• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Preventif

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah menurut UU No 19 Tahun 2002.

1. Perlindungan Preventif

Dengan mengacu pada ketentuan UUHC mengenai bentuk perlindungan di atas, perlindungan hukum terhadap hak cipta lagu atau musik daerah sebagai kesenian tradisional di Indonesia secara otomatis telah mendapatkan perlindungan hukum baik yang telah didaftarkan maupun yang belum didaftarkan.30 Hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Tetapi akan sangat lebih baik jika telah terdaftar karena nantinya akan membantu dalam proses pembuktian ketika timbul persoalan pelanggaran hak cipta tersebut. Kebanyakan dari kesenian tradisional, khususnya lagu atau musik daerah secara umum pencipta lagu ini tidak diketahui lagi alias

Hak Cipta, Jurnal Hukum Jatiswara Fakultas Hukum UNRAM 2008. Hal 86. 29 Budi Agus Riswandi, Solusi Sengketa Hak Cipta

www. pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/solusi-sengketa-hak-cipta.html. Di akses 1 Mei 2011. 30 Baca hal 17-18 di atas, mengenaiprinsip-prinsip dasar hak cipta, (b) Hak cipta akan timbul dengan sendirinya (otomatis).

noname (NN), oleh sebab itu pendaftaran karya cipta tersebut sangat jarang dilakukan.

Adapun dasar hukum bagi pendaftaran karya cipta diatur dalam Pasal 35 hingga Pasal 44 UUHC. Pendaftaran dilakukan melalui permohonan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 37 ayat (1) UUHC yang menyatakan: “pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasanya”. Namun harus diingat lagi bahwa pendaftaran karya cipta bukan merupakan suatu kewajiban bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Pasal 35 ayat (4) menyatakan:

“Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta”. Menurut penjelasan pasal ini, pendaftaran ciptaan bukan merupakan keharusan bagi pencipta atau pemegang hak sehingga timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu terwujud, bukan karena pendaftaran. Ini berarti suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, tetap akan dilindungi oleh UUHC.

Dalam Pasal 35 UUHC disebutkan, penyelenggaraan pendaftaran hak cipta adalah Direktorat Jenderal, tepatnya Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Prosedur permohonan pendaftaran hak cipta melalui Direktorat Jenderal HaKI, yakni :

a. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap dua yang dapat diminta secara Cuma-Cuma di kantor Dirjen HaKI. Lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp 6000,00 (enam ribu rupiah). Dalam format surat permohonan pendaftaran ciptaan antara lain dicantumkan:

- Identitas pencipta, pemegang hak cipta, dan kuasanya; - Jenis dan judul ciptaan;

- Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan pertama kalinya; - Uraian ciptaan rangkap dua.

b. Pemohon hak cipta melampirkan:

- Bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta, berupa fotokopi KTP atau paspor;

- Turunan resmi akta pendiri badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris apabila pemohon adalah badan hukum;

- Surat kuasa, jika permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa (kuasa yang dimaksud UUHC adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal);

- Contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftar;

- Bukti pembayaran biaya permohonan pendaftaran sebesar Rp. 75.000,00 (khusus bagi program komputer sebesar Rp. 150.000,00).

c. Apabila ciptaan tersebut telah beralih atau pemegang hak cipta ternyata bukan penciptanya sendiri, maka saat mengajukan permohonan pendaftaran, bukti peralihan hak cipta tersebut harus dilampirkan.

