• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVENSI WINA 1961

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Perlindungan Hukum, Pengertian Perwakilan Diplomatik Berdasarkan Konvensi Wina 1961, Hak dan Kewajiban Negara Pengirim dan Penerima Perwakilan Diplomatik, Bentuk

Pertanggungjawaban Negara Atas Pelanggaran Kewajiban Melindungi Perwakilan Diplomatik Menurut Hukum Internasional, Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Perwakilan Diplomatik Berdasarkan Konvensi Wina 1961.

BAB IV : BENTUK TANGGUNG JAWAB INDONESIA TERHADAP KASUS PENGEBOMAN KEDUTAAN BESAR AUSTRALIA DI JAKARTA TAHUN 2004

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Kronologis Pengeboman Kedutaan Besar Australia di Jakarta Tahun 2004, Kewajiban Indonesia dalam Melindungi Perwakilan Diplomatik Pada Kasus Pengeboman Kedutaan Besar Australia di Jakarta Tahun 2004, Bentuk Tanggung Jawab Indonesia Terhadap Kasus Pengeboman Kedutaan Besar Australia di Jakarta Tahun 2004.

BAB V : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran.

NEGARA A. Pengertian Negara

Negara adalah lanjutan dari keinginan manusia hendak bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya.

Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak kebutuhannnya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada suatu organisasi Negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya.28

Adapun istilah “Negara” yang dikenal sekarang mulai timbul pada zaman renaissance di Eropa pada abad ke-15. Pada masa itu telah mulai dipergunakan orang istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia yang kemudian telah menjelma menjadi perkataan L’Etat’ dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Der Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda. Kata Lo Stato dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Negara” pada waktu itu diartikan sebagai suatu sistem tugas-tugas atau fungsi-fungsi publik dan alat-alat perlengkapan yang teratur di dalam wilayah (daerah) tertentu.29

Beberapa pengertian negara secara umum lainnya yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:30

28 Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, 1986, Hal. 27

29CST Kansil dan Christine ST Kansil,Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramita, Jakarta,2001, Hal.8-9

30 Muhammad Junaidi, Ilmu Negara “sebuah konstruksi ideal negara hukum”, Setara Press,2016, Hal.3-4

1. Roger H. Soltau

“Negara adalah alat agency atau wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama.”

2. Harold J. Laski

“Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.

Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat” (The state is a society which is in integrated by possesing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of life to which both individuals and associations must conform is defined by a coercive authority binding upon them all).”

3. Miriam Budiardjo

“Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dan warga negaranya ketaatan pada peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dan 4 Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum kekuasaan yang sah” .

4. Menurut Prof Sumantri

“Negara adalah suatu organisasi kekuasaan oleh karenanya dalam setiap organisasi yang bernama negara selalu kita jumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaannya.”

5. Menurut Prof Kranenburg

“Negara adalah suatu sistem dan tugas-tugas umum dan organisasiorganisasi yang diatur, dalam usaha negara untuk mencapai

tujuannya, yang juga menjadi tujuan rakyat masyarakat yang diliputi, maka harus ada pemerintah yang berdaulat.”

Negara merupakan suatu organisasi dalam masyarakat yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan kata lain, sesuatu organisasi masyarakat baru dapat disebut negara apabila organisasi itu telah memenuhi semua unsur yang harus ada dalam suatu negara. Menurut Konvensi Montevideo (sebuah kota di Uruguay) tahun 1933 yang merupakan konvensi hukum internasional, dimana negara harus mempunyai empat unsur konstitutif sebagai berikut:30

1. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga negara, nationalen, staatsburgers, atau bangsa-bangsa).

Yang merupakan penduduk suatu negara, dimaksudkan semua orang yang pada suatu waktu mendiami wilayah negara. Mereka itu secara sosiologis lazim dinamakan “rakyat” dari negara tersebut. Rakyat dalam hubungan ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.

2. Harus ada wilayah (tertentu) atau lingkungan kekuasaan.Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, 1986, Hal.27

Wilayah merupakan unsur mutlak (unsur konstitutif) dari negara. Jika

“penduduk/warganegara” merupakan landasan personil sesuatu negara, maka “wilayah” merupakan landasan materiil atau landasan disiknya negara. Luas wilayah negara ditentukan oleh perbatasan-perbatasannya dan di dalam batas-batas itu negara menjalankan yurisdiksi teritotial atas orang

30 Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, 1986, Hal.27

dan benda yang berada di dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan benda yang dibebaskan dari yurisdiksi itu, misalnya perwakilan diplomatik negara asing dengan harta benda mereka. Yang termasuk wilayah negara ialah:

a. Darat

b. Laut (perairan), laut teritorial

c. Udara (sampai tinggi yang tidak terbatas, menurut asas usque ad coelum). Dalil hukum Romawi “Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum”, yang artinya adalah “Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada diatasnya tanpa batas (ad infinitum/up to the sky)”.31

3. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat), pemerintah yang berdaulat.

Adanya suatu pemerintah yang berkuasa terhadap seluruh wilayahnya dan segenap rakyatnya merupakan syarat mutlak bagi adanya negara.

Pemerintah lain, negara lain, tidak berkuasa di wilayah itu disebut kedaulatan. Jadi kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang berlaku terhadap seluruh wilayah dan segenap rakyat negara itu.

Adapun kedaulatan itu bersifat asli, tertinggi, dan tidak dapat dibagi-bagi.

31 Saefullah Wiradipradja, “Wilayah Udara Negara Ditinjau dari Segi Hukum Internasional dan Nasional Indonesia”, Jurnal Hukum Internasional, Vol.6 No.4, 2009, Hal.499

4. Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya.

Kesanggupan mengadakan hubungan dengan negara-negara lain, misalnya dalam bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sebagainya.

5. Pengakuan (deklaratif).

Pengakuan negara yang satu terhadap negara yang lain adalah untuk memungkinkan hubungan atara negara-negara itu (misalnya hubungan diplomatik, hubungan perdagangan, hubungan kebudayaan, dan lain-lain).

Pengakuan ini bukanlah faktor yang menentukan mengenai ada tidaknya negara. Pengakuan ini hanyalah menerangkan bahwa negara yang telah ada itu diakui oleh negara yang mengakui itu. Pengakuan bukanlah turut mendirikan negara itu, tetapi hanyalah menerangkan saja.

Keempat unsur yaitu penghuni, wilayah, pemerintahan, dan kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lain merupakan unsur konstitutif. Sedangkan unsur kelima yaitu “Pengakuan” merupakan unsur deklaratif.32

Negara sebagai bagian dari institusi yang terbesar memiliki fungsi yang besar pula dalam mewujudkan tatanan sistem yang dibangunnya agar berjalan maksimal.

Kemudian dalam hal ini, secara umum adanya tujuan negara merupakan landasan dasar terbentuknya negara. Baik maupun buruk, tentunya tujuan negara tersebut menjadikan dasar negara itu ada dan terbentuk.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian negara yaitu suatu daerah teritorial yang mempunyai sistem dan tugas-tugas umum dan organisasi organisasi yang diatur, dalam usaha negara untuk mencapai tujuannya. Kedutaan

32Ibid, Hal.31

Besar di negara penerima itu merupakan bentuk dari negaranya sendiri. Jadi dapat dikatakan Kedutaan Besar itu adalah sebuah bentuk negara yang berada di luar wilayahnya.

B. Pengertian Tanggung Jawab Negara

Negara yang berdaulat memiliki kedaulatan penuh atas orang, barang dan perbuatan yang ada di teritorialnya. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa negara dapat menggunakan kedaulatannya tersebut secara bebas. Hukum internasional telah mengatur bahwa negara berkewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatannya tersebut. Karena negara dapat dimintai pertanggungjawaban untuk tindakan-tindakan atau kelalainnya yang melawan hukum.

