• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Indikasi Geografis"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

A. Perlindungan Indikasi Geografis dalam Kerangka Perlindungan Merek di Indonesia

Indonesia merupakan negara megadiversity, negara dengan keragaman budaya dan sumberdaya baik sumberdaya alami maupun sumber daya manusia dari segi budaya. Banyak produk unggulan daerah yang telah dihasilkan Indonesia dan mendapatkan tempat di pasar internasional, sebagai contoh : kopi Mandailing, lada Muntok, batik Jawa, songket Palembang, sarung Samarinda dan masih banyak lagi yang lain. Bila ciri khas dipertahankan dan dijaga konsistensi mutu tingginya maka produk tersebut akan tetap mendapatkan pasaran yang baik, sebaliknya bila ciri khas dan mutu produk tersebut tidak konsisten maka nilainya akan merosot. Suatu produk yang bermutu khas tentu banyak ditiru orang sehingga perlu diupayakan perlindungan hukum yang memadai bagi produk-produk tersebut56.

Dikarenakan muara dari peraturan perundang-undangan mengenai indikasi geografis adalah mutadis mutandis dengan merek maka Merek sebagai salah satu bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual. Memang dalam Undang-Undang Merek tidaklah menyebut bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya intelektual, suatu hal yang perlu dipahami dalam penempatan hak merek dalam kerangka hak atas

(2)

kekayaan intelektual adalah bahwa kelahiran hak atas merek tersebut diawali dengan temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya57.

Dalam dunia perdagangan khususnya dalam lalu lintas perdagangan barang dan jasa, “merek” sebagai salah satu karya intelektual mempunyai peranan yang penting. Peran “merek” disamping sebagai suatu tanda yang dikenal oleh konsumen juga dapat menjadi jaminan bagi kualitas barang atau jasa terutama bagi konsumen yang sudah terbiasa memakai merek tertentu.

Dalam rangka mengikuti langkah-langkah penyesuaian tersebut maka dalam peraturan hukum merek juga mengalami beberapa perkembangan hukum. Khususnya dengan hubungan dalam masalah legislasi dan konvensi Internasional maka hukum merek Indonesia mengalami perubahan dengan digantinya Undang-Undang No.19 Tahun 1992 (pengganti Undang-Undang Merek No.21 Tahun 1961) tentang Merek dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1997. Pergantian Undang-Undang ini juga erat kaitannya dengan diratifikasinya Trade Mark Law Treaty (Keputusan Presiden No.16 Tahun 1997).

Undang-Undang No.14 Tahun 1997 juga tidak bertahan lama sebab pemerintah pada tahun 2001 menggantinya lagi dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek, adapun alasan mendasar pergantian undang-undang tersebut adalah dalam rangka persiapan menyambut era globalisasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perbedaan yang menonjol daripada Undang-Undang No.15 Tahun 2001 antara lain adalah58 :

57 H. OK Sadikin, Op.Cit., hal 330. 58

(3)

1. Menyangkut penyelesaian permohonan, dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 pemeriksaan substantif dilakukan setelah setelah permohonan dinyatakan memenuhi penyelesaian substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administrasi. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman adanya Permohonan. Dengan perubahan ini diharapkan agar lebih cepat pihak pemohon mengetahui apakah permohonan mereknya ditolak atau diterima dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar 2. Jangka waktu pengumuman yang dilaksanakan selama 3 bulan, jangka waktu ini

lebih singkat dibanding dengan jangka waktu pada undang-undang yang lama. Diharapkan dengan dipersingkatnya waktu permohonan maka secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

3. Berkenaan dengan hak prioritas, dalam UU No.15 Tahun 2001 diatur apabila pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kali menimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya hak prioritas, maka permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa menggunakan hak prioritas

4. Adanya pemberitahuan kepada pemohon mengenai penolakan terhadap permohonannya disertai dengan alasan-alasan.

(4)

faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

6. Penyelesaian sengketa merek, pengaturan mengenai penyelesaian sengketa merek dalam undang-undang merek yang terbaru ini adalah di badan peradilan khusus yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan penyelesaian sengketa terhadap merek diharapkan akan lebih cepat, disamping itu untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa dalam undang-undang ini juga dimuat ketentuan tentang arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Secara garis besar di seluruh dunia dikenal setidak-tidaknya ada dua sistem yang dalam pendaftaran merek yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif (atributif). Indonesia pada saat masih menggunakan Undang-Undang No.21 Tahun 1961 menganut sistem deklaratif setelah adanya pergantian dengan Undang-Undang No.19 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.14 Tahun 1997 jo Undang-Undang No.15 Tahun 2001, Indonesia menganut sistem konstitutif (atributif).

(5)

merek adalah pihak yang pertama mendaftarkan mereknya. Dalam sistem konstitutif hak atas merek tidak ada tanpa adanya suatu pendaftaran.

Penggunaan kedua sistem ini diantara para ahli hukum Indonesia masih terdapat pertentangan pendapat, disatu sisi ada ahli yang berpendapat Indonesia adalah sangat relevan apabila menggunakan sistem deklaratif sedang ada juga ahli yang berpendapat bahwa sistem konstitutif adalah sistem yang sangat relevan dan baik diterapkan dalam hukum merek di Indonesia dengan alasan-alasan antara lain berkaitan dengan kepastian hukum59. Memang apabila ditinjau dari kepastian hukum sistem konstitutif lebih jauh menjamin adanya kepastian hukum namun hal ini tentu harus diikuti dengan pengadaan infrastruktur dan sosialisasi yang baik sendiri berkaitan merek. Sebab dapat dibayangkan wilayah Indonesia yang sedemikian luas dan belum adanya sarana prasarana transportasi dan komunikasi yang memadai tentu menjadi hambatan dalam pihak-pihak yang melakukan pendaftaran.

Salah satu bagian daripada pendaftaran yang cukup harus diperhatikan adalah pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1160 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Hak prioritas disini adalah hak yang menguntungkan pendaftar merek

59 Dalam pandangan pro dan kontra terhadap sistem pendaftaran merek, Sudargo Gautama telah

menganjurkan agar sebaiknya beralih pada sistem konstitutif. Alasan utamanya adalah kepastian hukum, hal ini dikemukakan juga pada seminar hak merek yang diadakan di Jakarta bulan Desember 1976. Dan dalam Model law for developing countries on Marks Trade Names and acts unfair competition, ternyata dipilih sistem konstitutif sebagai sistem yang terbaik. H.OK.Sadikin, op.cit., hal 365.

60 Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6

(6)

terutama dalam hal pemeriksaannya yang mengikuti pendaftaran merek tersebut pertama kali di negara lain.

Tata cara permohonan pendaftaran merek di Indonesia diajukan dengan aplikasi yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan persyaratan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001. Untuk daerah-daerah lain dapat juga mengajukan kepada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia yang bertempat di ibukota Propinsi.

Dalam kerangka hukum internasional memang telah ada kesepakatan bersama mengenai perlindungan merek secara internasional yang dikenal dengan Madrid

Agreement (1891) yang kemudian direvisi di Stockholm tahun 1967. Inti daripada

Madrid Agreement ini adalah perjanjian merek dagang melalui pendaftaran merek

dagang internasional, yang berdasarkan pendaftaran di negara asal, namun perlindungan tersebut tidaklah seragam tetapi sama dengan yang akan diberikan diberikan oleh negara anggota kepada warga negaranya61.

