• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Indikasi Geografis dalam Perspektif Nasional dan Internasional

Negara anggota Uni Eropa yang telah lama mengembangkan produk indikasi geografis seperti misalnya Perancis, Portugal, dan Spanyol. Disamping perlindungan di tingkat nasional, Uni Eropa juga merasa perlu untuk memberikan perlindungan yang efektif terhadap indikasi geografis di tingkat regional. Pendaftaran perlindungan

ditingkat Uni Eropa akan memberikan dampak perlindungan yang lebih luas, yaltu di seluruh negara-negara anggotanya. Perlindungan ini dianggap penting karena nama tempat dapat menjadi sangat terkenal di luar tempat tersebut, dan juga memungkinkan terjadinya persaingan dengan produk-produk tiruan dengan menggunakan nama yang sama.

Filosofi dasar pemberian perlindungan oleh Uni Eropa adalah karena indikasi geografis dapat digunakan sebagai sarana pembeda yang bermanfaat bagi produsen (mudah melakukan akses pasar, investasi yang ditanamkan akan memperoleh pengembalian yang lebih terjamin karena harga jualnya lebih mahal) dan konsumen (membantu dalam mengidentifikasi suatu barang yang akan dibell dan memperbanyak pilihan)

Pendaftaran indikasi geografis di Uni Eropa mengandung elemen-elemen “TRIPS plus” sebagai sarana perlindungan di dalam wilayah teritorialnya, karena : 1. Memberikan perlindungan positif

2. Penegakan hukum dapat dilakukan oleh pemegang hak dan/atau kewenangan administratif

Pendaftaran perlindungan indikasi geografis di Uni Eropa berbeda dengan prosedur pendaftaran merek dagang dengan persyaratan dasar:

1. Identifikasi asal produk dengan. menggunakan nama geografis atau nama non-geografis, dan

2. Ada hubungan antara reputasi, mutu, dan sifat-sifat lain suatu produk dengan teritorial di mana suatu produk dihasilkan.

Lembaga pendaftar tergantung pada tipe produk yang akan didaftarkan. Untuk tingkat Uni Eropa adalah di Direktorat-direktorat Jendral Komisi Eropa (Pertanian, Perdagangan, Pasar Internal, Urusan Hukum, Perusahaan, Perikanan). Sedangkan di negara anggota Uni Eropa pendaftaran dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti Kantor HKI, Kantor khusus Indikasi Geografis, Departemen Pertanian, dll.).

Sampai saat ini terdapat tiga prosedur yang berbeda untuk pendaftaran indikasi geografis di Uni Eropa, yaitu:

1. Produk-produk pertanian dan pangan menggunakan EC Regulation 2081/92 2. Anggur dan minuman beralkohol dengan EC Regulation 1493/99 dan 1576/89. 3. Produk kerajinan dan industri menggunakan Undang-undang di masing- masing

negara anggota

EC Regulation 2081/92 telah operasional mulal tahun 1994. Sampai dengan bulan Juli 2003 telah menerima 1800 pengusul, dan yang telah resmi terdaftar mendapatkan perlindungan indikasi geografis sebanyak 622 produk. Tiap tahun sekitar 25 produk baru (paling banyak pertanian dan pangan) terdaftar dan mendapat perlindungan.

Dilihat dari sejarah perlindungan terhadap Indikasi Geografis awal, maka perlindungan pertama atas indikasi geografis adalah terhadap keju Roquefort pada abag ke-14 di Perancis75, dimana oleh Raja Perancis pada saat itu keju ini diberikan penghargaan berupa piagam yang menjadi suatu momentum penting atas

75

perlindungan apelasi asal, dan pada Tahun 1863 keju ini menerima perlindungan dalam bentuk sertifikat merek sederhana76.

