• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Rokok Elektrik Jika Dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2003

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK ELEKTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.4 Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Rokok Elektrik Jika Dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2003

Hukum perlindungan konsumen di Indonesia saat ini secara umum didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khusus mengenai perlindungan bagi pengguna rokok dapat kita temui pengaturannya dalam PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

25

Dalam bagian menimbang PP Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa :

“Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan”.

Salah satu upaya pemerintah adalah dengan menerbitkan PP Nomor 9 tahun 2003 ini.

Pemerintah telah menentukan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan ini dilaksanakan dengan beberapa peraturan sebagai berikut yang diatur jelas pada Pasal 3 PP Nomor 19 tahun 2003, yaitu menyatakan bahwa :

a. Kandungan kadar nikotin dan tar,

b. Persyaratan produk dan penjualan rokok, c. Persyaratan iklan dan promosi rokok, d. Penetapsn kawasan tanpa rokok

Lebih jauh untuk melaksanakan PP Nomor 19 tahun 2003 ini diterbitkan beberapa peraturan teknis sebagai berikut :

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.62/MPP/KEP/2/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok.

2. Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.3.1.3322 Tahun 2004 tentang Tata Laksana Produk rokok yang Beredar dan Iklan, dan

3. Perauran bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/MENKES/PB/I/2011;7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

26

Jadi, wujud dari perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok, pemerintah telah menetapkan batasan-batasan yang antara lain adalah :

1. Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin dibidang perindustrian (diatur jelas pada Pasal 10 PP Nomor 19 tahun 20003). Sehingga tidak semuaorang bisa memproduksi rokok untuk diproduksi oleh masyarakat luas.

2. Setiap orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (diatur pada Pasal 11 ayat (11) PP Nomor 19 tahun 2003). 3. Menteri yang bertanggungjawab dibidang pertanian berkewajiban

menggerakkan, mendorong, dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dengan resiko kesehatan seminimal mungkin (diatur pada Pasal 12 PP Nomor19 tahun 2003).

4. Menteri yang bertanggung jawab dibidang perindustrian berkewajiban menggerakkan, mendorong, dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan resiko kesehatan seminimal mungkin (diatur pada Pasal 13 PP Nomor 19 tahun 2003).

5. Iklan dan promosi rokok hanya boleh dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia (diatur pada Pasal 16 ayat (1) PP Nomor 19 tahun 2003). 6. Dalam setiap iklan rokok harus dicantumkan peringatan bahaya rokok

27

jantung, impotensi, dan gangguan kelamin dan janin” (diatur pada Pasal 18 jo Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 19 tahun 2003).

7. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatankesehatan (Pasal 114 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa peringatan kesehatan adalah berupa tulisan dan dapat disertai gambar. Pasal ini pernah diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi oleh Nurtanto Wisnu Brata beserta sebelas rekannya yang tergabung dakam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPD Jawa Tengah. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mewajibkan produsen dan importir roko di Indonesia mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, selain bentuk tulisan yang berlaku selama ini.

Ketentuan-ketentuan tersebut adalah contoh wujud perlindungan bagi pengguana atau konsumen rokok secara khusus dan bagi masyarakat secara umum.2118

Pada sisi lain, meskipun telah terdapat bermacam regulasi berkaitan dengan rokok, namun hak masyarakat atas informasi bahaya rokok dinilai belum benar-benar terpenuhi. Dalam artikel Hak Masyarakat atas Informasi Bahaya Rokok Belum Terjamin misalnya, Arini Setiawati dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mencontohkan satu informasi yang kurang disosialisasikan kepada masyarakat, yaitu tentang asap tembakau yang mengandung kurang lebih dari 4000 zat kimia. Di luar itu, lanjut

21

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/c12756/bagaimana-bentuk-perlindungan-untuk -konsumen-rokok-elektrik.diakses pada 17 Februari 2017, pukul 10.30 WITA.

28

Arini, masyarakat juga belum diberikan pemahaman yang cukup tentang ancaman penyakit di balik kegiatan merokok, yaitu setidaknya ada sembilan jenis penyakit kanker, tiga penyakit jantung serta pembuluh darah, dan tiga penyakit paru-paru yang dapat disebabkan rokok.19

Pemerintah dapat memperingati dan memberikan batasan-batasan untuk melindungi pengguna rokok maupun masyarakat di antaranya seperti yang telah disebutkan di atas dan dengan menetapkan kawasan tanpa rokok seperti yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan mengeluarkan Pergub DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokoksebagaimana telah diubah dengan Pergub DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010.Lebih jauh simak artikel Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Kawasan Dilarang Merokok.22

Jadi, perlindungan konsumen bagi pengguna rokok elektrik jika berdasarkan pasal 19 UU Perlindungan Konsumen tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha yang menyatakan bahwa : pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau yang setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemberian ganti rugi yang dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi, pemberian ganti rugi sebvagaimana dimaksud pada

22

29

ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdasarkan pasal 62 dan 63, maka sanksi bagi pelaku yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dikenakan sanksi sebagai berikut : pasal 62 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal8, pasal 9, pasal 109, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan huruf e, ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara palig lama 5 (lima) tahun ayau pidana denda paling banyak Rp. 2. 000.000.000,00 (dua milyar rupiah), Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ayat (1) huruf b dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana mati, sedangkan pasal 63 menyatakan bahwa terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa : perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.

30 BAB III

UPAYA BPOM DAN KEMENTRIAN KESEHATAN DALAM MELINDUNGI

Dokumen terkait