• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Persidangan di Pengadilan Negeri Kabanjahe

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Penyidikan, Penuntutan dan Persidangan di Kabanjahe

3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Tahap Persidangan di Pengadilan Negeri Kabanjahe

Apabila Penuntut Umum sudah selesai mempelajari berkas perkara hasil dan berpendapat bahwa tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, maka dibuat surat dakwaan, sehingga berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan dengan membuat surat pelimpahan perkara.

Dalam persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri Kabanjahe sesuai dengan ketentuan Pasal 55-Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya, dalam praktik di Pengadilan Negeri berdasarkan persidangan kasus “KG” anak pelaku tindak pidana pencabulan dapat diketahui sebagai berikut :98

a. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal (Pasal 11 Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Hal ini terbukti pada kasus “KG” yang Dipimpin oleh hakim tunggal (perempuan “FDN”)

98

b. Pembukaan sidang anak

Sidang dibuka oleh Hakim ketua sidang “FDN” dan dinyatakan terbuka untuk umum dan terdakwa yang ditahan dalam keadaan bebas atau tidak ditahan masuk ke ruang sidang. Hal ini bertentangan dengan Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 bahwa sidang kasus anak pelaku tindak pidana seharusnya merupakan tertutup untuk umum. Kemudian terdakwa dipanggil masuk ke ruangan sidang bersama keluarga pelaku, penasihat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan. Namun pada kasus “KG” yang dipanggil hanya terdakwa dan sesuai kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Pada kasus “KG”, JPU “HS” menuntut “KG” enam tahun hukuman penjara. Sesudahnya Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa benar- benar mengerti bunyi dakwaan dan terdakwa diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.99

c. Jaksa Penuntut Umum “HS”, Penasihat Hukum “SH” yang pada tahap penyidikan mendampingi anak namun pada persidangan tidak mendampingi (tidak ada penasehat hukum karena atas permintaan terdakwa menghadap sendiri), Pembimbing Kemasyarakatan (tidak ada tercatat di BAP kasus KG), Keluarga pelaku dan Saksi hadir dalam sidang anak (Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997).

d. Kehadiran Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan sehubungan dengan kasus “KG” (Pasal 56 ayat [1]

99

Undang-Undang No.3 Tahun 1997) tidak ditemui laporan pembimbing kemasyarakatan pada kasus “KG”.100

e. Pemeriksaan perkara dilakukan dengan kehadiran terdakwa “KG”

f. Pada kasus “KG” Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa keluar sidang. Pada Kasus “KG”, hakim tidak memerintahkan “KG” keluar sidang. Sidang dihadiri oleh keluarga pelaku namun pelaku tidak penasihat hukum atas keinginan pelaku dan pembimbing kemasyarakatan tidak hadir di ruang sidang. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.101

g. Pada persidangan kasus “KG” Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas.102

h. Pada waktu sidang kasus “KG”, tidak ditemukan tindakan Hakim “FDN” untuk memberi kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi pelaku. Juga tidak ditemukan adanya permohonan keluarga pelaku kepada hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada keluarga pelaku agar lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak.

100

Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205/PID.A/2006/PN.KBJ 101

Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205/PID.A/2006/PN.KBJ 102

Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi (pembelaan) atas terdakwa anak tersebut.

i. Pengambilan keputusan sehubungan dengan kasus “KG” dilakukan hakim “FDN” tanpa mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan karena tidak ada laporan dari pembimbing kemasyarakatan. Putusan yang ditetapkan hakim ‘FDN” untuk kasus “KG” diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum103

Dalam kasus “KG” Hakim “FDN” dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Hakim “FDN” berdasarkan kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara “KG” hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana. Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa harus dipertanggungjawabkan kepadanya mengingat terdakwa mampu bertanggungjawab maka terdakwa dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan (pencabulan/pemerkosaan). Selain itu dalam mengambil keputusan hakim “FDN” berdasarkan adanya fakta hukum yang ditemukan bahwa orang tua pelaku ternyata tidak mampu untuk memberikan perhatian yang cukup kepada terdakwa seandainya terdakwa dikembalikan kepada orang tuanya.

. Karena dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan.

103

Sebelum memberi keputusan hakim “FDN” juga mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam kasus “KG” hal-hal yang memberatkan adalah :

1. Kelakuan terdakwa meresahkan masyarakat pada umumnya dan keluarga korban pada khususnya

2. Perbuatan terdakwa telah menghancurkan masa depan korban Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah :

1. Terdakwa masih muda

2. Terdakwa blm pernah dihukum

3. Terdakwa tidak mempersulit jalannya persidangan dan menyesali perbuatannya

4. Terdakwa melakukan perbuatan pidana akibat mimnimnya perhatian/pengawasan dari orang tua

Berdasarkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan tersebut, Hakim “FDN” menyatakan terdakwa “KG” telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “melakukan ancaman kekerasan, memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul” dengan menjatuhkan pidana penjara 3 tahun enam bulan dan denda RP. 60.000.000,- subsider tiga bulan kurungan.104

104

Hasil studi kepustakaan Berkas Perkara No. 205/PID.A/2006/PN.KBJ

Berdasarkan hal-hal diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua ketentuan dalam UU Pengadilan anak dilaksanakan oleh hakim di Pengadilan negeri kabanjahe. Namun pada umumnya prosedur pelaksanaan peradilan anak pelaku tindak pidana sudah sesuai dengan UU pengadilan anak dan uu perlindungann anak.

Namun berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, hal yang sering bertentangan dengan UU pengadilan anak dan uu perlindangan adalah tindakan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Hamp ir se mua ka sus a nak pe laku t indak p ida na d i pe ngad ila n neger i ka banja he d iput uskan denga n p ida na pe njara ba hka n ada kasus a nak p e laku t indak p ida na, kasus penjatuhan hukuman pidana seumur hidup terhadap LG (16 tahun) oleh hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara,105

Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Hakim seharusnya tidak boleh keliru dalam menjatuhkan keputusan, karena putusan hakim sangat berarti dan sangat berpengaruh pada kehidupan anak yang bersangkutan di masa depan. Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang Hal ini merupakan potret buram pelanggaran hak anak yang berkonflik dengan hukum karena se harusnya dakw aa n t erhadap a nak pe laku t inda k p ida na set enga h dar i dakwaa n o rang dewasa.

Padahal dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Hakim sebagai institusi terakhir di pengadilan negeri yang paling menentukan atas nasib anak, lebih suka “menghukum” dengan menempatkan anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan daripada memberikan putusan alternatif. Padahal memasukkan anak ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak menjadi satu- satunya jalan terbaik bagi perbaikan moral dan tingkah laku anak.

105

jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison).