• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA TINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA TINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA

ROKOK ELEKTRIK (

ELECTRONIC CIGARETTE

) DI

TINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

Oleh :

I PUTU GELANG NOVALANG NPM : 1310121172

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

(2)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK

ELEKTRIK (ELECTRONIC CIGARETTE) DI INDONESIA DI

TINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

I PUTU GELANG NOFALANG

NPM : 1310121172

SKRIPSI INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK

MEMPEROLEH

GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

WARMADEWA DENPASAR, BALI

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya atas segala berkat, pertolongannya serta berkah-Nya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakulktas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar Bali untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK ELEKTRIK (ELECTRONIC CIGARETTE) DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”.

Tujuan dari penulisan skripsi ini tidak lain merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan dorongan sari semua pihak dalam menyelesaiakan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa :

1. Bapak Prof.Dr.Dewa Putu Widjana,DA&E.,Sp.Par.K.Rektor Universitas Warmadewa Denpasar, Bali.

2. Bapak Dr.I Nyoman Putu Budiartha, S.H.,M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali yang telah bersedia meluangkan

(6)

vi

waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan saran-saran sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Ida Ayu Putu Widiati, S.H., M.Hum. Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali.

4. Ibu A.A Sagung Laksmi Dewi, S.H., M.H. Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali.

5. Bapak I Ketut Sukadana, S.H.,M.H. Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali.

6. Ibu Ni Komang Arini Styawati, S.H.,M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan saran-saran sehingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Ibu N G K Sri Astiti, S.H, selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan saran-saran sehingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Bapak/Ibu Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali.

9. Bapak/Ibu Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi.

10. Special penulis ucapkan terimakasih untuk kedua orangtua, Ayahanda I Ketut Sugitha Jaya atas dukungan dan kasih sayangnya.

(7)

vii

Denpasar, 14 Juli 2017

(8)

viii ABSTRAK

Tembakau merupakan masalah dunia. Pembakaran rokok tembakau tidak hanya merugikan pengguna, tetapi juga lingkungan sekitar, yang disebut perokok pasif. Studi menunjukkan bahwa asap rokok dihembuskan mengandung nikotin 4-6 kali daripada yang dihirup oleh pengguna. Sebuah rokok elektronik berbasis baterai yang memberikan nikotin yang disebut oleh WHO sebagai system pengiriman elektronik nikotin. Data yang tersedia menunjukkan bahwa rokok elektronik ini belum terbukti sebagai alternatif yang aman untuk perokok tembakau dan studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengevaluasi dampak kesehatan dari rokok elektrik pada pengguna jangka panjang. Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan adalah, bagaimanakah perlindungan hukum bagi pengguna rokok elektrik jika ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bagaimana upaya BPOM dalam melindungi pengguna rokok elektrik.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian hukum normatif dan empiris yaitu dengan pendekatan yuridis sosiologis dengan sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder, dengan lokasi penelitian di Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan Denpasar, kemudian hasil penelitian diolah dan dianalisis secara sistematis dengan menggunakan argumentasi hukum dan hasilnya disajikan secara deskriptif analis.

Dari hasil penelitian diperloleh simpulan bahwa bentuk perlindungan yang dapat diberikan kepada pengguana rokok elektrik adalah bila mengandung nikotin yang berlebih maka bagi pelaku usaha yang melanggar UUPK dapat dikenakan sanksi sebagaimana pasal 19, pasal 62 dan pasal 63 UUPK. Dan upaya BPOM dalam melindungi pengguna rokok elektrik adalah memberikan audensi kepada toko vape di Denpasar secara prefentif dan represif.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengajuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Pernyataan Orisinalitas ... iv

Kata Pengantar ... v

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.3.1 Tujuan Umum ... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ... 5 1.4 Kegunaan Penelitian ... 5 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 5 1.4.2 Kegunaan Praktis ... 5 1.5 Tinjauan Pustaka ... 6 1.6 Metode Penelitian ... 13

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah ... 13

1.6.2 Sumber Data ... 13

(10)

x

1.6.4 Lokasi Penelitian ... 14 1.6.5 Analisis Data ... 15 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK

ELEKTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen ... 16 2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 18 2.3 Hak dan Kewajiban Konsumen serta pelaku usaha ... 20 2.4 Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Rokok Elektrik

Jika Dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2003 ... 24 BAB III UPAYA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DALAM

MELINDUNGI KONSUMEN ROKOK ELEKTRIK

3.1 Pengertian Rokok dan Rokok Elektrik ... 30 3.2 Upaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan Dalam Melindungi Konsumen Rokok Elektrik ... 35 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan ... 44 4.2 Saran ... 45 DAFTAR BACAAN

(11)
(12)

1

BAB I

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK ELEKTRIK (ELECTRONIC CIGARETTE) DI TINJAU DARI UU

PERLINDUNGAN KONSUMEN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan suatu negara menjadi negara maju dilalui berdasarkan tiga tingkatan yaitu unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan. Negara-negara berkembang kemudian menteorisasi bahwa industrialisasi tanpa memikirkan kesejahteraan sosial, semata-mata akan menunda kemarahan generasi baru yang dapat mengancam kesatuan bangsa. Negara-negara berkembang sadar benar bahwa tiga tingkatan pembangunan di atas harus dicapai secara serentak. Hal ini juga disebabkan perkembangan yang amat cepat di bidang komunikasi dan teknologi, sehingga bangsa-bangsa dapat saling berhubungan dan saling melihat dalam hitungan detik1.