Pada interaksi antara negara, besar kemungkinan adanya kesalahan ataupun pelanggaran yang merugikan negara lain, disinilah muncul pertanggungjawaban negara.33

Tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan prinsip fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin para ahli hukum internasional. Tanggung jawab negara timbul bila terdapat pelanggaran atas suatu kewajiban internasional untuk berbuat sesuatu, baik kewajiban tersebut berdasarkan perjanjian internasional maupun berdasarkan pada kebiasaan internasional.34

Didalam hukum internasional telah diatur bahwa kedaulatan tersebut berkaitan dengan kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan itu sendiri, karena

33 Mohamad, Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional¸ Liberty, Yogyakarta, 1990, Hal.47

34 Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM: Indonesia, Timor Leste dan Lainnya, Grasindo Gramedia Widiasarana, Indonesia, Hal.28

apabila suatu negara menyalahgunakan kedaulatannya, maka negara tersebut dapat dimintai suatu pertanggungjawaban atas tindakan dan kelalaiannya.35

Hingga saat ini belum terdapat ketentuan hukum internasional yang mapan tentang tanggung jawab negara. Umumnya yang dapat dikemukakan oleh para ahli hukum internasional dalam menganalisa tanggung jawab negara hanya baru pada tahap mengemukakan syarat-syarat atau karakteristik dari pertanggungjawaban suatu negara. Meskipun demikian para ahli hukum internasional telah banyak mengakui bahwa tanggung jawab negara ini merupakan suatu prinsip yang fundamental dari hukum internasional.36

Ada beberapa penyebab yang menjadi sebab bertanggungjawabnya sebuah negara terhadap kerugian yang terjadi, menurut Oppenheim penyebab timbulnyapertanggungjawaban negara dibagi menjadi dua, yaitu:37

1. Original Responsibility

Tanggung jawab suatu negara akibat dari tindakan – tindakan pemerintah atau badan – badan di bawahnya atau orang – perorangan yang bertindak atas perintah atau dengan wewenang pemerintahnya (direct responsibility).

Negara juga harus bertanggungjawab atas tindakan yang tidak dilakukannya secara langsung oleh mereka sendiri, yaitu tindakan merugikan yang dilakukan oleh agen mereka.

2. Vicarious Responsibility

Kewajiban sebuah negara untuk bertanggungjawab atas kerugian materiil dan non – materiil akibat tindakan melawan hukum internasional yang berdasarkan alasan tertentu, tindakan tersebut tidak dianggap sebagai tindakan yang dilakukan oleh negara. Tindakan – tindakan itu dilakukan oleh perwakilan yang melampaui batas kewenangannya, atau oleh warga

35 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, CV Rajawali, Jakarta, 1991, Hal.174

36Ibid

37 Agato Kevindito Josesa*, Peni Susetyorini, Kholis Roisah, Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Pejabat Diplomatik Menurut Konvensi Wina 1961(Studi Kasus Penyerangan Dubes AS di Korea Selatan), Diponegoro Law Journal Vol.5 No.3, 2016, Hal.9.

negaranya, bahkan juga oleh warga negara asing yang tinggal di wilayahnya.

Pada dasarnya, pertanggungjawaban negara itu timbul ketika ada suatu kewajiban negara yang dilanggar kemudian ada sejumlah teori yang menjadi dasar maupun alasan negara untuk mempertanggungjawabkan sesuatu. Ada dua prinsip pertanggungjawaban negara yang menentukan tanggung jawab suatu negara, sebuah negara dapat dipersalahkan atau tidak, yaitu:38

1. Prinsip Pertanggungjawaban Objektif (Teori Risiko)

Prinsip pertanggungjawaban objektif menyatakan bahwa pertanggung jawaban hukum negara bersifat mutlak. Ketika suatu negara atas tindakannya menimbulkan kerugian terhadap negara lain, maka akan timbul pertanggungjawaban kepadanya, tanpa mengindahkan itikad baik atau buruk. Prinsip ini hanya melihat adanya kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan suatu negara tanpa melihat adanya unsur kesengajaan ataupun kelalaian.

