44
A. Perlindungan Ciptaan Buku
Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku merupakan
sumber segala informasi ilmu pengetahuan yang kita inginkan serta mudah
disimpan dan dibawa-bawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan
dalam sehelai kertas atau dalam bentuk material lain yang dijadikan satu
pinggiran/dijilid sehingga bisa dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan
buku-buku mempunyai sampul pelindung untuk melindungi bagian dalamnya.54 Buku
merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku yang diterbitkan perlu
mendapat perlindungan sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap penciptanya
sekalipun dalam praktiknya apresiasi dalam bentuk finasial lebih menonjol daripada
apresiasi moral. Buku merupakan salah satu sarana penting bagi kemajuan bangsa.
Namun, hingga saat ini dunia perbukuan di Indonesia belum menunjukkan iklim
yang menggembirakan. Hal ini disebabkan budaya membaca dikalangan
masyarakat Indonesia masih rendah di samping tentunya perlindungan hukum yang
diberikan pada para pencipta/penulis buku masih banyak menghadapi kendala.
Selama ini, usaha pengadaan buku untuk kelancaran proses kegiatan belajar
mengajar dilakukan oleh penerbit pemerintah maupun penerbit swasta. Namun,
upaya tersebut sering terhambat oleh maraknya pembajakan buku-buku pelajaran di
berbagai tingkatan. Akibatnya, muncul keengganan dari para pengarang dan
penerbit buku untuk menghasilkan buku-buku yang baru dengan kualitas yang baik.
54
45
Buku merupakan salah satu karya yang dilindungi hak ciptanya,
perbanyakan atau penggandaan buku diatur oleh undang-undang. Perbanyakan atau
penggandaan buku selain oleh pemegang hak cipta maupun pemilik lisensi
merupakan tindakan pelanggaran hak cipta. Pengumuman maupun perbanyakan
suatu karya tidak dapat dilakukan begitu saja oleh semua orang karena terdapat
undang-undang hak cipta yang bertujuan untuk melindungi hak moral dan hak
ekonomi dari karya tersebut bagi pemegang hak cipta. Penggandaan buku dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta karena melanggar hak cipta dengan
menggandakan buku tanpa izin dari pemegang hak cipta.
Buku sebagai objek dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang, yang
perlindungannya diatur dalam perundang-undangan. Perundang-undangan terhadap
KI paling terbaru adalah Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Dalam
menentukan terjadinya pelanggaran, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun
2014 menetapkan pelanggaran jika terjadi perbuatan yang dilakukan seseorang
terhadap karya cipta yang hak ciptanya secara eksklusif dimiliki oleh orang lain
tanpa sepengetahuan atau seizin orang lain pemilik hak tersebut. Bentuk
pelanggaran hak cipta buku dapat dikategorikan antara lain: pemfotokopian buku
yang kemudian diperjualbelikan; pencetakan buku secara illegal yang kemudian
dijual dengan harga jauh di bawah buku asli; dan penjualan electronic file buku
secara illegal.55
Hak ekonomi dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dalam Pasal 45, 46
dan 47 mengenai lisensi. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 butir 14 UUHC dijelaskan
yang dimaksud lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
55
pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya dengan persyaratan tertentu. Selain itu pada Pasal 45
ayat (3) dan (4) Undang-Undnag Hak Cipta juga dijelaskan bahwa pelaksanaan
perbuatan perjanjian perlisensian tersebut, disertai dengan pemberian royalti
sebagai hak ekonomis kepada pencipta atau pemegang hak cipta dari penerima
lisensi terhadap suatu karya cipta.
Ketentuan mengenai lisensi ini dimaksudkan untuk memberikan landasan
bagi pengaturan praktek perlisensian yang berlangsung di bidang hak cipta, Pada
dasamya perjanjian lisensi hanya “bersifat pemberian izin atau hak yang dituangkan
dalam akte perjanjian untuk jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu
menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Penentuan
syarat-syarat perjanjian pada, dasarnya juga tetap diserahkan kepada kesepakatan
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan demikian asas kebebasan
berkontrak tetap dijunjung tinggi.
Ditempatkannya buku sebagai ciptaan dilindungi, terutama karena selain
untuk memenuhi keinginan kuat bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa seperti dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 juga karena terkaitnya
dengan empat fungsi positif yang terdapat pada buku, yaitu:
1. Buku sebagai media atau perantara, maksudnya buku dapat menjadi latar
belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.
2. Buku sebagai milik. dimaksudkan, bahwa buku adalah kekayaan sangat
47
3. Buku sebagai pencipta suasana. Berarti, buku setiap saat dapat menjadi
teman dalam situasi apapun, buku dapat menciptakan suasana akrab hingga
mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.
4. Buku sebagai sumber kreativitas. Dengan banyak membaca buku, dapat
mendorong kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas, biasanya
memiliki wawasan luas. Sudah umum diketahui bahwa salah satu faktor
sumber daya manusia berkualitas adalah wawasan luas dan sesungguhnya
wawasan luas dapat dicapai dengan banyak membaca. Selain keempat
fungsi ini, buku bagi bangsa Indonesia juga merupakan sarana
mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli
yang termasuk dalam perlindungan hak cipta seperti diatur dalam berbagai
perundang-undangan nasional dan konvensi-konvensi intenasional utama.56
Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Cipta, menentukan bahwa
jangka waktu perlindungan hukum bagi penulis atau pemegang hak cipta atas buku
berlaku selama hidup pencipta (penulis atau pemegang hak cipta atas buku) dan
terus berlangsung hingga 50 (lima) puluh tahun sejak diumumkan setelah pencipta
meninggal dunia. Dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta yang
menyebutkan bahwa jika hak cipta atas buku dimiliki atau dipegang oleh badan
hukum, maka jangka waktu perlindungan menjadi 50 (lima puluh) tahun sejak
diumumkan dan tetap berlaku sama dalam Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang Hak
Cipta yakni 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Dalam ketentuan yang baru yakni pada Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Hak
Cipta masa perlindungan hak ekonomi yakni berlaku seumur hidup selama hidup
56
pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta
meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya, dan
perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Menurut analisis penulis, penambahan masa berlaku perlindungan hak ekonomi
Undang-Undang Hak Cipta 2014 sangat baik, karena pemerintah mengapresiasi dan
menghargai pencipta atau pemegang hak cipta secara lebih lama, dan memberikan
manfaat bagi ahli waris ciptaan tersebut57
B. Penggandaan Buku
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah
demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan
kepastian hukum bagi pencipta dan/atau pemegang hak cipta. Jenis karya yang
mendapat perlindungan ini antara lain adalah buku.