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, satu dan lain hal karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga telah berkait dengan ekonomi dunia. Persaingan perdagangan internasional dapat membawa implikasi negatif bagi perlindungan konsumen.1Pengaturan perlindungan konsumen dirancang untuk

meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung

1

Husni Syawali & Neni Sri Imaniyati, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung. hal.2.

2

(13)

2

mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab2.

Hukum perlindungan konsumen ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, masing-masing ada hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan secara luas dapat tercapai3.

Dalam hukum perlindungan konsumen, kepentingan konsumen yang harus dilindungi. Sebab konsumen merupakan objek utama dalam ketentuan perlindungan konsumen. Hal ini juga dikarenakan terkadang terjadi beberapa kondisi dimana konsumen berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Kondisi itulah yang menjadikan konsumen sangat rentan mengalami pelanggaran hak-hak konsumennya dalam hukum.

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena investasi asing yang telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga telah berkaitan dengan ekonomi dunia.2Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun

formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut,

3

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009,Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta ,hal.1.

(14)

3

akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya.

Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang4.

Salah satu produk yang banyak ditemui dan dikonsumsi oleh dunia usaha adalah terkait produk hasil olahan tembakau atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan rokok. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (untuk selanjutnya disebut PP No.109 Tahun 2012), rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya. Berdasarkan definisi rokok pada PP No.109 Tahun 2012 di atas, rokok merupakan salah satu produk hasil olahan tembakau yang karena mengandung bahaya, maka harus diatur secara khusus oleh pemerintah5.3

Dalam perkembangannya fakta dilapangan menunjukkan bahwa peredaran E-Cigarette dipasaran tidak mendapatkan pengawasan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Permasalahan yang lebih mendasar,

4

Ibid., hal.4 5

http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok_elektronik diakses pada hari kamis, 23 Oktober

(15)

4

produksi vapor ternyata tidak mendapat izin dari Kementerian Kesehatan dan Bea Cukai, penyebabnya adalah tidak terdapat label bea cukai pada kemasannya.

Selain tidak melewati bea cukai, E-Cigarette juga tidak mendapat izin dari Kementerian Kesehatan, hal ini diketahui bahwa setiap rokok yang diproduksi oleh suatu perusahaan, sebelum dipasarkan ke masyarakat, terlebih dahulu harus melewati pemeriksaan standar tertentudi Kementerian Kesehatan. Setelah melalui pemeriksaan, rokok tersebut dibawa dan diberi label oleh bea cukai.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tentu menjadi suatu permasalahan jika dikaitkan pada semangat hukum perlindungan konsumen dalam dunia usaha. Pemasaran produk E-Cigarette tidak berfokuskan pada produk yang berdasarkan pada standar dan nilai-nilai perlindungan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut diatas, maka timbul beberapa permasalahan dalam hubungannya dengan judul proposal yang diajukan. Masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perlindungan hukumbagi pengguna rokok elektrik jika ditinjau dari undang – undang perlindungan konsumen ?

2. Bagaimana upaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam melindungi konsumen rokok elektrik ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

(16)

5

b. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian.

c. Merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum bidang Ilmu Hukum.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perlindunganhukum bagi pengguna rokok elektrik (electronic cigarette) ditinjau dari undang – undang perlindungan konsumen.

b. Untuk mengetahui upaya-upaya dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam melindungi konsumen pengguna rokok elektrik. 1.4 Kegunaan Penelitian

Studi ini di haraapkan sekurang – kurangnya dapat memberikan manfaat sebagai beriku :

1. Secara teoritis : umtuk menambah hazanah keilmuan mengenai perlindungan hukum bagi pengguna rokok elektrik (electronic cigarette) di tinjau dari Undang – Undang Perlindungan Konsumen yang dapat dijadikan salah satu bahan untuk melakukan kajian atau penelitian bagi akademis.

2. Secara praktis : Bagi praktisi hukum,hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah kontribusi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan bagi para pejabat yang berkompeten dalam menangani dan melaksanakan tugasnya dalam bidang tersebut.

(17)

6 1.5 Tinjauan Pustaka

Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan yang jujur. Persaingan yang jujur adalah suatu persaiangan dimana konsumen dapat memilih barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar negara, antar semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen6.4

Pengertian Perlindungan Konsumen Indonesia adalah Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 1 yang berbunyi “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk

6

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, 2000,Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,Bandung,hal.33.

(18)

7

meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi konsumen7.

Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu : Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).5

Lahirnya Undang-Undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.

Pasal 3 UUPK, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :

7

Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo Persada Jakarta,hal1.

(19)

8

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian Konsumen untuk melindungi diri,

2. Mengangkat harkat dan martabat Konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen,

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Asas Perlindungan Konsumen, yang terkandung dalam Perlindungan Konsumen, yakni :

1. Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

2. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

(20)

9

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,

3. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen,memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,

5. Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Rokok elektrik (Electronic cigarette) merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap dan oleh WHO disebut sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS).

Electronic cigarette dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya.

Electronic cigarette diciptakan di Cina lalu dipatenkan tahun 2004 dan dengan cepat menyebar keseluruh dunia dengan berbagai merk.6Secara umum sebuah

e-cigarette terdiri dari 3 bagian yaitu, battery (bagian yang berisi baterai), atomizer (bagian yang akan memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan catridge (berisi larutan nikotin)8.

