• Tidak ada hasil yang ditemukan

EDITORIAL. Saran dan kritik dengan sangat terbuka kami terima untuk perbaikan ke depan Buletin ini, dan akhir kata, kami ucapkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EDITORIAL. Saran dan kritik dengan sangat terbuka kami terima untuk perbaikan ke depan Buletin ini, dan akhir kata, kami ucapkan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar isi:

 WHO Assessment 2012 Fungsi 2: Aktifitas Farmakovigilans, termasuk Surveilan KIPI 2

 Klasifikasi Kajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) 3

Informasi Untuk Dokter Azithromycin dan Risiko Efek Samping Kardiovaskular 4

 Calcitonin - Penggunaan Jangka panjang Terkait Dengan Peningkatan Risiko Kanker 5  Potensi Risiko Efek Samping Kardiovaskular Dan Ginjal Pada Pasien Diabetes Tipe 2 yang

Diterapi Dengan Aliskiren 6

 Update kegiatan Sosialisasi/Workshop Farmakovigilans 7

Fungal Meningitis Outbreak di Amerika Serikat 7

D

A

FTA

R ISI

Volume 30, No. 2

Sejawat Profesional Kesehatan yang kami hormati,

Secara berkala World Health Organization (WHO) melakukan assessment terhadap Badan POM karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi vaksin. Pada tanggal 5-8 Juni 2012 lalu, Badan POM telah di-assess oleh WHO dalam rangka Pra-kualifikasi produksi vaksin Indonesia dan salah satu fungsi yang di-assess adalah Aktifitas Farmakovigilans, termasuk Surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Informasi mengenai WHO assesment ini secara khusus kami ulas, dan dapat Sejawat baca lebih lanjut pada Buletin ini.

Masih terkait dengan aktivitas surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), secara berkala, kami akan memuat artikel terkait aktifitas ini, yang telah kami mulai sejak Edisi Juni 2012 dari Buletin Berita MESO. Kali ini kami menyajikan artikel mengenai Klasifikasi Kajian Kejadian KIPI. Di sini, disampaikan tentang klasifikasi kejadian KIPI berdasarkan 2 (dua) jenis yaitu klasifikasi lapangan dan kausalitas. Selengkapnya Sejawat dapat simak pada halaman 3 Buletin ini. Dalam pemuatan informasi surveilan KIPI, kami sangat mengapresiasi Tim Surveilan KIPI di Kementerian Kesehatan RI, dan juga Komite Nasio- nal PP KIPI yang telah menyiapkan artikel dimaksud.

Untuk informasi lain yang dimuat adalah informasi aspek keamanan terkini terkait obat yang beredar untuk menjadi per-hatian bagi Sejawat Dokter sekalian. Informasi tersebut antara lain terkait produk obat yang mengandung azithromycin, cal-citonin dan juga aliskiren. Informasi pertama, adalah mengenai Azithromycin dan Risiko Efek Samping Kardiovaskular. Infor-masi mengenai risiko efek samping kardiovaskular pada penggunaan jangka pendek azithromycin dipublikasi di US FDA ber-dasarkan hasil studi cohort yang diterbitkan oleh the New England Journal of Medicine (NEJM), 2012. Sedangkan informasi untuk dokter yang disampaikan berikutnya adalah mengenai penggunaan jangka panjang Calcitonin dan kaitannya dengan Peningkatan Risiko Kanker. European Medicine Agency (EMA) merekomendasikan pembatasan penggunaan jangka panjang obat-obatan yang mengandung calcitonin, pembatasan penggunaan pada pasien dengan Paget's disease dan melakukan penarikan (withdrawn) bentuk sediaan intranasal untuk pengobatan osteoporosis berdasarkan hasil kajian yang menunjukkan adanya bukti peningkatan risiko kanker dengan berbagai tipe. Di samping itu, informasi keamanan obat lainnya adalah me-ngenai potensi peningkatan risiko efek samping gangguan kardiovaskular dan ginjal pada penggunaan obat aliskiren. Informasi keamanan terbaru aliskiren tersebut berasal dari hasil studi Aliskiren Trial In Type 2 Diabetes Using cardio-renal

Disease Endpoints (ALTITUDE) yang dihentikan lebih awal.

Sebagai penutup kami sampaikan mengenai update kegiatan Sosialisasi/Workshop Farmakovigilans di Rumah Sakit selama tahun 2012 dan sekilas informasi mengenai Fungal Meningitis Outbreak yang terjadi di Amerika Serikat, yang belakangan ini banyak dilansir di beberapa media, serta deskripsi kasus laporan efek samping obat yang kami terima.