Buku sebagai karya cipta juga harus dilindungi secara hukum agar terhindar
dari pelanggaran. Perlindungan ini telah diatur dalam Pasal 40 ayat (1)
Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian maka setiap orang yang menggunakan
ciptaan orang lain yang telah diakui hak ciptanya secara tidak sah adalah
pelanggaran. Pelanggaran hak cipta buku di Indonesia menempati urutan ke-3
setelah perangkat lunak (software) dan musik. Bentuk pelanggaran hak cipta
buku bisa beraneka ragam, di antaranya dengan penggandaan melalui
sarana fotocopy.Pelanggaran demikian lazimnya disebut dengan
pembajakan. Pembajakan buku secara keseluruhannya tanpa izin dari pemegang
57
49
hak cipta, memang bisa dilakukan oleh siapa saja yang membutuhkan buku tersebut
sebagai literatur, baik dalam jumlah yang sangat terbatas (untuk kalangan sendiri)
maupun dalam jumlah yang besar (untuk dibisniskan) seperti yang dipraktikkan
oleh sekolah-sekolah dari berbagai tingkatan, bahkan oleh perpustakaan, copy
center, institusi keagamaan, dan institusi kebudayaan.58
Dalam praktik, masih sering terjadi penggandaan karya cipta (khususnya
buku) secara ilegal dilakukan oleh masyarakat luas, termasuk oleh mahasiswa,
dosen, dan/atau peneliti, yang berkepentingan untuk mendapatkan akses
memanfaatkan karya cipta tersebut. Fenomena ini dapat dengan mudah dijumpai
dari tumbuhnya usaha-usaha fotokopi di sekitar perguruan tinggi. Usaha jasa
fotokopi ini biasanya sekaligus menyediakan buku-buku teks hasil penggandaan.
Ironisnya, usaha jasa fotokopi secara terang-terangan berani memajangkan
buku-buku hasil penggandaan itu, tanpa peduli apakah penulis buku-buku-buku-buku dimaksud
adalah juga dosen-dosen di perguruan tinggi di lokasi itu.59
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tepatnya
pada Pasal 9 ayat (3) dinyatakan: “Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau
pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara
komersial ciptaan”. Pasal 10 dari undang-undang yang sama berbunyi “pengelola
tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang
hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang
dikelolanya”60
58
http://business-law.binus.ac.id/2016/02/29/perlindungan-hak-cipta-buku-dan-peranan-lmk-yayasan-reproduksi-cipta-indonesia/diakses tanggal 1 April 2017.
59
http://business-law.binus.ac.id/2016/04/30/penggandaan-buku-menurut-uu-hak-cipta-dan-permasalahannya/diakses tanggal 1 April 2017.
60
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Pasal 4
dinyatakan bahwa pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi, di mana hak
moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta Pasal 5 ayat (1) dan pada Pasal 8
dijelaskan hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki
hak ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan,
pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian,
pengumuman, pertunjukan, komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian
sejauh menyangkut hak ekonomi penulisnya berhak untuk mengeksploitasi karya
tulisnya.61
Bentuk-bentuk pembajakan yang diatur dalam Undang-Undang No 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta berkaitan dengan pelanggaran terhadap:
1. Penerbitan ciptaan ( Pasal 9 ayat (1) huruf a);
2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya (Pasal 9 ayat (1) huruf b ); 3. Pendistribusian ciptaan atau salinannya (Pasal 9 ayat (1) huruf e);
4. Pengumuman ciptaan (Pasal 9 ayat (1) huruf g);
5. Penggandaan dan fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun ( Pasal 23 ayat (2) huruf c);
6. Pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya (Pasal 23 ayat (2) huruf d);
7. Penggandaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun (Pasal 24 ayat (2) huruf a).
8. Pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya (Pasal 24 ayat (2) huruf b);
9. Penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik (Pasal 24 ayat (2) huruf d); dan
10.Penggandaan fiksasi siaran oleh lembaga penyiaran yang memiliki hak melaksanakan sendiri ,memberikan izin dan melarang pihak lain( Pasal 25 ayat (2) huruf d).62
61
Qoidah Mustaqimah, Penggandaan Buku Melalui E-Book Perspektif Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang, dikutip Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahimmalang 2016, hlm 60
51
Penggandaan yang dimaksud adalah proses, perbuatan, atau cara
menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan
dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara. Sedangkan pendistribusian
adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran ciptaan dan/atau produk hak
terkait63
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tercantum dalam Pasal 4 bahwa
pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi, dimana hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta Pasal 5 ayat (1) dan pada Pasal 8 dijelaskan hak
ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak
ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan,
pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian,
pengumuman, pertunjukan, komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian
sejauh menyangkut hak ekonomi penulisnya berhak untuk mengeksploitasi karya
tulisnya.
Baik melalui penerbitan dalam buku maupun pemuatannya dalam media
publikasi ilmiah maupun majalah populer lainnya pencipta dapat memperoleh
royalti dari penerbitan bukunya atau mendapatkan honorarium bagi pemuatan
artikelnya di media. Bila dikumpulkan dalam jumlah yang memadai tentunya
tulisan-tulisan tersebut dapat dibukukan, penerbitan seperti ini akan memberikan
tambahan income bagi penciptanya.64
Apabila suatu ciptaan buku, karya tulis, lagu, musik tanpa atau dengan teks
dialihkan tanpa batas waktu atau dengan perjanjian jual putus, maka hak ciptanya
63
Ibid, hlm 43 64
beralih kepada penciptanya pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25
tahun, hal ini tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Cipta. Yang mana
buku merupakan ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra (terdapat dalam Pasal 40 ayat 1 huruf a). Penggunaan, pengambilan,
penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait
secara keseluruhan atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan dan dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta Pasal 44 ayat (1)
huruf a, keamanan serta penyelenggaraan pemerintah, legislatif, dan peradilan huruf
b, ceramah untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan huruf c,
pertunjukan/pementasan yang tidak dipungut bayaran apapun sepanjang tidak
merugikan pencipta (huruf d). Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan
yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan
dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta Pasal 46 ayat (1)
tetapi penggandaan untuk kepentingan pribadi tidak mencakup seluruh atau
sebagian yang substansial dari buku atau notasi musik Pasal 46 ayat (2) huruf b.
Masa berlaku hak ekonomi dalam suatu hak cipta atas ciptaan buku adalah berlaku
seumur hidup ditambah 70 tahun setelah meninggal dunia, hal ini tercantum dalam
Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta.
