait pada Pasal 80

ayat (2). Perjanjian lisensi terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri

84

(25)

dalam daftar umum perjanjian lisensi hak cipta serta dikenai biaya pada Pasal 83.

Dengan demikian setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk

melaksanakan penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian,

pendidikan, dan pengembangan kepada Menteri Pasal 85.85

Bentuk perjanjian penggandaan buku yang digunakan oleh pedagang buku

di Titi Gantung Medan adalah perjanjian lisensi yang dilaksanakan secara tertulis.

Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik

hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya

atau produk hak terkait dengan syarat tertentu. Bentuk perjanjian untuk melakukan

pekerjaan yang kemudian digolongkan ke dalam golongan perjanjian untuk

melakukan pekerjaan (jasa) tertentu seorang pencipta dapat memberikan lisensi atas

karya kepada pihak lain. Dengan memberikan lisensi atas karya kepada pihak lain,

pencipta mendapatkan royalti.86

Alasan pelaku usaha melakukan penggandaan buku, yaitu alasan ekonomi,

kemajuan teknologi, ketersediaan jumlah buku di pasaran, kurang penghormatan

terhadap hak cipta, kurangnya penegakan hukum kepada pelaku.87

Setiap orang atas suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau

pemegang hak cipta Pasal 9 ayat (2) dan setiap orang tanpa izin pencipta atau

pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan dan penggunaan secara

komersial suatu ciptaan Pasal 9 ayat (3). Hal ini juga berlaku terhadap pengelola

tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil

pelanggaran hak cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya (Pasal 10).

85

Ibid

86

Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 87

(26)

69

Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya

apabila pemegang hak cipta atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan

perjanjian tertulis Pasal 80 ayat (1) dan hanya berlaku pada jangka waktu tertentu

serta tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait Pasal 80 ayat (2).

Perjanjian lisensi terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar

umum perjanjian lisensi hak cipta serta dikenai biaya Pasal 83. Dengan demikian

setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk melaksanakan

penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian, pendidikan,

dan pengembangan kepada Menteri (Pasal 85).

Pengguna hak cipta atau hak terkait dalam hal ini pelaku usaha yang

memanfaatkan hak cipta dengan tujuan komersial wajib membayar royalti kepada

pencipta, pemegang hak cipta, dan hak terkait melalui Lembaga Manajemen

Kolektif (Pasal 87 ayat (2)). Apabila pengguna memenuhi perjanjian dan

kewajibannya terhadap Lembaga Manajemen Kolektif maka tidak dianggap sebagai

pelanggaran undang-undang (Pasal 87 ayat (4)). Maka dengan demikian Lembaga

Manajemen Kolektif wajib pula memberikan izin operasional kepada Menteri

(Pasal 88 ayat (1)).

Alasan penggandaan buku terutama melalui fotokopi yang dilakukan oleh

masyarakat yang dilakukan baik disengaja maupun disengaja terjadi karena :

1. Ekonomi

2. Kemudahan fasilitas

3. Ketersediaan buku di pasaran

4. Minimnya kesadaran masyarakat

(27)

6. Kurangnya penghargaan terhadap hak cipta orang lain

7. Kurangnya penegakan hukum terutama aparat kepolisian88

Penggandaan buku bajakan masih terjadi, selain disebabkan keuntungan

yang menggiurkan, ternyata minat masyarakat atas buku bajakan masih besar,

mengaku pernah membeli buku bajakan di Titi Gantung Medan. Masyarakat tidak

peduli mengenai kualitas buku bajakan, yang penting isi dari buku.89

C. Perlindungan Hukum yang Diberikan Pemerintah Atas Hak Cipta dalam

Penggandaan Buku

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 memberikan perlindungan terhadap

pencipta atas hasil karya ciptaannya. Perlindungan hukum terhadap hak cipta dirasa

sebagai tuntutan yang tidak lagi dapat diabaikan untuk memelihara gairah

penciptaan baru terwujudnya sumber ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih

sejahtera.

Perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti

memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang

pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak

hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara

pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa

suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka

dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya

88

Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 89

(28)

71

pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen

Kehakiman90

Hak moral merupakan hak yang meliputi kepentingan pribadi/ individu. Hak

moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral yang dalam keadaan

bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya

seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama

sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan/integritas

ceritanya.91

Pelanggaran hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pembajakan

ini semakin meluas dan telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat

merusak tatanan kehidupan masyarakat serta mengurangi kreativitas mencipta, ini

dikarenakan berbagai penyebab, misalnya rendahnya tingkat pemahaman terhadap

arti dan fungsi hak cipta, serta adanya sikap dan keinginan untuk memperoleh

keuntungan dengan cara yang mudah yaitu membajak hak cipta milik orang lain.

kurangnya pemahaman tentang adanya Undang-Undang Hak Cipta, hak-hak

pencipta atas hasil karya ciptanya serta adanya perlindungan terhadap hasil karya

cipta tersebut merupakan faktor penyebab yang paling mendasar mengapa

pelanggaran hak cipta kian marak di dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri pula

bahwa keengganan untuk memahami dan mengikuti perkembangan hukum yang

berlaku menyebabkan hak-hak yang melekat pada diri si pencipta terhadap hasil

karya ciptaannya terabaikan.

90

Jumhana, Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek, Bandung, Citra Aditya Bakti,1999,hlm 25

91

(29)

Maraknya kejahatan pelanggaran hak cipta tersebut juga tidak terlepas dari

kemauan masyarakat untuk mendapatkan barang yang sama dengan harga yang

murah, maka mereka pasti akan mencari barang-barang bajakan yang otomatis

mempunyai harga jual yang lebih murah apabila dibandingkan dengan produk

aslinya. Banyaknya pelanggaran KI di Indonesia merupakan konsekwensi logis dari

strategi kebijakan pemerintah yang hanya memfokuskan proses penegakan hukum

pada pembaharuan undang – undang.

Pertumbuhan jumlah buku yang pesat ini telah membuka peluang ekonomi

baru bagi orang-orang untuk dapat menikmati hasil perbanyakan karya tulis. Dalam

hal ini timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mendapat keuntungan materiil dari

hasil penjualan suatu karya tulis yang dicetak dalam jumlah banyak.92

Prinsip hukum perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automatic

protection), yaitu perlindungan harus diberikan tanpa perlu memenuhi formalitas

tertentu dan pelaksanaannya bersifat mandiri (independence of protection) dari

eksistensi perlindungan negara asal.93 Karena sistem perlindungan hak cipta bersifat

otomatis, maka untuk pencatatan tidak merupakan suatu keharusan bagi

penciptanya, dijelaskan dalam Pasal 62 ayat (2) Undang-Undnag No. 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta yang menyatakan bahwa “pencatatan ciptaan

dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan merupakan

syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait”. Sistem perlindungan otomatis

ini dilandasi oleh Bern Convention yang kemudian diadopsi oleh menganut prinsip

deklaratif sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UUHC, tidak seperti KI lainnya yang

92

Eddy Damian, Op. Cit, hlm. 48 93

(30)

73

menganut prinsip sistem pendaftaran konstitutif, yaitu suatu sistem pendaftaran

yang akan menimbulkan suatu hak sebagai pemakai pertama pada karya cipta

tersebut.

Pelanggaran yang bersifat keperdataan yaitu pelanggaran hak moral dan

pelanggaran hak ekonomi. Pelanggaran hak moral yaitu pelanggaran dalam hal

tanpa persetujuan pencipta atau ahli warisnya meniadakan nama pencipta yang

tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya,

mengganti atau mengubah judul ciptaan dan mengubah isi ciptaan. Pelanggaran hak

ekonomi yaitu pelanggaran karena mengumumkan dan memperbanyak suatu

ciptaan tanpa ijin pencipta atau pemegang hak cipta.