Saran dan kritik dengan sangat terbuka kami terima untuk perbaikan ke depan Buletin ini, dan akhir kata, kami ucapkan Selamat Membaca.

Redaksi

▸ Baca selengkapnya: contoh kritik dan saran untuk narasumber diklat

(2)

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara produsen vaksin yang telah memperoleh status pra-kualifikasi World Health Organization (WHO). Indonesia telah beberapa tahun mensuplai kebutuhan vaksin dunia. Untuk mempertahankan status pra-kualifikasi tersebut, secara berkala WHO melakukan assessment terhadap Badan POM RI, sebagai National Regulatory Authority (NRA). Pada pada tanggal 5-8 Juni 2012, Badan POM RI telah di-assess oleh WHO. Dalam kegiatan tersebut WHO melakukan assesment terhadap 7 (tujuh) fungsi regulatori yaitu national regulatory system, marketing authorization, and licensing activities, clinical trial oversight, laboratory access, lot release, good manufacturing process, dan pharmacovigilance activities including surveillance of AEFI.

Untuk WHO Assessment terhadap fungsi ini, beberapa instansi terlibat untuk dikunjungi dan di-assess, baik tingkat pusat dan daerah. Di tingkat Pusat WHO mengunjungi Badan POM RI, Pelaksana Program Imunisasi, Subdit Imunisasi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI, dan Komite Nasional PP-KIPI. Sesuai dengan usulan yang diajukan sebelumnya, daerah yang dikunjungi untuk di-assess adalah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi DI Yogyakarta.

Pada akhir pelaksanaan WHO Assessment, tanggal 8 Juni 2012, telah dipaparkan hasil temuan sementara tim WHO yang secara umum menunjukkan bahwa semua fungsi memenuhi persyaratan. Namun, secara khusus untuk Fungsi Pharmacovigilance Activities including Surveillance of AEFI, WHO menilai masih terdapat beberapa indikator kritis yang belum sepenuhnya diterapkan, sehingga

memberikan beberapa rekomendasi untuk dapat ditindaklanjuti. Indonesia diberi kesempatan 12 minggu sejak tanggal 8 Juni 2012 untuk melakukan pembenahan terkait rekomendasi tersebut.

Menindaklanjuti rekomendasi WHO dimaksud, telah dilakukan pertemuan secara intensif antara Tim Kementerian Kesehatan RI, Badan POM RI dan Komite Nasional PP-KIPI dalam rangka memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.

Pada tanggal 16-20 Juli 2012, Mr. Stephane Guichard (WHO SEARO) dan Dr. Phillip Lambach (WHO HQ) telah melakukan follow up visit untuk menilai tindak lanjut rekomendasi Tim Assessor WHO yang telah dilakukan oleh Tim Kementerian Kesehatan RI, Badan POM RI dan Komite Nasional PP KIPI. Selanjutnya, hasil penilaian ini telah disampaikan kepada Tim Assessor WHO. Pada tanggal 11 September 2012, perwakilan Tim As-sessor WHO yaitu Dr. Lahouari Belgharbi kembali berkunjung ke Indonesia untuk menyampaikan Final Discussion dan hasil penilaian akhir terhadap Indonesia termasuk fungsi Pharmacovigilance Activities including Surveillance of AEFI. Disampaikan bahwa untuk fungsi tersebut, Indonesia telah memenuhi persyaratan dan memperoleh nilai 100% yang berarti bahwa semua kriteria di dalam indikator assessment telah sepe-nuhnya dijalankan.

Dengan capaian terkait fungsi regulatori tersebut, maka Indonesia dinilai telah melaksanakan pengawasan dengan sistem yang teruji, dan oleh kare-na itu Indonesia dapat mempertahankan status Pra-Kualifikasi WHO untuk produk vaksin Indonesia.

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

WHO Assessment 2012

Fungsi 2: Aktifitas Farmakovigilans, termasuk Surveilan KIPI

(Pharmacovigilance Activities, including Surveillance of AEFI)

Keterangan Gambar 1:

Ibu Dra. Lucky S. Slamet, MSc, Kepala Badan POM RI didampingi para pejabat terkait, berfoto bersama dengan Tim Assessor WHO, perwakilan Komnas PP KIPI dan Subdit Imunisasi-Ditjen P2PL-Kemenkes RI, perwakilan WHO Indonesia

(3)

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

Salah satu ketentuan dalam pe-nanganan KIPI yaitu pada setiap kasus KIPI masyarakat berhak mendapatkan penjelasan resmi atas hasil kajian yang dilakukan Komda KIPI atau Komnas PP-KIPI. Hasil kajian KIPI ini dapat disampaikan kepada masyarakat atau bahan untuk meluruskan berita di media dan dapat di-pergunakan untuk perbaikan Pro-gram Imunisasi.