Permasalahan indikasi geografis yang dihadapi oleh Indonesia tidak hanya timbul baru-baru ini saja. Permasalahan indikasi geografis Indonesia setidaknya telah timbul sejak sebelum Indonesia merdeka. Awal dari timbulnya permasalahan indikasi geografis adalah permasalahan dalam perdagangan kopi khususnya kopi Toraja. Timbulnya permasalahan ini diakibatkan dari kopi Toraja yang merupakan hasil bumi Indonesia ternyata mendapat larangan impor dari negara Jepang dan Amerika Serikat, dikarenakan merek Kopi Toraja telah didaftar oleh Perusahaan di Jepang dan Amerika Serikat, hal tersebut tentu Indonesia sebagai penghasil kopi tersebut mengalami kerugian yang menyebabkan penghasil kopi Toraja di Indonesia tidak dapat mengekspor ke Jepang dan Amerika secara sendiri. Dikarenakan apabila Kopi Toraja tersebut masuk secara langsung maka oleh Pemerintah Jepang dan Amerika akan dianggap sebagai suatu pelanggaran merek.

Walau telah meratifikasi dan mengatur dalam peraturan perundang-undangan namun setidaknya baru-baru ini masih tetap terjadi permasalahan terhadap komoditas Indonesia khususnya kopi, yang terakhir kali adalah permasalahan Kopi Gayo, yang mana saat masuk ke Belanda oleh Pengusaha Belanda penamaan Kopi Gayo dianggap sebagai suatu pelanggaran merek milik Pengusaha Belanda dan untuk itu Eksportir Indonesia diminta untuk mengganti nama kopi tersebut dengan kopi mandailing. Hal seperti ini tentu dapat menimbulkan kerugian bagi

76

Permasalahan seperti ini sebenarnya bisa tidak terjadi apabila Pemerintah Indonesia dari awal sebenarnya peka terhadap permasalahan yang timbul dan dampak yang ditimbulkan bagi Indonesia sendiri. Namun dalam realita perlindungan terhadap Indikasi Geografis di Indonesia secara global mengalami keterlambatan untuk diberikan perlindungan. Pertama kali timbulnya perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia adalah dengan diratifikasinya Persetujuan WTO-TRIPs dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, lalu munculnya Undang-Undang-Undang-Undang 14 Tahun 1997 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur lebih rinci tentang adanya Indikasi Geografis yang masuk dalam perlindungan rezim Merek.

Walau bertahun-tahun telah ada ketentuan tentang perlindungan indikasi geografis pada aturan perundang-undangan merek di Indonesia namun bukanlah hal tersebut berarti menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat dari indikasi geografis, sebab dalam peraturan Undang Nomor 14 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek diatur bahwa permasalahan teknis tentang perlindungan indikasi geografis harus diatur dalam Peraturan Pelaksana77.

Dalam kenyataannya walau telah dirubah dari awal tentang perlindungan indikasi geografis pada kenyataannya perlindungan terhadap indikasi geografis yang seharusnya dijadikan prioritas oleh negara guna melindungi hak atas komoditas milik bangsa ternyata tidak juga dapat diselesaikan, baru pada tahun 2007 setelah 10

77

(sepuluh) tahun Peraturan Pelaksana tentang Indikasi geografis di Indonesia baru dapat diundangkan oleh Pemerintah.

Bila dihubungkan dengan teori hukum alam milik Thomas Aquinas dan teori moral dan keadilan yang oleh Jeremy Bentham menyatakan bahwa Negara harus membuat undang-undang yang memiliki kepentingan untuk menguntungkan masyarakat banyak maka seharusnya negara dalam hal ini Republik Indonesia seharusnya dari awal sudah memiliki arah untuk memberikan perlindungan atas kepentingan masyarakat yang mendambakan adanya perlindungan atas komoditas asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan disukai oleh banyak kalangan, namun dalam hal ini pemerintah seakan-akan terlambat untuk merespon keinginan dan keadaan masyarakat yang mengalami kerugian atas tidak dilindunginya indikasi geografis secara hukum.

Keinginan masyarakat baru dapat tercapai pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, namun hal ini adalah waktu yang cukup lama memakan waktu hampir 10 (sepuluh) tahun sejak pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur setidaknya tentang tata cara pendaftaran indikasi geografis, oleh beberapa kalangan munculnya Peraturan Pemerintah ini di sambut dengan cukup baik dan dipandang sebagai suatu kemajuan dalam perlindungan hukum dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual78.

78 Hasil Wawancara dengan Saky Septiono, Kepala Seksi Permohonan Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis tersebut maka masyarakat telah dapat mendaftarkan komoditas yang menjadi indikasi geografis daerahnya. Peraturan Pemerintah tersebut secara perlindungan adalah

mutatis mutandis dengan Undang-Undang Merek, maka mengenai penegakkan

hukum dan perlindungan adalah tidak berbeda dengan perlindungan hukum terhadap suatu merek.

