• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Hukum terhadap Rekam Medis sebagai Alat Bukti T1 312007007 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Hukum terhadap Rekam Medis sebagai Alat Bukti T1 312007007 BAB II"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

KERANGKA TEORI, TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN YURIDIS REKAM MEDIK SEBAGAI ALAT

BUKTI

A. Kerangka Teori

A.1. Teori Tujuan Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata „‟tujuan‟‟ dapat diartikan

sebagai „‟arah atau sasaran‟‟ yang hendak dicapai. Secara umum tujuan hokum

dapat kita lihat melalui aliran konvensional antara lain yaitu :1

1. Aliran Etis, yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan yang ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak

adil. Hukum bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan.

2. Aliran Utilistis, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan

atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dan warga masyarakat dalam

jumlah yang sebanyak-banyaknya (ajaran moral praktis).

3. Aliran Yuridis Dokmatig, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan

kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan

dan mampu mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap

1

(2)

2

aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan

hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.

Berbagai pakar di bidang hukum maupun bidang ilmu sosial lainnya, mengemukakan pandangannya masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai dengan titik tolak serta sudut pandang mereka, diantaranya :2

1. Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”

mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.

2. Subekti, dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, dengan cara menyelenggarakan

“keadilan” dan “ketertiban”.

3. Apeldoorn. dalam bukunya “Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht”

menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.

4. Aristoteles, dalam bukunya “Rhetorica”, mencetuskan teorinya bahwa, tujuan

hukum menghendaki semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.

5. Jeremy Bentham, dalam bukunya “Introduction to the moral and legislation” mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.

6. Van Kan. berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

2

(3)

3

Berbicara mengenai tujuan hukum pada umumnya menurut Gustav Radbruch memakai asas prioritas. Asas prioritas tersebut dijadikan sebagai sebagai tiga nilai dasar tujuan hukum yaitu : keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Setiap hukum yang diterapkan memiliki tujuan spesifik. Misalnya, hukum pidana memiliki tujuan spesifik dibandingkan dengan hukum perdata, hukum formal mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum materil. Tujuan hukum adalah sekaligus keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum maka faktanya hal tersebut akan menimbulkan masalah. Tidak jarang antara kepastian hukum berbenturan dengan kemanfaatan, antara keadilan dengan kepastian hukum, dan antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Hukum memiliki fungsi tidak hanya menegakkan keadilan tetapi juga menegakkan kepastian dan kemanfaatan. Berkaitan dengan hal tersebut asas prioritas yang telah ditelurkan Gustav Radbruch menjadi titik terang dalam masalah ini. Prioritas keadilan dari segala aspek lain adalah hal penting. Kemanfaatan dan kepastian hukum menduduki strata dibawah keadilan. Faktanya sampai saat ini diterapkannya asas prioritas ini membuat proses penegakan dan pemberlakuan hukum positif di Indonesia masih dapat berjalan.3

A.2. Teori Pembuktian Pidana Dan Perdata

Subekti menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.4

a. Teori –teori dalam hukum acara pidana yaitu :5

3

ibid

4

(4)

4

1. System atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata conviction in time. Yaitu sistim ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian atas keyakinan hakim semata. Sehingga bersalah atau tidaknya terdakwa tergantung pada keyakinan hakim. 2. Teori pembuktian berdasarkan berdasarkan keyakinan hakim ataas alas

an yang logis Conviction In Raisone. Pada teori ini keyakinan hakim tetap memagang peran penting dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi pada teori ini keyakinan hakim di batasi. Keyakinan hakim harus didukung oleh alas an-alasan yang jelas. Hakim harus mendasarkan putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan dan dapat diterima oleh akal. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alas an-alasan apa yang mendasari keyakinan atas kesalahan terdakwa. 3. Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. Menurut

teori ini Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alat -alat bukti yang sah”. Terpenuhinya syarat dan ketentuan pembuktian

menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah. 4. Teori pembuktian menurut undang-undang secara negative ( negatief

wettelijke stelsel). Sistem pembuktian menurut undang-undang secara

5

(5)

5

negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan “subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa, tidak ada

yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut.Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim.

Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, yaitu:

a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang

b. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Menurut undang-undang alat bukti dapat di bedakan menjadi alat bukti perdata dan alat bukti pidana antara lain:

Alat bukti acara pidana pasal 184 KUHAP

Alat bukti acara perdata pasal 164 HIR, 1866 BW

Keterangan saksi Tulisan/ surat

Keterangan ahli Saksi-saksi

Surat Persangkaan

Petunjuk Pengakuan

Keterangan terdakwa Sumpah

(6)

6

Adapun penjelasan alat bukti menurut Hukum Acara Pidana dan Acara Perdata adalah sebagai beriut:

1. Keterangan saksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

2. Keterangan ahli

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3. Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

 berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

(7)

7

 surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

 surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

 surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dari alat pembuktian yang lain.

4. Petunjuk

Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

5. Keterangan terdakwa

Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.

c. Pembuktian menurut Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut :

1. Alat bukti tulis/surat

(8)

8

Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat‟ (ps. 1868 KUH Perdata). Sedangkan akta diba wah

tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan. Akta dibawah tangan dirumuskan dalam Pasal 1874 KUH Perdata, yang mana menurut pasal diatas, akata dibawah tangan ialah :

a) Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan, b) Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang.

c) Secara khusus ada akta dibawah tangan yang bersifat partai yang dibuat oleh paling sedikit dua pihak.

2. Alat Bukti Saksi

Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan.6

Syarat-syarat alat bukti saksi adalah sebagai berikut:7

a) Orang yang Cakap

Orang yang cakap adalah orang yang tidak dilarang menjadi saksi menurut Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG dan Pasal 1909 KUH Perdata antara lain,

6

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta) Ed. 7, 2006, h 166

7

(9)

9

pertama keluarga sedarah dan semenda dari salah satu pihak menurut garis lurus, kedua suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai (Vide Putusan MA No.140 K/Sip/1974. Akan tetapi mereka dalam perkara tertentu dapat menjadi saksi dalam perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 145 ayat (2) HIR dan Pasal 1910 ayat (2) KUH Perdata. Ketiga anak-anak yang belum cukup berumur 15 (lima belas) tahun (Vide Pasal 145 ke-3 HIR dan Pasal 1912 KUH Perdata), keempat orang gila meskipun terkadang terang ingatannya (Vide Pasal 1912 KUH Perdata), kelima

orang yang selama proses perkara sidang berlangsung dimasukkan dalam tahanan atas perintah hakim (Vide Pasal 1912 KUH Perdata).

b) Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan

Alat bukti saksi disampaikan dan diberikan di depan sidang pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 HIR, Pasal 171 RBG dan Pasal 1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan tersebut keterangan yang sah sebagai alat bukti adalah keterangan yang disampaikan di depan persidangan.

c) Diperiksa Satu Persatu

(10)

10

144 ayat (2) HIR), ketiga menanyakan hubungan saksi dengan para pihak yang berperkara.

d) Mengucapkan Sumpah

Syarat formil yang dianggap sangat penting ialah mengucapkan sumpah di depan persidangan, yang berisi pernyataan bahwa akan menerangkan apa yang sebenarnya atau voir dire, yakni berkata benar. Pengucapan sumpah oleh saksi dalam persidangan, diatur dalam Pasal 147 HIR, Pasal 175 RBG, dan Pasal 1911 KUH Perdata, yang merupakan kewajiban saksi untuk bersumpah/berjanji menurut agamanya untuk menerangkan yang sebenarnya, dan diberikan sebelum memberikan keterangan yang disebut dengan ”Sistim Promisoris”.

e) Keterangan Saksi Tidak Sah Sebagai Alat Bukti

Menurut Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata, keterangan seorang saksi saja tidak dapat dipercaya, sehingga minimal dua orang saksi (unus testis nullus testis) harus dipenuhi atau ditambah alat bukti lain.

f) Keterangan Berdasarkan Alasan dan Sumber Pengetahuan

(11)

11 g) Saling Persesuaian

Saling persesuaian diatur dalam Pasal 170 HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa, keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti, hanya terbatas pada keterangan yang saling bersesuain atau mutual confirmity antara yang satu dengan yang lain. Artinya antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain atau antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, terdapat kecocokan, sehingga mampu memberi dan membentuk suatu kesimpulan yang utuh tentang persitiwa atau fakta yang disengketakan.