Dalam membuat kajian KIPI, Komnas PP-KIPI menge-lompokkan KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi yaitu klasifi-kasi lapangan dan klasifiklasifi-kasi kausalitas.

Klasifikasi lapangan

Sesuai dengan manfaat situasi di lapangan maka se-bagai acuan untuk Komnas dan Komda PP-KIPI dengan menggunakan kriteria WHO untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu:

1. Kesalahan prosedur/teknik pelaksanaan (programmatic errors)

KIPI yang berhubungan dengan masalah prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, meliputi kesa-lahan prosedur penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana pemberian vaksin.

2. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat sun-tikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.

3. Induksi vaksin (reaksi vaksin) KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya

su-dah dapat diprediksi terlebih su-dahulu karena meru-pakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis bi-asanya ringan. Walaupun demikian dapat saja ter-jadi SAE (Serious Adverse Event) berupa : gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik de-ngan risiko kematian. Meskipun kemungkinan ke-jadian sangat kecil (1/satu juta)

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

KIPI yang terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi. Salah satu indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setem-pat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

Klasifikasi Kajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

5. Penyebab tidak diketahui

Bila karena kurang lengkapnya informasi KIPI yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasuk-kan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

Klasifikasi kausalitas

Klasifikasi kausalitas mengelompokkan KIPI menjadi 6 (enam) kelompok yaitu:

1. Very likely / Certain

Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mung-kin (masuk akal) terhadap pemberian vaksin dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan penyakit pe-nyerta atau obat atau zat kimia lain.

2. Probable

Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal dengan pemberian vaksin dan sepertinya tidak berhubungan dengan penyakit penyerta atau obat atau zat kimia lain.

3. Possible

Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal dengan pemberian vaksin namun dapat berhu-bungan dengan penyakit penyerta atau obat atau zat kimia lain.

4. Unlikely

Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mung-kin (masuk akal) terhadap pemberian vaksin me-nyebabkan hubungan kasual tidak mungkin namun mungkin dapat dijelaskan berdasarkan penyakit penyerta atau obat atau zat kimia lain.

5. Unrelated

Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang tidak mungkin (masuk akal) terhadap pemberian vaksin dan dapat dijelaskan berdasarkan penyakit pe- nyerta atau obat atau zat kimia lain.

6. Unclassifiable

Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk memungkinkan dilakukan penilaian dan iden-tifikasi penyebab.

Acknowledgements:

1. Subdit Imunisasi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI 2. KOMNAS PP KIPI

(4)

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

Azithromycin merupakan antibiotik berspektrum luas golongan makrolida, yang dikenal sebagai azlide dan berbeda secara kimia dengan erythromycin yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada sub unit ribosomal 50 dan mencegah translokasi peptida. Terdapat informa-si terbaru yang diterbitkan oleh US FDA pada tanggal 17 Mei 2012 mengenai aspek keamanan penggunaan jangka pendek azithromycin dari hasil studi cohort “Azithromycin and the Risk of Cardiovascular Death” yang dipublikasi di the New England Journal of Medi-cine (NEJM). US FDA sedang melakukan kajian ter-hadap hasil studi tersebut.

Studi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melihat peningkatan risiko kematian karena kardiovaskular (cardiovascular death) pada pemakaian jangka pen-dek azithromycin dibandingkan dengan pasien yang diterapi dengan antibiotik lain dan tanpa anti-biotik. Hasil studi menunjukkan adanya sedikit pe-ningkatan kematian karena kardiovaskular dan kematian karena penyebab lain pada pasien yang diterapi selama 5 hari dengan azithromycin dibandingkan de-ngan pasien yang diterapi dengan amoxycillin, ciprofloxa-cin dan tanpa antibiotik. Sedangkan, risiko kematian karena kardiovaskular pada pasien yang diobati dengan levofloxacin tidak berbeda secara signifikan dengan azithromycin.

Pada label obat produk obat azithromycin yang disetu-jui di Indonesia telah terdapat informasi tentang ter-jadinya prolonged cardiac repolarization dan QT in-terval untuk antibiotik makrolida secara umum, yaitu pada bagian Peringatan Perhatian dan laporan tentang QT prolongation dan torsades de pointes yang jarang pada bagian Efek Samping.

