• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya, Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak nakal diperadilan tingkat pertama/pengadilan negeri disebut Hakim Anak.66 Hakim Anak ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.67 Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal. Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim Anak adalah :68

a. Telah berpengalaman sebagai Hakim di pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum; dan

66

Pasal 1 butir 7 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 67

Pasal 9 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 68

b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.

b. Penyidangan Perkara Pidana Anak

Tujuan penanganan perkara pidana pada umumnya adalah mencari, mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hukum acara oleh Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana tersebut.69

Pada hakekatnya terhadap prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri mengacu kepada ketentuan Pasal 55- Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya maka pada asasnya prinsip-prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut70

a. Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orangtua, Wali/Orangtua Asuh dan Saksi wajib hadir dalam sidang anak (Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)

:

b. Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 56 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997).

Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan 69

Lilik Mulyadi,S.H., M.H., Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2005, hlm.76

70

mengenai anak yang bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, melainkan beberapa saat sebelumnya.

Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal- hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka sidang pengadilan anak. Laporan kemasyarakatan berisi:

1) Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan 2) Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak. c. Pembukaan sidang anak

Selanjutnya hakim membuka sidang dan menyatakan sidang tertutup untuk umum71, kemudian terdakwa dipanggil masuk ke ruangan sidang bersama orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan72

71

Pasal 8 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 72

Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997

. Menurut kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Sesudahnya kalau ada kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum.

d. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal (Pasal 11 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)

Pemeriksaan anak di tingkat pertama dengan hakim tunggal, dan dalam hal tertentu di pandang perlu yaitu apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis73

e. Pemeriksaan perkara harus dengan kehadiran terdakwa anak

. Dengan “hakim tunggal” diharapkan baik langsung ataupun tak langsung dapat lebih mempercepat proses penanganan perkara sehingga peradilan dapat dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.

f. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.

g. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas

73

Prinsip dasar ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Adapun maksud mereka tidak memakai toga atau pakaian dinas adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak tersebut sehingga dapat memberikan keterangan dengan jelas dan tidak berbelit-belit, dan agar tercipta suasana kekeluargaan pada sidang anak sehingga pendekatan pada waktu memeriksa terdakwa anak dapat dilakukan secara efektif, afektif, dan simpatik. Pada hakekatnya apabila dijabarkan mereka yang tidak memakai toga atau pakaian dinas/PDH berlaku bagi Hakim dan Penuntut Umum, sedangkan bagi penyidik tidak memakai pakaian dinas dan bagi Penasihat Hukum tidak memakai toga.

h. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak

Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusannya, hakim member kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak, dengan alasan bahwa selama ini kurang memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan. Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi (pembelaan) atas terdakwa anak tersebut.

i. Putusan

Dalam mengambil keputusan, Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan74, dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum75

c. Dasar Pertimbangan Keputusan Hakim

. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hukum. Namun dalam Undang- Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan.

Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.76

74

Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No.3 Tahun 1997 75

Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No.3 Tahun 1997 76

Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan; perkembangan jiwa anak; tempat menjalankan hukuman. Berdasarkan penelitian normatif, diketahui bahwa yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain : a. Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana

Hakim harus mengetahui latar belakang dan faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana. Misalnya, anak melakukan tindak pidana tersebut karena ingin membela diri, anak dalam keadaan emosi, karena faktor lingkungan atau pergaulan dan faktor-faktor yang demikian menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman pada anak.

b. Keadaan psikologis anak setelah dipidana

Hakim harus memikirkan dampak atau akibat yang ditimbulkan terhadap anak setelah dipidana. Pemidanaan anak bukan hanya bertujuan untuk memidana, melainkan untuk menyadarkan anak, agar tidak melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana yang lainnya setelah menjalani pidana. Perkembangan jiwa anak setelah menjalani pidana, menjadi perhatian Hakim dalam menjatuhkan pidana, bila tidak demikian halnya maka dikhawatirkan perkembangan jiwa anak bukan menjadi semakin baik namun sebaliknya, anak akan menjadi lebih buruk.

c. Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana

Hakim harus mempertimbangkan berat ringannya kenakalan yang dilakukan anak. Jika kenakalan dilakukan anak menurut pertimbangan Hakim sudah keterlaluan atau dapat membahayakan masyarakat, maka hakim dapat

menjatuhkan pidana. Atas pertimbangan kepentingan anak, hakim dapat memutuskan agar anak diserahkan ke Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan untuk dididik dan dilatih serta dibina. Apabila Hakim merasa perbuatan anak tidak terlalu berat atau tidak membahayakan, maka Hakim dapat mengembalikannya kepada orangtua, wali atau orangtua asuhnya untuk lebih diperhatikan atau diawasai dan dibina kembali.77

1) Perbuatan terlalu berlebihan dan bahkan menyamai kejahatan yang dilakukan orang dewasa;

Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan pidana terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik fisik, psikis, sosial maupun ekonominya, keadaan rumah tangga orangtua atau walinya, keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungannya, yang dapat diperoleh Hakim dari Petugas Pemasyarakatan.

Pertimbangan dijatuhkannya pidana, adalah dengan harapan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, anak yang bersangkutan mendapat bimbingan dan pendidikan dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal, Hakim memperhatikan hal-hal yang dapat memberatkan dan hal-hal yang dapat meringankan.

Hal-hal yang memberatkan seperti :

2) Anak pernah dihukum;

3) Usianya sudah mendekati dewasa;

77 Ibid

4) Anak cukup berbahaya. Hal-hal yang meringankan yaitu :

1) Si terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; 2) Terdakwa menyesali perbuatannya;

3) Terdakwa belum pernah dihukum;

4) Terdakwa masih muda dan masih banyak baginya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya;

5) Bila tindakannya dilatarbelakangi pengaruh yang kuat dari keadaan lingkungannya, keluarga berantakan, anak ditelantarkan atau kurang dipehatikan orangtuanya.78

a. Sanksi Terhadap Anak Nakal

Putusan hakim dalam sidang pengadilan anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa (Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):

1) Pidana penjara; 2) Pidana kurungan; 3) Pidana denda; atau 4) Pidana pengawasan.

Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa: 1) Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau

2) Pembayaran ganti kerugian.

78 Ibid

Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal, dapat berupa (Pasal 24 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):

a. Mengembalikan anak kepada: 1) Orangtua;

2) Wali; atau 3) Orangtua asuh

b. Menyerahkan anak kepada Negara (anak Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja;) atau

c. Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pada