2. Bukti Prasangka

persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata.8 Hal ini sejalan dengan pengertian yang termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah

kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”. Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam

sebagaimana berikut:9

1). Persangkaan Undang-undang (wattelijk vermoeden)

Persangkaan undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal

8

Subekti, S.H., Op. cit, h. 181

9

(12)

12

pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar.

2). Persangkaan Hakim (rechtelijk vermoeden)

Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.

3. Bukti Pengakuan

(13)

13

penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan tergugat. Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang berkenaan dengan hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa hukum. Lalu yang berwenang memberi pengakuan menurut Pasal 1925 KUH Perdata yang berwenang memberi pengakuan adalah sebagai berikut:

a) dilakukan principal (pelaku) sendiri yakni penggugat atau tergugat (Vide Pasal 174 HIR);

b) kuasa hukum penggugat atau tergugat.

Kemudian bentuk pengakuannya, berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1972 KUH Perdata, bentuk pengakuan dapat berupa tertulis dan lisan di depan persidangan dengan cara tegas (expressis verbis), diam-diam dengan tidak mengajukan bantahan atau sangkalan dan mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hokum.10

4. Bukti Sumpah

Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak adanya alat bukti lain. Sedangkan Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah

10

(14)

14

pada umumnya adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya”11

A.3.

Teori Perlindungan Hukum

Dalam tiap Negara sudah pasti memiliki hukum untuk mengatur warga negaranya. Adanya hubungan yang terjalin antara warga Negara dan Negara ini melahirkan hak dan kewajiban, baik itu Negara maupun warga negaranya. Negara wajib memberukan perlundungan hukum yang pasti bagi warga negaranya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya.

Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia. Karena Teori Perlindungan Hukum ini menjadi sangat penting. Ada beberapa pengertian tentang perlindungan hukum menurut para ahli yaitu : 12

1. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan

11

Ibid

12

(15)

15

kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

2. Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

3. Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

4. Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.

5. Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.

(16)

16

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.13 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.14

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.15

B. Temuan Data dan Pembahasan

B.1.Definisi Rekam Medis dan Isi Rekam Medis

Ada bayak penafsiran tentang definisi dari rekam medis itu sendiri. Rekam medeis mempunyai peran yang sangat penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pengisian data tentang rekam medis dilakukan oleh dokter atau tenaga ahli dibidang kesehatan. Membuat rekam medis adalah salah satu

13Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal.53.

14

Ibied.hal 69.

15

(17)

17

kewajiban dari dokter yang dapat dilihat pada pasal 46 ayat(1) sampai dengan ayat (3) serta Pasal 47 ayat (1) sampai dengan ayat (3)UU praktik Kedokteran.

Menurut Amir menyatakan bahwa peranan rekam medis sangat penting dan melekat erat dengan kegiatan pelayanan kedokteran maupun pelayana kesehatan. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa rekam medis di anggap sebagai orang ketiga yang hadir pada saat dokter menerima pasiennya.16Dalam PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis dalam Pasal 1 ayat (1) berbunyi: “ Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”. Dan dalam UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Pasal 46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan

praktik kedokteran wajib membuat rekam medis”, ayat (2)” Rekam medis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan, ayat (3)” Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan”. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 46 ayat (1) berbunyi:” Rekam

Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan,dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.

Pengaertian rekam medis menurut beberapa ahli :17

a. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana

16

Anny Isfandyarie.buku 1.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter.Jakarta:Persentasi Pustaka hal 165

17

(18)

18

pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.

b. Menurut Gemala Hatta Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

c. Waters dan Murphy Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.

d. IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.