Menyikapi perkembangan terkini aspek keamanan azithromycin tersebut, perlu menjadi perhatian se-jawat profesional kesehatan akan potensi perpan-jangan interval QT (QT interval prolongation) dan a-ritmia, apabila akan meresepkan atau memberikan pasien obat antibiotik golongan makrolida dan melaporkan efek samping obat azithromycin apabila terjadi pada pasien dengan menggunakan form pelaporan ESO (form kuning). Badan POM RI akan melakukan kajian yang komprehensif untuk penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat, segera setelah diperoleh informasi dan data yang menunjang.

Daftar Pustaka:

1. US FDA, FDA Drug Safety, Zithromax (azithromycin):FDA

statement on risk of cardiovascular death, 17 Mei 2012.

2. Ray, Wayne A. Et all. Azithromycin and The Risk of

Cardiovascular Death. The New England Journal of

Medicines. 2012.; 366:1881-90.

INFORMASI UNTUK DOKTER

AZITHROMYCIN DAN RISIKO EFEK SAMPING KARDIOVASKULAR

Berkaitan dengan informasi aspek keamanan mengenai terjadinya fungal meningitis outbreak yang disampaikan oleh FDA terkait dengan ditemukannya kontaminasi fungal di fasilitas produksi New England Compounding Center (NECC), Framingham-Massachusetts yang ditengarai berhubungan dengan produk injeksi steroid dan telah dimuat di beberapa media cetak di Indonesia, Badan POM RI memandang perlu menyampaikan informasi kepada masyarakat sebagai berikut :

1. Terdapat informasi keamanan terkait produk obat injeksi steroid produksi New England Compounding Center (NECC), Framingham-Massachusetts yang berpotensi terkontaminasi dan menyebabkan fungal meningitis outbreak.

2. Pada tanggal 6 Oktober 2012, NECC mengumumkan penarikan produk injeksi steroid NECC yang di-produksi dan didistribusikan dari fasilitas di-produksi NECC di Framingham, Massachusetts dari peredaran.

3. Hingga tanggal 19 November 2012, CDC melaporkan terdapat 490 kasus infeksi fungal termasuk 34 ka-sus kematian yang diduga disebabkan oleh produk

4. Hasil observasi dari US FDA menunjukkan adanya kontaminasi fungal dengan melakukan pengujian langsung secara mikroskopik pada bahan luar seal vial methylprednisolone acetate produk NECC.

5. Data interim CDC menunjukkan bahwa semua pasien yang terinfeksi fungal meningitis meneri-ma produk injeksi NECC.

6. Hasil observasi FDA terhadap fasilitas produksi ruang bersih di NECC Framingham menunjukkan adanya penyimpangan terhadap regulasi terkait, sehingga mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan kurangnya sterilitas produk-produk yang di-produksi pada NECC’s compounding facility. 7. Ha si l i nv e sti gasi p ada sa la h s at u

lot#08102012@51, BUD 2/6/2013 methylpredni-solone acetate produksi NECC yang terimplikasi menunjukkan adanya fungus Exserohilum rostra-tum pada vial tanpa pengawet yang belum dibu-ka.

8. Hasil uji laboratorium memastikan terdapat hub-ungan antara produk injeksi steroid NECC dengan lot-lot tersebut dengan multistate outbreak fun-gal meningitis dan joint infections.

(5)

Pada tanggal 20 Juli 2012 European Medicines Agen-cy (EMA) menerbitkan press release yang mere-komendasikan pembatasan penggunaan jangka pan-jang obat-obatan yang mengandung calcitonin, pem-batasan penggunaan pada pasien dengan Paget's di-sease dan melakukan penarikan (withdrawn) bentuk sediaan intranasal untuk pengobatan osteoporosis. Rekomendasi tersebut berdasarkan hasil kajian be-nefit-risk yang telah dilakukan Europen Medicines Agency’s Committe for Medicinal Products for Hu-man Use (CHMP) terhadap semua data yang terse-dia yang menunjukkan adanya bukti peningkatan risiko kanker dengan berbagai tipe pada penggunaan calcitonin jangka panjang. Pada studi jangka pjang, tingkat risiko terjadinya kanker bervariasi an-tara 0,7% (formula oral) hingga 2,4% (formula semprot hidung) dibandingkan dengan pasien yang diberikan plasebo. Tingkat kejadian kanker lebih tinggi pada calcitonin yang diberikan dalam bentuk intranasal (semprot hidung).