Untuk perlindungan atas indikasi geografis adalah berdasarkan permohonan pendaftaran yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan masa perlindungannya adalah berlangsung selama karakteristik dan kualitas atas benda tersebut masih melekat dan tetap sama dengan pada awal permohonan sebagaimana ditentukan sesuai dengan buku persyaratan yang didaftarkan awal.

Secara internasional di dalam perjanjian TRIPs diatur dalam bagian 3 dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24 indikasi geografis adalah indikasi yang menandakan suatu barang berasal dari wilayah teritorial suatu negara anggota, atau dari sebuah daerah atau daerah lokal didalam wilayah teritorial itu yang membuat kualitas, reputasi atau karakter-karakter khusus lain dari barang tersebut dapat dikaitkan secara esensial kepada asal geografis barang itu.79 Perlindungan indikasi geografis dalam Perjanjian TRIPs dibagi menjadi 2 (dua) tingkat yaitu:

1. Perlindungan tingkat pertama didasarkan kepada Pasal 22 ayat (2) butir (a) dan (b) Perjanjian TRIPs yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mencegah

79 Dalam teks asli: “Indication which indetify a good as originating in the territory of a Member, or a region or locality in that territory, where a given quality, reputation or other characteristics of the goods is essentially attributable to its geographical origin.”

penggunaan indikasi geografis yang salah dan berpotensi menyesatkan masyarakat. Dalam kaitan ini Perjanjian TRIPs juga mengatur penghindaran persaingan tidak sehat;

2. Perlindungan tingkat kedua mendasarkan diri kepada Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan (4) Perjanjian TRIPs yang bertajuk Perlindungan Tambahan bagi Indikasi Georafis. Perlindungan ini hanya dikhususkan bagi minuman anggur dan minuman keras. Perlindungan tingkat kedua ini sangat kuat, karena melarang pemakaian indikasi terkait pada barang-barang selain produk yang dihasilkan oleh pemegang hak, sekalipun pemakaian itu dilakukan secara jujur sambil menyebutkan tempat asal muasal dari produk tersebut, dengan menyisipkan kata seperti “jenis”,”tipe”, atau “bentuk”, “gaya”, “tiruan dari”, dan lain-lain.

Dalam perlindungan perjanjian TRIPs sebagaimana yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya dapat dilihat adanya diskriminasi perlindungan atas indikasi geografis hanya untuk kepentingan beberapa negara maju.

Hak yang diberikan oleh Uni Eropa adalah :

1. Hak eksklusif dan dan perlindungan penuh di seluruh Uni Eropa melalui satu pelabuhan masuk (hanya digunakan oleh produsen-produsen dari daerah tertentu dan sesuai dengan tatacara memproduksi barang seperti yang tercantum dalam spesifikasi yang telah diberikan) dan

2. Menggunakan logo Uni Eropa

Sebagai contoh produk indikasi geografis dari salah satu negara anggota Uni Eropa di bawah ini disampaikan produksi Champagne dari Perancis sebagaimana

yang d1laporkan oleh Ozaman (2003). Champagne merupakan sparkling wine yang memiliki reputasi tinggi karena mutu dan rasanya.

Secara teknis Champagne dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kawasan kecil di baglan timur laut Perancis

2. Kawasan perkebunan anggur terbatas seluas 31.000 ha, yang batas-batasnya ditentukan oleh pemerintah

3. Seluruh perkebunan anggur menggunakan tiga varietas khusus (Pinot noir, Pinot meunler, dan Chardonnay).

Produksi Champagne dilindungi oleh undang-undang, dan kenyataannya pengaturan dari pemerintah dipandang perlu sebagai sarana memakmurkan dan mengembangkan wilayah ini secara keseluruhan dan terpadu, sehingga produknya sesuai dengan permintaan konsumen. Produksi Champagne memiliki arti ekonomi yang cukup nyata karena:

1. Melibatkan 15.000 pekebun anggur dan 200 rumah produksi (perajin).

2. Total penjualan mencapai sekitar 280 juta botol per tahun, penjualan dilakukan di lebih dari 150 pasar yang berbeda, dengan total nilai penjualannya mencapai 1,5 milyar Euro.