Devinisi Rekam Medis yang lain :

a. Menurut Undang- Undang Praktik Kedokteran No.29 Tahun 2004 penjelasan pada Pasal 46 ayat 1 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah di berikan kepada pasien.

b. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

(19)

19

c. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 5 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis ,rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien pemeriksaaan, pengobata, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:18

a. Data medis atau data klinis:

Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data ini merupakan data yang bersifat rabasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut. b. Data sosiologis atau data non-medis:

Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

18

(20)

20

B.2. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien

Hubungan hukum yang terjadi antara dokter dan pasien merupakan bentuk hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum. Dokter sebagai subjek hukum dan pasien sebagai subjek hukum secara sukarela dan tanpa paksaan saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian atau kontrak yang disebut kontrak terapeutik. Dalam hubungan hukum ini maka segala sesuatu yang dilaukan oleh dokter terhadap pasiennya dalam upaya peyembuhan penyakit pasien adalah merupakan perbuatan hukum yang kepadanya dapat dimintai pertanggug jawaban hukum. Mungkin masih banyak teman sejawat dokter yang melaksanakan tugas profesionalnya, memberikan pelayanan medik kepada pasien tidak menyadari bahwa perbuatannya adalah sebuah perbuatan hukum. Dalam benak para teman sejawat tiada lain hanyalah melakukan tindakan profesional kedokteran sesuai dengan kode etik profesional dan sumpah jabatan dokter, yaitu melakukan tindakan medis, pengobatatan penyakit dan perawatan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehan masyarakat yang setinggi-tingginya.19

Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan antara dokter dan pasien, baik di bidang medis, sosiologis maupun antropologi menyatakan sebagai berikut :

a. Russel,menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang memiliki wewenang (dokter) sebagai pihak yang aktif, dengan pasien yang menjalankan peran kebergantungan sebagai pihak yang pasif dan lemah;

19

(21)

21

b. Freidson, Freeborn dan Darsky, menyebutkan bahwa hubungan antara dokter dan pasien merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap pasien;

c. Schwarz dan Kart, mengungkapkan adanya pengaruh jenis praktik dokter terhadap perimbangan kekuasaan antara pasien dengan dokter dalam hubungan pelayanan kesehatan. Dalam praktik dokter umum, kendali ada pada pasien karena kedatangannya sangat diharapkan oleh dokter tersebut, sedangkan pada praktik dokter spesialis, kendali ada pada dokter umum sebagai pihak yang merujuk pasiennya untuk berkonsultasi pada dokter spesialis yang dipilihnya. Hal ini berarti bahwa hubungan pasien dengan dokter umum lebih seimbang daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis. d. Kisch dan Reeder, meneliti seberapa jauh pasien dapat

memegang kendali hubungan dan menilai penampilan kerja suatu mutu pelayanan medis yang diberikan dokter kepada pasiennya. Dalam penelitian ini ditemukan adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peran pasien dalam hubungan pelayanan medis, antara lain jenis praktik dokter (praktik individual atau praktik bersama), atau sebagai dokter dalam suatu lembaga kedokteran. Masing-masing kedudukan tersebut merupakan variabel yang diperlukan yang dapat memberikan dampak terhadap mutu pelayanan medis yang diterimanya;

e. Szasz dan Hollender, mengemukakan tiga jenis prototip hubungan antara dokter dan pasiennya, yaitu hubungan antara orang tua dan anak, antara orang tua dan remaja, dan prototip hubungan antara orang dewasa.20

Menurut Hermein Hadiati Koeswadji hubungan antara dokter dan pasien terdapat 2 (dua) pola hubungan, yakni : pola hubungan vertikal yang paternalistik dan pola hubungan horizontal yang kontraktual. Dalam hubungan vertikal, kedudukan antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak sederajat dengan pasien sebagai pengguna/ penerima jasa pelayanan kesehatan, sedangkan dalam pola hubungan horizontal yang kontraktual, kedudukan antara penerima

20

(22)

22

jasa layanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai kedudukan yang sederajat.21

Dalam hubungannya dengan hal di atas Soejono Soekanto mengemukakan pendapatnya yang mengatakan bahwa :

“Hubungan antara dokter dan pasien pada dasarnya merupakan hubungan hukum keperdataan, di mana pasien datang kepada dokter untuk disembuhkan penyakitnya dan dokter berjanji akan berusaha mengobati atau menyembuhkan penyakit pasien tersebut. Hubungan keperdataan merupakan hubungan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam kedudukan yang sederajat”22

Thiroux membagi hubungan yang seharusnya antara dokter dan pasien dalam 3 (tiga) sudut pandang, yakni :23

a. Pandangan Paternalisme, menghendaki dokter untuk berperan sebagai orang tua terhadap pasien atau keluarganya. Menurut pandangan ini, segala keputusan tentang pengobatan dan perawatan berada dalam tangan dokter sebagai pihak yang mempunyai pengetahuan tentang pengobatan, sementara pasien dianggap tidak mempunyai pengetahuan di bidang pengobatan. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien seluruhnya merupakan kewenangan dokter dan asisten profesionalnya, dan pasien tidak boleh ikut campur di dalam pengobatan yang dianjurkan.

b. Pandangan Individualisme, beranggapan bahwa pasien mempunyai hak mutlak atas tubuh dan nyawanya sendiri. Oleh karena itu,

21

http://indraachmadi.blogspot.com/2012/04/hubungan-hukum-dokter-dan-pasien-dalam, di unduh 17 november 2013

22

loc cit

23

(23)

23

semua keputusan tentang pengobatan dan perawatan sepenuhnya berada di tangan pasien yang mempunyai hak atas dirinya sendiri. c. Pandangan Resiprocal dan Collegial, yang mengelompokkan

pasien dan keluarganya sebagai inti, dalam kelompok, sedangkan dokter, perawat dan para profesional kesehatan lainnya harus bekerja sama untuk melakukan yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Hak pasien atas tubuh dan nyawanya tidak dipandang sebagai hal yang mutlak menjadi kewenangan pasien, tatapi dokter dan staf medis lainnya harus memandang tubuh dan nyawa pasien sebagai prioritas utama yang menjadi tujuan pelayanan kesehatan yang dilakukan. Keputusan yang diambil dalam perawatan dan pengobatan harus bersifat resiprokal yang artinya bersifat memberi dan menerima, dan collegial yang berarti pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan kelompok yang setiap anggotanya mempunyai masukan dan tujuan yang sama.

Hubungan hukum yang timbul antara pasien dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :24

a. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan dimana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.

b. Perjanjian pelayanan medis dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya

24

(24)

24

secara maksiumaluntuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis (inspanings verbentenis).

Berdasarkan ketentuan tersebut hubungan hukum yang terjadi antara dokter dan pasien, ini pada dasarnya sering di sebut dengan perjanjian terapeutik. Dapat dikatakan demikian, karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan atau dokter berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan penyembuhan si pasien dari penderitaan sakitnya. Dengan demikian antara dokter dan pasien diharuskan bersama-sama memenuhi syarat sebgaimana sahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian dapat di lihat pada pasal 1320 KUH Perdata yang dimana terdapat unsur-unsur meliputi :

a. Adanya kata sepakat

b. Adanya kecakapan antar para pihak c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Perjanjian yang terjadi antara dokter, pasien dan rumah sakit ini berlaku secara sah dan mengikat bagi para pihak yag terlibat dalam pembuatannya. Perjanjian itu harus berdasarkan itikad baik dari pasien dan dokkter serta rumah sakit dan diwajibkan para pihak mengerti akan posisi serta hak dan kewajiban masing-masing.

(25)

25

ketrampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut.25 Dari hubungan hukum yang demikian maka akan terlahir hak serta kewajiban dari masing-masing pihak, yang mana pasien mempunnyai hak dan kewajibannya sebagai seorang pasien begitu juga sebaliknya seorang dokter.

Beberapa pengertian menurut para ahli mengenai perjanjian terapiutik :26 1. Menurut Hermien Hadiati Koeswadji, dalam makalah

“Beberapa Permasalahan Mengenai Kode Etik Kedokteran”

yang disampaikan dalam dalam Forum Diskusi oleh IDI Jawa Timur:

“Transaksi teraupetik adalah transaksi (perjanjia n/verbintenis)

untuk mencari/menentukan terapi yang paling tepat bagi

pasien oleh dokter.”

2. Menurut Veronica Komalawati, dalam buku “Perana n Informed Consent dalam Transaksi Teraupetik”:

“Transaksi teraupetik adalah hubungan hukum antara dokter

dan pasien dalam pelayanan medik seca ra professional,

didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan

keterampilan tertentu di bidang kedokteran.”

Timbulnya hubungan hukum antara dokter dan pasien, dalam praktik sehari-hari dapat disebabkan dalam berbagai hal. Hubungan itu terjadi antara lain disebabkan pasien yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan agar menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Keadaan ini terjadi adanya persetujuan

25

Anny Isfandyarie.buku 1.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter.Jakarta:Persentasi Pustaka,hal 57

26

(26)

26

kehendak diantara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan si pasien kepada dokter, sehingga si pasien bersedia memberikan persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medis ( Informed Consent ). Secara yuridis, Informed Consent dalam pelayanan kesehatan telah memperoleh pembenaran melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/1989. Di sisi lain, alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan antara dokter dengan pasien adalah karena keadaan mendesak untuk segera mendapatkan pertolongan dari dokter. Misalnya, dalam keadaan terjadinya kecelakaan lalu lintas ataupun karena adanya situasi lain yang menyebabkan keadaan pasien sudah gawat (emergency) dimana dokter langsung dapat melakukan tindakan. Keadaan seperti ini yang disebut dengan Zaakwaarneming sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata. Dengan demikian, selain hubungan hukum antara dokter dan pasien terbentuk karena transaksi terapuetik (Ius Contracto), maka hubungan hukum antara dokter dan pasien juga bisa terbentuk didasarkan pada zaakwaarneming dan atau disebabkan karena undang-undang ( Ius delicto ). hubungan hukum antara dokter dan pasien yang seperti ini merupakan salah satu ciri dari transaksi terapeutik yang membedakan dengan perjanjian (transaksi) pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata.27

Hubungan dokter dan pasien yang didasarkan pada transaksi terapeutik, pada prinsipnya harus tetap memperhatikan objek sahnya suatu perjanjian

27

(27)

27

sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 28

a. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya (Toesteming van degene die zich verbiden) ;

b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan ( de bekwaamheid om eene verbitenis aan te gaan ) ;

c. Mengenai sesuatu hal tertentu ( een bepaald onderwerp )

d. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan(eene geoorloofdeoorzaak)

Hubungan antara dokter dan pasien atau lazim disebut dengan perjanjian (transaksi) terapeutik dikatagorikan pada perjanjian Inspaningverbitenis (suatu perikatan upaya). Seorang dokter berkewajiban di dalam memberikan pelayanan kesehatan harus dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuannya sesuai dengan standar ilmu pengetahuan kedokteran yang baik. Sehingga yang dituntut dari dokter adalah upaya maksimal dalam melakukan terapi yang tepat guna kesembuhan pasien. Penyimpangan yang dilakukan oleh seorang dokter dari prosedur medis, maka bisa saja dokter telah melakukan cidera janji (wanprestasi) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1329 KUHPerdata dan apabila tindakan dokter tersebut berakibat merugikan pasien dan merupakan perbuatan yang melawan hukum, sehingga ketentuan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata sebagai dasar untuk mengajukan tuntutan.29

28 Ibid 29

(28)

28 B.3. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004 Pasal 46-47 yang mengatakan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindak dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Lebih lanjut pada Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008 pada Pasal 13 ayat (1) yang mengatakan bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDKI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran. Pada sisi lain dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes tersebut ditegaskan bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik dalam penjelasan Pasal 46 ayat (3) bahwa penggunaan teknologi informasi elektronik dimungkinkan dalam pencatatan rekam medis. Apa yang ditegaskan pada Pasal 2 ayat (1) Permenkes/PER/III/2008 yang memungkinkan dipilihnya dua cara, yaitu rekam medis ditulis secara lengkap “atau” dengan menggunakan elektronik. Artinya

bahwa rekam medis dapat saja memilih salah satu cara tersebut tertulis atau elektronik.30

Bila diamati apa yang diatur dalam kitab Undang-Undang Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata (HIR) tidak ada satu ketegasan mengatur bahwa catatan elektronik ditempatkan sebagai alat bukti utama. HIR pasal 164 menegaskan bahwa alat-alat bukti terdiri dari, bukti dengan surat, bukti dengan saksi,