Prinsip deklaratif tersebut mengisyaratkan tentang konsep pendaftaran

ciptaan yang disebut dengan Stelsel Negatif Deklaratif. Negatif berarti semua

permohonan pendaftaran ciptaan akan diterima tanpa penelitian keabsahan hak si

pemohon, kecuali jelas terlihat indikasi pelanggaran. Deklaratif berarti bahwa

pendaftaran tidak mutlak, pendaftaran adalah berkaitan dengan kekuatan bukti.94

Perlindungan hukum secara represif juga dapat ditempuh, apabila ada suatu

tindakan ketika sebuah karya cipta telah dilanggar. Upaya hukum reprensif ini

dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Dari segi hukum perdata,

penegakan hukum terhadap terjadinya pelanggaran hak cipta dapat dilihat melalui

penerapan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain,

94

(31)

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.95

Apabila pelanggaran hak cipta yang terjadi, maka sesuai dengan Pasal 1365

KUHPerdata, harus ada sanksi yang dapat diterapkan, antara lain :

1. Penentuan ganti rugi kepada pihak yang dianggap telah melanggar;

2. Penghentian kegiatn perbuatan, perbanyakan, pengedaran, dan penjualan ciptaan illegal (bajakan) yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta; 3. Perampasan dan pemusnahan barang illegal yang merupakan hasil

pelanggaran hak cipta.96

Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah merupakan salah satu aturan

yang memiliki kekuatan mengikat paling kuat pada masyarakat. Undang-undang

dapat mengatur dan memberi sanksi bagi pelanggarnya. Sanksi-sanksi dibuat untuk

mencegah pelanggaran hak cipta dan dapat memberi efek jera bagi para pelakunya.

Bentuk perlindungan penggandaan buku yang diatur dalam UndangUndang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu ciptaan buku, dan/atau semua hasil

karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan

dalam perjanjian penggandaan buku dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak

ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian penggandaan buku

tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun. Pemberlakuan dari Pasal ini memberi

jaminan perlindungan bagi pencipta yang menjual ciptaannya melalui perjanjian

jual putus untuk memperoleh kembali hak ciptanya secara otomatis setelah 25

tahun. Akan tetapi dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat tempat

penerbitkan yang belum menerapkan perjanjian jual putus yang tertera dalam Pasal

18 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada saat ini

para penerbit belum sepenuhnya menerapkan Pasal 18 UndangUndang Nomor 28

95

Ade Hendra Yasa, Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Karya Cipta Musik, Artikel, Fakultas Hukum Universitas Udayana,2016,hlm 3

96

(32)

75

Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karena penerbit merasa saat ini belum terlalu

memerlukan perubahan tersebut. Penulis yang bekerjasamapun belum keberatan

dalam hal ini karena menurut penulis waktu 25 tahun dirasa terlalu lama dan

menurut mereka tidak semua hasil karyanya akan diminati oleh para pembaca,

maka dari itu pasal tersebut dirasa belum terlalu mengganggu jika belum diterapkan

dan yang terpenting di luar semua itu para pihak yaitu penerbit maupun penulis

tidak keberatan dan terjalin kesepakatan antara keduanya. Dan juga masih perlunya

peninjauan kembali dari pihak penerbit sebelum menerapkan UUHC khususnya

Pasal 18 dalam perjanjian jual putus.

Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara khusus

menempatkan buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi. Hal tersebut selain

bertujuan untuk memenuhi keinginan kuat dari bangsa Indonesia untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa,97juga karena terkait dengan empat fungsi positif

yang terkandung dalam buku tersebut, yaitu:

a. Buku sebagai media (perantara), sebuah buku dapat menjadi latar belakang

atas suatu tindakan atau perkataan. Buku juga berfungsi sebagai pendorong

atau memotivasi seseorang.

b. Buku sebagai milik, sebuah buku merupakan kekayaan yang berharga, tidak

ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.

c. Buku sebagai penciptaan suasana, buku setiap saat dapat menjadi teman

dalam situasi apapun. Buku dapat menciptakan suasana akrab hingga

mempengaruhi karakter seseorang menjadi lebih baik.

97

(33)

d. Buku sebagai sumber kreativitas, banyak buku dapat mendorong kreativitas

yang kaya gagasan.98

Lemahnya penerapan sistem di bidang Hak Kekayaan Intelektual

diakibatkan tidak tegasnya aparat penegak hukum menuntaskan setiap praktik

pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Jika hal itu dibiarkan, Hak Kekayaan

Intelektual Indonesia akan hancur dan para pemegang Hak Kekayaan Intelektual

merasa pesimis dengan perlindungan dan kinerja aparat penegak hukum

khususnya kepolisian99

Perlindungan hukum preventif, perlindungan hukum preventif ini, subjek

hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya

suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. tujuannya adalah

mencegah terjadinya sengketa, perlindungan hukum preventif sangat besar

artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak

karena dengan adanya perlindungan hukum preventif pemerintah terdorong untuk

bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi di

Indonesia belum maksimal dalam pengaturan khusus mengenai perlindungan

hukum preventif.100

Perlindungan hak cipta adalah salah satu tujuan dari diterbitkannya seluruh

peraturan hukum tentang hak cipta, termasuk konvensi internasional.Oleh

karenanya adalah wajar perlindungan yang diberikan terhadap pengolahan dari

ciptaan asli kepada sipengelola, dengan memperhatikan hak si pencipta asli.Oleh

karenanya sipengelola diharuskan pula memprioritaskan kepentingan hukum

98

http://www.academia.edu/10322507/Perbanyakan_Buku_untuk_Kepentingan_Pendidik an_Dalam_Perspektif_Hak_Cipta_Analisis_Terhadap_Penyedia_Jasa_Fotokopi-Versi_Full, diakses tanggal 1 April 2017.

99

Hasil wawancara dengan Hasan, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 100

(34)

77

pemegang hak cipta asli atau sipenerima haknya. Demikian halnya dengan

menerjemahkan karya lain si penerjemah harus terlebih dahulu meminta

persetujuan dari si pemegang hak aslinya.101

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penggandaan buku dengan

cara penggandaan ditinjau dari aspek hak ekonomi pemegang hak cipta, yaitu

1) Perjanjian lisensi sebagai suatu upaya mencegah pelanggaran hak cipta dalam

hal penggandaan buku. Melalui lisensi, pengusaha memberikan izin kepada

suatu pihak untuk membuat produk tersebut diberikan dengan cuma-cuma,

sebagai imbalan dari pembuatan produk dan biasanya juga meliputi izin

penjualan produk yang dihasilkan tersebut, perusahaan yang memberikan izin,

memperoleh pembayaran yang disebut royalti. Dengan penjelasan di atas

terlihat pihak yang dapat menjadi pemegang hak cipta pada dasarnya hanya

ada dua yaitu pencipta dan pihak lain secara sah. Apabila pencipta sebagai

pemegang hak cipta tidak perlu ada proses hukum karena terjadi secara

otomatis atau demi hukum. Sedangkan untuk pihak lain sebagai pemegang

hak cipta harus ada proses hukumnya yaitu dengan perjanjian lisensi. Pencipta

selaku pemberi lisensi meminta izin memperbanyak ciptaan pencipta kepada

pihak lain sebagai penerima lisensi. Demikian pula penerima lisensi tersebut

juga dapat memberikan lisensi kepada pihak yang lain lagi. Pelaku usaha

dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya apabila pemegang hak

cipta atau hak terkait memberikan lisensi.

2) Peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Dalam Mengelola Hak Ekonomi

Pencipta. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan

101

(35)

hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau

pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk

menghimpun dan mendistribusikan royalti.102

Pemerintah sebenarnya memiliki peran dalam menekan angka pembajakan

dengan mengeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta. Negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang

merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirannya baik di

bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra. Walaupun sudah merebaknya

jasa fotocopy untuk menyediakan jasa memperbanyak buku secara utuh di

kalangan mahasiswa, tetapi belum ada tindakan yang tegas dari pihak terkait

untuk mengurangi kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut, baik dari pemerintah

yang mempunyai alat berupa Undang-Undang Hak Cipta maupun dari pihak

universitas sendiri. Adanya anggapan sebagian kecil masyarakat bahwa harga

buku asli yang lebih mahal daripada buku bajakan, hal ini tentu berpengaruh pada

semakin beredarnya buku bajakan dan akan semakin diminati oleh masyarakat.

Mayoritas pembeli di Titi Gantung Medan adalah kalangan pelajar dan

mahasiswa, sehingga cenderung lebih memilih harga yang lebih murah untuk

menyesuaikan dengan kemampuan kantongnya. Anggapan para masyarakat

tentang “ jika ada yang lebih murah, kenapa harus pilih yang mahal “, membuat

masyarakat cenderung memilih barang yang lebih murah, tanpa mementingkan

kualitasnya.