8

(21)

10

Cara pengguanaan e-cigarette seperti merokok biasa,saat dihisap lampu indikator merah pada ujung e-cigarette akan menyala layaknya api pada ujung rokok, lalu hisapan tersebut membuat chip dalam e-cigarette mengaktifkan baterai yang akan memanaskan larutan nikotin dan menghasilkan uap yang akan dihisap oleh pengguna. Larutan nikotin tersebut memiliki komposisi yang berbeda-beda dan secara umum ada 4 jenis campuran.

Rokok elektrik atau biasa juga disebut dengan Electronic Nicotine Delivery System(ENDS) adalah alat penguap bertenaga baterai yang dapat menimbulkan sensasi seperti merokok tembakau. Tampilannya pun ada yang menyerupai rokok dan ada pula yang didesain berbeda.7Di dalam rokok elektrik terdapat tabung

berisi larutan cair yang bisa diisi ulang. Larutan ini mengandung nikotin, propilen glikol, gliserin, dan perasa. Larutan ini dipanaskan, kemudian muncul uap selayaknya asap. Sebagian perusahaan menjual cairan perasa tertentu. Antara lain perasa mentol/mint, karamel, buah-buahan, kopi, atau cokelat.

a. NIKOTIN

Nikotin merupakan zat yang terdapat pada daun tembakau. Nikotin berfungsi sebagai obat perangsang dan memberikan efek candu. Itulah sebabnya banyak perokok yang susah untuk berhenti merokok.

b. PROPILEN GLIKOL

Propilen Glikol merupakan cairan senyawa organik yang tidak berbau dan tidak berwarna, namun memiliki rasa agak manis. FDA atau Lembaga Pengawas

8

(22)

11

Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat telah menyatakan bahwa senyawa ini aman jika digunakan dalam kadar rendah.

c. GLISERIN

Gliserin adalah cairan kental tidak berbau dan tidak berwarna. Zat ini sering digunakan pada perpaduan formulasi farmasi. Cairan manis yang dianggap tidak beracun ini sering pula dipakai oleh industri makanan. Gliserin berfungsi sebagai pengantar rasa dan nikotin dalam penggunaan rokok elektronik. Hingga kini status keamanan rokok elektrik terutama yang dampak jangka panjangnya masih diperbincangkan karena klaim dari produsen belum sepenuhnya terbukti. Beberapa penelitian menemukan bahwa rokok elektrik dapat memicu inflamasi dalam tubuh, infeksi paru-paru dan meningkatkan risiko asma, stroke serta penyakit jantung.

d. PERASA

Goniewicz menjelaskan, ada ratusan rasa pada cairan rokok elektik, seperti ceri, cheese cake, kayu manis, dan tembakau. Banyak zat perasa ini yang juga digunakan pada makanan. Sulit untuk mendata semua bahan kimia perasa, namun salah satunya bernama 'Diacetyl', umum digunakan untuk menambah rasa pada popcorn.8Zat tersebut dikaitkan dengan penyakit paru-paru yang

mematikan jika dihirup. Zat kimia lainnya yang menambah rasa seperti Butter

(mentega) juga berbahaya9.

9

Reza Kurniawan Tanuwihardja & Agus Dwi Susanto,2012, “Rokok Elektrik (Electronic

(23)

12

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 Tentang Pengaman Rokok Bagi Kesehatan perlu dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar yang ada pada setiap batang rokok, pecantuman peringatan pada label, pengaturan produksi dan penjualan rokok serta periklanan rokok. Selain itu, perlu ditetapkan pula kawasan tanpa rokok pada tempat umum, iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan. Ketentuan mengenai iklan tersebut juga harus memperhatikan ketentuan pada pasal 43 ayat (3) huruf c Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dikenakan tindakan administratif dan sanksi pidana sesuai dengan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pengamanan rokok bagi kesehatan ini juga perlu dilaksanakan secara terpadu dengan lintas sector yang terkait.9Oleh karena itu peraturan

perundang-undangan yang erat kaitanya dengan pengaman rokok ini perlu di perhatikan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kesehatan kerja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, Undang– Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsuemen dan Undang–Undang Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran10.

10

https://rsudpbun.wordpress.com/2010/07/19/pp-no-19-tahun-2003-tentang-pengamanan-rokok-bagi-kesehatan. diakses pada 19 juli 2010.pukul : 23.29.

(24)

13 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif dan Hukum Empiris yaitu suatu metode pendekatan yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.

Jenis penelitian ini dipilih penulis yaitu bertujuan untuk memahami dengan benar bagaimana faktor-faktor dan upaya dalam Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Rokok Elektrik (Electronic Cigarette) Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2003. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan Yuridis Sosiologis, yaitu suatu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan.

1.6.2 Sumber Data

Sumber data yang penul;is peroleh dalam penelitian ini, yaitu dengan mengguanakan data primer dan data sekunder :

1. Data Primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dengan lokasi penelitiannya adalah Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan Denpasar.

2. Data Sekunder diperoleh dari perpustakaan yang terdiri dari : 2.1 Bahan Hukum Primer :

(25)

14

b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi kesehatan.

c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan.

2.2 Bahan hukum sekunder : buku-buku, jurnal, internet dan makalah.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data

Adapun pengumpulan data ini bersifat penelitian hukum campuran yaitu penelitian hukum normatif dan empiris (mix method research) maka penelitian pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini sama-sama digunakan saling menunjang satu sama lain. Teknik pengumpulan data primer (lapangan) dilakukan dengan wawancara kepada pihak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pengumpulan data sekunder dengan cara metode penelitian/mengutip buku-buku, jurnal yang menelaah masalah yang dibahas.

1.6.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BPOM Denpasar serta di Jegeg Vape Bali. Adapun alasan untuk memilih lokasi tersebut karena di BPOM serta Jegeg Vape Bali memiliki data yang lengkap terkait judul yang diangkat penulis.

(26)

15 1.6.4 Analisis Bahan Hukum

Setelah semua bahan hukum terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis secara sistematis dengan menggunakan argumentasi hukum berdasarkan logika hukum dari deduktif induktif selanjutnya dituangkan secara deskriptif dalam bentuk skripsi.

(27)

16 BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA ROKOK ELEKTRIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen

Bebicara tentang perlindungan konsumen, berarti berbica tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksloitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat.11Oleh karena itu diperlukan seperangkat aturan hukum yang dapat melindungi dan memberdayakan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, khususnya atas produk yang halal dan baik.1210Sehingga dalam menentukan

aturan hukum tersebut diperlukan adanya campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen. Berkaitan dengan

11 Abdul Rasyid Saliman,et all, 2005, “Hukum Bisnis Untuk Perusahaan”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.219.

12

Fokky, 2009, “Perlindungan Konsumen Pangan dalam Perspektif Islam”, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal.15.

(28)

17

hal tersebut telah disahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pada hakikatnya, terdapat dua instrumen hukum yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu : pertama, Undang-Undang Dasar1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Kedua, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK). Lahirnya undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang atau jasa. UUPk menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.13

Dalam berbagai literatur ditemukan dua istilah mengenai hukum yang berkaitan dengan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Dikarenakan posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.1411

Lembaga (badan hukum) ysng berkaitan dengan pengguna rokok elektrik yang beredar di Indonesia termasuk kedalam jenis barang elektronik yang mengakibatkan rokok elektrik dapat masuk ke Indonesia, jika dikaitkan dengan

13 Marzuki Ahmad, 2007, Perlindungan Konsumen di Indonesia, Media Indonesia, Jakarta, hal.8.

14

Celina Tri Swi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hal.13.

(29)

18

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, rokok elektrik ini termasuk barang ilegal yang maka dari itu perlindungan bagi penggunannya belum diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pengertian perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa :

“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumennya”.

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) UUPK tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku uisaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.15

2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ada beberapa asas yang terdapat dalam UU tersebut, yaitu :

a. Asas Manfaat, maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas Keadilan, asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas Keseimbangan, asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.12

15

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo,2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.1

(30)

19

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum, asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.13

Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah Negara Republik Indonesia. Kelima asas yang telah disebutkan dalam Pasal diatas bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas, yaitu :

1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen.

2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan 3. Asas kepastian hukum.16

Setiap Undang-Undang memiliki tujuan khusus. Tujuan perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

16

Ahmad Miru & Sutarman Yodo, op.cit,hal.26. 15

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo,2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.1

(31)

20

d. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.14

Dari apa yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi mereka. Konsumen perlu dilindungi, karena konsumen dianggap memiliki “kedudukan” yang tidak seimbang dengan para pelaku usaha. Keseimbangan ini menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen. Seringkali konsumen tidak berdaya menghadapi posisi yang lebih kuat dari para pelaku usaha.17

2.3 Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha

Hukum, khususnya hukum ekonomi mempunyai tugas untuk menciptakankeseimbangan antara kepentingan konsumen, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus mampu menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat menjadi sarana penting kesejahteraan perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Selanjutnya, uapaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu didukung peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian

17

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.9.

18

Dhaniswara K. Harjon0, 2010, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.72-73.

(32)

21

konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.18

Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 4 UUPK, diatur mengenai hak-hak konsumen, yaitu :15

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk dip[erlakukan atau dilayani secara besar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dari Sembilan butir hak konsumen yang diatas, terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa uang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat.19

18

Dhaniswara K. Harjon0, 2010, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.72-73.

19

Titik Triwulan & Shita Febriana, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hal.31.

(33)

22

Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu :16

1. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal maupun kerugian harta kekayaan.

2. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar serta,

3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.

Oleh karena ketiga hak atau prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan atau merupakan prinsip perlindungan hokum bagi konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan diatas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena pemenuhan hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek.20

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai kewajiban-kewajiban konsumen, yaitu :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur prmakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

20

(34)

23

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.17

Adanya kewajiban konsumen, membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan merupakan hal penting mendapat pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Masalah pemenuhan kewajiban konsumen dapat terlihat jika peringatan yang disampaikan pelaku usaha tidak jelas atau tidak mengundang perhatian konsumen untuk membacanya.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang tertera pada pasal 6 dan pasal 7 yang menyatakan Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, yaitu sebagai berikut : Hak pelaku usaha yaitu, berhak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik (halaman 5 UU Perlindungan Konsumen), Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(35)

24

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur tentang Kewajiban pelaku usaha yaitu , Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2.4 Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Rokok Elektrik Jika Dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2003

Hukum perlindungan konsumen di Indonesia saat ini secara umum didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khusus mengenai perlindungan bagi pengguna rokok dapat kita temui pengaturannya dalam PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

(36)

25

Dalam bagian menimbang PP Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa :

“Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan”.

Salah satu upaya pemerintah adalah dengan menerbitkan PP Nomor 9 tahun 2003 ini.