2. Prinsip pertanggungjawaban Subjektif (Teori Kesalahan)

Berbeda dengan teori risiko, prinsip pertanggungjawaban subjektif menyatakan bahwa harus ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatannya serta perlu melakukan pembuktian adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.

Setiap tindakan kesalahan atau kelalaian yang merugikan negara lain maka harus dipertanggungjawabkan, namun ada beberapa pengecualian mengenai tanggung jawab negara yaitu:39

1. Adanya persetujuan dari negara yang dirugikan (Consent)

Tindakan tersebut dilakukan dengan persetujuan negara yang dirugikan.

Misalkan pengiriman tentara ke negara lain atas permintaannya.

Persetujuan ini diberikan sebelum atau pada saat pelanggaran terjadi.

Persetujuan yang diberikan setelah terjadinya pelanggaran sama artinya dengan pelanggaran hak untuk mengklaim ganti rugi. Namun dalam hal

38Ibid

39 Huala Adolf, Op.Cit, Hal. 225–227

ini, persetujuan yang diberikan kemudian itu tidak dapat menghilangkan unsur pelanggaran hukum internasional.

2. Tindakan mempertahankan diri (Self Defence)

Negara dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas suatu perbuatan apabila tindakan tersebut dilakukan untuk membela diri. Yang menjadi tolok ukur pembelaan diri adalah tindakan tersebut harus sesuai dengan piagam PBB. Jika tidak, tindakan tersebut tidak menghapus tanggung jawab negara.

3. Keadaan memaksa (Force Majeure)

Kesalahan negara dapat dihindari apabila tindakan itu disebabkan karena adanya kekuatan yang tidak dapat dihindari atau adanya kejadian yang tidak diduga di luar kontrol suatu negara yang bersangkutan. Hal ini menempatkan suatu negara yang bersangkutan tersebut tidak memungkinkan untuk memenuhi tanggung jawab internasional.

4. Keadaan yang berbahaya (Distress)

Pengecualian lain yang diperkenankan adalah apabila tindakan suatu negara tersebut karena tidak terdapat jalan lain dengan alasan yang berbahaya guna menyelamatkan jiwanya atau keselamatan jiwa lain yang berada dalam pengawasannya.

5. Keadaan yang sangat diperlukan (Necessity)

Suatu negara dapat melaukan suatu tindakan yang merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kepentingan yang esensil terhadap bahaya yang sangat besar.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan prinsip fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin para ahli hukum internasional. Menurut Oppenheim penyebab timbulnya pertanggungjawaban negara dibagi menjadi dua, yaitu original responsibiltydan vicarious responsibility.40 Dua prinsip pertanggungjawaban negara yang menentukan tanggung jawab suatu negara dapat dipersalahkan atau tidak, yaitu Prinsip Pertanggungjawaban Objektif (Teori Risiko) dan Prinsip pertanggungjawaban

40Agato Kevindito Josesa*, Peni Susetyorini, Kholis Roisah, Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Pejabat Diplomatik Menurut Konvensi Wina 1961(Studi Kasus Penyerangan Dubes AS di Korea Selatan), Diponegoro Law Journal Vol.5 No.3, 2016, Hal.9.

Subjektif (Teori Kesalahan).41Untuk skripsi ini, pertanggungjawaban negara adalah suatu hal yang timbul akibat adanya suatu insiden di wilayah negaranya. Setiap negara penerima perwakilan diplomatik bertanggungjawab atas perlindungan perwakilan diplomatik yang ada di negaranya.

C. Perlindungan Kedutaan Besar di Negara Penerima

Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi gedung perwakilan diplomatik terhadap serangan atau perusakan, dan mencegah setiap gangguan ketertiban perwakilan diplomatik, perabotannya, barang-barang kantor, dan alat-alat transporatasinya kebal dari setiap bentuk pemeriksaan untuk tujuan-tujuan keamanan umum.

Negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah adanya gangguan atau kerusuhan termasuk gangguan terhadap ketenangan perwakilan atau yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di suatu negara.42

Perlindungan terhadap suatu wilayah kedutaan disuatu Negara adalah salah satu bagian dari kekebalan dan keistimewaan hukum diplomatik, dari kekebalan dan keistimewaan diplomatik ini tidak hanya mengatur tentang perlindungan terhadap wilayah saja tetapi mencakup kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik dan kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatik. Pemberian kekebalan dan keistimewaan ini untuk memperlancar atau memudahkan pelaksanaan

41Ibid

42 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik dan Konsuler, PT.Tatanusa, Jakarta, 2013, Hal. 157

kegiatankegiatan para pejabat diplomatik dan bukan atas pertimbangan-pertimbangan lain.43

Kedutaan berfungsi sebagai kedudukan resmi yang bertugas menjalankan misi-misi perwakilan dari negara pengirim ke negara penerima. Perlindungan terhadap gedung kedutaan menjadi suatu masalah yang sangat sering dibicarakan.

Gedung kedutaan sendiri memiliki kekebalan yang telah diakui oleh negara-negara yang melakukan hubungan diplomatik. Kekebalan terhadap kedutaan sendiri meliputi gedung perwakilan, lingkungan dalam perwakilan maupun lingkungan luar perwakilan, selain itu kantor/perwakilan kedutaan di luar negeri tidak boleh dimasuki oleh pejabat-pejabat dari negara penerima secara sembarangan tanpa persetujuan dari perwakilan kedutaan. Sehingga negara penerima wajib menjaga ketentraman dari setiap pejabat-pejabat diplomatik yang berada di wilayah kedutaan tersebut.44

Kedutaan merupakan suatu wilayah ekstrateritorial negara lain yang berdiri dan tidak tunduk pada hukum yang berlaku di negara tersebut tetapi tunduk pada hukum negara dari kedutaan itu sendiri, perlindungan ini bertitik tolak pada prinsip bahwa wisma-wisma perwakilan/gedung-gedung kedutaan tidak boleh diganggu gugat dan oleh karena itu negara penerima memiliki kewajiban untuk melindunginya.45

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah adanya gangguan atau

43 Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung, 2005, Hal 548

44 Adhitya Apris Setyawan, 2013, Perlindungan Terhadap Wilayah Kedutaan Negara Asing Sebagai Implementasi Hak Kekebalan Dan Keistimewaan Diplomatik, Hal,74.

45 Ibid, Hal.74

kerusuhan termasuk gangguan terhadap ketenangan perwakilan atau yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di suatu negara.46 Perlindungan terhadap Kedutaan Besar baik perwakilannya maupun gedungnya adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh negara penerima agar perwakilan yang sedang menjalankan misi diplomatiknya di negara penerima dapat menjalankan misinya dengan lancar.

46 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik dan Konsuler, PT.Tatanusa, Jakarta, 2013, Hal. 157

PENGEBOMAN KEDUTAAN BESAR AUSTRALIA DI JAKARTA TAHUN 2004

A. Kronologis Pengeboman Kedutaan Besar Australia di Jakarta Tahun 2004 Kamis, 9 September 2004 sekitar pukul 10.15 WIB, bom berkekuatan besar mengguncang kawasan Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Ledakan besar terjadi di depan pintu masuk Gedung Kedutaan Besar Australia Kavling C15-16.64Akibat peristiwa ini, sebanyak 12 orang dinyatakan tewas dan 214 orang lainnya luka-luka.65Di antara korban yang meninggal adalah satpam-satpam Kedubes, pemohon visa, staf Kedubes serta warga yang berada di sekitar tempat kejadian saat bom tersebut meledak. Tidak ada warga Australia yang meninggal dalam kejadian ini.66

Dalam hitungan detik, kaca-kaca jendela gedung di Kedubes Australia hancur berantakan. Hiruk-pikuk keramaian di kawasan Segitiga Emas Kuningan, berubah menjadi kekacauan dan kepanikan. Warga menjadi panik dan histeris melihat jasad manusia berserakan di sekitar lokasi kejadian. Tim Investigasi bom di Kedutaan Besar Australia menyebut mobil boks pembawa bom itu terekam kamera CCTV. Saat melaju dari perempatan Kuningan menuju arah Menteng dan berputar di depan Plaza