30

(29)

29

persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Begitu pula dalam Hukum Acara Pidana pasal 184 menegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan kedua ketentuan atau peraturan tersebut di atas, tidak satupun yang menempatkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti utama. Akan tetapi Dalam Undang-Undang No.11 tahun 2008 Pasal 5 ayat 1) mengatakan bahwa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Sehingga rekam medis yang dalam bentuk elektronik dapat dijadikan alat bukti utama karena dalam pasal ini ada pengembagan tentang alat bukti yang berasal dari KUHP dan KUHA Perdata.

Pembuktian merupakan sebuah proses dalam persidangan. M. Yahya Harahap (1985:793) menjelaskan bahwa:“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan

yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan”.

B.4. Perlindungan Hukum Bagi Pasien

Undang- Undang Kesehatan:

(30)

30

menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

a) penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;

b) keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; c) gangguan mental berat.

3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57 :

1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatanpribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. 2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a) perintah undang-undang;

b) perintah pengadilan; c) izin yang bersangkutan; d) kepentingan masyarakat; e) kepentingan orang tersebut. Pasal 58 :

(31)

31

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Pada undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa :

Pasal 45

1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(32)

32

3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.

4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46

1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a) seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b) kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c) embaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; d) pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau

(33)

33

2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sengketa konsumen adalah sengketa yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Ruang lingkup pencakupannya semua segi hokum, baik itu hokum perdata , pidana, maupun tata usaha Negara. Menurut UUPK pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengetanya melalui beberapa lingkungan peradilan ataupun bisa memilih menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.

Dalam kasus perdata di pengadilan negeri,pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut pasal 46 ayat 1 (a)sampai (d) KUHPerdata.Pada ayat 1(a) seorang konsumen atau ahli warisnya dapat melayangkan gugatan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) jika merasa dirugikan. Maka dapat menggugat ganti rugi kepada pihak dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.31

31

(34)

34

Gugatan dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama penjelasan pasal 46 ayat 1(b) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen:32

“undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok harus di ajukan oleh konsumen yang benar-benar merasa dirugikan dan dapat dibuktikan secara hokum, salah satu diantaranya adalah bukti transaksi.”

Dengan demikian seorang pasien mengetahui ketentuan-ketentuna dalam memperoleh layanan kesehatan. Mengetahui hubungan yang seharusnya yang menimbulkan hak dan kewajiban yang beertimbal balik antara penyedia jasa kesehatan dan pasien. Apabila terjadi sengketa antara para penyedia jasa kesehatan dan pasien dapat ditempuh dua jalur penyelesaian sengketa yaitu jalur peradilan (litigasi) dan jalur di luar pengadilan (nonlitigasi). Prosesnya dapat dilakukan dengan keinginan para pihak masing-masing.

Mengingat tentang pelanggaran yang terjadi di Indonesia dengan mengkaitkan kasus dari Prita Mulyasari yang meminta haknya untuk mengetahui informasi yang ada dalam rekam medisnya tidak dapat di penuhi oleh pihak Rumah Sakit Ommi Internasional. Pihak rumah sakit seakan-akan menyembunyikan tentang riwayan Prita yang mana pada waktu itu sebagai pasien di rumah sakit Ommi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada dasarnya pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang segala penyakit yang dideritanya. Dalam pasal 52 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yang menyebutkan bahwa :

32

(35)

35

’pasien dalam menerima pelayanan kedoktera n,mempnyai hak dalam mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan

medis’’.

Pada dasarnya rekam medis memiliki peran dan fungsi sangat penting dalam bidang kesehatan termasuk upaya penegakan hukum terutama di dalam rangka pembuktian dugaan malpraktek medis. Rekam medis di dalam hukum acara pidana mempunyai kedudukan sebagai alat bukti surat karena pembuatan rekam medis telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 187 KUHAP. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yang menyatakan:

“Pemanfaatan Rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi.”33

Sebagai mana kita ketahui dalam Pasal 184 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana mengatakan alat bukti yang sah adalah :

1. Keterangansaksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

2. Keterangan ahli

33

(36)

36

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3. Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

(37)

37

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4. Petunjuk

Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat dalam Pasal 188, yang berbunyi sebagai berikut:

1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,

yang karena persesuaiaan, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

a. Ketrangan saksi; b. Surat;

c. Keterangan terdakwa.