Menurut Pasal 37 ayat (3) UUHC, permohonan yang telah diajukan oleh pencipta atau pemegang hak atau kuasanya tersebut oleh Direktotar Jenderal akan diputuskan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pendaftaran secara lengkap. Dan pendaftaran suatu karya cipta secara hukum dapat terhapus oleh berbagai sebab diantaranya terjadi atas permohonan orang atau suatu badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta atau pemegang hak cipta, telah lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;dan dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pentinganya pendaftaran atas suatu ciptaan, juga sangat terasa pada saat ciptaan tersebut akan dilesensikan kepada orang lain. Sebab berdasarkan ketentuan UUHC lisensi harus dibuat dengan surat perjanjian, yang mana surat perjanjian lisensi harus dicatat di Direktorat Jenderal HaKI, dengan kata lain suatu perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan, maka perjanjian itu tidak memiliki akibat hukum kepada pihak ketiga, sehingga jelas bahwa pihak ketiga tidak berhak menjalankan atau melakukan kegiatan perbanyak pengumuman, atau

kegiatan lain atas suatu ciptaan, bertindak untuk dan atas nama pencipta.

Kembali kepada persoalan perlindungan hak cipta lagu atau musik daerah sebagai suatu kesenian tradisional/folklore. Menurut kebijakan UUHC dalam menentukan pemegang hak cipta atas lagu yang tidak diketahui penciptanya dilakukan oleh Negara, dimana Negara memegang hak cipta itu secara terus menerus berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hak Cipta tersebut dipegang oleh negara dan menjadi milik bersama. Di mana masa perlindungan adalah tanpa jangka waktu atau tak terbatas, dimana negara lah yang memegang hak cipta tersebut secara terus menerus.

Pada awal usaha perlindungan terhadap kesenian tradisional lainnya juga diatur dalam bentuk perlindungan folklor. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan bahwa dalam rangka perlindungan folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain. Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisaisi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai pemegang hak cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai tradisi dari kebudayaan tersebut.

Pengertian dari yang dimaksud sebagai folklor yang dilindungi dalam UU No. 19 Tahun 2002 ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat 2 sebagai berikut :

“Folklor dimasudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok atau perorangan dalam masyarakat, yang menunjukan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk:31

1. Cerita rakyat, puisi rakyat;

2. Lagu-lagu rakyat dan instrument tradisional; 3. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional;

4. Hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, perhiasaan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisional.”

Berkaitan dengan perlindungan terhadap Kesenian Tradisional, maka pada Pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan :

(1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lain.

(2) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

31Kemitraan Indonesia Australia, Haki dan Universitas Di Indonesia, Bahan dan Studi

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut dalam Pasal 31 diatur mengenai pengecualian terhadap jangka waktu perlindungan yang berlaku dinyatakan bahwa : (1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh

Negara berdasarkan :

a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;

b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum.

Dari bunyi Pasal 31 UUHC 2002, pada prinsipnya ciptaan-ciptaan yang hak ciptanya dipegang atau dilaksanakan oleh negara, mendapat perlindungan tanpa batas waktu yaitu selamanya.

Beberapa pelanggaran yang terjadi terhadap kesenian tradisional yang merupakan warisan budaya di Indonesia, Undang- Undang Hak Cipta (dalam Pasal 10) sebenarnya telah berupaya memberi jalan keluar dengan mengatakan bahwa negara yang mewakili kepentingan rakyatnya (dalam hal ini; masyarakat tradisional di Indonesia) sebagai pemegang hak cipta, sebagai bentuk perlindungan hukum atas karya tersebut. Apabila pihak asing memanfaatkan pengetahuan tradisionalnya tanpa mengindahkan kepentingan Indonesia atau masyarakat tradisional itu sendiri.

Pada dasarnya perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang No.19 Tahun 2002 cukup maksimal, cukup maksimal

tidak berarti bahwa perlindungan hukumnya memadai masih banyak hal-hal yang perlu mendapat perhatian oleh UUHC terutama tentang batasan-batasan serta pengaturan secara eksplisit mengenai Kesenian Tradisional seperti Hak Cipta atas karya lagu atau musik daerah.

Kesenian tradisional masuk dalam lingkup perlindungan hak cipta yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan hak cipta dimana upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat yang sekaligus sebagai pengguna atau pemegang hak cipta terhadap kesenian tradisioanal telah dilakukan melalui beberapa cara diantaranya melalui seminar, penelitian dan pendidikan, penyuluhan, dan sebagainya.

Dokumen terkait