64 https://www.liputan6.com/news/read/4057292/15-tahun-lalu-bom-mobil-meledak-depan-kedubes-australia-di-jakarta diakses pada 26 Oktober 2020 pukul 23.40 WIB

65 https://www.liputan6.com/news/read/4057292/15-tahun-lalu-bom-mobil-meledak-depan-kedubes-australia-di-jakarta diakses pada 26 Oktober 2020 pukul 23.40 WIB

66 https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Kedutaan_Besar_Australia_2004 diakses pada 8 Januari 2021 pukul 15.20 WIB

Kuningan, pada pukul 10.30 WIB lebih 56 detik atau sekitar 29 detik sebelum bom meledak.66

Ledakan tersebut berasal dari bom mobil di jalur lambat didepan gedung Kedubes Australia. Bahkan, mobil yang meledak berada disekitar tiga meter di depan truk polisi yang sedang melakukan pengamanan di gedung kedubes. Sementara, di pusat ledakan yaitu didepan gedung Kedubes Australia, terdapat lubang berdiameter sekitar dua meter dengan kedalaman tak sampai satu meter. Ledakan bom pun merusak pagar besi di depan gedung Kedubes Australia serta tenda petugas keamanan dan polisi yang berjaga. Ledakan bom tersebut juga merusak beberapa gedung yang berada di sekitar lokasi yang berjarak sekitar 300 meter dari tempat kejadian.

Beberapa gedung yang turut terkena serpihan bom antara lain Plaza 89, Kantor Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Menara Gracia, Graha Binakarsa, Sentra Mulia, dan kantor eks Bank Uppindo.67

Sebelumnya, pada Juni 2004, polisi sempat meningkatkan asistensi dan pelatihan keamanan di lingkungan lima kantor kedutaan besar asing di Jakarta.

Pelatihan ini dilakukan mengingat adanya informasi intelijen mengenai rencana kelompok yang dikabarkan akan membunuh duta besar asing dari negara Barat.

Harian Kompas,16 Juni 2004, menyebutkan, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri saat itu, Inspektur Jenderal Dadang Garnida, mengatakan, ada lima kedubes yang ditingkatkan pengamanannya. Kelima kedubes itu antara lain Inggris, Amerika Serikat, Australia, Spanyol, dan Belanda.Bahkan, Menteri Luar Negeri Australia saat

66 https://www.liputan6.com/news/read/4057292/15-tahun-lalu-bom-mobil-meledak-depan-kedubes-australia-di-jakarta diakses pada 26 Oktober 2020 pukul 23.52 WIB

67Op Cit

itu, Alexander Downer mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah meningkatkan pengamanan di kantor kedubesnya di Jakarta selama beberapa tahun terakhir. Downer menuturkan, sepekan sebelum ledakan bom, pihak Australia telah menerima ancaman teror bom di beberapa hotel di Indonesia. Kemudian, setelah adanya ancaman tersebut, pihaknya langsung mengeluarkan travel warning kepada warganya yang berkunjung ke Indonesia. Tak hanya Australia, peringatan bepergian ke Indonesia juga dikeluarkan oleh beberapa negara lain, antara lain, Inggris, Jepang, Yunani, Selandia Baru, dan beberapa negara lain.68

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan yaitu pengeboman yang terjadi di Kedubes Australia di Jakarta pada tanggal 9 September 2004 menimbulkan banyak kerugian dari pihak Kedubes maupun dari pihak aparat keamanan. Jumlah korban yaitu 12 orang dinyatakan tewas dan 214 orang lainnya luka-luka. Dari pihak

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan yaitu pengeboman yang terjadi di Kedubes Australia di Jakarta pada tanggal 9 September 2004 menimbulkan banyak kerugian dari pihak Kedubes maupun dari pihak aparat keamanan. Jumlah korban yaitu 12 orang dinyatakan tewas dan 214 orang lainnya luka-luka. Dari pihak

Dokumen terkait