• Tidak ada hasil yang ditemukan

ITIKAD BAIK DALAM HAK TANGGUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ITIKAD BAIK DALAM HAK TANGGUNGAN"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

ITIKAD BAIK DALAM

HAK TANGGUNGAN

Seri Hukum Jaminan

LILAWATI GINTING, SH, MKN

(2)

LILAWATI GINTING, S.H., M.Kn.

ITIKAD BAIK

DALAM

HAK TANGGUNGAN

Penerbit :

Pustaka Bangsa Press

ISBN 978-602-1183-07-6

(3)

iii PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul “ITIKAD BAIK DALAM HAK TANGGUNGAN”. Buku ini akan membahas mengenai Hak Tanggungan yang merupakan salah satu lembaga jaminan di Indonesia yang dikhususkan untuk objek – objek berupa Tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan mengenai perlindungan hukum bagi para pihak yang beritikad baik. Hal tersebut dirasa perlu diteliti karena walaupun tujuan dibentuk dan disahkannya UU no. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan tetapi dalam prakteknya masih terdapat permasalahan – permasalahan yang mengakibatkan tujuan dari Undang – Undang Hak Tanggungan masih belum terwujud.

Dalam buku ini juga akan dicantumkan contoh kasus yang terkait dengan itikad baik dalam hak tanggungan. Sebagai pendukung buku ini juga akan dilengkapi dengan Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW, semoga kita semua mendapat syafa’atnya.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar- besarnya kepada kedua orangtua saya yang sangat saya sayangi dan cintai, Ayahanda H. T. Ginting, SE dan Ibunda Hj. N.K. Sitepu, S.pd, yang telah banyak memberi bantuan moril, materil, motivasi dan pengertian serta doa sehingga penulis mendapat kekuatan untuk menyelesaikan buku ini, suami saya Anthon Souhuwat dan kedua anak-anak bunda yang sangat bunda cintai dan sayangi Brema Rakha dan Allaric Aleksy, adik – adik yang saya sayangi, Opka Agustam Ginting, SE, Yulia Amilla Ginting, S.Sos, dan dr. Andi Raga Ginting, penulis berharap

(4)

iv

semoga semua doa, bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Medan, Juni 2015 Penulis,

LILAWATI GINTING

(5)

v DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ... iii DAFTAR ISI ……….………..…..….. v BAB I PENDAHULUAN ……….……...….. 1 A. Latar Belakang ………..……… 1

B. Teori Yang Dipergunakan ……… 7

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN ... 12

A. Pengertian Hak Tanggungan ... 12

B. Asas-Asas Hak Tanggungan ... 13

C. Subjek dan Objek Hak Tanggungan ... 16

1. Subjek Hak Tanggungan ... 16

2. Objek Hak Tanggungan ... 17

D. Tahap Terjadinya Hak Tanggungan ... 20

a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan ... 20

b. Pendaftaran Hak Tanggungan ... 26

E. Hapusnya dan Pencoretan Hak Tanggungan ... 29

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PADA ITIKAD BAIK ... 32

A. Perlindungan Hukum Pada Itikad Baik ………. 32

B. Hak Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Melalui Irah-Irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” ………. 36

(6)

vi

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN DEBITOR YANG MENYERAHKAN BENDA JAMINAN DENGAN PENGIKATAN HAK TANGGUNGAN YANG MERUGIKAN KREDITORNYA ... 39 A. Benda dan Hak Kebendaan ... 39 B. Perolehan dan Penyerahan Hak Milik Atas Benda ... 43 C. Kewenangan Debitor Menyerahkan Benda Jaminan Hak

Tanggungan ... 47 D. Pertanggungjawaban Debitor Yang Tidak Berhak Atas Objek

JaminanSehingga Merugikan Kreditornya ... 51 BAB V UPAYA KREDITOR UNTUK MENGEMBALIKAN HAK

PREFERENNYA SETELAH HAK TANGGUNGAN DIBATALKAN PENGADILAN ... 55 A. Pengertian Kredit ... 55 B. Contoh Kasus Gugatan Pihak Ketiga Terhadap Perjanjian Hak

Tanggungan .……….... 57 C. Hak Kreditor Untuk Mempertahankan Kepentingan Hukum ……. 62

D. Upaya Kreditor Dalam Penyelesaian Sengketa ……..…..……… 71 DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN ... 84

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan operasionalnya berada dalam lingkup usaha menghimpun dana dari masyarakat dan mengelola dana dengan menanamnya kembali kepada masyarakat (dalam bentuk pemberian kredit) sampai dana tersebut kembali lagi ke bank.1 Dalam pemberian kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh bank sebagai kreditor, dalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola oleh bank tersebut untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada debitor. Pengamanan kepada kreditor dalam menyalurkan kredit kepada debitor tersebut salah satunya adalah melalui perjanjian jaminan yang diadakan antara bank dan debitor. Mengenai penjaminan, dalam hukum positif Indonesia terdapat berbagai bentuk peraturan perundang – undangan yang mengatur atau berkaitan dengan jaminan yang disebut sebagai hukum jaminan, yang berlaku sebagai ketentuan yang bertujuan melindungi pihak – pihak yang berkepentingan.2

Adapun kegunaan dari penjaminan dalam pemberian kredit perbankan adalah sebagai berikut:3

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitor melakukan cedera janji, yaitu untuk membayar hutangnya kembali pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian; 2. Menjamin agar debitor berperan serta dalam transaksi untuk

1 Hasanudin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian kredit

Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 9.

2 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan

Indonesia,Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007, hal.102.

3 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar

(8)

2

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang – kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;

3. Memberikan dorongan kepada debitor untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitor dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan.