Pemerintah telah menentukan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan ini dilaksanakan dengan beberapa peraturan sebagai berikut yang diatur jelas pada Pasal 3 PP Nomor 19 tahun 2003, yaitu menyatakan bahwa :

a. Kandungan kadar nikotin dan tar,

b. Persyaratan produk dan penjualan rokok, c. Persyaratan iklan dan promosi rokok, d. Penetapsn kawasan tanpa rokok

Lebih jauh untuk melaksanakan PP Nomor 19 tahun 2003 ini diterbitkan beberapa peraturan teknis sebagai berikut :

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.62/MPP/KEP/2/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok.

2. Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.3.1.3322 Tahun 2004 tentang Tata Laksana Produk rokok yang Beredar dan Iklan, dan

3. Perauran bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/MENKES/PB/I/2011;7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

(37)

26

Jadi, wujud dari perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok, pemerintah telah menetapkan batasan-batasan yang antara lain adalah :

1. Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin dibidang perindustrian (diatur jelas pada Pasal 10 PP Nomor 19 tahun 20003). Sehingga tidak semuaorang bisa memproduksi rokok untuk diproduksi oleh masyarakat luas.

2. Setiap orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (diatur pada Pasal 11 ayat (11) PP Nomor 19 tahun 2003). 3. Menteri yang bertanggungjawab dibidang pertanian berkewajiban

menggerakkan, mendorong, dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dengan resiko kesehatan seminimal mungkin (diatur pada Pasal 12 PP Nomor19 tahun 2003).

4. Menteri yang bertanggung jawab dibidang perindustrian berkewajiban menggerakkan, mendorong, dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses produksi rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan resiko kesehatan seminimal mungkin (diatur pada Pasal 13 PP Nomor 19 tahun 2003).

5. Iklan dan promosi rokok hanya boleh dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia (diatur pada Pasal 16 ayat (1) PP Nomor 19 tahun 2003). 6. Dalam setiap iklan rokok harus dicantumkan peringatan bahaya rokok

(38)

27

jantung, impotensi, dan gangguan kelamin dan janin” (diatur pada Pasal 18 jo Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 19 tahun 2003).

7. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatankesehatan (Pasal 114 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa peringatan kesehatan adalah berupa tulisan dan dapat disertai gambar. Pasal ini pernah diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi oleh Nurtanto Wisnu Brata beserta sebelas rekannya yang tergabung dakam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPD Jawa Tengah. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mewajibkan produsen dan importir roko di Indonesia mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, selain bentuk tulisan yang berlaku selama ini.

Ketentuan-ketentuan tersebut adalah contoh wujud perlindungan bagi pengguana atau konsumen rokok secara khusus dan bagi masyarakat secara umum.2118

Pada sisi lain, meskipun telah terdapat bermacam regulasi berkaitan dengan rokok, namun hak masyarakat atas informasi bahaya rokok dinilai belum benar-benar terpenuhi. Dalam artikel Hak Masyarakat atas Informasi Bahaya Rokok Belum Terjamin misalnya, Arini Setiawati dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mencontohkan satu informasi yang kurang disosialisasikan kepada masyarakat, yaitu tentang asap tembakau yang mengandung kurang lebih dari 4000 zat kimia. Di luar itu, lanjut

21

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/c12756/bagaimana-bentuk-perlindungan-untuk -konsumen-rokok-elektrik.diakses pada 17 Februari 2017, pukul 10.30 WITA.

(39)

28

Arini, masyarakat juga belum diberikan pemahaman yang cukup tentang ancaman penyakit di balik kegiatan merokok, yaitu setidaknya ada sembilan jenis penyakit kanker, tiga penyakit jantung serta pembuluh darah, dan tiga penyakit paru-paru yang dapat disebabkan rokok.19

Pemerintah dapat memperingati dan memberikan batasan-batasan untuk melindungi pengguna rokok maupun masyarakat di antaranya seperti yang telah disebutkan di atas dan dengan menetapkan kawasan tanpa rokok seperti yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan mengeluarkan Pergub DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokoksebagaimana telah diubah dengan Pergub DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010.Lebih jauh simak artikel Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Kawasan Dilarang Merokok.22

Jadi, perlindungan konsumen bagi pengguna rokok elektrik jika berdasarkan pasal 19 UU Perlindungan Konsumen tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha yang menyatakan bahwa : pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau yang setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemberian ganti rugi yang dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi, pemberian ganti rugi sebvagaimana dimaksud pada

22

(40)

29

ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdasarkan pasal 62 dan 63, maka sanksi bagi pelaku yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dikenakan sanksi sebagai berikut : pasal 62 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal8, pasal 9, pasal 109, pasal 13 ayat (2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan huruf e, ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara palig lama 5 (lima) tahun ayau pidana denda paling banyak Rp. 2. 000.000.000,00 (dua milyar rupiah), Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ayat (1) huruf b dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana mati, sedangkan pasal 63 menyatakan bahwa terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa : perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.

(41)

30 BAB III

UPAYA BPOM DAN KEMENTRIAN KESEHATAN DALAM MELINDUNGI KONSUMEN ROKOK ELEKTRIK

(42)

31

3.1 Pengertian Rokok dan Rokok Elektrik

Rokok menurut kamus besar bahasa indonesia, gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nipah, kertas)23. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Angka 3 PP No.109 tahun 2012, yaitu :

“Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustiaca, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.”

Di Indonesia pada umumnya, rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter rokok.

a. Rokok Berdasarkan Bahan Pembungkus :

1. Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. 2. Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. 3. Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.

4. Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.20

b. Rokok Berdasarkan Bahan Baku :

1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya tembakau diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu 2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isnya berupa daun

tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu

23

Departemen Pendidikan Nasional,2002, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga”, Balai Pustaka, Jakarta, hal.960.

