• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Perlindungan Merek Terkenal

Berdasarkan reputasi (reputation) dan kemashuran (renown) suatu merek, merek dapat dibedakan dalam tiga jenis, yakni merek biasa (normal marks), merek terkenal (well known marks), dan merek termashur (famous marks). Merek biasa adalah merek yang tergolong tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang berderajat “biasa” ini dianggap kurang memberi pancaran simbolis gaya hidup baik dari segi pemakaian dan teknologi, masyarakat konsumen melihat merek tersebut kualitsnya rendah. Merek ini juga dianggap tidak memiliki drawing power yang mampu

memberi sentuhan keakraban dan kekuatan mitos (mythical power) yang sugestif kepada masyarakat konsumen, dan tidak mampu membentuk lapisan pasar dan pemakai.36

Di atas merek biasa terdapat merek terkenal, yakni merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja berada dibawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachment) dan ikatan mitos (mythical context) kepada segala lapisan konsumen. Tingkat derajat merek yang tertinggi adalah merek termashur. Sedemikian rupa mashurnya di seluruh dunia, mengakibatkan reputasinya digolongkan sebagai “merek aristokrat dunia”. Dalam kenyataannya sangatlah suit membedakan antara merek terkenal dan merek termashur. Kesulitan dalam penafsiran, mengakibatkan kesulitasn menentukn batas dan ukura di antara keduanya. Jika merek termashur didasarkan pada ukuran “sangat terkenal dan sangat tinggi reputasinya”, pada dasarnya ukuran seperti itu juga dimiliki oleh merek terkenal. Oleh karena itu, bagi yang mencoba membuat definisi merek termashur, besar kemungkinannya akan terjebak dengan perumusan yang tumpang tindih dengan definisi merek terkenal.37

Baik berdasarkan konvensi-konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan nasional di bidang merek, pada dasarnya hanya mengenal merek biasa dan merek terkenal. Menurut Bambang Kesowo, hingga saat ini sebenarnya tidak ada definisi merek terkenal yang dapat diterima secara luas.

36 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, dalam Ridwan Khairandy, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, (Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta, 2000), h. 93.

Bahkan, upaya-upaya untuk menginventarisasi unsur-unsur yang membentuk pengertian itu pun hingga kini belum memperoleh kesepakatan. Bahkan, selama perundingan Putaran Uruguay di bidang TRIPs berlangsung hingga berakhir dan ditandatanganinya persetujuan Pembentukan WTO, tidak satu negara pun mampu membuat dan mengusulkan definisi merek terkenal tersebut.38

Untuk menutupi kekurangan yang ada dalam UU Merek tahun 1961, khususnya mengenai perlindungan merek terkenal, pada tahun 1987 telah dikeluarkan Kepmen Kehakiman RI No. M-02-FC.01.01 tahun 1987 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Milik Orang Lain. Definisi merek terkenal dalam Kepmen ini dirumuskan sebagai berikut.39

Merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan hukum untuk jenis barang tertentu.

Sedangkan perlindungan yang diberikan kepada merek terkenal dibatalkan untuk barang yang sejenis saja. Kepmen tersebut kemudian ditinjau kembali pada tahun 1991 dengan Kepmen Kehakiman RI No. M.03-HC.02.01 Tahun 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain. Perlindungan merek terkenal yang diatur dalam keputusan menteri ini diperluas dengan menambahkan rumusan dalam definisi merek terkenal menjadi “dikenal dan dipakai, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri”.

38 Ridwan Khairandy, Kapita Selekta Hak Kekayaan..., h. 94.

39 Suyud Margono, Hak Milik Industri Pengaturan dan Praktik di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 102.

Lalu, mengenai kriteria persamaannya dengan merek terkenal ditambahkan “kemiripan pada pokoknya” dan yang lebih memperluas lagi adalah bahwa perlindungan ini berlaku pula untuk barang yang tidak sejenis. Pokok-pokok ketentuan perlindungan merek terkenal yang termuat dalam Kepmen tersebut di atas dapat dikatakan cukup progresif pada masa itu, meski dikritik sebagai Kepmen yang inkonstitusional oleh karena mengatur hal-hal yang seharusnya diatur undang-undang.40