Rekomendasi bagi dokter terkait informasi kea-manan tersebut adalah:

1. Tidak meresepkan obat yang mengandung calci-tonin dalam bentuk semprot hidung untuk pe-ngobatan osteoporosis

2. Calcitonin hanya akan tersedia dalam bentuk in-jeksi dan infus, dan hanya boleh digunakan un-tuk:

a. Pencegahan akut keropos tulang karena imo-bilisasi tiba-tiba. Pengobatan dianjurkan selama 2 minggu dengan durasi pengobatan maksimal 4 minggu.

b. Pasien dengan penyakit Paget’s disease yang tidak memberikan respon terhadap ngobatan alternatif atau pasien dengan pe-ngobatan yang tidak sesuai, pepe-ngobatan umumnya dibatasi hingga 3 bulan.

c. Hiperkalsemia yang disebabkan oleh kanker.

3. Pengobatan dengan calcitonin dibatasi dengan jangka waktu sesingkat mungkin dengan menggunakan dosis efektif paling kecil.

Di Indonesia, produk obat yang mengandung calcitonin telah beredar sejak tahun 1987 dan tersedia dalam bentuk injeksi dan semprot hidung. Calcitonin dalam bentuk semprot hidung diindikasikan untuk mengobati postmenopausal osteoporosis pada wanita yang telah mengalami postmenopause lebih dari 5 tahun dengan massa tulang rendah dibandingkan dengan massa tu-lang wanita sehat sebelum menopause. Calcitonin da-lam bentuk injeksi diindikasikan untuk osteoporosis, nyeri tulang yang berhubungan dengan osteoitis dan/ atau osteopenia, Paget’s disease of bone (osteitis de-formans), hypercalcaemia dan krisis hypercalcaemic terkait kanker, hyperparathyroidism, imobilisasi atau intoksikasi vitamin D dan neurodystropic disorders. Hingga saat ini Badan POM RI belum menerima laporan efek samping calcitonin terkait kanker.

Meskipun belum terdapat tindak lanjut regulatori yang dilakukan oleh badan otoritas di negara lain terkait informasi keamanan tersebut, dalam rangka mening-katkan kehati-hatian, Badan POM RI menyampaikan informasi ini kepada sejawat profesi kesehatan sambil terus melakukan kajian secara komprehensif untuk mengambil tindak lanjut regulatori yang tepat.

Daftar Pustaka:

1. European Medicines Agency (EMA). Press release:

European medicines Agency recommends limiting longterm use of calcitonin medicines, 20 Juli 2012.

2. European Medicines Agency (EMA).Question and answers

on the review of calcitonin containing medicines,19 Juli

2012.

3. Health Canada.Calcitonin-containing drugs: Health

Canada assessing potential cancer risk with long-term use, 31 Juli 2012.

4. Data Badan POM RI.

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

CALCITONIN – PENGGUNAAN JANGKA PANJANG TERKAIT

DENGAN PENINGKATAN RISIKO KANKER

9. Semua produk produksi NECC tidak terdaftar dan beredar di Indonesia.

Demikian informasi ini kami sampaikan, semoga bermanfaat, dan menambah wawasan Sejawat Kesehatan sekalian.

Daftar Pustaka:

1. Medscape Medical News, Drugs recalled as Deadly Meningitis

Outbreak Worsens, 4 Oktober 2012.

2. US FDA., Safety Information, New England Compounding Cen-ter (NECC) Potentially Contaminated Medication: Fungal Me-ningitis Outbreak, 6 Oktober 2012.

Fungal Meningitis Outbreak………

Sambungan dari halaman 4

3. US FDA., Safety Alerts, Press Release: New England Compound-ing Center Issues Voluntary Nationwide Recall All Products, 6 Oktober 2012

4. US FDA., FDA Statement on Fungal Meningitis Outbreak: Addi-tional Patient Notification Advised, 16 Oktober 2012.

5. US FDA, Question and Answers on Fungal Meningitis Outbreak, 17 Oktober 2012.

6. US FDA, Drug Safety, Update on Fungal meningitis, 18 Oktober 2012 and 22 October 2012.

7. US FDA, Safety Alert, Update Fungal Meningitis Oubreak, 24 Oktober 2012.

8. US FDA, News release: FDA reports conditions observed at New England Compounding Center Facility, 26 Oktober 2012. 9. CDC Multistate Fungal meningitis Oubreak-Current Case Count,

19 November 2012 10. Data Badan POM RI

(6)

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

Aliskiren merupakan obat yang diindikasikan untuk pengobatan hipertensi dan bekerja oral secara aktif, non-peptide, potent, dan menghambat langsung secara selektif pada renin manusia. Di Indonesia, aliskiren disetujui beredar sejak tahun 2007 dalam bentuk tunggal dan kombinasi tetap dengan hydroclortiazid. Terdapat informasi terbaru mengenai aspek keamanan penggunaan aliskiren dari studi Aliskiren Trial In Type 2 diabetes Using cardio-renal Disease Endpoints (ALTITUDE) berupa peningkatan risiko efek samping gangguan kardiovaskular dan ginjal.