Permintaan jaminan oleh bank dalam penyaluran kredit tersebut merupakan realisasi dari prinsip kehati-hatian bank sebagaimana ditentukan UU Perbankan. Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan :4

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan yang banyak diminta oleh bank adalah jaminan berupa hak atas tanah karena didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani dengan Hak Tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditor.5 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,

4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, Jakarta, Kencana

Prenada Media Group,2008, hal.72-73.

5 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika,

(9)

3 menyebutkan :6

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor – kreditor lain.

Melalui pengertian tersebut di atas dapat dilihat unsur – unsur yang tercantum dalam pengertian hak tanggungan, yaitu :7 1. Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, yakni

adanya hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditor sehingga apabila debitor cedera janji maka kreditor memiliki wewenang untuk menjual tanah yang dijadikan objek jaminan untuk pelunasan atas hutang – hutang debitor.

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu, yakni bahwa objek yang dibebani Hak Tanggungan adalah dapat berupa hak atas tanah semata – mata, atau juga hak atas tanah berikut dengan benda – benda yang ada di atasnya. 3. Untuk pelunasan hutang tertentu, yakni bahwa Hak

Tanggungan dimaksudkan untuk menyelesaikan hutang – hutang debitor yang ada pada kreditor, dan disini tampak sifat accessoir dari perikatan jaminan Hak Tanggungan, dimana Hak Tanggungan baru ada setelah adanya perikatan kredit.

4. Memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor

6 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta

Kekayaan: Hak Tanggungan, Jakarta, Prenada Media, 2004, hal.13.

7 Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta,

(10)

4

tertentu terhadap kreditor – kreditor lainnya, yakni bahwa apabila dilakukan eksekusi terhadap objek jaminan maka kreditor pemegang Hak Tanggungan memiliki posisi yang didahulukan dalam mengambil pelunasan atas piutangnya dari hasil eksekusi objek yang dijaminkan.

Berdasarkan unsur – unsur yang terkandung dalam pengertian Hak Tanggungan dapat dilihat bahwa Undang – Undang Hak Tanggungan memberikan perlindungan hukum kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan, perlindungan hukum terhadap kreditor pemegang Hak Tanggungan juga dapat dilihat dalam Penjelasan Umum Undang – Undang Hak Tanggungan, yang menyebutkan tentang ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat yaitu :8

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference); 2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan

siapapun obyek itu berada (droit de suite);

3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Agar perlindungan hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat dicapai maka pembebanan Hak Tanggungan harus memenuhi persyaratan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu tahap pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan dengan perjanjian tertulis, yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tahap dilakukannya pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan.9 Karena pada dasarnya pemberian Hak Tanggungan

8 A.P.Parlindungan,Komentar Undang-Undang Tentang Hak

Tanggungan Dan Sejarah Terbentuknya,Bandung, Mandar Maju,1996,hal.282.

(11)

5

hanya dimungkinkan jika dibuat dalam bentuk perjanjian, maka pemberian Hak Tanggungan tersebut harus memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata , dan salah satu syaratnya adalah kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan bertindak dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum, dimana kecakapan berkaitan dengan masalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan/perbuatan hukum dan kewenangan berkaitan dengan kapasitas subjek hukum dalam melakukan tindakan/perbuatan hukum.10 Dalam perjanjian Hak Tanggungan kewenangan pemberi Hak Tanggungan berkaitan dengan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum atas objek Hak Tanggungan, karena pemberi Hak Tanggungan adalah pemilik persil yang dengan sepakatnya dibebani dengan Hak Tanggungan sampai sejumlah hutang tertentu untuk menjamin suatu perikatan/hutang.11 Sehingga yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah pemilik hak atas tanah yang dijaminkan.

Kewenangan pemberi Hak Tanggungan tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena apabila pemberian objek Hak Tanggungan tidak dilakukan oleh pemiliknya, maka pemberian objek jaminan tersebut dapat menjadi batal dan selanjutnya atas akta pembebanannya juga menjadi batal demi hukum.12 Apabila terjadi pembatalan Hak Tanggungan maka tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan tidak akan tercapai. Namun dalam praktek untuk memastikan pemilik yang sah dari suatu hak atas tanah terkadang sulit, hal ini dikarenakan pendaftaran hak atas tanah yang dianut Indonesia berdasarkan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menggunakan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Hal ini berarti sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat atas kepemilikan suatu hak atas tanah akan tetapi tidak

10 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja , op.cit, hal.52

11J.Satrio,Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Hak

Tanggungan,Bandung, 1997,hal.245.

12Try Widiyono,Agunan Kredit Dalam Financial

(12)

6

mutlak, sehingga pemilik terdaftar masih dapat digugat oleh orang lain yang merasa berhak, atau dengan kata lain terdaftarnya seseorang di dalam daftar umum sebagai pemegang hak belum membuktikan orang itu sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.13

Dibatalkannya hak kepemilikan atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan akibat cara perolehan hak kepemilikan hak atas tanah yang bertentangan dengan hukum tentu saja akan merugikan kreditor pemegang hak tanggungan sebab ia akan kehilangan objek jaminan sehingga haknya sebagai kreditor preferen juga akan hilang.

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No.251 K/ Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang pada pokoknya menentukan bahwa “pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan harus dinyatakan sah”. Berdasarkan yurisprudensi tersebut seharusnya kreditor yang dalam penerimaan penjaminan telah bertindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku sehingga telah bertindak selaku pihak yang beritikad baik seharusnya mendapat perlindungan hukum. Tindakan yang telah sesuai dengan ketentuan dengan itikad baik yang dilakukan kreditor didasarkan pada fakta hukum bahwa pemberi jaminan telah menunjukkan sertifikat hak milik atas tanah yang terdaftar atas namanya dimana menurut ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa :

“Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas dapat

13 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya,

(13)

7

disimpulkan bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut baik mengenai perlindungan hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik, pertanggungjawaban debitor yang menyerahkan benda jaminan dengan pengikatan Hak Tanggungan sehingga merugikan kreditornya dan upaya apa yang dapat dilakukan kreditor untuk mengembalikan kreditnya kepada debitor setelah Hak Tanggungan dibatalkan Pengadilan.

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan manfaat baik teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil dari penelitian yang diperoleh nanti diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum jaminan dan hukum perjanjian. Secara praktis diharapkan penelitian ini nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan untuk praktisi hukum, masyarakat umum, para debitor & kreditor, dan para pihak yang terlibat dalam kegiatan perkreditan dengan menggunakan Hak Tanggungan sebagai jaminan.

B. Teori Yang Dipergunakan

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, atau teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.14 Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.15 Dalam penelitian ini teori digunakan untuk memecahkan masalah, adapun teori yang dipergunakan

14 M.Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung,

1994, hal.80.

15 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang

(14)

8

adalah teori perlindungan hukum, teori pertanggungjawaban dan teori hukum jaminan kebendaan.

Teori perlindungan hukum mengandung teori yang berkaitan dengan perlindungan subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan. Menurut Van Kan “hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat”.16

Teori perlindungan hukum berhubungan dengan teori hak dan teori kewajiban. Menurut Satjipto Rahardjo17

hak adalah kekuasaaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang, dengan maksud untuk melindungi kepentingan seseorang tersebut. Hak tersebut merupakan pengalokasian kekuasaan tertentu kepada seseorang untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.

Van Apeldoorn menyatakan “bahwa tiap – tiap hubungan hukum mempunyai dua pihak, pada satu pihak ia merupakan hak dan pada pihak lain ia merupakan kewajiban”.

Hak merupakan kewenangan yang diberikan oleh hukum (undang – undang kepada subjek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan kewajiban merupakan pembebanan yang diberikan oleh hukum (undang - undang) kepada subjek hukum untuk melakukan sesuatu. Hukum berperan memberikan perlindungan bagi subjek hukum yang meliputi hak, kewajiban dan harta kekayaan serta fisik dari subjek hukum.

Apabila subjek hukum tidak melaksanakan kewajiban hukum, maka akibatnya adalah dapat dimintakan pertanggungjawaban secara yuridis. Menurut teori ada 3 (tiga) macam pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (fault based liability) yang merupakan pertanggungjawaban yang terkait dengan perilaku subjek. Tanggung jawab berdasarkan wanprestasi yaitu tanggung jawab

16 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, Toko Gunung

Agung Tbk, 2002,hal.30.

(15)

9

berdasarkan kontrak (contractual liability). Menurut teori ini apabila dalam sebuah kontrak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan maka yang pertama – tama yang harus dilihat adalah isi dari kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. 18 Pertanggungjawaban mutlak adalah pertanggungjawaban yang berkaitan dengan perbuatan yang menurut pembuat undang – undang telah membawa efek yang merugikan, jadi adanya hubungan antara perbuatan dan akibat. Prinsip utama dari pertanggungjawaban mutlak ini adalah tidak perlu adanya syarat kelalaian tergugat dan tidak dapat dikaitkan pula dengan adanya wanprestasi.19

Pada jaminan kebendaan si pemilik benda jaminan adalah orang yang berhak atas benda jaminan dengan menunjukkan alas hak untuk kepemilikan benda jaminan dan dalam teori hukum jaminan kebendaan, bahwa apabila benda jaminan dijadikan sebagai objek jaminan kepada kreditor, maka kreditor merupakan kreditor preferen apabila proses jaminan kebendaan telah didaftarkan kepada lembaga pendaftaran (Badan Pertanahan Nasional dalam hal objek jaminannya adalah hak-hak atas tanah yang terdaftar).20 Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan memperoleh perlindungan hukum walaupun objek jaminan beralih kepada pihak lain (droit de suit).21 Menurut teori hukum jaminan seorang debitor tidak dibenarkan menyerahkan benda jaminan yang bukan haknya (kecuali terdapat pemberian kuasa) dengan akibat perjanjian jaminan adalah batal demi hukum. Pembatalan perjanjian jaminan kebendaan tersebut tidak dapat merugikan kepentingan hukum kreditor (pemegang hak jaminan) yang beritikad baik.

18 Inosentius Samsul,Perlindungan Konsumen, Jakarta, Universitas

Indonesia, Fakultas Hukum Pascasarjana, 2004, hal.70-71.

19 Ibid. 109.

20 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, op.cit., hal.173.

21 J.Satrio,Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung,

(16)

10

Suatu metode penelitian yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang mempunyai nilai validitas yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah dalam melakukan penelitian.22 Spesifikasi penelitian akan menjelaskan mengenai jenis penelitian, sifat penelitian dan metode pendekatan. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif. Sebagai suatu penelitian normatif, penelitian ini berbasis pada analisis terhadap asas hukum dan norma hukum, baik dalam arti law as it is written in the books (dalam peraturan perundang-undangan baik secara vertical maupun secara horizontal, maupun hukum dalam arti law as it is decided by

judge ( putusan pengadilan)23 .

Penelitian normatif ini dipergunakan sebagai pegangan atau pedoman untuk melakukan analisis terhadap putusan pengadilan, yang mana putusan pengadilan tersebut apakah sudah sesuai dengan norma hukum atau asas hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan putusan pengadilan maka penelitian ini dikenal juga dengan istilah legall research seperti yang digunakan oleh Enid Campbell yaitu suatu penelitian yang berorientasi pada penemuan hukum yang relevan dengan suatu masalah tertentu. 24 Dalam putusan pengadilan tersebut akan dianalisis apakah asas, doktrin-doktrin ilmu hukum dan norma hukum diterapkan hakim dalam membuat putusannya. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan eksplanatif , sebagai penelitian yang

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta,

Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal.6.

23 Ronald Dworkin, dalam Inosentius Samsul, Perlindungan

Konsumen, Jakarta, Pascasarjana fak.Hukum UI, 2004, hal.35.

