• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

B. Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang, memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

Konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Perlindungan konsumen semakin banyak dibicarakan, hal ini disebabkan selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas sehingga masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.

24

Ibid, Pasal 17 ayat (1)

25

Ibid , Pasal 17 ayat (2)

26

Ibid , Pasal 18 ayat (1)

27

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita harus pula membicarakan tentang UUPK. UUPK lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

Ketentuan yang menyatakan bahwa semua undang-undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau telah diatur khusus oleh undang-undang sehingga haruslah dipelajari juga peraturan perundang-undangan tentang konsumen dan/atau perlindungan konsumen ini dalam kaidah-kaidah hukum peraturan perundang-undangan umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan dan/atau masalah konsumen dengen penyedia barang dan jasa. Sebagai akibat dari penggunaan peraturan perundang-undangan umum ini, dengan sendirinya berlaku pula asas-asas hukum yang terkandung di dalamnya pada berbagai pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut yang menyebabkan di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi fungsi pengaturan dan/atau perlindungan pada konsumen, tanpa setidak-tidaknya dilengkapi/diadakan pembatasan berlakunya asas-asas hukum tertentu.

Pembatasan dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan” di antara para pihak pelaku usaha dan/atau konsumen bersangkutan.28

Hukum perlindungan konsumen dirancang dengan asas dan tujuan yang jelas, bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum,29 yang mana perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:30 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha , dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan

28

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Diadit Media, 2001), hlm. 30.

29

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perusahaan Perasuransian, Pasal 2

30

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011) hlm. 25.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum

Hukum ekonomi mempersoalkan hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan ekonomi, maka asas lain yang juga patut mendapat perhatian adalah asas-asas yang berlaku dalam aspek kegiatan ekonomi tersebut. Dalam kegiatan ekonomi yang sangat terkenal yaitu upaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Berangkat dari hal ini, maka dalam hukum ekonomi juga berlaku asas “maksimalisasi” dan asas “efisiensi”. Melalui asas ini suatu aturan yang hendak diambil/diterapkan harus mempertimbangkan sesuatu yang lebih menguntungkan secara maksimal bagi semua pihak demikian pula harus menghindari suatu prosedur yang panjang dalam rangka efisiensi waktu, biaya dan tenaga.31

Sedangkan dalam tujuannya, perlindungan konsumen memiliki tujuan-tujuan yang telah dirancang sebaik mungkin, yaitu:32

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen

31

Ibid, hlm. 31.

32

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 3

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen

Dalam esensialnya dapat diambil bahwa alasan yang dapat dikemukakan untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan secara khusus mengatur dan melindungi kepentingan konsumen dapat disebutkan sebagai berikut:33

1. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatu hubungan hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diproduksi ataupun diperdagangkan 2. Konsumen memerlukan sarana atau secara hukum tersendiri sebagai upaya

guna melindungi atau memperoleh haknya.

Di samping UUPK, hukum konsumen ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya, telah diuraikan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku setahun sejak disahkannya (tanggal 20 April 2000) dan ditambah dengan ketentuan Pasal 64 (Ketentuan Peralihan) undang-undang ini, berarti untuk membela kepentingan konsumen,

33

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 44.

masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku. Tetapi peraturan perundang-undangan ini tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa diantaranya adalah:34

1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan , Alinea ke-4 berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Landasan hukum lainnya terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi: Tiap warga Negara berhak atas

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yang mana penjelasan autentik

Pasal 27 ayat (2) ini berbunyi “Telah jelas, pasal-pasal ini mengenal hak-hak

warga negara.” dan salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah

disusunya dalam satu napas, dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan konsumen. Susunan kalimat tersebut berbunyi : “...meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen”

2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Dalam hukum perdata yang dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya

34

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Diadit Media, 2001), hlm. 30-52.

itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis. Seperti penjelasannya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) , terutama dalam buku kedua, ketiga dan keempat. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Buku Kesatu dan Buku Kedua. Lalu, berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.

3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional. Ketentuan hukum administrasi , misalnya menentukan bahwa pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang (termuat dalam Pasal 4 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 LN Tahun 1985 No.75. Selanjutnya dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 73 ditentukan “ Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan

penyelenggaraan upaya kesehatan”. Dari peraturan perundang-undangan

menjalankan tindakan administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan undang-undang tersebut.

Ketentuan dasarnya, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.35 Pihak-pihak yang terkait didalam hal ini adalah konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.36 Sebagai konsumen tentunya memiliki hak dan kewajiban. Hak konsumen, sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UUPK adalah:37

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan

35

Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (1)

36

Ibid, Pasal 1 ayat (2)

37

5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya; Apabila hak-hak tersebut diakui oleh Undang-Undang yang mana berarti berlaku hanya di Indonesia, bukan berarti secara Internasional konsumen tidak memiliki hak terhadap suatu barang dan jasa. Terdapat 4 hak dasar yang diakui secara internasional, yang mana secara umum 4(empat) hak dasar konsumen, yaitu:38

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

3. Hak untuk memilih (the right to choose)

4. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Pada prinsipnya, apabila adanya suatu hak maka ada suatu kewajiban. Dalam hal inilah yang menjadi kewajiban konsumen, yaitu:39

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

38

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Grasindo,2000), hlm. 16-27.

39

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 5.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.40 Namun ternyata tidak hanya konsumen yang memiliki hak di dalam bidang ini, sangatlah jelas bahwa pada dasarnua hak pelaku usaha adalah:41

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan yang menjadi kewajiban pelaku usaha adalah:42 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

40

Ibid, Pasal 1 ayat (3)

41

Ibid ,Pasal 6

42

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan.atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi merupakan hak konsumen dan juga karena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.43

43

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 44.

yang sangat penting, terutama yang jelas dan benar adanya, terlebih karena menguntungkan dan melindungi kedua belah pihak.