(43)

32

3. Rokok Klembek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Rokok Berdasarkan Proses Pembuatannya

Berdasarkan pembuatannya, rokok dibedakan menjadi:

1. Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang diproses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana

2. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.

d. Rokok Berdasarkan Penggunaan Filter

1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

(44)

33

2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.24

Rokok Elektronik (E-Cigarette)

Electronic cigarette (rokok elektronik) atau e-cigarette merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap dan oleh WHO disebut sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS). Electronic cigarette dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya. Electronic cigarette diciptakan di Cina lalu dipatenkan tahun 2004 dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dengan berbagai merek seperti NJOY,EPuffer, blu cigs, green smoke, smoking everywhere, dan lain-lain. Secara umum sebuah e-cigarette terdiri dari 3 bagian yaitu: battery (bagian yang berisi baterai), atomizer (bagian yang akan memanaskan dan menguapkan larutan nikotin) dan catridge (berisi larutan nikotin).2521

Cara penggunaan e-cigarette seperti merokok biasa, saat dihisap lampu indikator merah pada ujung e-cigarette akan menyala layaknya api pada ujung rokok, lalu hisapan tersebut membuat chip dalam e-cigarette mengaktifkan baterai yang akan memanaskan larutan nikotin dan menghasilkan uap yang akan dihisap oleh pengguna. Larutan nikotin tersebut memiliki komposisi yang berbeda-beda dan secara umum ada 4 jenis campuran. Electronic cigarette juga pernah digunakan sebagai alat bantu program berhenti merokok dengan cara

24

Muhammad Jaya, 2009, Pembunuhan Berbahaya Itu Bernama Rokok, Yogyakarta: Riz’ma, hal.15.

25

Reza Kurniawan Tanuwihardja & Agus Dwi Susanto, 2012, “Rokok Elektronik

(45)

34

mengurangi kadar nikotin ecigarette secara bertahap namun praktek tersebut kini sudah tidak dianjurkan oleh Electronic Cigarette Association (ECA) dan Food and DrugAssociation (FDA). Meskipun demikian berdasarkan hasil survei di Amerika, mayoritas (65% responden) memilih alasan menggunakan ecigarrete

adalah untuk berhenti merokok.

Pada awal munculnya e-cigarette, produk tersebut dikatakan aman bagi kesehatan karena larutan nikotin yang terdapat pada e-cigarette hanya terdiri dari campuran air, propilen glikol, zat penambah rasa, aroma tembakau dan senyawa-senyawa lain yang tidak mengandung tar, tembakau atau zat-zat toksik lain yang umum terdapat pada rokok tembakau. Penelitian analitis di Amerika menyebutkan bahwa rata- rata perokok mengkonsumsi 14 batang rokok per hari dengan kadar nikotin 1-1,5 mg per batang rokok sehingga asupan nikotin sehari rata-rata 14-21 mg. Sedangkan kadar nikotin pada e-cigarette berkisar 0-16 mg per batang jika digunakan sampai habis (300 kali hisap). Rata-rata hisapan

ecigarette adalah 62,8 kali sehingga rata-rata asupan nikotin dari ecigarette

adalah 3,36 mg per hari yang jauh lebih rendah dari rokok tembakau.2622

Sebuah penelitian mencoba menilai kadarPolisiklik HidrokarbonAromatik (PHA) pada e-cigarette Polisiklik Hidrokarbon Aromatik umum ditemui pada asap rokok tembakau dan kadar yang tinggi sering dikaitkan dengan kejadian kardiovaskular karena menyebabkan apoptosis sel-sel endotel arteri koroner. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kadar PHA pada uap e-cigarette sangat rendah dan tidak dapat diukur. Penelitian analitis lain yang didanai produsen e-cigarette oleh Laugesen dkk. Mengatakan bahwa e-cigarette lebih aman daripada

26

http://www.depkes.go.id/1165/ends-produk-ilegal-dan-berbahaya-bagi-kesehatan.html, diakses pada 20 Februari 2017.

(46)

35

rokok tembakau karena kadar nikotin yang lebih rendah dan tanpa pembakaran tembakau. Berdasarkan data-data tersebut e-cigarette dengan gencar dipasarkan ke seluruh dunia sebagai alternatif rokok tembakau yang seolah lebih aman bagi kesehatan dan tidak melanggar peraturan bebas rokok. Penelitian lain yang membandingkan berbagai merek e-cigarette dengan rokok tembakau menemukan bahwa secara umum e-cigarette membutuhkan hisapan yang lebih dalam terutama setelah 10 hisapan. Kadar uap nikotin yang dihasilkan berkurang setelah 10 hisapan, berbeda dengan kadar nikotin rokok tembakau yang tetap stabil. Selain itu dikatakan bahwa kadar nikotin yang diukur setelah merokok lebih rendah pada pengguna rokok elektrik daripada perokok tembakau sehingga

ecigarette dikatakan lebih aman dari rokok tembakau. Penelitian oleh Strasser

dkk. terhadap perilaku pengguna e-cigarette menemukan bahwa akibat dari penurunan kadar nikotin tersebut menyebabkan pengguna ecigarette juga mengkonsumi rokok tembakau sebagai kompensasi kebutuhan nikotin yang tak terpenuhi sehingga tetap terpajan oleh zat toksik dan karsinogen yang berbahaya dari rokok tembakau. Sebuah penelitian yang dilaksanakan di Itali meneliti penggunaan e-cigarette dalam program berhenti merokok pada 40 orang perokok aktif dan mendapatkan bahwa dalam 6 bulan, terjadi penurunan jumlah konsumsi rokok 50% dan bahkan berhenti merokok pada 55% subyek dengan rerata konsumsi rokok perhari menurun 88% dari jumlah awal.27