24 Enid Campbell,et.al., Legal Research, Material and Methods,

(17)

11

bersifat deskriptif, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data dan mendeskripsikan kasus yang diputuskan pengadilan sehingga dapat diketahui keadaan dari masalah yang sebenarnya, sedangkan dikatakan eksplanatif penelitian ini berusaha untuk memberikan penjelasan terhadap peristiwa hukum yang diputuskan oleh Hakim dengan mengacu kepada asas doktrin ilmu hukum, norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang - Undang Hak Tanggungan atau peraturan terkait lainnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangaan dan putusan pengadilan dengan menggunakan teori hukum dan bersifat sistemik. Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus (case approach) dengan tujuan untuk mengetahui dan dapat menjelaskan apa yang menjadi pertimbangan-pertimbangan hukum oleh hakim sampai kepada Hakim membuat putusannya dengan perkataan lain pendekatan terhadap kasus ini untuk lebih memahami apa yang disebut ratio

decidendi yaitu alasan – alasan hukum yang digunakan oleh

Hakim sampai kepada putusannya.25 Ratio decedendi merupakan sistem yang dianut didalam anglo saxon yang berkaitan dengan

the doctrine of precedent “ Precedent refers to a part of previous judge’s or court’s decision”, “the ratio decidendi, the reason for the decision”.26

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta , Kencana

Prenada Media Group, 2005, hal.119.

26 JC.Carvan, cs, A Guide To Business Law, Sidney, The Law Book

(18)

12 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian Hak Tanggungan

Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang – Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, adalah :27

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor – kreditor lain.

Angka 4 Penjelasan Umum Undang – Undang Hak Tanggungan juga menyatakan pengertian Hak Tanggungan, yaitu :28

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cedera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan perundang – undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada kreditur – kreditur yang lain.

27 J.Satrio,Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan Hak

Tanggungan,Bandung,op.cit., hal.65.

(19)

13

Rumusan tersebut di atas menetapkan bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan hutang, dengan hak mendahului bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan dengan objek (jaminan)nya berupa hak –hak atas tanah yang diatur dalam Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.29

Lahirnya undang-undang tentang Hak Tanggungan karena adanya perintah dalam Pasal 51 UUPA, yang menyatakan “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangungan tersebut dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 diatur dalam undang-undang”.30

B. Asas -Asas Hak Tanggungan

Adapun asas-asas yang mendukung Hak Tanggungan adalah:31

1) Asas hak didahulukan (preference), bahwa kreditor pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak yang diutamakan (droit de preference) untuk dipenuhi piutangnya. Ketentuan ini dapat dilihat dalam angka 4 Penjelasan Umum UUHT seperti yang telah disebut di atas sehingga jika debitor cidera janji dan objek Hak Tanggungan dijual, maka hasil penjualan dibayarkan pada kreditor yang bersangkutan. Bila ada beberapa kreditor, maka hutang dilunaskan pada pemegang Hak Tanggungan pertama, jika ada sisanya, dibayarkan kepada kreditor lain secara pari passu dan setelah hutang debitor lunas sementara masih ada sisa hasil penjualan maka sisa tersebut diserahkan kepada debitor.

2) Asas hak kebendaan, dalam Pasal 7 jo. Penjelasan Umum angka 3 UUHT mengandung sifat hak kebendaan, yaitu Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan

29 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, op.cit, hal.13. 30 Salim HS, op.cit,hal.99.

31 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan,

(20)

14

siapapun objek tersebut berada (droit de suite). Dengan demikian apabila objek Hak Tanggungan sudah beralih kepemilikan, misalnya sudah dijual kepada pihak ketiga, kreditor tetap mempunyai hak untuk melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan jika debitor cidera janji. 3) Asas spesialitas, bahwa Hak Tanggungan hanya dapat

dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Ketentuan mengenai asas spesialitas dari Hak Tanggungan diatur dalam ketentuan Pasal 11 juncto Pasal 8 UUHT. Menurut Pasal 11 (1) UUHT, bahwa di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan,wajib di cantumkan uraian yang jelas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan subjek Hak Tanggungan, penunjukkan hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, nilai Hak Tanggungan dan objek Hak Tanggungan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 UUHT, pemberi Hak Tanggungan harus mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan, yang ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilaksanakan.32

4) Asas publisitas, bahwa pembebanan objek Hak Tanggungan harus didaftarkan sehingga terbuka dan dapat dibaca dan diketahui umum.

Ketentuan mengenai asas publisitas diatur dalam Pasal 13 UUHT, menurut pasal tersebut, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga (penjelasan Pasal 13 (1) UUHT).33

5) Asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusi.

32 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, op.cit.,

hal.345-346.

33 ST.Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan,Asas-Asas,

Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Bandung, Alumni,1999.hal.44.

(21)

15

Menurut Pasal 6 UUHT, apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pasal 6 UUHT tersebut memberikan hak untuk melakukan parate eksekusi, yang artinya pemegang Hak Tanggungan tidak perlu bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi juga tidak perlu penetapan dari pengadilan setempat apabila melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitor dalam hal debitor cidera janji.34 Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi juga terjadi dengan adanya sifat hak melakukan eksekusi dari pemegang Hak Tanggungan dengan mencantumkan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada sertifikat Hak Tanggungan.

6) Asas accessoir, bahwa Hak Tanggungan adalah perjanjian ikutan (accessoir) dan tidak merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, dimana adanya dan hapusnya Hak Tanggungan tergantung perjanjian pokoknya, ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat (1) dan Penjelasan Umum angka 8 UUHT.

7) Asas pemisahan horizontal, bahwa hak atas tanah terpisah dari benda – benda yang melekat di atasnya dan UUHT mengandung ajaran tersebut tetapi berlakunya tidak secara otomatis. Penerapannya terjadi jika diperjanjikan yang dituangkan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. 8) Asas perlekatan (accessie), bahwa benda – benda yang

melekat sebagai kesatuan dengan tanah karena hukum mengikuti hukum benda pokok, UUHT tidak menganut ajaran perlekatan vertical tetapi berdasarkan kebutuhan, menyatakan asas ini juga dianut. Penerapan asas ini didasarkan pada perjanjian, yaitu jika para pihak sepakat,

(22)

16

maka harus dituangkan secara tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.

9) Asas itikad baik, bahwa di dalam pelaksanaan Hak Tanggungan para pihak harus jujur.

C. Subjek dan Objek Hak Tanggungan a. Subjek Hak Tanggungan

Subjek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT, dari kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi subjek dalam Hak Tanggungan adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan. 1) Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi Hak Tanggungan adalah adalah orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan. Pasal 8 UUHT menentukan bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Pemberi Hak Tanggungan bisa debitor pemilik hak atas tanah atau orang lain yang bersedia menjamin pelunasan hutang debitor dengan membebankan tanah miliknya.35 Yang dapat menjadi subjek Hak Tanggungan selain warganegara Indonesia, dengan ditetapkannya hak pakai atas tanah negara sebagai salah satu objek Hak Tanggungan, bagi warganegara asing juga dimungkinkan dapat menjadi subjek Hak Tanggungan, apabila memenuhi persyaratan - persyaratan antara lain:36

a. sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu b. mempunyai usaha di Indonesia

c. kredit dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia.

35 J.Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, op.cit,

hal.308.

(23)

17

2) Pemegang Hak Tanggungan

Pasal 9 UUHT menetapkan, “pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.” Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan hutang, yaitu baik badan hukum maupun orang perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing.37 Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan syarat pemilikan tanah, karena pemegang Hak Tanggungan memegang jaminan pada asasnya tidak dengan maksud untuk nantinya kalau debitor wanprestasi memiliki persil jaminan.38 Yang harus memenuhi syarat pemilikan nantinya adalah pembeli dalam eksekusi.

b. Objek Hak Tanggungan

UUPA telah menentukan macam – macam hak atas tanah, namun tidak semua hak atas tanah dapat dijadikan jaminan, untuk dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, suatu objek harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :39

1. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin berupa uang;

2. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cedera janji benda yang dijadikan jaminan akan dijual;

3. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah yang berlaku, karena harus memenuhi syarat publisitas;

37 ST.Remy Sjahdeini, op.cit..hal.79.

38 J.Satrio, Hukum jaminan Hak Jaminan Kebendaan, op.cit,

hal.309-310.

39 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2005, hal.422

(24)

18

4. Memerlukan penunjukkan khusus oleh suatu undang – undang.

Obyek yang dapat dibebani Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996 :40

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :

a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan.

(2) Selain Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

(3) Pemberian Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5) Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda – benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta autentik.

(25)

19

Perlu juga diperhatian Pasal 27 UUHT, yang menyebutkan,”Ketentuan Undang-Undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun”. 41

Sehubungan dengan apa yang ditetapkan oleh kedua pasal di atas, maka yang menjadi objek Hak Tanggungan adalah:42

1. Hak Milik; 2. Hak Guna Usaha; 3. Hak Guna Bangunan;

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara;

5. Hak Pakai Atas Tanah Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

6. Rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun, yang didirikan di atas tanah hak pakai atas tanah negara;

7. Berikut atau tidak berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan milik pemegang hak atas tanah.

Mengenai hak milik atas tanah, apabila sudah diwakafkan tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena menurut sifat dan tujuannya tidak lagi dapat dipindahtangankan, demikian juga tanah – tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya biarpun dikuasai dengan hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan. Tanah- tanah bersangkutan baru boleh dibebani Hak Tanggungan, apabila tidak lagi dipergunakan untuk keperluan tersebut dan karenanya dapat dipindahtangankan.43

41 Salim HS, op.cit,hal. 303.

42 Rachmadi Usman, Pasal –pasal Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah,Jakarta, Djambatan, 1998,hal.78.-79

(26)

20

D. Tahapan Terjadinya Hak Tanggungan

Proses pembebanan Hak Tanggungan, dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,yaitu tahap pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tahap pendaftaran Hak Tanggungan.

a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan.

Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa,

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang tersebut.44

Ketentuan di atas menetapkan bahwa pemberian Hak Tanggungan harus diperjanjikan terlebih dahulu dan setiap janji untuk memberikan Hak Tanggungan terlebih dahulu dituangkan dalam perjanjian hutang piutangnya. Dengan kata lain sebelum Akta Pemberian Hak Tanggungan dibuat, dalam perjanjian hutang piutang dicantumkan janji pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu, berhubung sifat Hak Tanggungan sebagai perjanjian accessoir.45

Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT, yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor.3 Tahun 1996.46 Apabila objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan

44 Ignatius Ridwan Widyadharma, Undang-Undang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Cetakan Pertama Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996, hal.66

45 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, op.cit, hal.398. 46 Boedi Harsono,op.cit,hal.432.

(27)

21

dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.47

Sesuai dengan persyaratan atas pembuatan akta otentik maka dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) harus dihadiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak Tanggungan serta disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. 48 Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:49

1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;

Penyebutan pemberi Hak Tanggungan didasarkan pada bukti identitas dirinya yang resmi. Bahkan dimungkinkan pula di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan mengenai kapasitas dan kewenangan pihak pemilik tanah selaku pemberi Hak Tanggungan. Diwajibkan pula penyebutan persetujuan/izin yang dinyatakan secara tertulis yang menyangkut kapasitas dan kewenangan pemberi Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan, misalnya persetujuan istri mengenai harta campur, izin pengadilan dalam hal perwalian di bawah umur, dan demikian juga mengenai pemegang Hak Tanggungan.

2. Domisili para pihak;

Hal ini berkaitan dengan tempat pelaksanaan hak dan kewajiban pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. Apabila diantara para pihak ada yang berdomisili di luar negeri atau di luar Indonesia maka bagi mereka harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, bila tidak

47 C.S.T.Kansil & Christine S.T.Kansil,Pokok-Pokok Hukum Hak

Tanggungan Atas Tanah,Undang-Undang No.4 Tahun 1996,Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,1997,hal.32-33.

48 Kelompok Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum

UNPAD,Seminar:Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah,Bandung,Citra Aditya Bakti,1996,hal.162-166.

(28)

22

dilakukan maka secara hukum kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih. 3. Penunjukkan secara jelas hutang atau hutang – hutang yang

dijaminkan, yang meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan;

Hal ini merupakan konsekuensi dari sifat accessoir perjanjian pemberian jaminan dari perjanjian pokoknya. 4. Nilai tanggungan;

Nilai tanggungan merupakan suatu jumlah yang dinyatakan dalam sejumlah uang tertentu yang menunjukkan besarnya beban yang disepakati antara kreditor dan pemberi Hak Tanggungan atas persil jaminan.

5. Uraian jelas mengenai objek Hak Tanggungan.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi asas spesialitas, sehingga dapat diketahui secara jelas, pasti dan lengkap mengenai benda yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Bagi tanah yang bersertifikat memuat rincian mengenai sertifikat hak atas tanah, sedangkan bagi tanah yang belum bersertifikat memuat rincian mengenai surat bukti hak dan keterangan tanah yang dibuat Lurah/Kepala Desa yang dikuatkan oleh Camat.

Tidak dicantumkannya secara lengkap, hal- hal sebagaimana disebut di atas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum.50

Hal yang tidak kalah penting untuk dicantumkan dalam APHT yaitu menyangkut hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan APHT untuk menentukan kewajiban pendaftaran Hak Tanggungan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UUHT dan sekaligus dapat mempedomani peringkat pemegang Hak Tanggungan bila pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan pada tanggal yang sama.

Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat mencantumkan janji – janji tertentu, yang merupakan upaya kreditor untuk

(29)

23

sedapat mungkin menjaga agar objek jaminan tetap mempunyai nilai yang tinggi, khususnya nanti pada waktu terjadi eksekusi. Janji – janji tersebut antara lain:51

1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan maupun mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan itu berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh – sungguh cedera janji.

4. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau batalnya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. Janji ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan agar objek hak Tanggungan itu masih ada pada saat pelaksanaan eksekusi atau untuk menjamin bahwa hak atau tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan itu tidak hapus atau dicabut.

5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji. Dalam hal ini dapat diperjanjikan secara tegas bahwa apabila ternyata di kemudian hari debitor cidera janji yaitu jika uang pokok

(30)

24

tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terhutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan untuk menjual benda yang menjadi objek Hak Tanggungan di muka umum, untuk mengambil pelunasan hutang pokok maupun bunga, serta biaya – biaya yang dikeluarkan dari pendapatan penjualan itu.

6. Janji yang diberikan oleh Pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tersebut tidak dibersihkan dari Hak Tanggungan. Janji ini mengenai larangan melakukan pembersihan Hak Tanggungan atas benda yang dijaminkan oleh pemegang baru atas benda tersebut apabila benda itu beralih kepemilikannya (baik karena jual beli maupun hibah).

7. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan itu tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima oleh pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.

9. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima oleh pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya jika objek Hak Tanggungan diasuransikan. Pemegang Hak Tanggungan berhak meminta diperjanjikan asuransi pada benda yang menjadi objek Hak Tanggungan. Dalam hal benda yang menjadi objek Hak Tanggungan itu telah diperjanjikan bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh uang asuransi tersebut jika terjadi keadaan yang tidak dapat diduga (overmacht) yang menimbulkan suatu kerugian yang menimpa benda yang diasuransikan tersebut untuk pelunasan piutangnya, agar janji asuransi ini berlaku pula untuk perusahaan asuransi, janji ini harus diberitahukan kepada perusahaan asuransi yang bersangkutan.

(31)

25

10. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Adakalanya barang yang dijaminkan dikuasai atau dihuni oleh pihak lain maupun pemberi Hak Tanggungan itu sendiri, apabila demikian akan mengakibatkan harga penawaran dan minat membeli benda yang menjadi objek Hak Tanggungan menjadi menurun pada saat pelelangan.

11. Janji yang menyimpangi bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan akan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Artinya para pihak dapat memperjanjikan bahwa pemberi Hak Tanggungan memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menerima dan menyimpan sertifikat tersebut sampai hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut lunas.

Perlindungan terhadap kepentingan kreditor (pemegang Hak Tanggungan) ini mempunyai batasan yaitu bahwa pemegang Hak Tanggungan tidak boleh memiliki objek Hak Tanggungan.

Penjelasan Umum angka 7 dan penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan dengan cara hadir dihadapan PPAT. Hanya apabila karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri dihadapan PPAT, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggunga (SKMHT) yang berbetuk akta autentik.52

Pembuatan SKMHT selain oleh notaris juga ditugaskan kepada PPAT. Adapun persyaratan – persyaratan sebuah SKMHT adalah sebagai berikut:53

1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; 2. Tidak memuat kuasa substitusi, yaitu penggantian

penerima kuasa melalui pengalihan;

52 Ibid, hal.60.

(32)

26

3. Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah hutang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan;

4. SKMHT untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat – lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan, sedangkan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar jangka waktunya 3 (tiga) bulan, SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan APHT dalam waktu yang telah ditentukan batal demi hukum.

