• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Pada Itikad Baik

Dalam dokumen ITIKAD BAIK DALAM HAK TANGGUNGAN (Halaman 38-42)

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PADA ITIKAD BAIK

A. Perlindungan Hukum Pada Itikad Baik

32 BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG BERITIKAD

BAIK

A. Perlindungan Hukum Pada Itikad Baik

Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian.64 Terkait dengan daya mengikatnya perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda), pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi antara lain dengan itikad baik. Pasal 1338 (3) KUHPerdata menyatakan bahwa, “Perjanjian – perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Wirjono Prodjodikoro memberikan batasan itikad baik dengan istilah “dengan jujur” atau “secara jujur”.65

Prof.Mr.P.L.Werry memberikan arti itikad baik dalam hukum perjanjian, yaitu :66

Itikad baik berarti bahwa kedua belah pihak harus berlaku terhadap yang lain berdasarkan kepatutan diantara orang-orang yang sopan tanpa tipu daya, tipu muslihat, akal-akalan dan tidak hanya melihat kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain.

Itikad baik dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:67

64 Suharnoko,Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2004, hal.3.

65 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010,hal.134.

66 Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia,2009, hal.96.

33

1. Itikad baik dalam arti subjektif, yaitu itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi,dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang beritikad tidak baik harus bertanggungjawab dan menanggung resiko. Itikad baik semacam ini dapat dilihat dalam ketentuan:

a. Pengertian itikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdata adalah kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapat hak atas barang itu telah dipenuhi. Itikad baik semacam ini dilindungi oleh hukum,

b. Pengertian itikad baik menurut Pasal 1977 (1) KUHPerdata, terkait dengan cara pihak ketiga memperoleh suatu benda yang disebabkan ketidaktahuan mengenai cacat kepemilikan tersebut dapat dimaafkan, namun dengan syarat-syarat tertentu, dimana itikad baik tersebut diartikan dengan “tidak tahu dan tidak harus tahu”. Dan ketidaktahuan pihak ketiga mengenai cacat kepemilikan ini dapat dimaafkan menurut kepatutan dan kelayakan, sehingga itikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum.

2. Itikad baik dalam arti objektif, yaitu itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam suatu hubungan hukum dengan kata lain bahwa itikad baik harus menjadi landasan dalam keseluruhan proses perjanjian, dan masing-masing pihak tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi. Pengertian itikad baik semacam ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata.

34

Symposium Hukum Perdataa Nasional yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengartikan itikad baik sebagai:68

1. Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

2. Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beritikad baik;

3. Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

Itikad baik memegang peranan penting dalam pembuatan kontrak dan merupakan bagian kewajiban hukum dalam pelaksanaan kontrak yang harus dipenuhi,dengan kata lain itikad baik tidak saja berlaku pada tahap pelaksanaan, akan tetapi juga pada tahap penandatanganan dan tahap sebelum ditutupnya perjanjian (precontractual fase). Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk memeriksa (onderzoekplicht) dan memberitahukan (medelingsplicht) sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik. 69

Beranjak dari pemahaman mengenai itikad baik, para pihak yang melakukan perjanjian tidak boleh merugikan pihak lain, serta tidak memanfaatkan pihak lain untuk menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian perjanjian tidak hanya ditetapkan oleh kata – kata yang dirumuskan oleh para pihak, namun Hakim dapat melakukan intervensi terhadap kebebasan berkontrak para pihak dengan mendasarkan pada asas itikad baik dan menafsirkan isi kontrak di luar kata-kata yang telah tercantum.70

68 Ibid.,hal.141.

69 Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan, Jakarta, Prestasi Pustakaraya, 2011,hal.75.

35

Ayat pertama Pasal 1338 KUH Perdata dapat dilihat sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum, maka pada ayat ketiga dalam Pasal 1338 KUH Perdata ini dapat dipandang sebagai suatu tuntutan keadilan. Karena memang maksud dan tujuan dari hukum itu adalah untuk memberikan kepastian hukum sehingga tercipta suatu perlindungan hukum dan juga sekaligus untuk memenuhi tuntutan keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang diperjanjikan harus dipenuhi. Namun dalam menuntut dipenuhinya janji itu, norma-norma keadilan dan kepatutan juga harus diperhatikan.

Hakim dengan memakai alasan itikad baik itu dapat mengurangi atau menambah kewajiban-kewajiban yang ada dalam suatu perjanjian adalah suatu hal yang dilindungi dan diwajibkan oleh undang-undang, namun kewenangan Hakim ini tidak serta-merta menyingkirkan atau menghapuskan segala kewajiban-kewajiban yang secara tegas disanggupi dalam suatu perjanjian.71 Menurut Baldus, Hakim dapat menggunakan itikad baik untuk mengetahui apakah kontrak mengikat atau tidak dan untuk mengetahui apa yang menjadi kewajiban para pihak dan apakah mereka telah memenuhi kewajiban tersebut.72

Suatu perjanjian kredit memiliki dua pihak yang terikat yaitu kreditor maupun debitor, maka kedua belah pihak tersebut wajib melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Maksudnya adalah bahwa kreditor dalam melaksanakan hak-haknya harus bertindak sebagai kreditor yang baik yang tidak menuntut lebih daripada apa yang memang menjadi haknya dan debitor juga harus melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Apabila asas hukum ini dikaitkan dengan pokok pembahasan penulisan, maka asas hukum tersebut merupakan dasar bagi kreditor untuk mendapatkan haknya. Jika pihak kreditor sudah terbukti beritikad baik dengan menyerahkan sejumlah uang sebagai pinjaman kredit kepada debitor, dan telah

71 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,Bandung, Citra Aditya Bakti,1995.hal.228.

72 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana,2004,hal.146.

36

melakukan penerimaan jaminan sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka kreditor berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas haknya sebagai kreditor preferen atas objek Hak Tanggungan yang telah diberikan debitor untuk menjamin hutang-hutangnya kepada kreditor. Perlindungan hukum atas haknya untuk dapat tetap memegang objek jaminan adalah berdasar pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat mengenai hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya tetapi juga untuk hal-hal yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.73 Karena itu jika didasarkan pada perjanjian kredit antara kreditor dan debitor, dan UUHT maka sudah sepatutnya atas suatu objek jaminan yang telah diikat dengan tata cara dan secara formal telah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku maka kreditor sebagai pihak yang berpiutang tetap dilindungi haknya sebagai pemegang Hak Tanggungan sampai debitor melunasi hutang-hutangnya pada saat yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian kredit. Hakim wajib memperhatikan asas itikad baik dalam setiap putusannya, khususnya mengenai masalah perjanjian penjaminan ini demi tercapainya perlindungan hukum dan keadilan bagi para pihaknya.

B. Hak Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Melalui

Dalam dokumen ITIKAD BAIK DALAM HAK TANGGUNGAN (Halaman 38-42)

Dokumen terkait