Maraknya penggunaan e-cigarette di masyarakat tanpa tersedianya data obyektif yang cukup membuat FDA di Amerika memprakarsai sebuah penelitian pada tahun 2009 tentang e-cigarette. Penelitian tersebut menyatakan bahwa e-cigarette mengandung tobacco specificnitrosamines (TSNA) yang bersifat toksik

(47)

36

dan diethylene glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen. Hal tersebut membuat FDA mengeluarkan peringatan kepada publik tentang bahaya zat toksik dan karsinogen yang terkandung dalam e-cigarette sehingga mengakibatkan pembatasan distribusi dan penjualan e-cigarette di Amerika dan beberapa negara lain.23

3.2 Upaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam Melindungi

Konsumen Rokok Elektrik

Rokok Elektronik (Electronic Nicotine Delivery Systems atau e-Cigarette)merupakan sebuah inovasi dari bentuk rokok konvensionalmenjadi rokok modern. Rokok elektronik diklaim sebagai rokok yang lebihsehat dan ramah lingkungan daripada rokok biasa dan tidak menimbulkanbau dan asap. Selain itu, rokok elektronik lebih hemat daripada rokokbiasa karena bisa diisi ulang.

Ada sejumlah kasus yang dialami konsumen rokok elektronik,seperti pneumonia, gagal jantung, disorientasi, kejang, dan luka bakarakibat meledaknya rokok elektronik di dalam mulut. Hal yang lebihmengkhawatirkan, rokok elektronik dianggap lebih aman dibandingkanrokok konvensional oleh konsumen karena tak menghasilkan asap akibatpembakaran tembakau atau rokok. Padahal, itu hanya rasa aman palsu.

Pabrik rokok elektronik pun memperingatkan, bagi konsumen yangmenderita penyakit paru, seperti asma, bronkitis, dan pneumonia, uap darirokok elektronik bisa menimbulkan serangan asma, sesak napas, danbatuk.

27

http://www.depkes.go.id/201407010001/makin-banyak-industri-rokok-yang-patuhi-phw.html, diakses pada tanggal 20 Februari 2017.

(48)

37

Karena itu, produk ini dilarang digunakan jika mengalami keadaantersebut. Itu menunjukkan, produk ini berbahaya, terutama untuk sistempernapasan.28

Pemenuhan atas hak-hak konsumen berlaku bagi semuakonsumen, termasuk konsumen rokok elektronik. Hak-hak konsumendiberikan untuk menjamin keselamatan, keamanan serta kepastian hukumkonsumen. Tujuannya untuk memberikan keselamatan dan keamananbagi konsumen dalam memanfaatkan barang yang diperolehnya.2924

Di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan PerdaganganRepublik Indonesia No. 62/MPP/Kep/2/2004 Tentang Pedoman Cara UjiKandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok, Badan Pengawasan Obat danMakanan (BPOM) ditunjuk sebagai laboratorium penguji rokok. BPOMberperan untuk menguji serta mengawasi rokok yang beredar diIndonesia. Dari hasil pengujian BPOM pada rokok, pelaku usaha dapatmengetahui apakah rokok yang di produksi layak untuk diedarkan atautidak dan konsumen pun dapat mengetahui apakah rokok yang dibelisudah lulus uji sehingga dapat di konsumsi atau tidak.30

Berdasarkan aturan di atas dapat disimpulkan juga bahwa BPOMjuga harus menguji serta mengawasi rokok elektronik yang beredar saatini dipasaran, apakah kandungan dalam cairan rokok elektronik dapat dikonsumsi oleh konsumen atau tidak agar tidak membahayakan konsumendan memberikan kejelasan terkait kandungan zat-zat yang terdapat dalamcairan rokok elektronik. Namun sewaktu penulis datang ke BPOM Denpasar, penulis tidak diberikan

28 http://health.liputan6.com/read/2140636/awas-rokok-elektronik-10-kali-lebih-bahaya-daripada-rokok-biasa, diakses pada 15 Januari 2017, pukul 14.12 WITA.

29

http://health.liputan6.com/read/289961/bpom-rokok-elektrik-tidak -aman, diakses pada 15 Januari 2017, pukul 14.12 WITA.

30

(49)

38

kesempatan untuk melakukanpenelitian. Hal ini disebabkan dari pihak BPOM Denpasar sendiri sudahlama tidak mendapatkan sampel pengujian rokok dari KementrianKesehatan.

Pihak dari BPOM Denpasar sudah tidak lagi melakukan penelitiandan pemeriksaan terhadap rokok, baik itu rokok konvensional maupunelektrik. Begitupun dengan pengawasan terkait dengan peredaran rokok,BPOM Denpasar hingga saat ini masih berfokus pada makanan danproduk kosmetik yang berbahaya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hakkonsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur.Konsumen membutuhkan kejelasan mengenai kandungan zat-zat dalamcairan rokok elektronik.25

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumenterhadap suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaranmengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadapkonsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yangberupa intruksi.31Berdasarkan penjelasan di atas, bagaimanapunkeadaan suatu produk, pelaku usaha harus memberikan informasi yangjujur yang mudah dibaca dan diketahui oleh konsumen. Begitupun denganrokok elektronik, pelaku usaha wajib memberikan informasi dengan jelasmengenai kandungan yang terdapat didalam cairan rokok elektronik, dandampak apa saja yang diberikan ketika konsumen mengkonsumsi rokokelektronik tersebut.