Studi ALTITUDE merupakan studi yang dilaksanakan pada 8606 pasien diabetes tipe 2 yang sebelumnya telah mempunyai risiko tinggi gangguan kardiovasku-lar dan ginjal. Tujuan dilaksanakannya Studi ALTI-TUDE adalah untuk meneliti aliskiren dalam menurunkan risiko kematian dan penyakit yang disebabkan oleh jantung, sistem kardiovaskular, dan ginjal. Dalam studi tersebut, aliskiren diberikan se-bagai tambahan pengobatan standar hipertensi yaitu angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor) atau angiotensin receptor blocker (ARB).

Studi ALTITUDE tersebut dihentikan lebih awal kare-na hasil dari akare-nalisis interim menunjukkan kurangnya efikasi obat aliskiren dan terdapat peningkatan risiko kardiovaskular dan gangguan ginjal pada pasien yang diterapi dengan aliskiren bersama de-ngan ACE inhi-bitor atau ARB dibandingkan dengan pasien yang di-terapi dengan plasebo. Peningkatan risiko kardiovas-kular dan gangguan ginjal dalam studi tersebut teru-tama meliputi stroke, komplikasi ginjal, hiperkale-mia dan hipotensi.

Beberapa badan otoritas di negara lain diantaranya adalah EMA (Uni Eropa), US FDA (Amerika) dan PMDA (Jepang) telah mengambil tindak lanjut regulatori berupa update labelling dengan menambahkan

informasi berupa kontraindikasi penggunaan terapi aliskiren bersama dengan ARB atau ACE inhibitor pada pasien diabetes dan gangguan ginjal. Sedangkan MHRA (Inggris) dan Health Canada (Canada) sedang melakukan review lebih lanjut.

Menyikapi perkembangan aspek keamanan aliskiren tersebut, Badan POM RI sedang melakukan pengkajian yang komprehensif untuk penetapan tindak lanjut re-gulatori yang tepat. Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya ja-minan keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Daftar Pustaka:

1. EMA, Press release: European Medicines Agency

recommends new contraindications and warnings for aliskiren-containing medicines, 17 Februari 2012.

2. EMA, Question and answers on the review aliskiren

containing medicines, 16 Februari 2012.

3. US FDA, FDA Drug Safety Communication: New warning

and contraindication for blood pressure medicines containing aliskiren (Tekturna), 20 April 2012.

4. Health Canada, Public Comunication: Health Canada

endorsed important safety information on Rasilez

( al i sk i r e n ) an d R asi l e z H C T ( al i sk i r e n / hydrochlorthiazide), 23 Januari 2012.

5. Health Canada, Rasilez (aliskiren) reviewing safety blood

pressure drugs, 22 Desember 2011.

6. PMDA, Risk Communication: MHLW/PMDA starts review

of Rasilez (aliskiren fumarate), 28 Desember 2011.

7. HSA, HSA Adverse Drug Reaction News. Early

termination of Aliskiren study due to adverse events., April

2012.

8. Data Badan POM RI

POTENSI RISIKO EFEK SAMPING KARDIOVASKULAR DAN GINJAL

PADA PASIEN DIABETES TIPE 2 YANG DITERAPI

DENGAN ALISKIREN

LAPORAN KASUS EFEK SAMPING TERKAIT OBAT IBANDRONIC ACID

Di Indonesia, Ibandronic acid disetujui untuk indikasi pengobatan osteoporosis pada wanita yang telah menopause dengan peningkatan risiko patah tulang (fracture). Pusat MESO Nasional telah menerima beberapa laporan kasus efek samping terkait penggunaan obat ini pada bulan Januari hingga bulan September tahun 2012. Berikut deskripsi 2 (dua) laporan kasus efek samping dan analisa kausalitasnya untuk informasi dan feedback bagi Sejawat Kesehatan sekalian.

Kasus pertama diperoleh dari pelaporan spontan: pasien laki-laki usia 52 tahun diberikan ibandronic acid dosis 150 mg secara oral dengan frekuensi 1kali setiap minggu, dimulai dari tanggal 24 Mei 2012. Pada hari yang sama setelah obat diberi-kan, pasien mengalami sakit kepala (headache), kesulitan bernafas (difficulty breathing) dan serangan jantung (heart

at-tack). Kemudian pasien dirawat di rumah sakit. Pada hari-hari berikutnya, tanggal 27 Mei 2012, pasien mengalami hematuria,

dan diinformasikan bahwa pada hari yang sama pada pasien dilakukan kateterisasi karena adanya penyumbatan koroner. Pada tanggal 31 Mei 2012, semua gejala efek samping yaitu sakit kepala, kesulitan bernafas dan serangan jantung sembuh.