a. Pengaturan perlindungan merek terkenal dalam TRIPs

Ketentuan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) di antaranya mengatur mengenai merek terkenal. Pasal 16 ayat (3) ini menyatakan bahwa Pasal 6 bis Konvensi Paris tentang Perlindungan Hak Kekayaan Industrial harus berlaku mutatis mutandis pada barang dan jasa yang tidak serupa dengan barang-barang serta jasa-jasa di mana suatu merek dagang telah didaftarkan. Ketentuan pasal ini mensyaratkan bahwa penggunaan merek dagang sehubungan dengan barang atau jasa tersebut akan mengindikasikan suatu hubungan antara barang dan jasa pemilik merek dagang serta dengan ketentuan bahwa kepentingan pemilik merek dagang terdaftar akan dirugikan oleh penggunaan tersebut.

Perlindungan terhadap merek terkenal (well known marks) memang sejak lahirnya Konvensi Paris pada tahun 1883 telah disepakati untuk memberi perlindungan yang lebih besar dan diberi jaminan perlindungan

khusus (a granting special protection). Dengan dasar perlunya pemberian jaminan khusus seperti itu, maka Sidang Umum WIPO (World Intellectual Property Organization) dan Sidang Umum Uni Paris pada tahun 1999 telah membuat suatu bentuk wadah yang disebut A Joint Reccomendation Concerning Provisions on The Protection of Well-Known Marks.41

Pedoman yang termuat dalam Pasal 2 rekomendasi bersama WIPO tentang Ketentuan Proteksi Merek Terkenal yang bersifat tidak mengikat (“Non Binding” WIPO Joint Reccomendation Concerning Provisions on The Protection of Well-Known Marks) berpendapat bahwa kriteria merek terkenal adalah sebagai berikut:42

1) Penetapan sebagai merek terkenal ditentukan oleh pejabat yang berwenang dan dengan memperhatikan semua keadaan (circumstance) yang mendukung pengakuan sebagai merek terkenal.

2) Pejabat bewenang harus memperhatikan informasi tentang faktor-faktor yang mampu mendukung merek sebagai merek terkenal. Faktor-faktor tersebut meliputi:

a) Tingkat pengakuan, volume, dan luasnya wilayah geografis penggunaan merek, yang didukung oleh jumlah mayoritas permohonan calon licensee, produsen, distributor, importir,

41 Muhammad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 78.

penjual ritel, dan konsumen barang dan jasa tersebut yang menjadi bukti adanya pengakuan dari pihak ketiga.

b) Tingkat pengakuan merek oleh masyarakat, termasuk volume penjualan dan penetrasi dalam pasar yang mendukung unsur keterkenalannya.

c) Lama dan luasnya wilayah geografis promosi merek, seperti promosi yang dilkauka lintas negara.

d) Luas wilayah geografis dan registrasi merek di berbagai negara.

e) Adanya sifat eksklusif dan kualitas barang dan merek. f) Luasnya keberhasilan penggunaan hak merek, khususnya

luas pengakuan merek yang bersangkutan didukung oleh peredaran merek dalam jaringan bisnis yang luas.

g) Tinggi nilai komersial merek.

3) Sektor yang relevan dalam masyarakat adalah:

a) Mempunyai sektor yang cukup luas (substansial segment) di masyarakat.

b) Pemakai merek tidak terbatas pada para peaku dan konsumen potensial.

c) Jaringan distribusi barang atau jasa yang cukup luas. d) Lingkungan usaha terkait barang dan jasa yang cukup luas. Penggunaan tidak sah atas suatu merek terkenal disebut juga dengan “pencemaran merek terkenal” (dillution theory). Teori ini tidak

mensyaratkan adanya bukti telah terjadi kekeliruan dalam menilai sebuah pelangaran merek terkenal. Perlindungan didasarkan pada nilai komersial atau nilai jual dari merek dengan cara melarang pemakaian yang dapat mencemarkan nilai eksklusif dari merek atau menodai daya tarik merek terkenal tersebut.43

b. Pengaturan dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Pengaturan merek terkenal juga diatur melalui UU Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 21 ayat (1) huruf b dan c yang menyebutkan bahwa permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis atau untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.

Pemilik merek terkenal dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis (Pasal 81 UU Merek dan Indikasi Geografis).

Dokumen terkait