Dalam hal penyelesaian sengketa indikasi geografis maka berdasarkan penyelesaian sengketa secara maka untuk memperjuangkan perlindungan indikasi gegrafis maka perlu adanya suatu pendaftaran atas suatu indikasi geografis, dengan didaftarkannya indikasi geografis maka berdasarkan mekanisme penyelesaian sengketa di dalam aturan perundang-undangan merek maka atas suatu merek terdaftar

yang menggunakan indikasi geografis suatu negara maka dapat diajukan gugatan pembatalan.

Dalam perjalanannya setelah setahun diundangkan Peraturan Pelaksana tentang Indikasi Geografis namun pada kenyataannya permohonan indikasi geografis yang diajukan oleh masyarakat khususnya di Indonesia masih belum banyak dan bahkan cenderung sangat berkurang minat untuk masyarakat mendaftarkan indikasi geografis miliknya. Secara realita yang ada ternyata banyak masyarakat yang masih kurang paham apa yang dimaksud dengan indikasi geografis, walau telah ada hampir 11 (sebelas) tahun namun indikasi geografis masih menjadi suatu hal yang awam bagi masyarakat. Perlindungan ini seakan-akan tidak populis, dalam hal ini apabila ditilik dari perkembangan hukum berdasarkan teori hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman tentang sistem hukum (legal system) bahwa hukum terdiri atas 3 (tiga) elemen yaitu elemen struktur (structure), substantif (substance) dan budaya hukum (legal culture)80. Dalam hal ini dapat di implementasikan bahwa dalam memberikan

perlindungan agar dapat mencapai suatu keefektifan maka harus memperhatikan ke tiga elemen tersebut, dalam melihat pemberian perlindungan indikasi geografis di Indonesia maka dapat dilihat Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Merek sebagai suatu elemen substantif yang dalam perjalanannya harus tetap didukung dengan elemen struktur yaitu pihak-pihak yang terkait dalam membuat dan melaksanakan aturan-aturan yang ada, dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

80

Intelektual Republik Indonesia yang memiliki peran penting untuk dapat melakukan sosialisasi dan pelaksanaan dari aturan perundang-undangan yang ada.

Dalam hal kurangnya minat dan masih banyaknya pihak-pihak yang masih tidak mengerti dengan perlindungan indikasi geografis maka menunjukkan bahwa dalam hal melakukan dan melaksanakan undang-undang tentu pihak-pihak tersebut masih kurang khususnya dalam hal sosialisasi dan pendidikan tentang hak kekayaan intelektual terhadap masyarakat. Adapun keadaan ini tidak menghilangkan hal budaya masyarakat, secara global dapat dipahami bahwa perlindungan hak kekayaan intelektual sebenarnya secara sifat kondisi sosial masyarakat di Indonesia khususnya dalam kondisi masyarakat di negara berkembang masyarakat Indonesia memiliki sifat komunal yang memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, sementara konsep dari Hak Kekayaan Intelektual sendiri adalah individualisme.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan sudah sewajarnya pasca diundangkannya peraturan pemerintah tentang indikasi geografis tersebut oleh Direktorat Jenderal untuk dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mengerti dan tahu apa yang dimaksud dengan perlindungan indikasi geografis, serta mengenai keuntungan dan kerugian yang didapat atas perlindungan tersebut. Secara cultural dengan kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk dan memiliki pola hidup gotong royong maka sudah tentu suatu produk aturan perundang-undangan yang sifatnya adalah individualis akan dapat berjalan dengan efektif.

Perancis merupakan negara yang terkenal akan penghasil minuman anggur karena memiliki perkebunan anggur terbesar yang sudah sangat terkenal di mancanegara yang pada saat itu belum ada peraturan atau ketentuan dalam memberikan perlindungan atas produk yang berkaitan dengan nama geografis. Kemudian muncul anggur-anggur palsu dari luar Perancis yang menggantikan cognac dan champagne. Padahal champagne adalah produk unggulan Perancis yang dihasilkan dari wilayah Champagne di daerah tenggara Paris dengan sistem produksi yang terpadu dan terkontrol berdasarkan pengalaman bertahun-tahun dimulai dari pemetikan, proses fermentasi, sedimentasi sampai dimasukkan ke dalam botol anggur, produk minuman anggur champagne telah mencapai kualitas yang sangat tinggi dan diakui di mancanegara. Atas dasar pemilikan reputasi itu maka Perancis berupaya melindungi produk geografisnya dari tindakan peniruan baik yang berlangsung di dalam negeri maupun secara internasional. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut pada tahun 1919 diundangkanlah ketentuan yang mengatur perlindungan bagi produk yang menggunakan nama geografis disebut dengan perlindungan apelasi asal (appellation of origin)81.

Undang-Undang yang memberikan perlindungan apelasi asal tersebut merupakan perwujudan perlindungan produk indikasi geografis dari pemalsuan. Sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, penamaan tempat asal meliputi nama negara, wilayah atau daerah yang menghasilkan produk yang memiliki ciri pada

81 World Intellectual Property Organization (WIPO), Intellectual Property Reading Material, Geneva, March, 1998, hal. 117.

kualitas dan karakterisitk yang dipengaruhi oleh faktor alam/lingkungan dan manusia. Tujuannya adalah untuk memberi hak bagi produsen yang telah menggunakan sumber daya dan nama daerah tertentu dan telah terdaftar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Hal ini merupakan dasar dari perlindungan tingkat pertama TRIPs. Perlindungan tempat asal ini awalnya hanya berlaku untuk minuman anggur. Namun dalam perkembangannya menjangkau pula pada produk-produk pertanian dan makanan sehari-hari seperti keju dan mentega yang dijadikan dasar dari perlindungan tingkat kedua dalam Pasal 23 TRIPs tentang perlindungan tambahan (additional

protection) bagi minuman anggur dan minuman keras82.

Secara Spesifik, hukum Perancis memberikan dasar suatu kondisi agar diberikannya perlindungan apelasi asal yaitu berupa adanya hubungan yang jelas antara asal geografis dan karakter produk, nama produk diakui oleh keputusan pengadilan atau peraturan-peraturan administratif, nama produk telah terdaftar pada badan pemerintah Lembaga Nasional Apelasi Asal (Institute Nationale des

Appelations d’Origine-INAO)83.

INAO adalah organisasi administrasi yang dikendalikan masyarakat yang bekerjasama dengan organisasi-organisasi professional di bidang minuman anggur, makanan harian dan produk makanan yang bertugas menentukan apakah suatu produk merupakan produk geografis atau bukan, kemudian mendaftarkan dan memberikan perlindungan serta memantau perkembangan pelaksanaan penggunaan

82 Matthijs Geuze, Loc.cit.

83 Agung Damarsasongko, Tinjauan Pelaksaan Indikasi Geografis di Indonesia dan Beberapa Negara, Media HKI, Peran HKI dalam Pendidikan, Vol.VI/No.1/Desember, 2004.

produk geografis. Selanjutnya sejak tahun 1999, INAO mempunyai tanggung jawab dalam memberikan label daerah dan perlindungan terhadap penamaan tempat asal dan indikasi geografis. INAO juga mengawasi kegiatan produksi serta membantu dan memberikan nasehat kepada para professional dengan tujuan untuk membantu mempertahankan penamaan tempat asal dan indikasi geografis Perancis maupun di luar negeri.

Perlindungan atas penamaan tempat asal dan indikasi geografis bersifat berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan perlindungan merek dagang. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Merek meskipun ditegaskan adanya larangan mempergunakan merek yang mempunyai unsur-unsur penamaan tempat asal atau indikasi geografis selain pihak yang berhak atas nama tersebut.

1. Perlindungan Indikasi Geografis di Beberapa Negara Asia

Negara yang aktif menggunakan dan melindungi indikasi geografis adalah India dan Cina. Produk-produk yang potensial mendapatkan perlindungan indikasi geografis di India India diperkirakan sekitar sepertiga dari produk yang ada selama ini, yang totalnya diperkirakan sebanyak 36.000 produk. India mengembangkan sistem informasi produk ini dengan mendirikan products digital

library. Di bawah ini adalah beberapa contoh produk yang potensial untuk

mendapatkan perlindungan indikasi geografis di India84:

a. Produk pertanian: Nehlor, Dehradun (beras), Punjab wheat (tepung terigu), Alphonso, Daseri dan Ratnagiri (Mangga), Bihar (leci), Nagphur (Jeruk),

84 http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/2/Indikasi

Bengalore Brinjal dan Calicut Ginger (sayuran), Anand milk (susu), Malabar pepper (rempah), Assam (teh), dll

b. Produk tambang: New Castle (batubara), Kolker (emas).

c. Produk kerajinan: Paithani and Banaras sarees (sari), Kholappur slipper (sandal).

d. Wine: Fent liquor dari Goa.

e. Makanan hasil olahan: Appam Kerala (kue), Punjabi Samosa, dan Mysore rasam.