Bersambung ke halaman 7 DESKRIPSI LAPORAN KASUS EFEK SAMPING OBAT YANG DITERIMA OLEH PUSAT FARMAKOVIGILANS NASIONAL

(7)

Badan POM RI secara rutin mengadakan kegiatan berupa Sosialisasi/Workshop terkait Farmakovigilans seperti tahun-tahun sebelumnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat kesehatan tentang pentingnya aktifitas Farmakovigi-lans sebagai bagian dari jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang terjadi pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan.

Selama tahun 2012, Badan POM telah menyelenggara-kan workshop Farmakovigilans bekerjasama dengan empat rumah sakit pemerintah yaitu RSUP Dr. Wahi-din Sudirohusodo di Makasar, RSUD Dr. Sudarso di Pontianak, RSUD Dr. Haji Abdul Moeloek di Bandar Lampung, dan RSUD Arifin Achmad di Pekanbaru.

Volume 30, No.2, November 2012 Buletin Berita MESO

Update Kegiatan Sosialisasi/Workshop Farmakovigilans

di Beberapa Rumah Sakit 2012

Keterangan Gambar 2: Workshop Program Pharmacovigilance di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, Bandar Lampung

Dalam penyelenggaraan kegiatan workshop ini, Badan POM RI memberikan penjelasan terkait program Farmakovigilans di Indonesia dan pentingnya Farma-kovigilans bagi jaminan keamanan obat beredar dengan tujuan akhir jaminan keamanan pasien (patient safety). Dalam melaksanakan workshop Farmakovigilans di rumak sakit, Badan POM RI mengundang Nara Sumber dari akademisi terkait un-tuk memberikan penjelasan secara ilmiah tentang efek samping obat dan permasalahan lainnya, serta peran dan tanggung jawab rumah sakit dalam ja-minan keamanan pasien (patient safety) yang dapat dicapai dan didukung dengan pelaksanaan Farma-kovigilans.

Dalam kegiatan workshop ini, pihak rumah sakit, baik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di Makasar, RSUD Dr. Sudarso di Pontianak, RSUD Dr. Haji Abdul Moeloek di Bandar Lampung, dan RSUD Arifin Achmad di Pek-anbaru, juga menyampaikan tentang implementasi Farmakovigilans dan kendala yang dihadapi khususnya dalam pelaporan efek samping obat di rumah sakit. Peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah sejawat kesehatan mulai dari dokter spesialis, dokter umum, farmasis klinik, bidan, serta perawat. Badan POM RI mendapat sambutan baik dari peserta work-shop atas penyelenggaraan sosialisasi/workwork-shop Farmakovigilans tersebut, dan secara umum pihak rumah sakit mendukung program Farmakovigilans di Indonesia. Kegiatan sosialisasi/workshop ini diharap-kan dapat meningkatdiharap-kan jumlah laporan efek samping obat yang diterima dari sejawat tenaga kesehatan.

Analisa kausalitas yang disampaikan dalam laporan tersebut untuk efek samping sakit kepala adalah related, kesulitan bernafas dan serangan jantung adalah unknown, sedangkan untuk hematuria adalah not related karena terkait dengan kate-terisasi. Kesudahan efek samping, pasien dilaporkan sembuh.

Hasil kajian analisa kausalitas oleh Tim Pengkaji ESO adalah untuk headache adalah certain. Sedangkan untuk kesulitan bernafas dan serangan jantung adalah unlikely, karena terdapat informasi tentang penyumbatan koroner pada pasien yang dapat menjelaskan kemungkinan kedua hal tersebut terjadi. Sedangkan untuk hematuria juga unlikely, karena dapat dijelas-kan bahwa hal tersebut akibat dari kateterisasi.