Hak moral memberikan jaminan perlindungan terhadap pencipta untuk
dicantumkan namanya dalam ciptaan dan dihargai karyanya dengan tidak
53
perlindungan akan menjadi nyata dan berwujud jika ada pelanggaran terhadap
kedua esensi hak moral yang tidak dapat dipisahkan yakni right of paternity (hak
paterniti) right of integrity (hak integritas). Ketika pelanggaran terjadi pencipta
dapat melaksanakan haknya, yakni menuntut pelanggarnya untuk memulihkan
hak-haknya dan kepentingannya. Pelaksanaan hak tersebut difasilitasi dengan
mekanisme penuntutan sebagaimana layaknya bila terjadi pelanggaran hak yang
merugikan.
C. Perlindungan Terhadap Hak Cipta
Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang
guna mencegah terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual oleh orang yang
tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses
secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran, dia akan dijatuhi hukuman
sesuai dengan ketentuan undang-undang bidang hak kekayaan intelektual yang
dilanggar itu. Undang-undang bidang hak kekayaan intelektual mengatur jenis
perbuatan pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun
secara pidana.
Indonesia sebagai penganut Civil Law System, maka UndangUndang No. 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam pembentukannya bertitik tolak dari pencipta.
Di Indonesia perlindungan hak cipta hanya diberikan pada suatu karya cipta yang
telah memiliki bentuk yang khas (material form), bersifat pribadi, menunjukan
keasliannya yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian (mental
effort) sehingga berwujud sebagai ciptaan yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Perlindungan hak cipta terhadap ciptaan di Indonesia berdasarkan
diumumkan, hal ini tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) yang berbunyi: berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Perlindungan hukum yang diberikan terhadap karya cipta dimaksudkan
untuk merangsang kreativitas dari pencipta agar selalu menciptakan suatu karya
yang bermanfaat dan dapat dikomersilkan. Selama karya cipta ini belum
dieksploitasi atau belum terjadi interaksi yang bersifat mengikat antara pencipta
dengan pengguna maka karya tersebut belum dapat menghasilkan nilai ekonomi
yang maksimal. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman yang benar tentang
bagaimana cara memperlakukan karya cipta agar tetap terjaga dan terlindungi.
Perlindungan atas ciptaan dapat dilakukan pencatatan ciptaan, hal ini tercantum
dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berbunyi:
Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak
terkait.
Buku merupakan karya cipta yang dilindungi. Empat fungsi positif yang terdapat pada buku, yaitu:
1. Buku sebagai media atau perantara artinya, buku dapat menjadi latar belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.
2. Buku sebagai milik maksudnya, bahwa buku adalah kekayaan yang sangat berharga, tidak ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.
3. Buku sebagai pencipta suasana berarti, buku setiap saat dapat menjadi teman dalam situasi apapun: buku dapat menciptakan suasana akrab hingga mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.
4. Buku sebagai sumber kreativitas, dengan banyak membaca buku, dapat mendorong kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas biasanya memiliki wawasan yang luas. Sudah umum diketahui bahwa salah satu faktor sumber daya manusia berkualitas adalah wawasan yang luas dan sesungguhnya wawasan luas dapat dicapai dengan banyak membaca.65
Selain keempat fungsi ini, buku bagi bangsa Indonesia merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli yang termasuk dalam perlindungan hak cipta seperti diatur dalam pelbagai perundang-undangan dan konvensi-konvensi internasional utama. Dengan
65
55
diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh pelbagai perundang-undangan nasional dan dua konvensi utama hak cipta, tidak dapat disangkal lagi bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan karena buku merupakan kekayaan intelektual seorang pencipta selain mempunyai arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga mempunyai arti penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa.66
Perlindungan atas ciptaan dapat dilakukan melaui pencatatan ciptaan, hal
ini tercantum dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yang berbunyi:
Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak
terkait. ”Nilai” dari suatu karya cipta maka faktor nilai ekonomis yang perlu
diperhatikan. Usia hak cipta untuk sebuah karya lagu adalah 50 tahun, sedangkan
usia ekonomisnya tergantung dari kualitas dari lagu tersebut. Misalnya lagu-lagu
klasik yang sudah berumur lebih dari satu abad hingga saat ini masih memiliki
nilai ekonomis.67
Ada beberapa pendekatan dalam menentukan nilai karya cipta yaitu :
a. Pendekatan biaya.
Disini total biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan karya cipta
dijadikan patokan sebagai nilai karya cipta tersebut.
b. Pendekatan pasar.
Disini nilai pasar yang dapat diprediksi berdasarkan data permintaan dalam
jangka waktu tertentu dipakai sebagai patokan untuk menentukan nilai dari
karya cipta tersebut. Prediksi tentunya akan meleset bila tidak semua
permintaan pasar dapat dipenuhi atau ada karya cipta lain yang sejenis yang
menjadi kompetitor.
66
Eddy Damaian, Op.Cit, hlm. 155 67
c. Pendekatan penerimaan.
Disini data penerimaan yang telah diperoleh selama kurun waktu tertentu
dijadikan sebagai patokan untuk memberikan nilai dari suatu karya cipta.68
Pasal 58 ayat (1) Undang 2014 masa perlindungan hak ekonomi yakni
berlaku seumur hidup selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70
(tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1
Januari tahun berikutnya, dan perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki
atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali dilakukan pengumuman.
Penambahan masa berlaku perlindungan hak ekonomi UUHC 2014 sangat
baik, karena pemerintah mengapresiasi dan menghargai pencipta atau pemegang
hak cipta secara lebih lama, dan memberikan manfaat bagi ahli waris ciptaan
tersebut.69
68
Ibid
69
57
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGANDAAN BUKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
A. Pengaturan Hak Cipta dalam Penggandaan Buku
Di era reformasi para penulis buku dapat kreativitas dengan seluruh ide
cemerlangnya untuk menghasilkan suatu karya sastra yang dapat dinikmati oleh
setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, namun seiring terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari, karena keterbatasan faktor ekonomi dan kurangnya
pemahaman kesadaran akan hukum oleh masyarakat dalam menikmati dan
menghargai suatu karya seni sehingga menimbulkan kecenderungan untuk
menikmati karya seni dengan cara yang salah. 70
Buku merupakan salah satu karya yang dilindungi hak ciptanya,
perbanyakan atau penggandaan buku diatur oleh undang-undang. Perbanyakan atau
penggandaan buku selain oleh pemegang hak cipta maupun pemilik lisensi
merupakan tindakan pelanggaran hak cipta. Pengumuman maupun perbanyakan
suatu karya tidak dapat dilakukan begitu saja oleh semua orang karena terdapat
undang-undang hak cipta yang bertujuan untuk melindungi hak moral dan hak
ekonomi dari karya tersebut bagi pemegang hak cipta. Penggandaan buku dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta karena melanggar hak cipta dengan
menggandakan buku tanpa izin dari pemegang hak cipta.
Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku sumber segala
informasi ilmu pengetahuan yang diinginkan dan mudah disimpan serta
dibawa-bawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan dalam sehelai kertas atau
70
dalam bentuk material lain yang dijadikan satu pinggiran/dijilid sehingga dapat
dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan buku-buku mempunyai sampul
pelindung untuk melindungi bagian dalamnya.71
Buku merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku yang
diterbitkan perlu mendapat perlindungan sebagai salah satu bentuk apresiasi
terhadap penciptanya sekalipun dalam praktiknya apresiasi dalam bentuk finasial
lebih menonjol daripada apresiasi moral. Buku merupakan salah satu sarana penting
bagi kemajuan bangsa. Namun, hingga saat ini dunia perbukuan di Indonesia belum
menunjukkan iklim yang menggembirakan. Hal ini disebabkan budaya membaca
dikalangan masyarakat Indonesia masih rendah di samping tentunya perlindungan
hukum yang diberikan pada para pencipta/penulis buku masih banyak menghadapi
kendala.
Diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh berbagai
peraturan perundang-undangan nasional, dan konvensi internasional hak cipta, hal
tersebut menandakan bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi
sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan buku yang merupakan kekayaan intelektual
seorang pencipta selain memiliki arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga
memiliki arti penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa.72
Hak Cipta dalam undang-undang hak cipta adalah hak eksklusif pencipta
yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Ciptaan yang dimaksud merupakan hasil
71
The World Book Encyclopedia, Volume 2, diakses tanggal 1 April 2017.
59
karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas
inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Pemegang hak cipta adalah pencipta
sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari
pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima
hak tersebut secara sah.
Menyepakati suatu perjanjian antara pengarang dan penerbit buku adalah
proses pertama dalam suatu penerbitan buku. Perjanjian penerbitan buku tidak
boleh bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yakni adanya kesepakatan antara pengarang dengan penerbit, adanya kecakapan
hukum dari pengarang ataupun penerbit, adanya objek tertentu, dan klausula yang
halal ataupun suatu sebab yang tidak terlarang. Isi suatu perjanjian penerbitan buku
harus jelas mengatur tentang pengalihan hak ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi
hak cipta dari pengarang kepada penerbit buku yang akan mengeksploitasinya.
Upaya pengalihan dengan tujuan mengeksploitasi ciptaan karya tulis harus diatur
secara jelas dan transparan dalam isi perjanjian penerbitan buku yang bersangkutan.
Pasal 46 ayat (1) dijelaskan bahwa penggandaan untuk kepentingan
pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat
sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang
hak cipta. Lebih lanjut dalam ayat (2) penggandaan untuk kepentingan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencakup:
1. karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain;
2. seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik;
4. program komputer, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);
dan
5. penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan
dengan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta telah
diatur tentang pelanggaran hak cipta terkait dengan penggandaan buku,
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomis.73
Penggunaan suatu karya cipta oleh pihak lain harus didahului oleh
pemberian lisensi. Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta didefinisikan, bahwa Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan
oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat
tertentu. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi lisensi memperoleh imbalan
dalam bentuk royalti yang dibayarkan oleh penerima lisensi, yang besarnya
bergantung pada negosiasi para pihak.74Royalti itu sendiri dapat diartikan sebagai
imbalan bagi pencipta atau pemegang hak cipta atas penggunaan karya ciptanya.
Pengertian royalti menurut kamus bahasa inggris oxford adalah “a sum of money
that is paid who has written a book, piece of music, etc.”, yang berarti pembayaran
kepada penulis buku, pencipta musik.
Penggandaan buku diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yaitu Pasal 47 huruf a yang dinyatakan bahwa, setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dengan cara:
1. Penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan pengumuman, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat:
73
http://business-law.binus.ac.id/2016/04/30/penggandaan-buku-menurut-uu-hak-cipta-dan-permasalahannya/diakses tanggal 21 April 2017
74
61
a. Perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian;
b. Penggandaan tersebut dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, penggandaan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan
c. Tidak ada lisensi yang ditawarkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif kepada perpustakaan atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan.
2. Pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang diperlukan, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari koleksi permanen di perpustakaan atau lembaga arsip lain dengan syarat:
a. Perpustakaan atau lembaga arsip tidak mungkin memperoleh salinan dalam kondisi wajar; atau
b. Pembuatan salinan tersebut dilakukan secara terpisah atau jika dilakukan secara berulang, pembuatan salinan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan.
3. Pembuatan salinanan dimaksudkan untuk komunikasi atau pertukaran informasi antar perpustakaan, antar lembaga arsip, serta antara perpustakaan dan lembaga arsip.75
Dewasa ini, perjanjian lisensi dalam lapangan hukum hak kekayaan
intelektual seperti hak cipta sangat berpengaruh dalam perdagangan di dunia saat
ini, khusunya Indonesia karena mempunyai peranan penting dalam pembangunan
nasionalnya76
Penggandaan buku kian mudah akibat kemajuan teknologi di bidang photo
copy. Penggandaan buku awalnya hanya dapat dilakukan oleh penerbit sesuai
perjanjian antara penerbit dengan penulis, tetapi saat ini dapat dilakukan oleh
pelaku usaha photo copy. Pelaku usaha photo copy dapat menggandakan karya cipta
berupa buku sama asli tapi palsu (aspal), dengan atau tanpa izin dari penerbit selaku
pemegang hak cipta.
Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian
royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi (Pasal 45 ayat (3)
Undang-Undang Hak Cipta). Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada
pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi (Pasal 45
ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta). Agar dapat mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Pasal 47 ayat (2)
Undang-Undang Hak Cipta). Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku
asing, maka penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan
menjual hasil terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak
melarang perbanyakan buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya
(Pasal 45 jo Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta serta penjelasannya).
Salah satu syarat untuk mengadakan pengumuman, penggandaan ataupun
perbanyakan adalah harus memiliki lisensi. Lisensi merupakan izin yang diberikan
oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak cipta terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya
dengan peryaratan tertentu. Ketentuan mengenai lisensi diatur oleh
Undang-Undang Hak Cipta Pasal 45 yaitu:
(1) Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia
(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi
63
Pasal 45 di atas menjelaskan bahwa pemegang hak cipta berhak untuk
memberikan lisensi atau izin bagi orang lain untuk mengadakan pengumuman
maupun perbanyakan pada karyanya. Lisensi atau izin memiliki jangka waktu
sesuai dengan perjanjian antara pemegang hak cipta dan penerima lisensi, serta
penerima lisensi perkewajiban untuk membayar royalti sejumlah dengan
kesepakatan dengan pemegang hak cipta.
Perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak lain dalam
hubungan dinas atau hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk melaksanakan
penerjemahan buku tersebut Pasal 8 Undang-Undang Hak Cipta77
Lisensi menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta adalah izin
tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak
terkait dengan syarat tertentu. Pasal tersebut dapat dipahami bahwa sesungguhnya
lisensi adalah suatu izin tertulis yang dapat diberikan satu pihak ke pihak lain untuk
melaksanakan suatu hak ekonomi atas ciptaan atau produk hak terkait dengan
syarat tertentu. Syarat tertentu mengenai lisensi diatur dalam undang-undang
maupun diatur dalam perjanjian lisensi antara licensor (pencipta) dengan license
(penerima/ hak cipta)
Pemberian lisensi dari pemegang hak cipta kepada pihak lain harus disertai
dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah di muka hukum.78 Sejalan
dengan hak cipta sebagai hak ekslusif dan hak ekonomi, pihak pencipta/pemegang
hak cipta mempunyai hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk
77
Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 78
mengumumkan atau mengadakan ciptaan dan pemberian izin tersebut tidak dapat
dilepaskan dari masalah keuntungan dari penggunaan hak cipta. Pemberian izin dari
pencipta/pemegang hak cipta kepada orang lain itulah yang disebut lisensi.79
Kualitas buku bajakan memang jauh dari harapan, di samping rentan
rusak, halamannya juga kerap terbalik, bahkan kosong. Di sisi lain membeli buku
asli bukan sekedar mencari kualitas, tetapi juga menghargai kerja keras sang
penulis buku. Buku bajakan menguntungkan dirinya sebagai mahasiswa,
contohnya, bila berkeinginan membeli buku hukum, dia akan membandingkan
harga buku versi asli dan bajakan. Jika membeli buku asli, dia harus mengeluarkan
dana Rp.50.000. Sementara itu, versi bajakan dari buku itu dapat diperolehnya
dengan harga hanya Rp20.000.80
Seorang pencipta memiliki hak-hak tertentu atas hasil karyanya. Hak-hak
tersebut antara lain hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi menurut Pasal 8
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yakni hak eksklusif
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
Ciptaan. Beberapa hal yang termasuk hak ekonomi berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
yakni:
(a) Penerbitan ciptaan;
(b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; (c) Penerjemahan ciptaan;
(d) pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; (e) Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
(f) Pertunjukan ciptaan; (g) Pengumuman ciptaan; (h) Komunikasi ciptaan; dan (i) Penyewaan ciptaan.
79
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta. 2010. hal. 47.
80
65
Hak yang dimiliki oleh pencipta selain hak ekonomi adalah hak moral.
Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta.
Konsep hak moral ini berasal dari sistem hukum kontinental yaitu dari Perancis.
Menurut konsep hukum kontinental, hak pengarang (droit d‟aueteur, author rights)
terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai
ekonomi, seperti uang, dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi
si pencipta. Hak moral mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak ekonomi
yang dimiliki pencipta atas ciptaannya. Kepemilikan atas hak cipta dapat
dipindahkan kepada pihak lain, tetapi hak moralnya tetap tidak terpisahkan dari
penciptanya.
Hak moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki si
pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya. Hak
moral ini mempunyai tiga dasar, yaitu hak untuk mengumumkan (the right of
publication); hak paterniti (the right of paternity); dan hak integritas (the right of
integrity). Komen dan Verkade menyatakan bahwa hak moral yang dimiliki
seorang pencipta itu meliputi: larangan dalam mengadakan perubahan dalam
ciptaan, larangan mengubah judul, larangan merubah penentuan pencipta, dan hak
untuk mengadakan perubahan.81
Alasan maraknya pembajakan buku terletak pada masalah harga dan
terbatasnya buku dipasaran. Buku-buku yang dibajak, buku yang banyak dicari,
seperti buku-buku yang digunakan oleh para perguruan tinggi. Tak dapat dipungkiri
harga buku yang dicetak penerbit resmi jauh lebih mahal dibandingkan buku
bajakan yang ada di pasaran, hal ini terkait dengan rantai produksi yang cukup
81
panjang dan membutuhkan ongkos yang tidak murah, mulai dari penerbit, produsen
kertas, percetakan, distributor, ekspeditur hingga toko buku atau agen. Di luar itu,
untuk setiap eksemplar buku yang terjual, penerbit wajib membayar royalti kepada
penulis buku. Hal itu masih ditambah dengan banyaknya pajak yang harus
ditanggung oleh penerbit dan percetakan seperti pajak atas kertas, pajak ongkos
cetak, pajak buku, pajak penghasilan penulis dan lain-lain. Keseluruhan biaya
tersebut yang kemudian diakumulasi menjadi harga pada sebuah buku.82
Pasal 4 UndangUndang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
menyebutkan jika hak cipta itu terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, yaitu
a) Hak moral
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yaitu hak untuk selalu
dicantumkan nama pencipta dalam setiap ciptaannya dan hak atas keutuhan
ciptaannya, tidak dapat dihilangkan atau dihapus, meskipun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan83
b) Hak ekonomi
Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk
mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.Hak ekonomi ini dalam tiap
undang-undang tentang hak cipta selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang
diliputinya dan ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Dalam
Pasal 8 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mendefinisikan
hak ekonomi sebagai hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
82
Hasil wawancara dengan Doni, selaku Pemilik Toko Buku, 21 April 2017.
83
67
B. Kedudukan Hukum Pelaku Usaha Penggandaan Buku dalam Penjualan
Buku
Pelanggaran terhadap hak cipta atas buku tidak hanya dilakukan oleh oknum
yang ingin mendapatkan keuntungan besar secara ekonomis saja, akan tetapi
pelanggaran tersebut juga dilakukan oleh kalangan mahasiswa dengan berbagai
alasannya. Pelanggaran terhadap hak cipta atas buku oleh kalangan mahasiswa
dapat berupa pengutipan buku sebagai sumber penulisan dan juga memperbanyak
buku atau menggandakan buku tanpa izin. Pelanggaran terhadap hak cipta atas
buku yang dilakukan oleh mahasiswa tidak mencari keuntungan yang besar seperti
halnya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang memang melakukan
pelanggaran hak cipta untuk mencari penghasilan
Ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 9
ayat (2) dan (3) dinyatakan bahwa setiap orang atas suatu ciptaan wajib
mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dan setiap orang tanpa izin
pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan
penggunaan secara komersial suatu ciptaan. Hal ini juga berlaku terhadap pengelola
tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil
pelanggaran hak cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya Pasal 10.84
Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya
apabila pemegang hak cipta atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan
perjanjian tertulis sesuai Pasal 80 ayat (1) dan hanya berlaku pada jangka waktu
tertentu serta tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait pada Pasal 80
ayat (2). Perjanjian lisensi terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri
84
dalam daftar umum perjanjian lisensi hak cipta serta dikenai biaya pada Pasal 83.
