• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Bagi Pencipta Karya

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Bagi Pencipta Karya

Menurut CST Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.38

Pada perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan

38 http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-

adanya perlindungan hukum yang preventif, pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan (diskresi).

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.39

Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah terjadi pelanggaran Hak Kekayan Intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dilanggar itu. Undang-undang bidang Hak Kekayaan Intelektual mengatur jenis perbuatan pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun secara pidana.

Perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur-unsur sistem berikut :40

1. Subjek perlindungan. Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum.

2. Objek perlindungan. Objek yang dimaksud adalah semua jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diatur oleh undang-undang, seperti Hak

39 http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses Rabu 7

Oktober 2015 jam 8:03 WIB

Cipta, Merek, Paten, Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Baru Tanaman.

3. Pendaftaran perlindungan. Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang mengatur lain.

4. Jangka waktu perlindungan. Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya Hak Kekayaan Intelektual itu dilindungi oleh undang-undang. 5. Tindakan hukum perlindungan. Apabila terbukti telah terjadi

pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, maka pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun secara perdata.

Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang baru diberlakukan dan disahkan tanggal 16 Oktober 2014 menyatakan bahwa : “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan”.

Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan lebih lanjut tentang hak eksklusif, yaitu hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan hak untuk memperbanyak. Sedangkan pelaksanaan perlindungan hak moral semakin terabaikan. Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang secara progresif telah memfasilitasi revolusi digital, semakin menurunnya kebebasan dan keleluasaan dalam mengeksploitasi karya cipta.

Pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta adalah sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta tersebut tidak diperlukan suatu formalitas atau bukti tertentu, berbeda dengan hak-hak daripada Hak Kekayaan Intelektual lainnya, seperti Paten, Merek, Desain Industri, dan Desan Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Timbulnya atau lahirnya hak tersebut diperlukan suatu formalitas tertentu yaitu dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberian hak. Dengan demikian lahirnya hak atas Paten, Merek, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu terlebih dahulu melalui suatu permohonan, tanpa adanya permohonan maka tidak ada pengakuan terhadapnya. Berbeda dengan Hak Cipta, para prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi otomatis lahir sejak ciptaan itu diciptakan atau diwujudkan dalam bentuk nyata. Sehingga tidak ada kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya.

Konsep dasar lahirnya Hak Cipta akan memberikan perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Sifat pribadi yang terkandung di dalam Hak Cipta melahirkan konsepsi hak moral bagi si pencipta. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptanya dan untuk mendapatkan penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut. Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si penciptanya telah meninggal atau telah memindahkan Hak

Ciptanya kepada orang lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang Hak Cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Disamping itu juga pemegang Hak Cipta tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya dan apabila pencipta telah menyerahkan Hak Ciptanya kepada orang lain, maka selama penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan perubahan, tetapi apabila penciptanya telah meninggal dunia diperlukan izin dari ahli warisnya. Dengan demikian, sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain, maka tidak mengurangi hak pencipta atau pemegang ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya : 41

1. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu. 2. Mencantumkan nama pencipta pada penciptanya.

3. Mengganti atau mengubah judul ciptaan itu. 4. Mengubah isi ciptaan itu.

Hak moral utama yang terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah :

1. Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu hak pencipta untuk memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada pihak lain tanpa seijin pencipta.

2. Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa sepengetahuan si pencipta. Terkait dengan masalah perlindungan terhadap hasil karya seni termasuk karya fotografi di Indonesia juga semakin berkembang seiring diberlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana negara memberikan perlindungan secara eksklusif melalui Undang-Undang tersebut.

Permasalahan Hak Cipta karya fotografi pada dasarnya sering kali timbul karena kemajuan teknologi dan semakin berkembangnya dunia fotografi digital dengan menggunakan kamera digital. Kamera jenis ini tidak memerlukan film karena gambar-gambar hasil jepretan disimpan dalam bentuk file digital pada kartu memori. File digital tersebut sangat mudah untuk digandakan dan diambil oleh setiap orang untuk dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan, tanpa sepengatahuan penciptanya.

Umumnya, untuk terjadi pelanggaran harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun pencipta atau pemegang Hak Cipta harus bisa membuktikan bahwa hasil karyanya telah digunakan atau dijiplak. Bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta pada dasarnya dibedakan menjadi dua hal pokok, yaitu :

1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri.

2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, dan pencipta.

Dalam hal pembuktian pemilik atau Hak Cipta atas karya fotografi dapat dilakukan dengan cara pembuktian melalui :42

1. Pemberian tanda air atau watermark pada hasil foto. Kebanyakan fotografer memberikan tanda air atau watermark di dalam fotonya untuk menandakan karya foto tersebut merupakan hasil karyanya atau ciptaannya. Tanda air atau watermark ini bisa berupa nama si fotografer ataupun lambang khusus yang diciptakan oleh si fotografer.

2. File mentah (file raw). File digital asli dari foto yang diciptakan. Berbeda dengan file dengan format jpeg, tif, png, atau format foto lainnya yang bisa dihasilkan melalui aplikasi atau sofware pengolah foto. File raw hanya bisa dihasilkan oleh kamera yang digunakan fotografer. Dengan kata lain, apabila seorang fotografer memiliki file

raw, maka dialah pemilik aslinya.

3. Melihat resolusi atau ukuran dari foto tersebut, yang mana resolusi yang lebih besar dinyatakan asli.

4. Metadata atau exif. Sebuah kamera digital menghasilkan metadata atau exif yang berisikan informasi lengkap mengenai file foto tersebut.