Objek didalam perlindungan konsumen ini adalah barang dan jasa. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan meupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.44 Jasa pada definisinya adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.45 Di dalam memperkenalkan barang dan jasa tersebut perlu dilakukan adanya promosi, yaitu kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan,46 Promosi tersebut sangatlah penting dalam proses penyebaran informasi yang dari pengertiannya sendiri dapat kita ambil fungsinya sendiri yaitu agar masyarakat tahu mengenai fungsi dan tujuan barang dan/atau jasa tersebut. Namun, promosi juga harus mengandung unsur agar suatu promosi tersebut efektif terhadap penyebaran informasinya kepada setiap anggota masyarakat, beberapa unsur yang harus ada ialah:47

1. Kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi 2. Tentang suatu barang dan/atau jasa yang;

a. akan diperdagangkan, dan

44

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ,Pasal 1 ayat (4)

45

Ibid ,Pasal 1 ayat (5)

46

Ibid, Pasal 1 ayat (6)

47

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 14.

b. sedang diperdagangkan

3. Tujuan menarik minat beli dari pihak konsumen

Sangatlah wajar apabila harga yang ditawarkan biasanya lebih rendah daripada harga yang diperdagangkan di tempat lain.48 Hal ini dapat dilihat dari pengertian promosi itu sendiri yang dapat kita ketahui bahwa tujuannya adalah menarik minat masyarakat, membuat konsumen memperhatikan apa yang sedang kita promosikan, dan juga mengambil perhatian masyarakat. Semakin besar dan berkembangnya pasar, maka semakin penting pula suatu perlindungan bagi pihak konsumen. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya sehingga upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang mengangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.49

Pemberian hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen, terdapat lembaga yang dapat menangani segala hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, yaitu Lembaga Perlindungan

48

Ibid

49

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPSK) yang memiliki definisi lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh non-pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen,50 yang sesuai dengan penjelasannya bahwa lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.51 Tidak hanya satu badan saja yang wajib dalam pembelaan konsumen, namun ada satu badan lagi yaitu Badan Perlindungan Konsumen Nasional, yang berfungsi sebagai badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen,52 tampak bahwa saat ini konsumen tidak perlu lagi merasa takut akan dirugikan di dalam suatu pasar karena kedua lembaga yang disahkan oleh undang-undang adalah lembaga yang cukup kuat dalam melindungi konsumen. Rumusan pengertian Badan Perlindungan Konsumen Nasional sebagai badan yang membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen adalah pengertian yang luas. Sudah tentu hal ini sangat menguntungkan konsumen. Hal tersebut memperlihatkan kesungguhan pemerintah untuk memberdayakan konsumen dari kedudukan yang sebelumnya berada pada pihak yang lemah tatkala berhadapan dengan pelaku usaha yang memiliki bargaining position yang sangat kuat dalam aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi.53

50

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (9)

51

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 17.

52

Republik Indonesia, Op.Cit., Pasal 1 ayat (12).

53

Berjalannya suatu produk yang akan diperdagangkan kepada konsumen, untuk memastikan bahwa suatu objek tersebut tidak merugikan kedua-belah pihak, maka perlu adanya suatu klausula baku yang merupakan setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.54 Sebelum lahirnya UUPK, dalam berbagai literatur lebih banyak memperkenalkan istilah “kontrak baku” atau “standard baku”, kini dalam UUPK menggunakan istilah klausula baku. Bagi kedua istilah tersebut semuanya benar, mengingat penggunaan istilah kontrak baku lebih luas yaitu tidak terbatas pada klausula baku yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha didalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, tetapi juga meliputi bentuknya.55 Namun, dalam penggunaan kontrak baku/klausula baku, kebebasan untuk melakukan kontrak serta pemberian kesepakatan terhadap kontrak tersebut tidak dilakukan sebebas dengan perjanjian yang dilakukan secara langsung dengan melibatkan pihak dalam menegosiasikan klausula perjanjian.56

54

Republik Indonesia, Op.Cit., Pasal 1 ayat (10).

Suatu kegiatan usaha pasti erat dengan adanya suatu sengketa. Selama ini sengketa konsumen diselesaikan melalui gugatan di pengadilan, namun pada kenyataanya yang tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pengadilanpun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis. Berdasarkan Pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

55

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 18.

56

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.57

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (atau selanjutnya disingkat dengan BPSK) sebagai badan diluar pengadilan, yang mana memiliki wewenang untuk menangani dan menyelesaikan segala masalah antara pelaku usaha dan konsumen yang berhubungan dengan pasar, dimana fungsi ini tampak pada pengertian dasar BPSK adalah badan yang berfungsi menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

58

Untuk lebih mengetahui secara jelas Tugas dan wewenang BPSK, maka diuraikan secara sistematis bahwa tugas dan wewenang BPSK meliputi:59

1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, arbitrasi atau konsiliasi;

2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; 3. Pengawasan klausul baku;

4. Melapor kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang ini;

5. Menerima pengaduan dari konsumen, lisan maupun tertulis, tentang dilanggarnya perlindungan konsumen

6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen 7. Memanggil pelaku usaha pelanggar

57

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 126.

58

Republik Indonesia, Op.Cit., Pasal 1 ayat (11)

59

8. Menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran itu

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan mereka tersebut huruf g apabila tidak mau memenuhi panggilan

Dokumen terkait