Dengan demikian setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk
melaksanakan penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian,
pendidikan, dan pengembangan kepada Menteri Pasal 85.85
Bentuk perjanjian penggandaan buku yang digunakan oleh pedagang buku
di Titi Gantung Medan adalah perjanjian lisensi yang dilaksanakan secara tertulis.
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik
hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya
atau produk hak terkait dengan syarat tertentu. Bentuk perjanjian untuk melakukan
pekerjaan yang kemudian digolongkan ke dalam golongan perjanjian untuk
melakukan pekerjaan (jasa) tertentu seorang pencipta dapat memberikan lisensi atas
karya kepada pihak lain. Dengan memberikan lisensi atas karya kepada pihak lain,
pencipta mendapatkan royalti.86
Alasan pelaku usaha melakukan penggandaan buku, yaitu alasan ekonomi,
kemajuan teknologi, ketersediaan jumlah buku di pasaran, kurang penghormatan
terhadap hak cipta, kurangnya penegakan hukum kepada pelaku.87
Setiap orang atas suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau
pemegang hak cipta Pasal 9 ayat (2) dan setiap orang tanpa izin pencipta atau
pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan dan penggunaan secara
komersial suatu ciptaan Pasal 9 ayat (3). Hal ini juga berlaku terhadap pengelola
tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil
pelanggaran hak cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya (Pasal 10).
85
Ibid
86
Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 87
69
Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya
apabila pemegang hak cipta atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan
perjanjian tertulis Pasal 80 ayat (1) dan hanya berlaku pada jangka waktu tertentu
serta tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait Pasal 80 ayat (2).
Perjanjian lisensi terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar
umum perjanjian lisensi hak cipta serta dikenai biaya Pasal 83. Dengan demikian
setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk melaksanakan
penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian, pendidikan,
dan pengembangan kepada Menteri (Pasal 85).
Pengguna hak cipta atau hak terkait dalam hal ini pelaku usaha yang
memanfaatkan hak cipta dengan tujuan komersial wajib membayar royalti kepada
pencipta, pemegang hak cipta, dan hak terkait melalui Lembaga Manajemen
Kolektif (Pasal 87 ayat (2)). Apabila pengguna memenuhi perjanjian dan
kewajibannya terhadap Lembaga Manajemen Kolektif maka tidak dianggap sebagai
pelanggaran undang-undang (Pasal 87 ayat (4)). Maka dengan demikian Lembaga
Manajemen Kolektif wajib pula memberikan izin operasional kepada Menteri
(Pasal 88 ayat (1)).
Alasan penggandaan buku terutama melalui fotokopi yang dilakukan oleh
masyarakat yang dilakukan baik disengaja maupun disengaja terjadi karena :
1. Ekonomi
2. Kemudahan fasilitas
3. Ketersediaan buku di pasaran
4. Minimnya kesadaran masyarakat
6. Kurangnya penghargaan terhadap hak cipta orang lain
7. Kurangnya penegakan hukum terutama aparat kepolisian88
Penggandaan buku bajakan masih terjadi, selain disebabkan keuntungan
yang menggiurkan, ternyata minat masyarakat atas buku bajakan masih besar,
mengaku pernah membeli buku bajakan di Titi Gantung Medan. Masyarakat tidak
peduli mengenai kualitas buku bajakan, yang penting isi dari buku.89
C. Perlindungan Hukum yang Diberikan Pemerintah Atas Hak Cipta dalam
Penggandaan Buku
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 memberikan perlindungan terhadap
pencipta atas hasil karya ciptaannya. Perlindungan hukum terhadap hak cipta dirasa
sebagai tuntutan yang tidak lagi dapat diabaikan untuk memelihara gairah
penciptaan baru terwujudnya sumber ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih
sejahtera.
Perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti
memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang
pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak
hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara
pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa
suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka
dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya
88
Hasil wawancara dengan Amin, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 89
71
pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen
Kehakiman90
Hak moral merupakan hak yang meliputi kepentingan pribadi/ individu. Hak
moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral yang dalam keadaan
bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya
seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama
sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan/integritas
ceritanya.91
Pelanggaran hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pembajakan
ini semakin meluas dan telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat
merusak tatanan kehidupan masyarakat serta mengurangi kreativitas mencipta, ini
dikarenakan berbagai penyebab, misalnya rendahnya tingkat pemahaman terhadap
arti dan fungsi hak cipta, serta adanya sikap dan keinginan untuk memperoleh
keuntungan dengan cara yang mudah yaitu membajak hak cipta milik orang lain.
kurangnya pemahaman tentang adanya Undang-Undang Hak Cipta, hak-hak
pencipta atas hasil karya ciptanya serta adanya perlindungan terhadap hasil karya
cipta tersebut merupakan faktor penyebab yang paling mendasar mengapa
pelanggaran hak cipta kian marak di dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri pula
bahwa keengganan untuk memahami dan mengikuti perkembangan hukum yang
berlaku menyebabkan hak-hak yang melekat pada diri si pencipta terhadap hasil
karya ciptaannya terabaikan.
90
Jumhana, Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek, Bandung, Citra Aditya Bakti,1999,hlm 25
91
Maraknya kejahatan pelanggaran hak cipta tersebut juga tidak terlepas dari
kemauan masyarakat untuk mendapatkan barang yang sama dengan harga yang
murah, maka mereka pasti akan mencari barang-barang bajakan yang otomatis
mempunyai harga jual yang lebih murah apabila dibandingkan dengan produk
aslinya. Banyaknya pelanggaran KI di Indonesia merupakan konsekwensi logis dari
strategi kebijakan pemerintah yang hanya memfokuskan proses penegakan hukum
pada pembaharuan undang – undang.