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim denga arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksian berdasarkan hati nuraninya.

5. Keterangan Terdakwa

(38)

38

(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdkwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

(2) Keteranga terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadaap dirinya sendiri.

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

(39)

39

surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli yang dituangkan dan merupakan isi rekam medis.34

Yang perlu di ketahui ialah rekam medis ini merupakan data tentang riwayat penyakit milik pasien dan sebagai mana pada Pasal 12 ayat (2) yaitu isi rekam medis merupakan melik pasien. Dalam hal rekam medis diperlukan untuk alat bukti dalam prose pengadilan maka sesuai ketentuan pada pasal 10 ayat 2 Permenkes Nomor 269 /2008 informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal

antara lain untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan dan persetujuan pasien sendiri, permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan untuk kepentingan pendidikan,penelitian dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. Segingga diluar ketentuan pada Pasal 10 ayat 2) ini rekam medis bersifat rahasia.

B.5. Manfaat Rekam Medis

Rekam medis merupakan catatan-catatan dari identitas, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang diberikan pada pasien

34

(40)

40

untuk mengatasi penyakit yang dideritanya. Rekam medis memiliki beberapa menfaat baik bagi dokter, pasien maupun rumah sakit antara lain:35

1. Dapat digunakan sebagai acuan dokter dan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan baik dalam menentukan diagnosis, memberikan pengobatan, tindakan medis dan pelayanan selanjutnya bagi pasien.

2. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dan jelas dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien.

3. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dapat memberikan kemudahan bagi Dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani suatu penyakit.

4. Rekam medis yang baik, benar, lengkap dapat memberikan perlindungan bagi Dokter dan tenaga kesehatan dalam ketika terjadi kasus-kasus tertentu (hukum).

5. Rekam medis dapat menjadi informasi tentang perkembangan penyakit, pengobatan, tindakan medis terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam pengajaran dan penelitian.

6. Rekam medis juga dapat digunakan untuk menentukan jumlah biaya yang harus dibayar oleh pasien dalam pelayanan kesehatan.

35

(41)

41

7. Dengan rekam medis dapat ditentukan angka statistik kasus penyakit, angka kematian, angka kelahiran dan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.

8. Rekam medis juga dapat digunakan dalam pembuktian masalah hukum atau merupakan alat bukti untuk menyelesaikan kasus hukum misalnya malpraktek, atau pelanggaran lainnya.

Gambar

Tabel 2. Pembeda Alat Bukti

Referensi

Dokumen terkait

Data transaksi pengajuan layanan pengujian dapat dilihat pada menu ini, pada kolom Aksi terdapat fitur untuk melihat detail pengajuan dan verifikasi transaksi pengajuan

Dari tabel 3 dapat dilihat perbedaan nilai rata-rata skala nyeri pada ibu post seksio sesaria sebelum dan sesudah diberikan kompres panas yaitu dengan selisih 1,41.. Hasil

Algoritma pengklasifikasi DT memiliki keunggulan dalam menyelesaikan masalah klasifikasi, namun data noise yang terdapat pada dataset berukuran besar dan memiliki

Pada teknik pengukuran jarak geodesik wajah, digunakan prinsip transformasi lanjar dan dot vektor, yang juga merupakan salah satu bahasan dalam aljabar vektor.

TQC sebagai totalitas pengendalian terhadap mutu produk, secara bertahap merupakan rangakaian suatu proses produksi yang menjadi tanggung jawab masing-masing

Selanjutnya Sistem peringkasan dokumen dapat diimplementasikan dengan menggunakan metode Term Frequncy – Inverce Document Frequncy dan menggabungkan metode Class Frequency

Berdasar pada hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat dilihat hasil empiris mengenai pengaruh kualitas pelaporan CSR perusahaan, ukuran dewan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Penataan ruang kantor di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta sesuai dengan standar penataan ruang