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali dalam dua hal yaitu:54

1. Karena kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tersebut telah dilaksanakan, atau;

2. Karena telah habis jangka waktunya.

Ketentuan dimaksudkan agar pemberian Hak Tanggungan benar-benar dilaksanakan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi pemegang maupun pemberi Hak Tanggungan, terlebih mengingat bahwa kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tersebut hanya dibuat dalam keadaan yang sangat khusus dan dengan persyaratan yang sangat ketat, serta terbatasnya jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.55

b. Pendaftaran Hak Tanggungan.

Pemberian Hak Tanggungan yang dituangkan dalam APHT harus diikuti dengan kewajiban pendaftaran dengan cara dibukukan dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Pendaftaran sekaligus menentukan saat lahirnya Hak Tanggungan, karena pada saat penandatanganan APHT, Hak Tanggungan masih belum lahir, yang baru lahir hanyalah “janji” untuk memberikan

54 Adrian Sutedi, op.cit, hal.69.

55 Rachmadi Usman, Pasal –pasal Tentang Hak Tanggungan Atas

(33)

27

Hak Tanggungan.56 Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan, sehubungan dengan munculnya hak tagih preferen dari kreditor, menentukan peringkat kreditor terhadap sesama kreditor preferen dan menentukan posisi kreditor dalam hal ada sita jaminan atas persil jaminan.

Pasal 13 UUHT menjelaskan bagaimana caranya pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. Tata cara pendaftarannya adalah sebagai berikut:57

1. Setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan dibuat oleh PPAT dilakukan oleh para pihak, PPAT mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan oleh Kantor Pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukan oleh PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan itu. Adapun berkas yang diperlukan itu meliputi:58

a. Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap dua dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan; b. Surat permohonan pendaftaran Hak Tanggungan dari

penerima Hak Tanggungan;

c. Fotocopy surat identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;

d. Sertifikat asli hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menjadi objek Hak Tanggungan; e. Lembar kedua Akta Pemberian Hak Tanggungan;

f. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertifikat Hak Tanggungan;

g. Bukti pelunasan biaya pendaftaran Hak Tanggungan.

56 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, op.cit hal.453. 57 ST.Remy Sjahdeini, op.cit,hal.144-145.

(34)

28

2. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

3. Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya

Selanjutnya sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 14 ayat (4) UUHT menentukan bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, namun kreditor dapat memperjanjikan lain dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, yaitu agar sertifikat hak atas tanah tersebut diserahkan kepada kreditor.59

Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan

kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Pencantuman irah-irah tersebut dimaksudkan agar sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga apabila debitor cedera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.60

Setelah sertifikat Hak Tanggungan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan sertifikat hak atas tanah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan

59 ST.Remy Sjahdeini, op.cit,hal.145-146.

(35)

29

diserahkan oleh Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan.

E. Hapusnya dan Pencoretan Hak Tanggungan

Ada 4 (empat) hal yang menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan, yaitu: 61

a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, bahwa sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, maka dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.

b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, bahwa karena Hak Tanggungan merupakan hak yang diberikan dan dipunyai oleh kreditor berdasarkan perjanjian dan undang-undang maka kreditor berhak untuk menggunakan atau melepaskan hak tersebut, kesemuanya adalah sesuai dengan prinsip suatu hak. Pelepasan ini dilakukan oleh kreditor pemegang Hak Tanggungan dengan pemberian pernyataan tertulis kepada pemberi Hak Tanggungan. Apabila terjadi hal demikian, maka kedudukan pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor preferen berubah menjadi kreditor konkuren.

c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, hal ini terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan. d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan,

bahwa hapusnya hak atas tanah ini tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin pelunasannya oleh debitor, hanya saja kedudukan kreditor akan berubah yang semula

61 Rachmadi Usman, Pasal –pasal Tentang Hak Tanggungan Atas

(36)

30

adalah kreditor preferen menjadi kreditor konkuren. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan hapus, yaitu:

1) Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan diperpanjang sebelum berakhir jangka waktunya;

2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat batal telah dipenuhi;

3) Dicabut untuk kepentingan umum;

4) Dilepaskan dengan sukarela oleh pemilik hak atas tanah; 5) Tanahnya musnah.

Setelah Hak Tanggungan hapus maka Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan pencoretan harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang ynag dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas. 62 Sedangkan apabila permohonan pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain menurut Pasal 22 ayat (6) UUHT, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan, setelah perintah Pengadilan Negeri yang dimaksud diperoleh oleh pihak yang berkepentingan, permohonan pencoretan Hak Tanggungan diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.63

Setelah permohonan pencoretan diajukan oleh pihak yang berkepentingan, Kantor Pertanahan dalam waktu tujuh hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan tersebut harus melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

62 ST.Remy Sjahdeini,op.cit,hal.148.

(37)

31

berlaku. Seiring dengan hapusnya Hak Tanggungan dan telah dilakukannya pencoretan catatan Hak Tanggungan, menurut ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUHT, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik bersama – sama dengan buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan.

(38)

32 BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG BERITIKAD

BAIK

A. Perlindungan Hukum Pada Itikad Baik

Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian.64 Terkait dengan daya mengikatnya perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda), pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi antara lain dengan itikad baik. Pasal 1338 (3) KUHPerdata menyatakan bahwa, “Perjanjian – perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Wirjono Prodjodikoro memberikan batasan itikad baik dengan istilah “dengan jujur” atau “secara jujur”.65

Prof.Mr.P.L.Werry memberikan arti itikad baik dalam hukum perjanjian, yaitu :66

Itikad baik berarti bahwa kedua belah pihak harus berlaku terhadap yang lain berdasarkan kepatutan diantara orang-orang yang sopan tanpa tipu daya, tipu muslihat, akal-akalan dan tidak hanya melihat kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain.

Itikad baik dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:67

64 Suharnoko,Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta,

Kencana Prenada Media Group, 2004, hal.3.

65 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas

dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010,hal.134.

66 Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Yogyakarta,

Pustaka Yustisia,2009, hal.96.

(39)

33

1. Itikad baik dalam arti subjektif, yaitu itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi,dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang beritikad tidak baik harus bertanggungjawab dan menanggung resiko. Itikad baik semacam ini dapat dilihat dalam ketentuan:

a. Pengertian itikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdata adalah kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapat hak atas barang itu telah dipenuhi. Itikad baik semacam ini dilindungi oleh hukum,

b. Pengertian itikad baik menurut Pasal 1977 (1) KUHPerdata, terkait dengan cara pihak ketiga memperoleh suatu benda yang disebabkan ketidaktahuan mengenai cacat kepemilikan tersebut dapat dimaafkan, namun dengan syarat-syarat tertentu, dimana itikad baik tersebut diartikan dengan “tidak tahu dan tidak harus tahu”. Dan ketidaktahuan pihak ketiga mengenai cacat kepemilikan ini dapat dimaafkan menurut kepatutan dan kelayakan, sehingga itikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum.

2. Itikad baik dalam arti objektif, yaitu itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam suatu hubungan hukum dengan kata lain bahwa itikad baik harus menjadi landasan dalam keseluruhan proses perjanjian, dan masing-masing pihak tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi. Pengertian itikad baik semacam ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata.

(40)

34

Symposium Hukum Perdataa Nasional yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengartikan itikad baik sebagai:68

1. Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

2. Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beritikad baik;

3. Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

Itikad baik memegang peranan penting dalam pembuatan kontrak dan merupakan bagian kewajiban hukum dalam pelaksanaan kontrak yang harus dipenuhi,dengan kata lain itikad baik tidak saja berlaku pada tahap pelaksanaan, akan tetapi juga pada tahap penandatanganan dan tahap sebelum ditutupnya perjanjian (precontractual fase). Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk memeriksa (onderzoekplicht) dan memberitahukan (medelingsplicht) sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik. 69

Beranjak dari pemahaman mengenai itikad baik, para pihak yang melakukan perjanjian tidak boleh merugikan pihak lain, serta tidak memanfaatkan pihak lain untuk menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian perjanjian tidak hanya ditetapkan oleh kata – kata yang dirumuskan oleh para pihak, namun Hakim dapat melakukan intervensi terhadap kebebasan berkontrak para pihak dengan mendasarkan pada asas itikad baik dan menafsirkan isi kontrak di luar kata-kata yang telah tercantum.70

68 Ibid.,hal.141.

69 Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan,

Jakarta, Prestasi Pustakaraya, 2011,hal.75.

(41)

35

Ayat pertama Pasal 1338 KUH Perdata dapat dilihat sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum, maka pada ayat ketiga dalam Pasal 1338 KUH Perdata ini dapat dipandang sebagai suatu tuntutan keadilan. Karena memang maksud dan tujuan dari hukum itu adalah untuk memberikan kepastian hukum sehingga tercipta suatu perlindungan hukum dan juga sekaligus untuk memenuhi tuntutan keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang diperjanjikan harus dipenuhi. Namun dalam menuntut dipenuhinya janji itu, norma-norma keadilan dan kepatutan juga harus diperhatikan.

Hakim dengan memakai alasan itikad baik itu dapat mengurangi atau menambah kewajiban-kewajiban yang ada dalam suatu perjanjian adalah suatu hal yang dilindungi dan diwajibkan oleh undang-undang, namun kewenangan Hakim ini tidak serta-merta menyingkirkan atau menghapuskan segala kewajiban-kewajiban yang secara tegas disanggupi dalam suatu perjanjian.71 Menurut Baldus, Hakim dapat menggunakan itikad baik untuk mengetahui apakah kontrak mengikat atau tidak dan untuk mengetahui apa yang menjadi kewajiban para pihak dan apakah mereka telah memenuhi kewajiban tersebut.72

Suatu perjanjian kredit memiliki dua pihak yang terikat yaitu kreditor maupun debitor, maka kedua belah pihak tersebut wajib melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Maksudnya adalah bahwa kreditor dalam melaksanakan hak-haknya harus bertindak sebagai kreditor yang baik yang tidak menuntut lebih daripada apa yang memang menjadi haknya dan debitor juga harus melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Apabila asas hukum ini dikaitkan dengan pokok pembahasan penulisan, maka asas hukum tersebut merupakan dasar bagi kreditor untuk mendapatkan haknya. Jika pihak kreditor sudah terbukti beritikad baik dengan menyerahkan sejumlah uang sebagai pinjaman kredit kepada debitor, dan telah

71 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian,Bandung, Citra Aditya Bakti,1995.hal.228.

72 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,

Referensi

Dokumen terkait

Enam daripadanya (hartanah, perubatan, pendidikan anak, insurans nyawa, insurans pendidikan dan wang kepada ibu-bapa) mencatatkan peratusan lebih tinggi daripada

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan pada agroindustri

Penyuluhan mengenai penggunaan hormon oodev yang dapat mempercepat pematangan gonad dan hormone ovaprim yang dapat meningkatkan frekuensi pemijahan ikan lele budidaya

Penelitian ini akan menghasilkan sebuah aplikasi berbasis web yang nantinya akan dikelola oleh petugas admin dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai sarana untuk

Penelitian ini menghasilkan desain dan layout tambak garam kecil di lahan terbatas yang ideal, didasarkan pada target produksi optimum untuk memperoleh pendapatan yang bisa memenuhi

Analisis Biaya pada usaha penggilingan padi UD Padi Mulya dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan dalam usaha ini, serta pendapatan

Berdasarkan hasil penelitian analisis terhadap morfologi serat, dan sifat fisis-kimia dari keenam jenis bambu yang dilakukan oleh Widya Fatriasari (2008),

kemudian diumpankan ke separator untuk meisahkan cairan dengan uapnya. Umpan kedua yaitu oksigen yang didapat dari udara lingkungan sekitar. Meskipun yang digunakan