Pertumbuhan jumlah buku yang pesat ini telah membuka peluang ekonomi
baru bagi orang-orang untuk dapat menikmati hasil perbanyakan karya tulis. Dalam
hal ini timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mendapat keuntungan materiil dari
hasil penjualan suatu karya tulis yang dicetak dalam jumlah banyak.92
Prinsip hukum perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automatic
protection), yaitu perlindungan harus diberikan tanpa perlu memenuhi formalitas
tertentu dan pelaksanaannya bersifat mandiri (independence of protection) dari
eksistensi perlindungan negara asal.93 Karena sistem perlindungan hak cipta bersifat
otomatis, maka untuk pencatatan tidak merupakan suatu keharusan bagi
penciptanya, dijelaskan dalam Pasal 62 ayat (2) Undang-Undnag No. 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta yang menyatakan bahwa “pencatatan ciptaan
dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan merupakan
syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait”. Sistem perlindungan otomatis
ini dilandasi oleh Bern Convention yang kemudian diadopsi oleh menganut prinsip
deklaratif sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UUHC, tidak seperti KI lainnya yang
92
Eddy Damian, Op. Cit, hlm. 48 93
73
menganut prinsip sistem pendaftaran konstitutif, yaitu suatu sistem pendaftaran
yang akan menimbulkan suatu hak sebagai pemakai pertama pada karya cipta
tersebut.
Pelanggaran yang bersifat keperdataan yaitu pelanggaran hak moral dan
pelanggaran hak ekonomi. Pelanggaran hak moral yaitu pelanggaran dalam hal
tanpa persetujuan pencipta atau ahli warisnya meniadakan nama pencipta yang
tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya,
mengganti atau mengubah judul ciptaan dan mengubah isi ciptaan. Pelanggaran hak
ekonomi yaitu pelanggaran karena mengumumkan dan memperbanyak suatu
ciptaan tanpa ijin pencipta atau pemegang hak cipta.
Prinsip deklaratif tersebut mengisyaratkan tentang konsep pendaftaran
ciptaan yang disebut dengan Stelsel Negatif Deklaratif. Negatif berarti semua
permohonan pendaftaran ciptaan akan diterima tanpa penelitian keabsahan hak si
pemohon, kecuali jelas terlihat indikasi pelanggaran. Deklaratif berarti bahwa
pendaftaran tidak mutlak, pendaftaran adalah berkaitan dengan kekuatan bukti.94
Perlindungan hukum secara represif juga dapat ditempuh, apabila ada suatu
tindakan ketika sebuah karya cipta telah dilanggar. Upaya hukum reprensif ini
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Dari segi hukum perdata,
penegakan hukum terhadap terjadinya pelanggaran hak cipta dapat dilihat melalui
penerapan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain,
94
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.95
Apabila pelanggaran hak cipta yang terjadi, maka sesuai dengan Pasal 1365
KUHPerdata, harus ada sanksi yang dapat diterapkan, antara lain :
1. Penentuan ganti rugi kepada pihak yang dianggap telah melanggar;
2. Penghentian kegiatn perbuatan, perbanyakan, pengedaran, dan penjualan ciptaan illegal (bajakan) yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta; 3. Perampasan dan pemusnahan barang illegal yang merupakan hasil
pelanggaran hak cipta.96
Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah merupakan salah satu aturan
yang memiliki kekuatan mengikat paling kuat pada masyarakat. Undang-undang
dapat mengatur dan memberi sanksi bagi pelanggarnya. Sanksi-sanksi dibuat untuk
mencegah pelanggaran hak cipta dan dapat memberi efek jera bagi para pelakunya.
Bentuk perlindungan penggandaan buku yang diatur dalam UndangUndang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu ciptaan buku, dan/atau semua hasil
karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan
dalam perjanjian penggandaan buku dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak
ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian penggandaan buku
tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun. Pemberlakuan dari Pasal ini memberi
jaminan perlindungan bagi pencipta yang menjual ciptaannya melalui perjanjian
jual putus untuk memperoleh kembali hak ciptanya secara otomatis setelah 25
tahun. Akan tetapi dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat tempat
penerbitkan yang belum menerapkan perjanjian jual putus yang tertera dalam Pasal
18 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada saat ini
para penerbit belum sepenuhnya menerapkan Pasal 18 UndangUndang Nomor 28
95
Ade Hendra Yasa, Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Karya Cipta Musik, Artikel, Fakultas Hukum Universitas Udayana,2016,hlm 3
96
75
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karena penerbit merasa saat ini belum terlalu
memerlukan perubahan tersebut. Penulis yang bekerjasamapun belum keberatan
dalam hal ini karena menurut penulis waktu 25 tahun dirasa terlalu lama dan
menurut mereka tidak semua hasil karyanya akan diminati oleh para pembaca,
maka dari itu pasal tersebut dirasa belum terlalu mengganggu jika belum diterapkan
dan yang terpenting di luar semua itu para pihak yaitu penerbit maupun penulis
tidak keberatan dan terjalin kesepakatan antara keduanya. Dan juga masih perlunya
peninjauan kembali dari pihak penerbit sebelum menerapkan UUHC khususnya
Pasal 18 dalam perjanjian jual putus.
Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara khusus
menempatkan buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi. Hal tersebut selain
bertujuan untuk memenuhi keinginan kuat dari bangsa Indonesia untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa,97juga karena terkait dengan empat fungsi positif
yang terkandung dalam buku tersebut, yaitu:
a. Buku sebagai media (perantara), sebuah buku dapat menjadi latar belakang
atas suatu tindakan atau perkataan. Buku juga berfungsi sebagai pendorong
atau memotivasi seseorang.
b. Buku sebagai milik, sebuah buku merupakan kekayaan yang berharga, tidak
ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.
c. Buku sebagai penciptaan suasana, buku setiap saat dapat menjadi teman
dalam situasi apapun. Buku dapat menciptakan suasana akrab hingga
mempengaruhi karakter seseorang menjadi lebih baik.
97
d. Buku sebagai sumber kreativitas, banyak buku dapat mendorong kreativitas
yang kaya gagasan.98
Lemahnya penerapan sistem di bidang Hak Kekayaan Intelektual
diakibatkan tidak tegasnya aparat penegak hukum menuntaskan setiap praktik
pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Jika hal itu dibiarkan, Hak Kekayaan
Intelektual Indonesia akan hancur dan para pemegang Hak Kekayaan Intelektual
merasa pesimis dengan perlindungan dan kinerja aparat penegak hukum
khususnya kepolisian99
Perlindungan hukum preventif, perlindungan hukum preventif ini, subjek
hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. tujuannya adalah
mencegah terjadinya sengketa, perlindungan hukum preventif sangat besar
artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak
karena dengan adanya perlindungan hukum preventif pemerintah terdorong untuk
bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi di
Indonesia belum maksimal dalam pengaturan khusus mengenai perlindungan
hukum preventif.100
Perlindungan hak cipta adalah salah satu tujuan dari diterbitkannya seluruh
peraturan hukum tentang hak cipta, termasuk konvensi internasional.Oleh
karenanya adalah wajar perlindungan yang diberikan terhadap pengolahan dari
ciptaan asli kepada sipengelola, dengan memperhatikan hak si pencipta asli.Oleh
karenanya sipengelola diharuskan pula memprioritaskan kepentingan hukum
98
http://www.academia.edu/10322507/Perbanyakan_Buku_untuk_Kepentingan_Pendidik an_Dalam_Perspektif_Hak_Cipta_Analisis_Terhadap_Penyedia_Jasa_Fotokopi-Versi_Full, diakses tanggal 1 April 2017.