Selain India negara Asia lain yang aktif dalam pengembangan indikasi geografis adalah Cina atau RRC. Pada akhir tahun 2002 di RRC telah terdapat 43 produk yang mendapat perlindungan indikasi geografis, dan dalam waktu dekat akan segera menyusul 80 produk lain (yang sebagian besar produk-produk yang berasal darl tanaman obat). Beberapa contoh produk IG dari RRC adalah Long Jin tea, Shaoxing yellow ricespirit, Xuanwei ham, Xuancheng art paper, Yantal

apple, dan Changbaishan ginseng.

Secara keseluruhan Indonesia mengalami beberapa ketertinggalan dibandingkan beberapa negara asean dalam perlindungan indikasi geografis antara lain seperti negara Thailand yang telah melindungi lebih dahulu indikasi gografis miliknya seperti komoditas khas Beras Surin Hom Mali Pile dan asam manis Phetcasun Sweet Thamarin.

Bahkan Vietnam sebagai negara berkembang yang secara Internasional mengikuti Perdagangan dunia lebih belakangan tetapi memiliki visi yang lebih maju daripada Indonesia, dibuktikan dengan perlindungan atas beberapa

komoditas indikasi geografis oleh negara. Hal ini dibuktikan bahwa pada Tahun 2003 saja Vietnam sudah melindungi komoditasnya dengan indikasi geografis yang salah satunya adalah saus ikan khas Pulau Phu Quoc85.

Vietnam dalam melindungi obyek-obyek Hak Kekayaan Intelektual termasuk indikasi geografis melalui sebuah undang-undang dan beberapa tingkatan peraturan pelaksana. Secara khusus, suatu indikasi tentang nama asal suatu produk dapat dilindungi melalui apelasi asal terdaftar dan perlindungan indikasi georafis.86

2. Perlindungan Indikasi Geografis dalam Komunitas Eropa

Komunitas Eropa memulai perlindungan HKI melalui sistem Penunjuk Asal yang Dilindungi (Protected Designation of Origin/PDO), Indikasi Geografis yang Dilindungi (Protected Geographical Indications/PGI), dan Kekhususan Tradisional Terjamin (Traditional Speciality Guaranteed/TGI).

PDO melindungi istilah yang menerangkan jenis makanan tertentu yang dihasilkan, diproses dan dikemas dalam lingkungan geografis tertentu dengan menggunakan suatu cara khusus yang telah dikenal. Sedangkan PGI melindungi istilah yang mempresentasikan hubungan atau kaitan geografis yang tampak jelas pada minimal satu tahap produksi, pemrosesan atau pengemasan poduk yang membuat produk tersebut memiliki reputasi. TSG melindungi karakter tradisional

85 Pentingnya Perlindungan Indikasi Geografis atas Produk Lokal, op.cit.

86 Miranda Risang Ayu, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis, PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 125

yang terdapat dalam suatu komposisi produk, jadi tidak langsung berhubungan dengan pengaruh tempat asal barang.

Pada saat negara-negara anggota melakukan ratifikasi TRIPs-WTO terhadap perlindungan HKI yang didalamnya termasuk perlindungan indikasi geografis, Komunitas Eropa juga melakukan harmonisasi terhadap perlindungan indikasi geografis untuk menentukan kebijakan-kebijakan internalnya.

Salah satu peraturan Komunitas Eropa yang berkaitan dengan perlindungan Indikasi Geografis adalah Peraturan Nomor 2081 Tahun 1992 tanggal 14 Juli 1992. Peraturan ini mengatur perlindungan hukum bagi indikasi geografis dan penunjuk asal yang dilindungi (PGI dan PDO). Tujuannya adalah untuk menyediakan perangkat hukum yang kekuasaannya dapat meliputi semua negara

Dokumen terkait