• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang- Undang Kesehatan:

Pada Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 Pasal 56 mengatakan bahwa : 1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah

30

menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

a) penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;

b) keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; c) gangguan mental berat.

3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57 :

1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatanpribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. 2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a) perintah undang-undang;

b) perintah pengadilan; c) izin yang bersangkutan; d) kepentingan masyarakat; e) kepentingan orang tersebut. Pasal 58 :

1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang

31

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Pada undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa :

Pasal 45

1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

32

3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.

4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46

1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a) seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b) kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c) embaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; d) pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau

jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

33

2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sengketa konsumen adalah sengketa yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Ruang lingkup pencakupannya semua segi hokum, baik itu hokum perdata , pidana, maupun tata usaha Negara. Menurut UUPK pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengetanya melalui beberapa lingkungan peradilan ataupun bisa memilih menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.

Dalam kasus perdata di pengadilan negeri,pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut pasal 46 ayat 1 (a)sampai (d) KUHPerdata.Pada ayat 1(a) seorang konsumen atau ahli warisnya dapat melayangkan gugatan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) jika merasa dirugikan. Maka dapat menggugat ganti rugi kepada pihak dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.31

31

Shita Febriana dan Titik Triwulan Tutik.2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien. Persentasi Pustaka,hal 67

34

Gugatan dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama penjelasan pasal 46 ayat 1(b) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen:32

“undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok harus di ajukan oleh konsumen yang benar-benar merasa dirugikan dan dapat dibuktikan secara hokum, salah satu diantaranya adalah bukti transaksi.”

Dengan demikian seorang pasien mengetahui ketentuan-ketentuna dalam memperoleh layanan kesehatan. Mengetahui hubungan yang seharusnya yang menimbulkan hak dan kewajiban yang beertimbal balik antara penyedia jasa kesehatan dan pasien. Apabila terjadi sengketa antara para penyedia jasa kesehatan dan pasien dapat ditempuh dua jalur penyelesaian sengketa yaitu jalur peradilan (litigasi) dan jalur di luar pengadilan (nonlitigasi). Prosesnya dapat dilakukan dengan keinginan para pihak masing-masing.

Mengingat tentang pelanggaran yang terjadi di Indonesia dengan mengkaitkan kasus dari Prita Mulyasari yang meminta haknya untuk mengetahui informasi yang ada dalam rekam medisnya tidak dapat di penuhi oleh pihak Rumah Sakit Ommi Internasional. Pihak rumah sakit seakan-akan menyembunyikan tentang riwayan Prita yang mana pada waktu itu sebagai pasien di rumah sakit Ommi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada dasarnya pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang segala penyakit yang dideritanya. Dalam pasal 52 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yang menyebutkan bahwa :

32

35

’pasien dalam menerima pelayanan kedoktera n,mempnyai hak dalam mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan

medis’’.

Pada dasarnya rekam medis memiliki peran dan fungsi sangat penting dalam bidang kesehatan termasuk upaya penegakan hukum terutama di dalam rangka pembuktian dugaan malpraktek medis. Rekam medis di dalam hukum acara pidana mempunyai kedudukan sebagai alat bukti surat karena pembuatan rekam medis telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 187 KUHAP. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yang menyatakan:

“Pemanfaatan Rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi.”33

Sebagai mana kita ketahui dalam Pasal 184 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana mengatakan alat bukti yang sah adalah :

1. Keterangansaksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

2. Keterangan ahli

33

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4dc198540e66c/bagaimana-kekuatan-rekam-medis-sebagai-alat-bukti diunduh pada 23 maret 2014

36

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3. Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

37

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4. Petunjuk

Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam Pasal 188, yang berbunyi sebagai berikut:

1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiaan, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

a. Ketrangan saksi; b. Surat;

c. Keterangan terdakwa.

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim denga arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksian berdasarkan hati nuraninya.

5. Keterangan Terdakwa

Mengenai keterangan terdakwa diatur dalam KUHAP pada Pasal 189 yang berbunyi sebagai berikut:

38

(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdkwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

(2) Keteranga terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadaap dirinya sendiri.

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Fungsi legal dari rekam medis sendiri ialah karena rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan dilain pihak sebagai perlindungan hukum bagi dokter. Yang penting ialah bahwa rekam medis yang merupakan catatan mengenai dilakukannya tindakan medis tertentu itu secara implisit juga mengandung Persetujuan Tindakan Medik, karena tindakan medis tertentu itu tidak akan dilakukan bila tidak ada persetujuan dari pasien. Apabila rekam medis yang mempunyai multifungsi tersebut dikaitkan dengan pasal 184 KUHAP, maka rekam medis selain berfungsi sebagai alat bukti

39

surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli yang dituangkan dan merupakan isi rekam medis.34

Yang perlu di ketahui ialah rekam medis ini merupakan data tentang riwayat penyakit milik pasien dan sebagai mana pada Pasal 12 ayat (2) yaitu isi rekam medis merupakan melik pasien. Dalam hal rekam medis diperlukan untuk alat bukti dalam prose pengadilan maka sesuai ketentuan pada pasal 10 ayat 2 Permenkes Nomor 269 /2008 informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal antara lain untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan dan persetujuan pasien sendiri, permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan untuk kepentingan pendidikan,penelitian dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. Segingga diluar ketentuan pada Pasal 10 ayat 2) ini rekam medis bersifat rahasia.

Dokumen terkait