99
Hasil wawancara dengan Hasan, selaku Pemilik Toko Buku, 17 April 2017. 100
77
pemegang hak cipta asli atau sipenerima haknya. Demikian halnya dengan
menerjemahkan karya lain si penerjemah harus terlebih dahulu meminta
persetujuan dari si pemegang hak aslinya.101
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penggandaan buku dengan
cara penggandaan ditinjau dari aspek hak ekonomi pemegang hak cipta, yaitu
1) Perjanjian lisensi sebagai suatu upaya mencegah pelanggaran hak cipta dalam
hal penggandaan buku. Melalui lisensi, pengusaha memberikan izin kepada
suatu pihak untuk membuat produk tersebut diberikan dengan cuma-cuma,
sebagai imbalan dari pembuatan produk dan biasanya juga meliputi izin
penjualan produk yang dihasilkan tersebut, perusahaan yang memberikan izin,
memperoleh pembayaran yang disebut royalti. Dengan penjelasan di atas
terlihat pihak yang dapat menjadi pemegang hak cipta pada dasarnya hanya
ada dua yaitu pencipta dan pihak lain secara sah. Apabila pencipta sebagai
pemegang hak cipta tidak perlu ada proses hukum karena terjadi secara
otomatis atau demi hukum. Sedangkan untuk pihak lain sebagai pemegang
hak cipta harus ada proses hukumnya yaitu dengan perjanjian lisensi. Pencipta
selaku pemberi lisensi meminta izin memperbanyak ciptaan pencipta kepada
pihak lain sebagai penerima lisensi. Demikian pula penerima lisensi tersebut
juga dapat memberikan lisensi kepada pihak yang lain lagi. Pelaku usaha
dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya apabila pemegang hak
cipta atau hak terkait memberikan lisensi.
2) Peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Dalam Mengelola Hak Ekonomi
Pencipta. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan
101
hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau
pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk
menghimpun dan mendistribusikan royalti.102
Pemerintah sebenarnya memiliki peran dalam menekan angka pembajakan
dengan mengeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta. Negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang
merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirannya baik di
bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra. Walaupun sudah merebaknya
jasa fotocopy untuk menyediakan jasa memperbanyak buku secara utuh di
kalangan mahasiswa, tetapi belum ada tindakan yang tegas dari pihak terkait
untuk mengurangi kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut, baik dari pemerintah
yang mempunyai alat berupa Undang-Undang Hak Cipta maupun dari pihak
universitas sendiri. Adanya anggapan sebagian kecil masyarakat bahwa harga
buku asli yang lebih mahal daripada buku bajakan, hal ini tentu berpengaruh pada
semakin beredarnya buku bajakan dan akan semakin diminati oleh masyarakat.
Mayoritas pembeli di Titi Gantung Medan adalah kalangan pelajar dan
mahasiswa, sehingga cenderung lebih memilih harga yang lebih murah untuk
menyesuaikan dengan kemampuan kantongnya. Anggapan para masyarakat
tentang “ jika ada yang lebih murah, kenapa harus pilih yang mahal “, membuat
masyarakat cenderung memilih barang yang lebih murah, tanpa mementingkan
kualitasnya.
102
79
Kendala dalam pemberian perlindungan hak ekonomi pencipta dan atau
pemegang hak cipta ini juga didukung oleh faktor penegak hukumnya itu sendiri.
Bahkan bisa dikatakan faktor dari peraturan yang ada. Di mana ketika pembajakan
adalah hanya sebagai delik aduan, maka ketika tidak ada aduan dari pihak-pihak
terkait, namun jelas tindakan itu melawan hukum, tidak ada tindakan yang tegas
dan sanksi yang mengikat.103
Upaya perlindungan terhadap hak ekonomi pencipta, yaitu berupa tuntutan
akan keadaan dan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, mengharuskan
mereka untuk membajak karya cipta milik oaring lain dan menikmati hasil
bajakan karya cipta orang lain dalm bentuk buku bajakan. 104
103
Wawancara dengan Dian Maha Sari Siregar, Mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ada di Medan, tanggal 21 Mei 2017
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan atas pemaparan yang sesuai dengan inti pokok permasalahan,
maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut
1. Pengaturan hak cipta dalam penggandaan buku, diatur dalam Undang-Undang
No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 47 huruf a yang dinyatakan bahwa,
“Setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat
membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau
pemegang hak cipta.
2. Kedudukan hukum pelaku usaha penggandaan buku dalam penjualan buku,
sebagian berbadan usaha dan sebagian lagi hanya usaha perseorangan, namun
kebanyakan memiliki izin utuk mendirikan usaha dan tidak adanya perjanjian
tertulis dengan penulis atau penerbit mengenai penggandaan hak cipta atas buku
dengan tujuan komersial
3. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah atas hak cipta dalam
penggandaan buku, Indonesia telah memberikan perlindungan hukum terhadap
pencipta atau pemegang hak cipta atas karya tulis, dengan berlakunya
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Perlindungan hak cipta atas
karya tulis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan secara preventif yaitu
perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran dengan melakukan pendaftaran hak cipta ke Direktorat
81
yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa
apabila terjadi pelanggaran terhadap hak dengan cara mengajukan gugatan ke
Pengadilan Niaga
B. Saran
Dari latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di
atas dapat disarankan sebagai berikut:
1. Pencipta maupun pemegang hak cipta terutama pada karya berupa buku dengan
adanya pengaturan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta Pasal 9 ayat (3) disarankan untuk tidak terlalu bersikap
represif akan tetapi lebih bersikap preventif seperti berinovasi supaya
masyarakat lebih tertarik untuk membeli karya yang asli daripada yang bajakan.
2. Perlu adanya peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang substansi
hukum hak cipta khususnya kedudukan pelaku usaha dalam penggandaan buku
bagi aparat penegak hukum, sehingga dicapai kesamaan persepsi dan
pemahaman dalam pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2014.
3. Direktorat Jenderal KI perlu meningkatkan pemahaman mengenai perlindungan
KI yang sesungguhnya dan berpikiran terbuka atas lingkup perlindungan seiring
dengan kemajuan zaman dan teknologi. Perlindungan hak cipta atas karya asli
terhadap karya buku yang terkait dengan penegakan hukum telah KI telah
benar-benar memahami pentingnya melindungi karakter fiksi yang memiliki