Informasi ini bisa berupa, tanggal pembuatan, ukuran foto, resolusi, jenis kamera dan lensa yang digunakan, dan informasi-informasi penting lainnya mengenai file foto tersebut.

Terhadap hak moral ini, walaupun hak penciptanya telah diserahkan seuluruhnya atau sebagian, pencipta tetap berwenang menjalankan suatu tuntutan

hukum untuk mendapatkan ganti rugi terhadap seseorang yang melanggar hak moral pencipta. Hal ini sesuai dengan ketentan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta juga menjelaskan lebih lanjut tentang hak moral ini, pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk :

1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum.

2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya.

3. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. 4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan.

5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hak moral pada karya cipta fotografi dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh pencipta untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang merupakan perwujudan dari hubungan antara pencipta dengan hasil karyanya walaupun penciptanya telah meninggal dunia, tetapi ia masih berhak dicantumkan namanya.

Disamping hak moral tersebut, Hak Cipta juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi. Adanya kepentingan- kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam Hak Cipta tersebut, merupakan suatu

perwujudan dari sifat Hak Cipta itu sendiri, yaitu bahwa ciptaan-ciptaan yang merupakan produk olah pikir manusia itu mempunyai nilai, karena ciptaan-ciptaan tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak berwujud.

Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Secara umum, setiap negara miminal mengenal dan mengatur hak ekonomi tersebut meliputi jenis hak :

1. Hak Reproduksi atau Penggandaan (Reproduction Right); 2. Hak Adaptasi (Adaptation Right);

3. Hak Distribusi (Distribution Right);

4. Hak Pertunjukan (Publik Performance Right); 5. Hak Penyiaran (Broadcasting Right);

6. Hak Program Kabel (Cablecasting Right); 7. Droit de suite;

8. Hak Pinjam Masyarakat (Public Landing Right).

Walaupun dalam Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif yang memberi arti bahwa selain pencipta, orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin pencipta. Haknya akan timbul secara otomatis setelah ciptaan itu dilahirkan. Selain itu ditegaskan lagi dalam Penjelasan atas Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.

Sifat Hak Cipta ditegaskan dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu :

1. Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.

2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena :

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wakaf; d. Wasiat;

e. Perjanjian tertulis; atau

f. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak, bahwa Hak Cipta dapat dipindahtangankan, dilisensikan, dialihkan, dan/atau dijual oleh pemiliknya, dengan batasan-batasan yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan ataupun tanpa akta notaris.

Dalam pendaftaran Hak Cipta, ada dua jenis cara atau stelsel pendaftaran yaitu stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif. Dalam stelsel konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung pada pendaftarannya. Jika didaftarkan dengan sistem konstitutif, Hak Cipta itu diakui keberadaannya secara de jure dan

anggapan sebagap pencipta terhadap hak yang didaftarkan itu, sampai orang lain dapat membuktikan sebaliknya. Pada sistem deklaratif sekalipun Hak Cipta itu didaftarkan undang-undang hanya mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus dibuktikan lagi, jika ada orang lain yang menyangkal hak tersebut.

Pasal 64 ayat (2) menjelaskan bahwa :”Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait”. Timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran atau pencatatan. Hal ini berarti bahwa suatu ciptaa baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi. Pendaftaran atau pencatatan ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan atau dicatatkan.

Pendaftaran Hak Cipta, tidak berarti secara substantif Ditjen HaKI bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) karya cipta tersebut. Karena Ditjen HaKI tidak memasukkan hal semacam ini sebagai bagian yang harus ditanggungjawabkan. Sistem pendaftaran deklaratif tidak mengenal pemeriksaan substantif, yakni pemeriksaan terhadap objek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut.43

Pendaftaran ciptaan dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat di bidang Hak Cipta, terutama dari segi administrasi. Juga dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta. Pendaftaran Hak Cipta tidak mutlak diharuskan, karena

tanpa pendaftaran atau pencatatan pun Hak Cipta telah dilindungi oleh Undang- Undang Hak Cipta, hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu dalam pembuktiannya.

Ketentuan lain yang membuktikan bahwa Undang-Undang Hak Cipta menganut sistem pendaftara deklaratif dapat dilihat pada Pasal 31 Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa : “Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta yaitu orang yang namanya disebut dalam ciptaan, dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagi pencipta”. Maka jika Hak Cipta itu didaftarkan atau dicatatkan, Undang-Undang menganggap nama yang tercatat dalam sertifikat itu sebagai pemiliknya. Apabila ada bantahan harus dilakukan oleh pihak yang keberatan. Apabila bantahan tersebut tidak terbukti kebenarannya, tetaplah hukum akan berpegang pada dokumen pendaftarannya.

Pendaftaran atau pencatatan diselenggarakan oleh Ditjen HaKI di bawah naungan Menteri Kehakiman dan dincantumkan dalam daftar umum ciptaan yang dapat dilihat oleh setiap orang. Mengenai cara pendaftaran akan diatur tersendiri dan diserahkan pengaturan selanjutnya melalui Keputusan Presiden.

Lembaga pendaftaran ciptaan ini bersifat fasilitatif, artinya negara menyediakan dan akan melayani bila ada pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang ingin mendaftarkan ciptaannya. Lembaga pendaftaran ciptaan ini biasanya diperlukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang meingingkan bukti awal bagi kepemilikian haknya atas kekayaan intelektual yang dimilikinya.

Penyelenggaraan dan pencatatan pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran ciptaan itu dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Diretorat Jenderal HaKI.

Daftar umum ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Juga setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya yang besarnya ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan Fotografi Dengan Tanda Air

Dokumen terkait