Setelah Indonesia meratifikasi persetujuan WTO-TRIPs melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

Pengaturan mengenai perlindungan indikasi geografis di Indonesia pertama kali terdapat dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1997 tentang Merek kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang didalam salah

61

(7)

satu pasalnya yaitu Pasal 56 ayat (9) menyatakan bahwa prosedur pendaftaran indikasi geografis harus diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang hierarkhi peraturan perundang-undangan nasional, peraturan pemerintah berkedudukan di bawah undang-undang dan merupakan kewenangan penuh Presiden62.

Dalam UU Merek perlindungan indikasi geografis tercantum pada pasal 56 sampai dengan 60 UU yang bersangkutan. Dalam ketentuan pasal 56, indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan63.

Indikasi-geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :

1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:

a. pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;

b. produsen barang hasil pertanian;

c. pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau d. pedagang yang menjual barang tersebut;

62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

63 DITJEN KPI Jakarta, http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/2, diakses pada

(8)

2. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau 3. Kelompok konsumen barang tersebut.

Ketentuan penting lain dalam Undang-Undang itu ialah bahwa permohonan pendaftaran indikasi-geografis ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut: 1. Bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau dapat

memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan, dan/atau kegunaannya;

2. Tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi-geografis.

Indikasi-geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi- geografis tersebut masih ada.

Sehingga atas dasar itulah kemudian diundangkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis. Pemahaman tentang undang-undang berdasarkan jenisnya adalah64:

1. Undang-undang dalam arti formil adalah undang-undang dilihat dari siapa yang membentuk. Artinya merupakan suatu keputusan dari pembentuk undang-undang yang dilakukan menurut prosedur yang ditetapkan dalam undang-undang dasar terlepas dari isi dan materi yang dimuatnya.

2. Undang-undang dalam arti materiil adalah undang-undang merupakan suatu peraturan dengan materi muatan yang khas dan tertentu oleh karenanya harus

64 Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Kanisius, Jakarta,

(9)

dibentuk menurut prosedur yang sudah ditetapkan sehingga materi muatan undang-undang adalah tertentu lingkupnya dan terbatas sifatnya.

Di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa:

“Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan

Undang-Undang sebagaimana mestinya.”65

Dalam penjelasannya dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Sehingga dalam peraturan pemerintah indikasi geografis pengaturannya harus sejalan dengan undang-undang merek dan harus sesuai terhadap apa yang didelegasikan oleh Undang-Undang Merek tersebut.

Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia adalah mutadis mutandis dengan Perlindungan Merek, dikarenakan secara susunan peraturan perundang-undangan pengaturan atas indikasi geografis berada dalam Undang-Undang Merek, hal ini menyebabkan secara perlindungan Indikasi geografis adalah sama dengan perlindungan terhadap merek.

Awal sekali indikasi geografis di Indonesia secara sisipan aturan telah ada sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Merek pengaturan tentang Indikasi Geografis diatur dalam bab tersendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang

65

(10)

kini efektif berlaku, terdapat juga ketentuan baru di luar Bab Indikasi Geografis yang kini efektif berlaku, terdapat juga ketentuan baru di luar bab indikasi geografis yang memperluas cakupan merek dan menyiratkan pengakuan atas keberadaan indikasi geografis. Ketentuan ini adalah Pasal 6 (1) c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menetapkan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak jika merek tersebut memiliki persamaan esensial atau persamaan pada pokoknya, atau persamaan secara keseluruhan dengan nikasi geografis yang telah dikenal.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang cenderung melemahkan kemungkinan suatu indikasi geografis untuk dilindungi sebagai merek terdaftar. Ketentuan ini adalah pasal 5 (d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menetapkan lima elemen yang menjadi dasar penolakan registrasi merek.

(11)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, potensi indikasi geografis yang belum didaftarkan tersebut disebut sebagai indikasi asal66.

Menurut pasal 59 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ada 2 (dua) sifat barang yang harus jelas untuk menenggarai suatu indikasi asal. Pertama, indikasi asal adalah indikasi yang belum diregistrasi dan kedua, indikasi asal hanya merupakan indikasi yang berfungsi menunjuk asal suatu barang atau jasa. Dengan adanya pasal 59 ini ditentukan bahwa sekalipun belum didaftar, keberaaan indikasi asal itu dilindungi. Faktor-faktor lain yang menentukan bahwa suatu indikasi asal itu memang benar-benar eksis dan sudah layak untuk dilindungi tidak dicantumkan. Meskipun demikian, sifat indikasi asal ini bisa disamakan dengan sifat indikasi sumber dalam perjanjian internasional yang berlaku.

Secara hukum adanya hubungan mutatis mutandis antara Merek dengan Indikasi Geografis ternyata dapat menimbulkan adanya pertentangan dalam pemberian perlindungan yang menyebabkan adanya ketidakefektifan dan kerancuan dalam pemberian perlindungan terhadap indikasi geografis yang dapat menimbulkan terciptanya ketidakpastian hukum.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Indikasi Geografis Terdaftar

Perbuatan-perbuatan pelanggaran hukum terhadap Indikasi Geografis terdaftar yang dilakukan oleh pengusaha yang berbuat curang sangat merugikan produsen sekaligus pemilik Indikasi Geografis yang sesungguhnya, karena akibat dari

66 Yasmon,Trademark Act Law of Republic of Indonesia No.15/2001, terjemahan tidak resmi untuk

(12)

pemalsuan dan peniruan Indikasi Geografis tersebut dapat menurunkan omzet penjualan sehingga mengurangi keuntungan yang seharusnya diperoleh dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat karena konsumen menganggap bahwa barang yang dulu dipercaya memiliki mutu yang baik ternyata sudah mulai turun kualitasnya. Hal ini tentu merugikan konsumen, karena konsumen memperoleh barang-barang yang biasanya mempunyai mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan barang yang asli, bahkan adakalanya produksi palsu tersebut dapat membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen. Lebih dari itu perbuatan curang tersebut menyebabkan terjadinya persaingan tidak jujur (unj it competition) diantara sesama pengusaha.

Timbulnya perbuatan pemalsuan dan peniruan terhadap suatu merek, tentunya tidak terlepas dari fungsi merek itu sendiri. Ada 3 (tiga) fungsi utama dari merek, yaitu: 1) Sebagai indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional; 2) Sebagai indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi; dan 3) sebagai fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan bagi konsumennya akan menjadi kolektor dari produk tersebut.67

Untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan berupa peniruan dan pemalsuan ataupun pemberian keterangan yang menyesatkan konsumen berkenaan

67 Ari Purwadi, Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen, Majalah Hukum Fakultas

(13)

dengan sifat dan asal-usul suatu produk Indikasi Geografis, maka perlu diberikan perlindungan hukum terhadap merek Indikasi Geografis terdaftar sebagaimana ditentukan dalam UU Merek Tahun 2001, adapun bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Merek Tahun 2001 tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan terhadap merek terdaftar pada umumnya diberikan dengan berdasarkan kepada pertimbangan bahwa peniruan dan pemalsuan merek tersebut pada prinsipnya dilandasi oleh adanya itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dan menikmati keuntungan dari ketenaran merek orang lain yang sudah lebih dulu ada. Oleh karena itu sudah seharusnyalah pemilik merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum.

Perbuatan-perbuatan seperti pemalsuan, peniruan dan lain-lain perbuatan yang berupa pemakaian dan penggunaan merek orang lain dengan tanpa hak tersebut, sebenarnya dapat dituntut atau digugat menurut ketentuan hukum perdata berdasarkan perbuatan melanggar hukum. Mengenai hal ini dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

(14)

Sedangkan mekanisme perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis terdaftar68 menurut UU Merek Tahun 2001, selain mclalut inisiatif pemilik dan pemegang hak atas Indikasi Geografis, maka dapat pula ditempuh melaiLli penolakan oleh Direktorat Jenderal HaKI khususnya kantor merek terhadap permohonan pendaftaran Indikasi Geografis yang bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh UU Merek Tahun 2001.

Jika perlindungan hukum yang diperlukan tersebut datangnya atas inisiatif dan permintaan dari pemilik Indikasi Geografis terdaftar, maka pemilik dan pemegang hak yang sah dapat mengajukan gugatan ganti kerugian, gugatan secara perdata ini dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga69, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 UU Merek Tahun 2001, sebagai berl kut:

(1) Pemegang hak atas Indikasi Geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai Indikasi Geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut;

(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

Dan rumusan yang terdapat pada Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 57 UU Merek Tahun 2001, dapat diketahui bahwa pemegang hak atas Indikasi Geografis terdaftar yang bertindak sebagai penggugat dalam gugatannya dapat meminta ganti

68

Menurut Pasal 56 ayat (2) UU Merek 2001 disebutkan bahwa: Indikasi Geografis mendapatkan perlindungan hukum setelah didaftarkan.

69 Menurut Pasal 76 avat (2) UU Merek Tahun 2001, pihak disebutkan bahwa: Gugatan terhadap

(15)

kerugian dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak oleh pihak tergugat.

Permintaan ganti kerugian ini dapat berupa ganti rugi secara material dan immaterial. Ganti rugi material yaitu berupa kerugian yang nyata dan dapat dinilai dengan uang, misalnya akibat pemakaian dan penggunaan etiket Indikasi Geografis oleh orang lain yang tidak berhak tersebut, menyebabkan jumlah penjualan produksi barangnya menjadi menurun karena konsumen yang biasa membeli dan menggunakan merek yang asli telah beralih dan membeli produk barang yang palsu dengan harga yang jauh lebih murah dan barang yang asli tersebut. Akibat menurunnya jumlah penjualan produk barang, Indikasi Geografis terdaftar tersebut, maka pemilik Indikasi Geografis terdaftar menderita kerugian. Kerugian ini tentunya dapat diperhitungkan secara nyata oleh penggugat selaku pihak yang mengetahui berapa besar jumlah kerugian yang dideritanya dan jumlah kerugian inilah nantinya yang harus diganti oleh pihak tergugat.

(16)

bagi pemilik Indikasi Geografis terdaftar dalam bentuk immaterial karena telah menyebabkan is kehilangan reputasi dan kepercayaan dari konsumen yang telah dibangunnya dalam jangka waktu yang cukup lama, hanya karena perbuatan tergugat yang telah meniru dan memalsukan, reputasi yang telah dirintisnya dan kepercayaan yang telah diperolehnya dari konsumen tersebut telah hilang dalam waktu sesaat.

Kehilangan reputasi dan kepercayaan dari konsumen karena konsumen mengganggap barang yang diproduksi kualitasnya sudah menurun sehingga konsumen beralih kepada produk yang lain, adalah bentuk kerugian immaterial yang dapat dituntut oleh penggugat kepada tergugat dalam gugatannya.

Untuk mencegah kerugian yang lebih besar dari pemegang hak atas merek Indikasi Geografis terdaftar, maka hakim dapat memerintahkan untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket Indikasi Geografis tersebut.

Ketentuan tentang tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata atas perbuatan melanggar hukum dalam hal ini berfungsi sebagai peraturan yang bersifat umum (lex generalis) sedangkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 57 UU Merek Tahun 2001 merupakan peraturan yang bersifat khusus (lex specialis).

(17)

pendaftarannya tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal; dan b) karena bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan dan kegunaannya.

Tindakan lebih lanjut sebagai bentuk perlindungan yaitu berupa dikeluarkannya surat penetapan sementara oleh hakim Pengadilan Niaga atas permohonan yang diajukan secara tertulis oleh pemegang hak kepada Pengadilan Niaga. Dengan berdasarkan bukti-bukti yang cukup, maka pihak pemegang hak yang dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara, tentang pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak merek dan tentang penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 58 jo Pasal 85 UU Merek Tahun 2001.

(18)

Sebagai bentuk perlindungan untuk Indikasi Geografis tanaman anggur, Article 23 ayat (1) Persetujuan TRIPs, telah mengatur tentang larangan penggunaan Indikasi Geografis yang telah dikenal secara umum seperti “Champagne” untuk jenis produksi minuman anggur yang sebenarnya tidak berasal dari daerah Champagne sekalipun wilayah asal dari barang itu disebutkan atau diserta dengan catatan seperti “jenis”, “tipe”, “imitasi” atau sejenisnya.

Tetapi dalam Article 24 ayat (4) Persetujuan TRIPs, tidak mewajibkan negara untuk melarang penggunaan Indikasi Geografis untuk jenis minuman anggur atau minuman beralkohol yang berasal dari negara anggota lain untuk barang dan atau jasa yang digunakan dalam wilayah hukum negara yang bersangkutan, asalkan penggunaan tersebut telah berlangsung secara terus menerus sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun, terhitung sebelum pertemuan tingkat menteri dari perundingan multilateral Uruguay Round, atau penggunaan Indikasi Geografis tersebut dilakukan dengan itikad baik.

(19)

dan lebih terjamin kepastiannya. Jika diadakan perundingan atau perjanjian khusus, antara satu negara dengan negara lain.

Khusus untuk Indikasi Geografis yang belum didaftarkan, atau pada saat dimohonkan pendaftarannya sebagai Indikasi Geografis, ternyata telah dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagalmana diatur pada Pasal 56 ayat (2) UU Merek Tahun 2001,70 maka pihak yang

beritikad baik tersebut tetap dapat menggunakan Indikasi Geografis tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak Indikasi Geografis tersebut didaftarkan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 56 ayat (8) UU Merek Tahun 2001.

Baik Persetujuan TRIPs maupun UU Merek Tahun 2001 tidak ada mengatur tentang permasalahan yang dihadapi dalam hal perlindungan hukum mengenai penetapan batas-batas daerah atau wilayah geografis untuk. Indikasi Geografis tertentu dan untuk daerah yang bernama sama, padahal ketentuan semacam ini sangat penting untuk menjelaskan tentang sampai dimana luas lingkungan dan batas-batas suatu wilayah yang berhak menggunakan Indikasi Geografis yang bersangkutan. Terhadap permasalahan ini dapat diberikan contoh suatu kasus yang terjadi di Australia. Di Australia ada suatu daerah yang bernama “Coonawarra”, yang merupakan daerah penghasil tanaman anggur yang terkenal bukan hanya di Australia tetapi juga di daerah Eropa. Pada saat yang sama, terdapat pula suatu kebun yang juga ditanami dengan anggur yang terletak di luar batas resmi daerah “Coonawarra”. Tetapi meskipun demikian, kebun anggur yang letaknya di luar balas daerah

“Coonawarra” tersebut memiliki cuaca dan karakteristik lingkungan geografis yang

70 Menurut Pasal 56 ayat (2) UU Merek 2001, para pihak yang berhak untuk mendaftarkan dan

(20)

sangat mirip dengan yang terdapat di daerah “Coonawarra” sehingga minuman anggur yang dihasilkan memiliki cita rasa yang sama dengan minuman dan tanaman anggur di daerah “Coonawarra” tersebut, tetapi para pemilik tanaman anggur tetap tidak dapat karena daerah pertanian tanaman anggur tersebut berada di luar wilayah

“Coonawarra”.71

Menurut pendapat Mr. Stephane Passeri, Indikasi Geografis adalah sebuah Hama yang berhubungan dengan daerah geografis dari produk yang dihasilkan, namun demikian orang lain yang berada di luar lingkungan geografis tersebut bisa berusaha untuk menggunakan nama Indikasi Geografis yang sama, apabila mereka dapat memenuhi paling tidak salah satu dari 3 (tiga) kondisi berkenaan dengan spesifikasi yang dimiliki oleh produk Indikasi Geografis tersebut, yaitu: a) Kualitas dari barang yang diproduksi, b) Cara pembuatan barang yang diproduksi, dan c) Proses akhir dari produk lersebut.72

Dengan adanya 3 (tiga) kondisi ini, maka suatu produk Indikasi Geografis dapat memberikan jaminan kepada konsumen tentang konsistensi mutu dari produk tersebut sekaligus dapat mencegah dan menghindari perbuatan dari pengusaha yang beritikad buruk yang berusaha untuk menghancurkan reputasi Indikasi Geografis

71

Mark James Davison, Fungsi Nama Geografis Dalam Perdagangan, Makalah disampaikan pada Diskusi Ilmiah Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara, Jakarta, 12 Mei 1998, hal. 4.

72 Interview, Geographical Indication “How is it benefit

.for Thais”, Intellectual Property Alumni

(21)

yang sesungguhnya dengan cara memproduksi barang yang tidak berkualitas tetapi menggunakan Indikasi Geografis yang sama.

Suatu produk Indikasi Geografis mungkin saja telah terkenal di dalam negeri, tetapi belum tentu terkenal di luar negeri atau di negara lain. Karena tidak terkenal di negara lain, maka ada kemungkinan Indikasi Geografis tersebut telah digunakan sebagai label atau etiket suatu produk. Kemungkinan seperti ini sebetulnya dapat dicegah, apabila suatu negara aktif dalam mengikuti arus informasi dan komunikasi global sehingga dapat senantiasa mengetahui produk-produk dan daerah asal dari produk tersebut.

2. Perlindungan Hukum Represif

Pemilik Indikasi Geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak atas Indikasi Geografis baik dalam wujud gugatan ganti rugi, gugatan pembatalan pendaftaran Indikasi Geografis serta melalui penolakan permohonan pendaftaran yang dilakukan oleh kantor merek, maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum atau atas laporan dari pihak yang merasa dirugikan.

(22)

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang bertugas untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang merek.

Terhadap tindakan-tindakan pelanggaran hak berupa penggunaan Indikasi Geografis milik pihak lain yang sudah terdaftar yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak, dalam UU Merek Tahun 2001, hal ini dikategorikan sebagai tindakan kejahatan. Sehingga sebagaimana terhadap delik kejahatan lainnya, maka kejahatan atas Indikasi Geografis terdaftar ini juga diancam dengan hukum pidana penjara kurungan dan denda.

Jika kita lihat dalam UU Merek Tahun 2001, maka tindakan pelanggaran hak atas Indikasi Geografis yang berupa pemalsuan dan peniruan tersebut, terbagi atas 2 (dua) jenis tindak pidana, yaitu:

1. Tindak pidana kejahatan.

(23)

banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).

Ketentuan pidana dalam UU Merek Tahun 2001 hanya membuat perbedaan dalam ancaman pidananya terhadap penggunaan dengan sengaja dan tanpa hak suatu merek yang memiliki persamaan secara keseluruhan dan memiliki persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis terdaftar milik pihak lain meskipun ada perbedaan hukuman, tetapi pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memberikan perlindungan hukum secara represif kepada pemilik hak tersebut. Dengan ancaman pidana penjara dan denda yang jumlahnya tidak sedikit, diharapkan perbuatan-perbuatan pelanggaran hukum terhadap Indikasi Geografis terdaftar ini dapat dicegah atau paling tidak bisa, berkurang. 2. Tindak pidana pelanggaran.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 94 UU Merek Tahun 2001, bahwa yang termasuk sebagai jenis tindak pidana pelanggaran adalah tindakan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui, atau patut diketahui bahwa barang dan jasa tersebut adalah merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Oleh karena perbuatan seperti yang diatur dalam Pasal 94 UU Merek Tahun 2001 ini adalah pelanggaran, maka ancaman hukumannya lebih ringan dari ancaman hukuman pada kejahatan.

(24)

hukum sebagai perlindungan atas hak Indikasi Geografis terdaftar terhadap perbuatan berupa informasi yang dapat menyesatkan konsumen berkenaan dengan sifat, asal usul dan kualitas barang yang diproduksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (3) UU Merek Tahun 2001 menyebutkan bahwa terhadap pencantuman asal-usul sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata-kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan Indikasi Geografis, maka diberlakukan ketentuan hukuman pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2) UU Merek Tahun 2001.

Perlindungan hukum yang diberikan terhadap Indikasi Geografis terdaftar yang diatur dalam UU Merek Tahun 2001 maupun dalam Persetujuan TRIPs, baik dalam bentuk perlindungan preventif maupun perlindungan represif ini, secara keseluruhan adalah bentuk perlindungan hukum yang ditujukan terhadap produsen atau pemilik merek Indikasi Geografis yang bersangkutan untuk mencegah dan menghindari perbuatan curang berupa pemalsuan dan peniruan serta penyampaian informasi yang tidak benar mengenai kualitas dan asal-usul barang tersebut.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

(25)

Merek Tahun 2001 tidak ada mengatur tentang perlindungan hukum bagi konsumen baransa Indikasi Geografis, padahal jika dilihat dari isi Pasal 56 ayat (2) UU Merek Tahun 2001, disebutkan bahwa kelompok konsumen Indikasi Geografis merupakan salah situ pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi Geografis.

Perlindungan yang harus diberikan kepada konsumen dari sudut hukum adalah perlindungan atas hak-hak konsumen sebagai orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang dengan merek tertentu, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga maupun orang lain dan tidak untuk diperdagangkan, yang telah diyakininya memiliki kualitas yang baik, namun karena adanya perbuatan pemalsuan dan peniruan produk Indikasi Geografis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, mengakibatkan konsumen telah memperoleh informasi yang salah dan menerima barang atau produk yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya, hingga akhirnya bagi mendatangkan kerugian bagi konsumen.

(26)

kesehatan dan jiwa konsumen.73

Terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen ini, sesuai ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, maka produsen atau pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang timbal karena produk atau barang yang diproduksinya. Tanggung jawab produsen tersebut lahir karena adanya product

liability yaitu tanggung jawab produsen untuk menjamin kualitas barang yang

diproduksinya. Tanggung jawab (liability) atas kerugian yang berkaitan dengan barang-barang ini tidak hanya berkaitan dengan proses produksi tetapi juga termasuk kegiatan promosi dan distribusi barang tersebut.74

Tanggung jawab produsen atas kerugian yang diderita oleh konsumen berkaitan dengan barang-barang yang dikonsumsinya, pada hakekatnya berfungsi sebagai pemulihan hak-hak konsumen yang telah dilanggar, pemulihan atas kerugian materil dan immaterial dan pemulihan konsumen pada keadaan semula.

Tanggung jawab pihak yang melakukan pemalsuan dan peniruan Indikasi Geografis terhadap konsumen memang tidak ada diatur dalam UU Merek Tahun 2001, tetapi UU Merek Tahun 2001 memberikan hak kepada pemilik hak Indikasi Geografis terdaftar untuk mengajukan tuntutan provisi yang bertujuan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, yaitu pemilik hak dan konsumennya. Dalam tuntutan provisi, pemilik hak selaku penggugat mengajukan permohonan kepada hakim yang mengadili perkara

73 Hadi Evianto, Hukum Perlindungan Konsumen Bukanlah Sekedar Keinginan Melainkan Suatu

Kebutuhan, Hukum dan Pembangunan, Nomor 6 Tahun XVI, Desember 1986, hal.58

74

(27)

tersebut memerintahkan pihak yang melakukan pelanggaran hak untuk menghentikan produksi dan perdagangan serta pemusnahan barang yang menggunakan label Indikasi Geografis secara tanpa hak tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) UU Merek Tahun 2001.

Tuntutan provisi ini dapat diajukan sebelum perkara gugatan ganti rugi diputus oleh Pengadilan Niaga. Apabila dikabulkan, maka hakim akan memutuskan tuntutan provisi melalui putusan sela.

Jika ditinjau dari sudut tanggung jawab pemegang hak merek selaku pihak produsen atau pelaku usaha terhadap barang-barang yang diproduksinya atau

product liability, maka perlindungan terhadap konsumen dapat pula ditinjau dari

(28)

Dalam rangka melaksanakan product liability, berkenaan dengan perlindungan terhadap produsen barang Indikasi Geografis, ada beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, antara lain sebagai berikut:

a. Pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang tersebut (Pasal 8 ayat (1) huruf e UU Perlindungan Konsumen);

b. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang secara tidak benar atau seolah-olah barang tersebut berasal dari daerah tertentu (Pasal 9 ayat (1) huruf h UU Perlindungan Konsumen);

c. Pelaku usaha dalam menawarkan barang yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang (Pasal 10 huruf c UU Perlindungan Konsumen).

(29)

Terhadap pelaku usaha yang beritikad tidak baik dan melakukan perbuatan curang serta melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan akibat perbuatannya tersebut telah menyebabkan kerugian kepada konsumen, sejalan dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 4 jo Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Kosumen, maka pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi yang diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang sejenis dan setara nilainya atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi oleh produsen ini tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Namun, jika produsen dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen, maka produsen bebas, dari tanggung jawab pemberian ganti rugi tersebut.

(30)

dalam Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Penuntutan pidana yang melibatkan pihak kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum dapat dilakukan terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum.

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan tentang perbuatanperbuatan yang tidak boleh dilakukan terhadap barang yang diproduksinya, diantaranya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Sedangkan, terhadap pelanggaran yang menyebabkan luka berat, cacat atau kematian kepada konsumen, maka diberlakukan ketentuan undang-undang hukum pidana yang berlaku, ketentuan tentang jenis hukuman ini seluruhnya diatur dalam Pasal 62 ayat UU Perlindungan Konsumen.

Ketentuan-ketentuan tentang perlindungan terhadap konsumen yang diatur dalam UU Perlindungan konsumen ini pada dasarnya juga memberikan perlindungan dalam bentuk preventif dan perlindungan represif, yaitu terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen, pihak konsumen dapat mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata kepada produsen atau pemilik hak indikasi Geografis terdaftar dan penuntutan secara pidana yang dilakukan oleh pihak penyidik dan petugas kejaksaan, sebagaimana perlindungan yang diberikan terhadap pemilik Indikasi Geografis terdaftar.

C. Perlindungan Indikasi Geografis dalam Perspektif Nasional dan Internasional

(31)

ditingkat Uni Eropa akan memberikan dampak perlindungan yang lebih luas, yaltu di seluruh negara-negara anggotanya. Perlindungan ini dianggap penting karena nama tempat dapat menjadi sangat terkenal di luar tempat tersebut, dan juga memungkinkan terjadinya persaingan dengan produk-produk tiruan dengan menggunakan nama yang sama.

Filosofi dasar pemberian perlindungan oleh Uni Eropa adalah karena indikasi geografis dapat digunakan sebagai sarana pembeda yang bermanfaat bagi produsen (mudah melakukan akses pasar, investasi yang ditanamkan akan memperoleh pengembalian yang lebih terjamin karena harga jualnya lebih mahal) dan konsumen (membantu dalam mengidentifikasi suatu barang yang akan dibell dan memperbanyak pilihan)

Pendaftaran indikasi geografis di Uni Eropa mengandung elemen-elemen “TRIPS plus” sebagai sarana perlindungan di dalam wilayah teritorialnya, karena : 1. Memberikan perlindungan positif

2. Penegakan hukum dapat dilakukan oleh pemegang hak dan/atau kewenangan administratif

Pendaftaran perlindungan indikasi geografis di Uni Eropa berbeda dengan prosedur pendaftaran merek dagang dengan persyaratan dasar:

1. Identifikasi asal produk dengan. menggunakan nama geografis atau nama non-geografis, dan

(32)

Lembaga pendaftar tergantung pada tipe produk yang akan didaftarkan. Untuk tingkat Uni Eropa adalah di Direktorat-direktorat Jendral Komisi Eropa (Pertanian, Perdagangan, Pasar Internal, Urusan Hukum, Perusahaan, Perikanan). Sedangkan di negara anggota Uni Eropa pendaftaran dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti Kantor HKI, Kantor khusus Indikasi Geografis, Departemen Pertanian, dll.).

Sampai saat ini terdapat tiga prosedur yang berbeda untuk pendaftaran indikasi geografis di Uni Eropa, yaitu:

1. Produk-produk pertanian dan pangan menggunakan EC Regulation 2081/92 2. Anggur dan minuman beralkohol dengan EC Regulation 1493/99 dan 1576/89. 3. Produk kerajinan dan industri menggunakan Undang-undang di masing- masing

negara anggota

EC Regulation 2081/92 telah operasional mulal tahun 1994. Sampai dengan bulan Juli 2003 telah menerima 1800 pengusul, dan yang telah resmi terdaftar mendapatkan perlindungan indikasi geografis sebanyak 622 produk. Tiap tahun sekitar 25 produk baru (paling banyak pertanian dan pangan) terdaftar dan mendapat perlindungan.

Dilihat dari sejarah perlindungan terhadap Indikasi Geografis awal, maka perlindungan pertama atas indikasi geografis adalah terhadap keju Roquefort pada abag ke-14 di Perancis75, dimana oleh Raja Perancis pada saat itu keju ini diberikan penghargaan berupa piagam yang menjadi suatu momentum penting atas

75

(33)

perlindungan apelasi asal, dan pada Tahun 1863 keju ini menerima perlindungan dalam bentuk sertifikat merek sederhana76.

Permasalahan indikasi geografis yang dihadapi oleh Indonesia tidak hanya timbul baru-baru ini saja. Permasalahan indikasi geografis Indonesia setidaknya telah timbul sejak sebelum Indonesia merdeka. Awal dari timbulnya permasalahan indikasi geografis adalah permasalahan dalam perdagangan kopi khususnya kopi Toraja. Timbulnya permasalahan ini diakibatkan dari kopi Toraja yang merupakan hasil bumi Indonesia ternyata mendapat larangan impor dari negara Jepang dan Amerika Serikat, dikarenakan merek Kopi Toraja telah didaftar oleh Perusahaan di Jepang dan Amerika Serikat, hal tersebut tentu Indonesia sebagai penghasil kopi tersebut mengalami kerugian yang menyebabkan penghasil kopi Toraja di Indonesia tidak dapat mengekspor ke Jepang dan Amerika secara sendiri. Dikarenakan apabila Kopi Toraja tersebut masuk secara langsung maka oleh Pemerintah Jepang dan Amerika akan dianggap sebagai suatu pelanggaran merek.

Walau telah meratifikasi dan mengatur dalam peraturan perundang-undangan namun setidaknya baru-baru ini masih tetap terjadi permasalahan terhadap komoditas Indonesia khususnya kopi, yang terakhir kali adalah permasalahan Kopi Gayo, yang mana saat masuk ke Belanda oleh Pengusaha Belanda penamaan Kopi Gayo dianggap sebagai suatu pelanggaran merek milik Pengusaha Belanda dan untuk itu Eksportir Indonesia diminta untuk mengganti nama kopi tersebut dengan kopi mandailing. Hal seperti ini tentu dapat menimbulkan kerugian bagi

76

(34)

Permasalahan seperti ini sebenarnya bisa tidak terjadi apabila Pemerintah Indonesia dari awal sebenarnya peka terhadap permasalahan yang timbul dan dampak yang ditimbulkan bagi Indonesia sendiri. Namun dalam realita perlindungan terhadap Indikasi Geografis di Indonesia secara global mengalami keterlambatan untuk diberikan perlindungan. Pertama kali timbulnya perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia adalah dengan diratifikasinya Persetujuan WTO-TRIPs dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, lalu munculnya Undang-Undang-Undang-Undang 14 Tahun 1997 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur lebih rinci tentang adanya Indikasi Geografis yang masuk dalam perlindungan rezim Merek.

Walau bertahun-tahun telah ada ketentuan tentang perlindungan indikasi geografis pada aturan perundang-undangan merek di Indonesia namun bukanlah hal tersebut berarti menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat dari indikasi geografis, sebab dalam peraturan Undang Nomor 14 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek diatur bahwa permasalahan teknis tentang perlindungan indikasi geografis harus diatur dalam Peraturan Pelaksana77.

Dalam kenyataannya walau telah dirubah dari awal tentang perlindungan indikasi geografis pada kenyataannya perlindungan terhadap indikasi geografis yang seharusnya dijadikan prioritas oleh negara guna melindungi hak atas komoditas milik bangsa ternyata tidak juga dapat diselesaikan, baru pada tahun 2007 setelah 10

77

(35)

(sepuluh) tahun Peraturan Pelaksana tentang Indikasi geografis di Indonesia baru dapat diundangkan oleh Pemerintah.

Bila dihubungkan dengan teori hukum alam milik Thomas Aquinas dan teori moral dan keadilan yang oleh Jeremy Bentham menyatakan bahwa Negara harus membuat undang-undang yang memiliki kepentingan untuk menguntungkan masyarakat banyak maka seharusnya negara dalam hal ini Republik Indonesia seharusnya dari awal sudah memiliki arah untuk memberikan perlindungan atas kepentingan masyarakat yang mendambakan adanya perlindungan atas komoditas asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan disukai oleh banyak kalangan, namun dalam hal ini pemerintah seakan-akan terlambat untuk merespon keinginan dan keadaan masyarakat yang mengalami kerugian atas tidak dilindunginya indikasi geografis secara hukum.

Keinginan masyarakat baru dapat tercapai pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, namun hal ini adalah waktu yang cukup lama memakan waktu hampir 10 (sepuluh) tahun sejak pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur setidaknya tentang tata cara pendaftaran indikasi geografis, oleh beberapa kalangan munculnya Peraturan Pemerintah ini di sambut dengan cukup baik dan dipandang sebagai suatu kemajuan dalam perlindungan hukum dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual78.

78 Hasil Wawancara dengan Saky Septiono, Kepala Seksi Permohonan Indikasi Geografis Direktorat

(36)

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis tersebut maka masyarakat telah dapat mendaftarkan komoditas yang menjadi indikasi geografis daerahnya. Peraturan Pemerintah tersebut secara perlindungan adalah

mutatis mutandis dengan Undang-Undang Merek, maka mengenai penegakkan

hukum dan perlindungan adalah tidak berbeda dengan perlindungan hukum terhadap suatu merek.

Untuk perlindungan atas indikasi geografis adalah berdasarkan permohonan pendaftaran yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan masa perlindungannya adalah berlangsung selama karakteristik dan kualitas atas benda tersebut masih melekat dan tetap sama dengan pada awal permohonan sebagaimana ditentukan sesuai dengan buku persyaratan yang didaftarkan awal.

Secara internasional di dalam perjanjian TRIPs diatur dalam bagian 3 dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24 indikasi geografis adalah indikasi yang menandakan suatu barang berasal dari wilayah teritorial suatu negara anggota, atau dari sebuah daerah atau daerah lokal didalam wilayah teritorial itu yang membuat kualitas, reputasi atau karakter-karakter khusus lain dari barang tersebut dapat dikaitkan secara esensial kepada asal geografis barang itu.79 Perlindungan indikasi geografis dalam Perjanjian TRIPs dibagi menjadi 2 (dua) tingkat yaitu:

1. Perlindungan tingkat pertama didasarkan kepada Pasal 22 ayat (2) butir (a) dan (b) Perjanjian TRIPs yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mencegah

79 Dalam teks asli: “Indication which indetify a good as originating in the territory of a Member, or

(37)

penggunaan indikasi geografis yang salah dan berpotensi menyesatkan masyarakat. Dalam kaitan ini Perjanjian TRIPs juga mengatur penghindaran persaingan tidak sehat;

2. Perlindungan tingkat kedua mendasarkan diri kepada Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan (4) Perjanjian TRIPs yang bertajuk Perlindungan Tambahan bagi Indikasi Georafis. Perlindungan ini hanya dikhususkan bagi minuman anggur dan minuman keras. Perlindungan tingkat kedua ini sangat kuat, karena melarang pemakaian indikasi terkait pada barang-barang selain produk yang dihasilkan oleh pemegang hak, sekalipun pemakaian itu dilakukan secara jujur sambil menyebutkan tempat asal muasal dari produk tersebut, dengan menyisipkan kata seperti “jenis”,”tipe”, atau “bentuk”, “gaya”, “tiruan dari”, dan lain-lain.

Dalam perlindungan perjanjian TRIPs sebagaimana yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya dapat dilihat adanya diskriminasi perlindungan atas indikasi geografis hanya untuk kepentingan beberapa negara maju.

Hak yang diberikan oleh Uni Eropa adalah :

1. Hak eksklusif dan dan perlindungan penuh di seluruh Uni Eropa melalui satu pelabuhan masuk (hanya digunakan oleh produsen-produsen dari daerah tertentu dan sesuai dengan tatacara memproduksi barang seperti yang tercantum dalam spesifikasi yang telah diberikan) dan

2. Menggunakan logo Uni Eropa

(38)

yang d1laporkan oleh Ozaman (2003). Champagne merupakan sparkling wine yang memiliki reputasi tinggi karena mutu dan rasanya.

Secara teknis Champagne dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kawasan kecil di baglan timur laut Perancis

2. Kawasan perkebunan anggur terbatas seluas 31.000 ha, yang batas-batasnya ditentukan oleh pemerintah

3. Seluruh perkebunan anggur menggunakan tiga varietas khusus (Pinot noir, Pinot meunler, dan Chardonnay).

Produksi Champagne dilindungi oleh undang-undang, dan kenyataannya pengaturan dari pemerintah dipandang perlu sebagai sarana memakmurkan dan mengembangkan wilayah ini secara keseluruhan dan terpadu, sehingga produknya sesuai dengan permintaan konsumen. Produksi Champagne memiliki arti ekonomi yang cukup nyata karena:

1. Melibatkan 15.000 pekebun anggur dan 200 rumah produksi (perajin).

2. Total penjualan mencapai sekitar 280 juta botol per tahun, penjualan dilakukan di lebih dari 150 pasar yang berbeda, dengan total nilai penjualannya mencapai 1,5 milyar Euro.