Kasus kedua diperoleh dari studi pasca pemasaran (non-interventional study/program case): wanita usia 65 tahun diberikan ibandronic acid oral dengan dosis, frekuensi dan waktu pemberian yang tidak diketahui secara jelas. Setelah menggunakan obat tersebut, pasien mengalami diare dan terapi ibandronic acid dihentikan. Pada tanggal 6 Maret 2012, pasien diberikan ibandronic acid kembali dengan dosis 150 mg dengan frekuensi sebulan sekali. Pada tanggal 6 September 2012, terapi ibandronic acid dihentikan. Pada tanggal 7 September 2012, pasien mengalami diare dan tinja berdarah, oleh karena itu, kemudian pasien dirawat di rumah sakit. Pada tanggal 11 September 2012, dilaporkan bahwa diare dan tinja berdarah telah sembuh, dan pasien keluar dari rumah sakit. Analisa kausalitas yang disampaikan dalam laporan tersebut untuk diare adalah related sedangkan untuk tinja berdarah adalah unknown.

Hasil kajian analisa kausalitas oleh Tim Pengkaji ESO adalah untuk efek samping berupa diare, adalah certain karena dapat ditunjukkan adanya proses rechallenge yang positif, yaitu setelah obat diberikan kembali, pasien mengalami hal yang sama. Sedangkan untuk tinja berdarah, adalah possible.

Deskripsi Laporan Kasus Efek Samping Obat……….. Sambungan dari halaman 6

(8)

Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan,

baik obat yang digunakan dalam praktik klinik sehari-hari, termasuk obat program,

vaksin, dan obat baru. Laporan tidak harus didasarkan atas kepastian seratus

per-sen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara

menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang

digunakan, adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali.

Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat

MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai

dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah

ditetapkan.

Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC

Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di

Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke

“Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating

Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan

termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO

Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota

saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed

Lists.

Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek

samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta

tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan

dipublikasi di dalam buletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat

mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan

MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara

jumpai.

BADAN

POM

RI

E T

I K A

DA L A M

FA R M AKOV I G I L A N S

DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO:

Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Dra. Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid; Dra. Endang Woro, Apt, MSc.; Drs. Roland Hutapea, MSc, Dr. Suharti K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar, SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK; Dr. Nafrialdi, SpPD, SpFK; Dra. Yunida Nugrahanti, MP; Siti Asfijah Abdoellah, SSi, Apt, MMedSc; Dra. Ratna Irawati, MKes; Dra. Herawati Apt,Mbiomed; Dra. Warta Br. Ginting, Apt; Dra. Lela Amelia Apt., M.Epid; Rahma Dewi Handari, SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina, S.KM.; Reni Setyawati, S.KM., M.Epid; Lanjar Sayoga, S.Kom.

ALAMAT REDAKSI BULETIN BERITA MESO:

Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional Direktorat Pengawasan Distribusi

Produk Terapetik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos

No. 143 JAKARTA 10560 Telp : (021) 4245459; 4244755 ext.. 111 Fax : (021) 4243605; 42883485 e-mail : pv-center@pom.go.id; Indonesia-MESO-BadanPOM@hotmail.com

APA YANG PERLU DILAPORKAN ?

Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping

yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang

bersangkutan .

Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.

Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :

Reaksi anafilaktik

Diskrasia darah

Perforasi usus

Aritmia jantung

Seluruh jenis efek fatal

Kelainan congenital

Perdarahan lambung

Efek toksik pada hati

Efek karsinogenik

Kegagalan ginjal

Edema laring

Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson

Serangan epilepsi dan neuropati

Setiap reaksi ketergantungan

Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat;

walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi

ketergantungan fisik dan atau psikis

APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ? REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ?

Referensi

Dokumen terkait

adalah silabus dan RPP yang digunakan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia. khusus aspek menulis yang meliputi keterampilan bahasa

Setelah dilakukan penelitian tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks pada wanita usia subur, diketahui bahwa mayoritas

Memang kita yakin sebenarnya semua itu akan berada di tangan pimpinan Tuhan, namun sekali lagi tidak menutup kemungkinan bukan, Tuhan akan memakai para pendeta

Implementasi dari kebijakan dual-track strategy ini akan menjadi fokus bahasan penulis dengan menyoroti dinamika politik domestik Amerika Serikat sekaligus politik

Bagaimana pengaruh upah tenaga kerja, harga bahan baku, harga output, dan nilai investasi terhadap permintaan tenaga kerja pada industri makanan skala mikro di Kecamatan

Jumlah tikus yang masuk kedalam perangkap dengan umpan ikan teri sebanyak 32 ekor dibandingkan dengan perangkap tanpa umpan sebanyak 1 ekor dalam kurun waktu

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh beban kerja (waktu kerja, jenis kegiatan) dan asupan kalori terhadap status gizi pekerja peternakan ayam broiler di

Secara nasional, 29,8% dari angka baru kasus malaria berasal dari kelompok pekerjaan petani/pengolah kebun (Riskesdas 2010). Proporsi kelompok kerja untuk kasus malaria baru