Rokok yang beredar di Indonesia, telah melalui pengujian.Pengujian rokok dilakukan oleh beberapa laboratorium yang ditunjukdalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RepublikIndonesia No.

31

(50)

39

62/MPP/Kep/2/2004 tentang Pedoman Cara Uji KandunganKadar Nikotin dan Tar Rokok. Dalam keputusan ini, BPOM ditunjuksebagai salah satu laboratorium milik pemerintah yang dapat mengujirokok sebelum beredar. Laboratorium tersebut terletak di Gedung PusatPengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). PPOMN adalah unsurpelaksanaan tugas BPOM yang berada dibawah dan bertanggungjawabkepada Kepala Badan POM. Menurut penulis, rokok elektronik yang telahberedar bebas saat ini dipasaran seharusnya terlebih dahulu sebelumberedar dipasaran harus melalui pengujian oleh BPOM selaku

laboratorium milik pemerintah yang berwenang menguji kandungan kadarnikotin dan tar yang ditunjuk oleh pemerintah dan seharusnya jugamenguji kadar nikotin yang terdapat pada cairan rokok elektronik.

Pada hakekatnya, terdapat dua intrusmen hukum penting yangmenjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu :pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segalasumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan sosialbertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuanpembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomiyang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkandunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak di konsumsi olehmasyarakat. Kedua, UUPK. Lahirnya undang-undang ini memberikanharapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan ataskerugian yang diderita atas transaksi atau barang dan jasa. UUPK inimenjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

Dalam UUPK Pasal 29 ayat (1) ditentukan bahwa “Pemerintahbertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan

(51)

40

perlindungankonsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usahaserta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”. DalamPenjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentangPembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen,disebutkan bahwa pembinaan perlindungan konsumen yangdiselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamindiperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannyakewajiban masing-masing sesuai dengan asas keadilan dan asaskeseimbangan kepentingan.Tugas pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumendilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait. Menteri ini melakukankoordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapatugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraanperlindungan konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan PemerintahNomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan PengawasanPenyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Dalam PP tersebut salah satupointnya mememerintahkan agar adanya koordinasi antar lembagapemerintah dalam meneliti terhadap barang dan/atau jasa yang beredaryang menyangkut perlindungan konsumen. Namun pada faktanyakoordinasi antara lembaga terkait dengan kasus rokok elektronik masihbelum jelas. Hal ini disebabkan pemerintah belum melihat adanya urgensi pada perlindungan konsumen terhadap penggunaan rokok elektronik.Padahal berbagai hasil penelitan sebagaimana yang penulis kemukakanpada bagian tinjauan pustaka menunjukkan bahaya dari penggunaanrokok elektronik.

(52)

41

Perlindungan kosumen rokok elektronik secara normatif filosofisharus dilakukan sebagai bentuk manifestasi dari asas keamanan dankeselamatan yang diamanahkan dalam UUPK. Asas ini dimaksudkanuntuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepadakonsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasayang dikonsumsi atau digunakan. Jika penelitian resmi dari pemerintahmengenai rokok elektronik sampai saat ini belum ada, bagaimanamungkin konsumen dapat merasa aman dalam menggunakan rokokelektronik. Dibutuhkan langkah yang cepat dari pemerintah dalam kasusini. Hal ini demi memberikan kepastian keamanan dan keselamatan bagikonsumen rokok elektronik.Selain itu menurut penulis, belum adanya penelitian resmi daripemerintah terhadap rokok elektronik menyebabkan penegakan beberapaperaturan dalam UUPK belum dapat dilaksakan. Misalnya saja Pasal 8ayat 1 UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarangmemproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yangtidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkandan ketetuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana mungkinpelaku usaha dapat mengetahui bahwa standar apa yang harusdigunakan dalam memproduksi dan/atau memperdagangkan rokokelektronik jika rokok elektronik itu sendiri belum jelas kategorinya. Berartiselama ini rokok elektronik yang beredar tidak diketahui apakah sudahmemenuhi standar ataukah belum. Tentu ini menyebabkan adanyaketidakpastian hukum dalam dunia usaha. Dan konsumen sekali lagimenjadi pihak yang sangat dirugikan dalam hal ini.

Menurut penulis dibutuhkan pemahaman yang pasti mengenairokok elektronik, termasuk mengenai standar apa yang harus diterapkanterhadap rokok

Referensi

Dokumen terkait

“Proses perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran barang masuk (inbound flow) secara efektif dan efisien serta penyimpanan barang bekas (secondary goods) dan

 Namun pengamat tidak bisa mencatat burung yang di luar waktu dan jarak yang di tentukan..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Kata baku adalah kata standar yang sesuai dengan kaidah pemakaian bahasa yang benar atau kata yang penulisannya sesuai dengan EYD.. Penulisan kata baku yang benar

Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.1 tentang pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, data sekunder nomor 1.3.1 tentang persyaratan mutu, keamanan,

Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai dengan efek samping yang

Bangunan paling atas yaitu Makam Kartini yang dibuat terbuka dengan hanya menggunakan pilar-pilar dan atap Joglo dengan maksud menunjukkan suasana terang.. Gambar 5.12 :

Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh informasi lebih dalam tentang kegiatan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) atau Research and Development (R&D) yang dilakukan