102

(36)

79

Kendala dalam pemberian perlindungan hak ekonomi pencipta dan atau

pemegang hak cipta ini juga didukung oleh faktor penegak hukumnya itu sendiri.

Bahkan bisa dikatakan faktor dari peraturan yang ada. Di mana ketika pembajakan

adalah hanya sebagai delik aduan, maka ketika tidak ada aduan dari pihak-pihak

terkait, namun jelas tindakan itu melawan hukum, tidak ada tindakan yang tegas

dan sanksi yang mengikat.103

Upaya perlindungan terhadap hak ekonomi pencipta, yaitu berupa tuntutan

akan keadaan dan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, mengharuskan

mereka untuk membajak karya cipta milik oaring lain dan menikmati hasil

bajakan karya cipta orang lain dalm bentuk buku bajakan. 104

103

Wawancara dengan Dian Maha Sari Siregar, Mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ada di Medan, tanggal 21 Mei 2017

104

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan atas pemaparan yang sesuai dengan inti pokok permasalahan,

maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut

1. Pengaturan hak cipta dalam penggandaan buku, diatur dalam Undang-Undang

No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 47 huruf a yang dinyatakan bahwa,

“Setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat

membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau

pemegang hak cipta.

2. Kedudukan hukum pelaku usaha penggandaan buku dalam penjualan buku,

sebagian berbadan usaha dan sebagian lagi hanya usaha perseorangan, namun

kebanyakan memiliki izin utuk mendirikan usaha dan tidak adanya perjanjian

tertulis dengan penulis atau penerbit mengenai penggandaan hak cipta atas buku

dengan tujuan komersial

3. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah atas hak cipta dalam

penggandaan buku, Indonesia telah memberikan perlindungan hukum terhadap

pencipta atau pemegang hak cipta atas karya tulis, dengan berlakunya

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Perlindungan hak cipta atas

karya tulis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan secara preventif yaitu

perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran dengan melakukan pendaftaran hak cipta ke Direktorat

(38)

81

yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa

apabila terjadi pelanggaran terhadap hak dengan cara mengajukan gugatan ke

Pengadilan Niaga

B. Saran

Dari latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di

atas dapat disarankan sebagai berikut:

1. Pencipta maupun pemegang hak cipta terutama pada karya berupa buku dengan

adanya pengaturan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta Pasal 9 ayat (3) disarankan untuk tidak terlalu bersikap

represif akan tetapi lebih bersikap preventif seperti berinovasi supaya

masyarakat lebih tertarik untuk membeli karya yang asli daripada yang bajakan.

2. Perlu adanya peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang substansi

hukum hak cipta khususnya kedudukan pelaku usaha dalam penggandaan buku

bagi aparat penegak hukum, sehingga dicapai kesamaan persepsi dan

pemahaman dalam pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2014.

3. Direktorat Jenderal KI perlu meningkatkan pemahaman mengenai perlindungan

KI yang sesungguhnya dan berpikiran terbuka atas lingkup perlindungan seiring

dengan kemajuan zaman dan teknologi. Perlindungan hak cipta atas karya asli

terhadap karya buku yang terkait dengan penegakan hukum telah KI telah

benar-benar memahami pentingnya melindungi karakter fiksi yang memiliki

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti menerapkan Model pembelajaran pemanfaatan lingkungan alam sekitar sekolah yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil

Program komputer merupakan salah satu bentuk hak cipta yang diberikan perlindungan secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Pengaturan hukum tentang hak cipta terkait metode jailbreak pada aplikasi iOS berbayar dari Apple adalah Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta khususnya pada

Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.Pada perkara

Koordinasi dengan seluruh Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diseluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi tentang upaya keberatan sebagaimana ketentuan Pasal 19

Regulasi yang digunakan di Indonesia terkait perlindungan Hak Cipta diakomodir dalam Undang – Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta 2014). Terbitnya UU Hak

Perlindungan hukum terhadap hak cipta software diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (pada Pasal 1 Angka 9, Pasal 11 Ayat 2, Pasal 40 Ayat 1,

Demokratisasi pemerintahan di Yogyakarta merupakan perubahan yang mendasar jika dilihat dari konsep kekuasaan dalam kebudayaan Jawa, cikal bakalnya diperkenalkan