(39)

yang menggunakan indikasi geografis suatu negara maka dapat diajukan gugatan pembatalan.

Dalam perjalanannya setelah setahun diundangkan Peraturan Pelaksana tentang Indikasi Geografis namun pada kenyataannya permohonan indikasi geografis yang diajukan oleh masyarakat khususnya di Indonesia masih belum banyak dan bahkan cenderung sangat berkurang minat untuk masyarakat mendaftarkan indikasi geografis miliknya. Secara realita yang ada ternyata banyak masyarakat yang masih kurang paham apa yang dimaksud dengan indikasi geografis, walau telah ada hampir 11 (sebelas) tahun namun indikasi geografis masih menjadi suatu hal yang awam bagi masyarakat. Perlindungan ini seakan-akan tidak populis, dalam hal ini apabila ditilik dari perkembangan hukum berdasarkan teori hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman tentang sistem hukum (legal system) bahwa hukum terdiri atas 3 (tiga) elemen yaitu elemen struktur (structure), substantif (substance) dan budaya hukum (legal culture)80. Dalam hal ini dapat di implementasikan bahwa dalam memberikan

perlindungan agar dapat mencapai suatu keefektifan maka harus memperhatikan ke tiga elemen tersebut, dalam melihat pemberian perlindungan indikasi geografis di Indonesia maka dapat dilihat Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Merek sebagai suatu elemen substantif yang dalam perjalanannya harus tetap didukung dengan elemen struktur yaitu pihak-pihak yang terkait dalam membuat dan melaksanakan aturan-aturan yang ada, dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

80

(40)

Intelektual Republik Indonesia yang memiliki peran penting untuk dapat melakukan sosialisasi dan pelaksanaan dari aturan perundang-undangan yang ada.

Dalam hal kurangnya minat dan masih banyaknya pihak-pihak yang masih tidak mengerti dengan perlindungan indikasi geografis maka menunjukkan bahwa dalam hal melakukan dan melaksanakan undang-undang tentu pihak-pihak tersebut masih kurang khususnya dalam hal sosialisasi dan pendidikan tentang hak kekayaan intelektual terhadap masyarakat. Adapun keadaan ini tidak menghilangkan hal budaya masyarakat, secara global dapat dipahami bahwa perlindungan hak kekayaan intelektual sebenarnya secara sifat kondisi sosial masyarakat di Indonesia khususnya dalam kondisi masyarakat di negara berkembang masyarakat Indonesia memiliki sifat komunal yang memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, sementara konsep dari Hak Kekayaan Intelektual sendiri adalah individualisme.

(41)

Perancis merupakan negara yang terkenal akan penghasil minuman anggur karena memiliki perkebunan anggur terbesar yang sudah sangat terkenal di mancanegara yang pada saat itu belum ada peraturan atau ketentuan dalam memberikan perlindungan atas produk yang berkaitan dengan nama geografis. Kemudian muncul anggur-anggur palsu dari luar Perancis yang menggantikan cognac dan champagne. Padahal champagne adalah produk unggulan Perancis yang dihasilkan dari wilayah Champagne di daerah tenggara Paris dengan sistem produksi yang terpadu dan terkontrol berdasarkan pengalaman bertahun-tahun dimulai dari pemetikan, proses fermentasi, sedimentasi sampai dimasukkan ke dalam botol anggur, produk minuman anggur champagne telah mencapai kualitas yang sangat tinggi dan diakui di mancanegara. Atas dasar pemilikan reputasi itu maka Perancis berupaya melindungi produk geografisnya dari tindakan peniruan baik yang berlangsung di dalam negeri maupun secara internasional. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut pada tahun 1919 diundangkanlah ketentuan yang mengatur perlindungan bagi produk yang menggunakan nama geografis disebut dengan perlindungan apelasi asal (appellation of origin)81.

Undang-Undang yang memberikan perlindungan apelasi asal tersebut merupakan perwujudan perlindungan produk indikasi geografis dari pemalsuan. Sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, penamaan tempat asal meliputi nama negara, wilayah atau daerah yang menghasilkan produk yang memiliki ciri pada

81 World Intellectual Property Organization (WIPO), Intellectual Property Reading Material,

(42)

kualitas dan karakterisitk yang dipengaruhi oleh faktor alam/lingkungan dan manusia. Tujuannya adalah untuk memberi hak bagi produsen yang telah menggunakan sumber daya dan nama daerah tertentu dan telah terdaftar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Hal ini merupakan dasar dari perlindungan tingkat pertama TRIPs. Perlindungan tempat asal ini awalnya hanya berlaku untuk minuman anggur. Namun dalam perkembangannya menjangkau pula pada produk-produk pertanian dan makanan sehari-hari seperti keju dan mentega yang dijadikan dasar dari perlindungan tingkat kedua dalam Pasal 23 TRIPs tentang perlindungan tambahan (additional

protection) bagi minuman anggur dan minuman keras82.

Secara Spesifik, hukum Perancis memberikan dasar suatu kondisi agar diberikannya perlindungan apelasi asal yaitu berupa adanya hubungan yang jelas antara asal geografis dan karakter produk, nama produk diakui oleh keputusan pengadilan atau peraturan-peraturan administratif, nama produk telah terdaftar pada badan pemerintah Lembaga Nasional Apelasi Asal (Institute Nationale des

Appelations d’Origine-INAO)83.

INAO adalah organisasi administrasi yang dikendalikan masyarakat yang bekerjasama dengan organisasi-organisasi professional di bidang minuman anggur, makanan harian dan produk makanan yang bertugas menentukan apakah suatu produk merupakan produk geografis atau bukan, kemudian mendaftarkan dan memberikan perlindungan serta memantau perkembangan pelaksanaan penggunaan

82 Matthijs Geuze, Loc.cit.

83 Agung Damarsasongko, Tinjauan Pelaksaan Indikasi Geografis di Indonesia dan Beberapa

(43)

produk geografis. Selanjutnya sejak tahun 1999, INAO mempunyai tanggung jawab dalam memberikan label daerah dan perlindungan terhadap penamaan tempat asal dan indikasi geografis. INAO juga mengawasi kegiatan produksi serta membantu dan memberikan nasehat kepada para professional dengan tujuan untuk membantu mempertahankan penamaan tempat asal dan indikasi geografis Perancis maupun di luar negeri.

Perlindungan atas penamaan tempat asal dan indikasi geografis bersifat berdiri sendiri dan tidak berkaitan dengan perlindungan merek dagang. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Merek meskipun ditegaskan adanya larangan mempergunakan merek yang mempunyai unsur-unsur penamaan tempat asal atau indikasi geografis selain pihak yang berhak atas nama tersebut.

1. Perlindungan Indikasi Geografis di Beberapa Negara Asia

Negara yang aktif menggunakan dan melindungi indikasi geografis adalah India dan Cina. Produk-produk yang potensial mendapatkan perlindungan indikasi geografis di India India diperkirakan sekitar sepertiga dari produk yang ada selama ini, yang totalnya diperkirakan sebanyak 36.000 produk. India mengembangkan sistem informasi produk ini dengan mendirikan products digital

library. Di bawah ini adalah beberapa contoh produk yang potensial untuk

mendapatkan perlindungan indikasi geografis di India84:

a. Produk pertanian: Nehlor, Dehradun (beras), Punjab wheat (tepung terigu), Alphonso, Daseri dan Ratnagiri (Mangga), Bihar (leci), Nagphur (Jeruk),

84 http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/2/Indikasi

(44)

Bengalore Brinjal dan Calicut Ginger (sayuran), Anand milk (susu), Malabar pepper (rempah), Assam (teh), dll

b. Produk tambang: New Castle (batubara), Kolker (emas).

c. Produk kerajinan: Paithani and Banaras sarees (sari), Kholappur slipper (sandal).

d. Wine: Fent liquor dari Goa.

e. Makanan hasil olahan: Appam Kerala (kue), Punjabi Samosa, dan Mysore rasam.

Selain India negara Asia lain yang aktif dalam pengembangan indikasi geografis adalah Cina atau RRC. Pada akhir tahun 2002 di RRC telah terdapat 43 produk yang mendapat perlindungan indikasi geografis, dan dalam waktu dekat akan segera menyusul 80 produk lain (yang sebagian besar produk-produk yang berasal darl tanaman obat). Beberapa contoh produk IG dari RRC adalah Long Jin tea, Shaoxing yellow ricespirit, Xuanwei ham, Xuancheng art paper, Yantal

apple, dan Changbaishan ginseng.

Secara keseluruhan Indonesia mengalami beberapa ketertinggalan dibandingkan beberapa negara asean dalam perlindungan indikasi geografis antara lain seperti negara Thailand yang telah melindungi lebih dahulu indikasi gografis miliknya seperti komoditas khas Beras Surin Hom Mali Pile dan asam manis Phetcasun Sweet Thamarin.

(45)

komoditas indikasi geografis oleh negara. Hal ini dibuktikan bahwa pada Tahun 2003 saja Vietnam sudah melindungi komoditasnya dengan indikasi geografis yang salah satunya adalah saus ikan khas Pulau Phu Quoc85.

Vietnam dalam melindungi obyek-obyek Hak Kekayaan Intelektual termasuk indikasi geografis melalui sebuah undang-undang dan beberapa tingkatan peraturan pelaksana. Secara khusus, suatu indikasi tentang nama asal suatu produk dapat dilindungi melalui apelasi asal terdaftar dan perlindungan indikasi georafis.86

2. Perlindungan Indikasi Geografis dalam Komunitas Eropa

Komunitas Eropa memulai perlindungan HKI melalui sistem Penunjuk Asal yang Dilindungi (Protected Designation of Origin/PDO), Indikasi Geografis yang Dilindungi (Protected Geographical Indications/PGI), dan Kekhususan Tradisional Terjamin (Traditional Speciality Guaranteed/TGI).

PDO melindungi istilah yang menerangkan jenis makanan tertentu yang dihasilkan, diproses dan dikemas dalam lingkungan geografis tertentu dengan menggunakan suatu cara khusus yang telah dikenal. Sedangkan PGI melindungi istilah yang mempresentasikan hubungan atau kaitan geografis yang tampak jelas pada minimal satu tahap produksi, pemrosesan atau pengemasan poduk yang membuat produk tersebut memiliki reputasi. TSG melindungi karakter tradisional

85 Pentingnya Perlindungan Indikasi Geografis atas Produk Lokal, op.cit.

86 Miranda Risang Ayu, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis, PT.

(46)

yang terdapat dalam suatu komposisi produk, jadi tidak langsung berhubungan dengan pengaruh tempat asal barang.

Pada saat negara-negara anggota melakukan ratifikasi TRIPs-WTO terhadap perlindungan HKI yang didalamnya termasuk perlindungan indikasi geografis, Komunitas Eropa juga melakukan harmonisasi terhadap perlindungan indikasi geografis untuk menentukan kebijakan-kebijakan internalnya.

Salah satu peraturan Komunitas Eropa yang berkaitan dengan perlindungan Indikasi Geografis adalah Peraturan Nomor 2081 Tahun 1992 tanggal 14 Juli 1992. Peraturan ini mengatur perlindungan hukum bagi indikasi geografis dan penunjuk asal yang dilindungi (PGI dan PDO). Tujuannya adalah untuk menyediakan perangkat hukum yang kekuasaannya dapat meliputi semua negara anggota Komunitas Eropa dan dapat digunakan untuk melawan praktik penyalahgunaan, pemalsuan atau penyesatan yang berkaitan dengan indikasi geografis (PGI) dan penunjuk asal (PDO)87.

Sistem perlindungan yang dianut oleh Komunitas Eropa adalah melalui pendaftaran. Produk-produk yang dapat didaftarakan melalui PGI meliputi nama-nama makanan, daging, produk hasil olahan, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran, bir,minuman ringan yang terbuat dari ekstrak tumbuhan, pasta, roti, kue, biskuit dan gula-gula. Produk-produk yang didaftarkan melalui PDO meliputi getah alam, pasta mustard, rumput-rumputan kering, wol dan minyak esensial. Sedangkan

87

(47)

yang tidak dapat didaftarkan adalah saus untuk campuran makanan, sp, kaldu es krim, sorbet, coklat, dan makanan yang mengandung coklat88.

Penunjuk asal (PDO) terdaftar akan tetap terlindungi secara bersama-sama apabila memiliki kesamaan dengan merk terdaftar89. Perlindungan indikasi geografis (PGI) dapat diperluas dengan cara memohonkan perlindungan produk indikasi geografis yang telah mendapat perlindungan di negara asalnya ke negara lain yang telah menyediakan perangkat perlindungan perlindungan hukum berdasarkan perjanjian bilateral antar dua negara.

Pada dasarnya perlindungan tetap berlaku selama di negara asalnya indikasi geografis tersebut belum menjadi nama generik90. Berkaitan dengan prinsip perlindungannya lebih bersifat netralitas, karena jika suatu produk indikasi geografis dari negara asal dilindungi di negara penandatangan perjanjian bilateral lainnya (negara pelindung), produk indikasi geografis dari negara asal tersebut akan diatur di dalam yurisdiksi negara pelindung berdasarkan sistem perlindungan negara asal.

88 Ibid., Annex I. 89

Ibid., Ps.14.

90 Kein Foleintitel and Joerg W Rieke, Geographic Indicatora-A Fight to Keep Traditional Product

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengolahan data SMS dilakukan oleh file php yang berjalan pada webserver apache dengan menggunakan SQL Server 2000 sebagai basis data untuk memproses SMS.. Setelah

NO. Saya merasa puas dengan pendapatan yang saya terima setiap bulan. Saya merasa puas dengan kebutuhan sandang yang saya pakai. Saya merasa puas dengan pemenuhan

Pada saat bersamaan Korporat (Nasabah) dapat mengajukan permohonan talangan (qardh) ke BNI Syariah sebesar nilai piutangnya apabila diperlukan. 3) BNI Syariah yang ditunjuk

Peristiwa Proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki pintu gerbang

Penelitian ini merupakan PTK dimana dalam pelaksanaannya tidak hanya melihat hasil yang dicapai oleh siswa akan tetapi untuk mengetahui bagaimana aktivitas guru mengelola

Responden adalah penerima pelayanan publik yang pada saat pencacahan sedang berada di lokasi unit pelayanan dan telah menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara

Lalu LSPB 6 tentang Kita Sebagai Manajer Penanggulangan Bencana karena pertambangan jika tidak sesuai dengan prosedur akan berakibat pada rusaknya alam yang menyebabkan

kategori tinggi 20%, kategori sedang 61,7%, dan kategori rendah 18,3% dari 60 responden, (Widyakusumastuti & Fauziah 2016) judul penelitian Hubungan Antara Komunikasi