• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK PATEN DALAM LISENSI WAJIB

G. Metode Penelitian

IV. PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK PATEN DALAM LISENSI WAJIB

Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten) menentukan kompensasi atas lisensi-wajib adalah dalam bentuk royalti. Penentuan besarnya royalti dan cara pembayarannya ditetapkan oleh Ditjen HKI. Dasar penetapan royalti ini dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi paten atau perjanjian lain yang sejenis. Terhadap permohonan lisensi-wajib, Ditjen HKI harus memberi keputusan, apakah mengabulkan atau menolak, paling lama 90 hari dari sejak pengajuan permohonan lisensi-wajib.

Pasal 82 UU Paten, ditentukan dalam hal alasan permohonan lisensi-wajib adalah keterpaksaan melanggar paten lain, Ditjen HKI akan menetapkan untuk saling memberi lisensi (cross license) dimana pemohon lisensi-wajib akan memberi lisensi kepada pemegang paten yang haknya terpaksa dilanggar dan pemegang paten yang haknya terpaksa dilanggar tersebut juga memberi lisensi kepada pemohon lisensi-wajib.

Kemudian, dalam Pasal 83 UU Paten ditentukan atas permohonan Pemegang Paten, Direktorat Jenderal dapat membatalkan keputusan pemberian lisensi-wajib apabila:

a. Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi-wajib tidak ada lagi;

b. Penerima lisensi-wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi-wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;

c. Penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan lainnya termasuk pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian lisensi-wajib.

UU Paten menegaskan bahwa lisensi wajib tersebut dapat berakhir, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal Pasal 84 karena selesainya jangka waktu yang ditetapkan atau karena pembatalan, penerima lisensi-wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya.

Dengan berakhirnya lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 atau Pasal 84, maka menurut Pasal 85 UU Paten, berakibat pulihnya hak Pemegang atas Paten yang bersangkutan terhitung sejak tanggal pencatatannya. Kemudian dalam Pasal 86 dinyatakan lisensi-wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan. Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka waktu, dan harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dan diumumkan.

Suatu hak milik dapat berakhir atau hapus dengan cara-cara di bawah ini:67 1. orang lain memperoleh hak milik itu dengan salah satu cara untuk memperoleh

hak milik; 2. binasanya benda;

3. eigenaar melepaskan benda tersebut, dengan ketentuan bahwa pemilik

melepaskan benda tersebut dengan maksud untuk melepaskan hak milik. Jadi, bukan karena kehilang-an atau terpaksa melemparkan benda tersebut ke laut karena keadaan darurat dan lain-lain. Dalam hal-hal demikian hak miliknya tetap ada pada pemilik semula.

Demikian pula dengan invensi yang telah dilindungi paten, dapat berakhir atau hapus, antara lain, karena pelaksanaan paten oleh pemerintah sendiri. Dalam ketentuan Pasal 99 UU Paten, ditentukan apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan. Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu Paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah Presiden mendengarkan pertimbangan Menteri dan menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait.

Kemudian dalam Pasal 100 UU Paten, ditentukan ketentuan di atas berlaku secara mutatis mutandis bagi Invensi yang dimohonkan Paten, tetapi tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46. Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri Paten, pelaksanaan Paten serupa itu

67

Sri Soedewi Mascjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 82.

hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah. Pemegang Paten dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan Paten tersebut dapat dilaksanakan.

Dalam Pasal 101 UU Paten ditentukan, dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan suatu Paten yang penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan bagi kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah memberitahukan secara tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan: Paten yang dimaksudkan disertai nama Pemegang Paten dan nomornya, alasan, jangka waktu pelaksanaan, dan hal-hal lain yang dipandang penting. Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dilakukan dengan pemberian imbalan yang wajar kepada Pemegang Paten.

Sesuai dengan Pasal 102 UU Paten, keputusan pemerintah terhadap suatu Paten yang akan dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah adalah bersifat final. Dalam hal Pemegang Paten tidak setuju terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan oleh Pemerintah, ketidaksetujuan tersebut dapat diajukan dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Proses pemeriksaan gugatan tidak menghentikan pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.

Pembatalan paten dapat terjadi karena adanya permohonan pemegang paten atau gugatan pihak ketiga, juga karena batal demi hukum, baik untuk seluruh atau sebagian. Ketentuan mengenai pembatalan paten dan akibat hukumnya diatur dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 98 UU Paten.

Pembatalan paten demi hukum diatur dalam Pasal 88 dan Pasal 89, yang menentukan paten dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang. Direktorat Jenderal HaKI akan memberitahukan hal itu secara tertulis kepada pemegang paten serta penerima lisensi, yang mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut. Paten yang dinyatakan batal dengan alasan demikian wajib dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Kemudian pembatalan paten juga dapat diiakukan oleh pemegang patennya sendiri. Pasal 90 menentukan bahwa paten dapat dibatalkan atas permohonan pemegang paten yang diajukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal HaKI, baik untuk seluruh atau sebagian. Pembatalan paten atas permohonan pemegang paten tidak dapat diiakukan jika penerima lisensi tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada permohonan pembatalan yang bersangkutan.

Dengan demikian, pemegang paten juga tidak dapat serta merta memohon pembatalan patennya jika paten tersebut telah dilisensikan, kecuali penerima lisensi memberikan persetujuan secara tertulis yang pula menyetujui pembatalan paten tersebut. Keputusan pembatalan paten atas permohonan pemegang paten diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal HaKI kepada penerima lisensi dan juga dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi. Pembatalan paten tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan mengenai pembatalan tersebut.

Pembatalan paten juga dapat terjadi karena adanya gugatan pihak lain, sebagaimana ditentukan Pasal 91 UU Paten, gugatan pembatan paten dapat dilakukan apabila:

a. Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan.

b. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama berdasarkan UU Paten.

c. Pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi-lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-wajib.

d. Gugatan pembatalan diajukan oleh pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui Pengadilan Niaga. Gugatan pembatalan dapat diajukan oleh Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan. Gugatan pembatalan dapat diajukan oleh jaksa terhadap Pemegang Paten atau penerima lisensi-wajib kepada Pengadilan Niaga.

Menurut Pasal 92 UU Paten, jika gugatan pembatalan paten didasarkan atas gugatan pihak ketiga, hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, pembatalannya dilakukan hanya terhadap klaim yang pembatalannya digugat. Artinya, tidak serta merta seluruh Invensi yang dilindungi paten dibatalkan oleh Pengadilan Niaga, hanya terbatas pada klaim yang pembatalannya digugat oleh pihak ketiga.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal HaKI berkewajiban untuk menyampaikan isi putusan Pengadilan Niaga tentang pembatalan paten yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan dan mencatatnya dalam Daftar Umum Paten dan mengumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Pasal 95 sampai dengan Pasal 98 UU Paten mengatur segala akibat hukum yang berkaitan dengan paten dan hal-hal lain yang berasal dari paten yang bersangkutan. Khusus untuk pembatalan paten yang dimintakan kepada Pengadilan Niaga, putusan pembatalannya baik untuk seluruh atau sebagian baru berlaku sejak tanggal putusan pembatalan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Niaga yang bersangkutan.

Kemudian dalam Pasal 97 dan Pasal 98 UU Paten, diatur mengenai hak dan kewajiban penerima lisensi dari paten yang dibatalkan, sebagai berikut:68

1. Penerima lisensi dari paten yang dibatalkan karena alasan patennya sama dengan paten yang lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama berdasarkan Undang-undang Paten, tetap berhak melaksa-nakan lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi dan penerima lisensi tidak wajib meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib dilakukan kepada pemegang paten yang patennya dibatalkan, tetapi mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu lisensi yang dimilikinya kepada pemegang paten yang berhak. Dalam hal pemegang paten sudah menerima sekaligus royalti dari penerima lisensi, pemegang paten tersebut wajib mengembalikan jumlah royalti yang sesuai dengan sisa jangka waktu penggunaan lisensi kepada pemegang paten yang berhak; 2. Lisensi dari paten yang dinyatakan batal oleh sebab-sebab patennya sama dengan

paten yang lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama berdasarkan Undang-undang Paten yang diperoleh dengan iktikad baik, sebelum diajukan gugatan pembatalan atas paten yang bersangkutan, tetap berlaku terhadap paten lain dan lisensinya tetap berlaku dengan Ketentuan bahwa penerima lisensi tersebut untuk selanjutnya tetap wajib membayar royalti kepada pemegang paten yang tidak dibatalkan, yang besarnya sama dengan jumlah yang dijanjikan sebelumnya kepada pemegang paten yang patennya dibatalkan.

Mengenai tata cara gugatan pembatalan paten diatur dalam Pasal 94 yang menentukan bahwa tata cara gugatan pembatalan paten mengikuti secara mutatis mutandis tata cara gugatan yang diatur dalam pasal 117 sampai dengan Pasal 124 UUP 2001.

Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga. Hak menggugat berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan. Pemberitahuan isi putusan atas gugatan disampaikan kepada

68

para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. Isi putusan dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal.69

Pemegang Paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. Gugatan ganti rugi yang diajukan hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi Paten. Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dan diumumkan.70

Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap Paten-proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan Paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila: produk yang dihasilkan melalui Paten-proses tersebut merupakan produk baru, produk tersebut diduga merupakan hasil dari Paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup untuk itu, Pemegang Paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan pengadilan berwenang:71

a. Memerintahkan kepada Pemegang Paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan Sertifikat Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya; dan

b. Memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan Paten-proses tersebut.

Dalam pemeriksaan gugatan pengadilan wajib mempertimbangkan kepentingan tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap rahasia proses yang telah diuraikannya dalam rangka pembuktian di persidangan.

Gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga dengan membayar biaya gugatan. Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pendaftaran gugatan, Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak pendaftaran gugatan.72

69

Pasal 117 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

70

Pasal 118 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

71

Pasal 119 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

72

Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 14 (empat belas) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal gugatan didaftarkan. Putusan atas gugatan yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pengadilan Niaga wajib menyampaikan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.73 Terhadap putusan Pengadilan Niaga ini hanya dapat diajukan kasasi.74

Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal diucapkan atau diterimanya putusan yang dimohonkan kasasi dengan mendaftarkan kepada pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut. Panitera mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan. Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dan memori kasasi kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.75

Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterimanya. Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu di atas. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.76

Putusan kasasi harus diucapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Putusan kasasi yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Panitera Mahkamah Agung

73

Pasal 121 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

74

Pasal 122 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

75

Pasal 123 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

76

wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan kasasi itu diucapkan. Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima. Isi putusan kasasi disampaikan pula kepada Direktorat Jenderal paling lama 2 (dua) hari sejak isi putusan kasasi diterima oleh Pengadilan Niaga untuk dicatat dan diumumkan.77 Selanjutnya dalam Pasal 124 UU Paten disebutkan, selain penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait